Anda di halaman 1dari 15

PEDOMAN UMUM PENERAPAN JAMINAN MUTU

BUDIDAYA TERNAK DAN HASIL PRODUK TERNAK ORGANIK

1. Ruang Lingkup

1.1 Pedoman ini memuat ketentuan mengenai persyaratan penerapan


jaminan mutu budidaya ternak dan produk ternak organik sehingga menjamin
bahwa hasil dari budidaya ternak organik tersebut adalah produk pangan organik.

1.2 Pedoman ini sebagai acuan bagi pembina mutu dalam melakukan pembinaan
penerapan jaminan mutu budidaya ternak dan produk ternak organik.

1.3. Pedoman Umum Penerapan Jaminan Mutu budidaya ternak organik ini
sebagai acuan bagi pelaku usaha dalam budidaya ternak organik, sehingga dapat
dilakukan proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi pangan organik yang
berwenang.

2. Acuan Normatif

2.1 SNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan Organik. Badan Standarisasi Nasional


2.2 Adaptasi ISO 9001-2000, Sistem Manajemen Mutu.
2.3 Pedoman Sertifikasi Produk Pangan Organik, Otoritas Kompeten Pangan
Organik, 2007

3. Istilah dan Definisi

3.1. Pangan organik adalah Pangan berkaitan dengan cara-cara produksi


organik hanya apabila pangan tersebut berasal dari suatu lahan pertanian organik
yang menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara
ekosistem untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan, dan
melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara
seperti daur ulang residu tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran
tanaman, pengelolaan pengairan, pengolahan lahan dan penanaman serta
penggunaan bahan-bahan hayati. Kesuburan tanah dijaga dan
ditingkatkan melalui suatu sistem yang mengoptimalkan aktivitas biologis
tanah dan keadaan fisik serta mineral tanah yang bertujuan untuk
menyediakan suplai nutrisi yang seimbang bagi kehidupan tumbuhan dan
ternak serta untuk menjaga sumberdaya tanah. Produksi harus
berkesinambungan dengan menempatkan daur ulang nutrisi tumbuhan
sebagai bagian penting dari strategi penyuburan tanah. Manajemen hama
dan penyakit dilakukan dengan merangsang adanya hubungan seimbang antara
inang/predator, peningkatan populasi serangga yang menguntungkan,
pengendalian biologis dan kultural serta pembuangan secara mekanis hama
maupun bagian tumbuhan yang terinfeksi. Dasar budidaya ternak
secara organik adalah pengembangan hubungan secara
harmonis antara lahan, tumbuhan dan ternak, serta
penghargaan terhadap kebutuhan fisiologis dan kebiasaan hidup ternak. Hal
ini dipenuhi melalui kombinasi antara penyediaan pakan yang ditumbuhkan
secara
1
organik yang berkualitas baik, kepadatan populasi ternak yang cukup, sistem
budidaya ternak yang sesuai dengan tuntutan kebiasaan hidupnya, serta cara-cara
pengelolaan ternak yang dapat mengurangi stress dan berupaya mendorong
kesejahteraan serta kesehatan ternak, pencegahan penyakit dan menghindari
penggunaan obat hewan kolompok sediaan farmasetika jenis kemoterapetika
(termasuk antibiotika).
3.2. Sertifikasi (CAC/GL 32-1999) adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi
pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui oleh pemerintah,
memberikan jaminan tertulis atau yang setara bahwa pangan atau sistem
pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan yang ditemntukan. Sertifikasi
produk pangan dapat dilakukan berdasarkan suatu serangkaian kegiatan
inspeksi termasuk “on-line inspection”, audit sistem jaminan mutu dan pengujian
produk akhir.
3.3. Lembaga sertifikasi adalah adalah lembaga yang bertanggung jawab
untuk mensertifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai "organik"
adalah diproduksi, diolah, disiapkan, ditangani, dan diimpor menurut Standar
Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut LS.
3.4. Operator adalah orang yang memproduksi, menyiapkan atau
mengimpor, untuk tujuan pemasaran produk organik seperti diuraikan dalam SNI
atau mereka yang memasarkan produk tersebut.
3.5. Otoritas kompeten adalah adalah institusi pemerintah yang
bertanggungjawab melaksanakantugas merumuskan kebijakan peraturan,
pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik; merancang dan
menformulasikan sistem dan acuan untuk dijadikan persyaratan wajib dalam
pendirian lembaga sertifikasi organik; melakukan verifikasi terhadap lembaga
sertifikasi dan/atau badan usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu pertanian
organik dalam program sertifikasi yang selanjutnya disebut OKPO.

3.6. Inspeksi adalah pemeriksaan pangan atau sistem yang digunakan


untuk pengendalian pangan, bahan baku, pengolahan, dan distribusinya,
termasuk uji produk baik yang dalam proses maupun produk akhirnya, untuk
memverifikasi bahwa hal -hal tersebut sesuai dengan persyaratan.
3.7. Inspektor adalah orang yang melakukan kegiatan inspeksi.
3.8. Audit adalah pemeriksaan yang independen baik secara sistematis
maupun fungsional untuk menetapkan apakah suatu kegiatan dan hasilnya
sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
3.9. Auditor adalah orang yang melakukan kegiatan audit.
3.10. Pelabelan adalah pencantuman/pemasangan segala bentuk tulisan,
cetakan atau gambar yang ada pada label yang menyertai produk pangan yang
berisi keterangan identitas produk tersebut atau dipajang dekat dengan
produk pangan, termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan.

2
4. Persyaratan Manajemen

4.1. Kebijakan Mutu


Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan mutu yang ditetapkan dan
diterapkan tentang sistem pangan organik sesuai ruang lingkup usahanya
untuk menciptakan jaminan mutu produk pangan organik. Kebijakan mutu
seyogyanya ditulis dalam kalimat yang singkat, jelas, dan mudah dimengerti
serta dapat menggambarkan visi atau misi dari usahanya.

4.2. Ruang Lingkup Kegiatan


Ruang Lingkup kegiatan meliputi ruang lingkup kegiatan dalam sistem
pangan organik yang diusahakan, misalnya untuk
sistem budidaya, pengolahan, pemasaran, importir dan sebagainya
termasuk jenis komoditinya.

4.3. Organisasi
Unit/badan usaha harus menjelaskan struktur organisasi yang ada serta
uraian tugas masing-masing personil termasuk
penanggungjawab dari penerapan jaminan mutu produk
pangan organik sesuai ruang lingkup usahanya.

4.4. Personil
Menjelaskan personil yang bertanggungjawab untuk mengembangkan,
menerapkan, memutakhirkan, merivisi, dan mendistribusikan rencana kerja
jaminan mutu (RKJM) produk pangan organik serta proses penyelesaiannya.
Menyajikan cara memelihara rekaman data yang memuat program dan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta pengalaman personil.

4.5. Pengendalian Dokumen


Unit/badan usaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk
mengendalikan semua dokumen yang merupakan bagian dari sistem, seperti
peraturan, standar, atau dokumen normative lain, metode produksi/proses
dan pengawasan, demikian juga gambar, perangkat lunak, spesifikasi,
instruksi dan panduan.
Semua dokumen yang diterbitkan untuk personil di Unit usaha yang
merupakan bagian dari sistem mutu harus dikaji ulang dan disahkan oleh
personil yang berwenang sebelum diterbitkan.
Prosedur yang disusun harus menjamin bahwa: a) edisi resmi dari dokumen yang
sesuai tersedia disemua lokasi tempat dilakukan kegiatan yang penting bagi
efektifitas fungsi produk pangan organik; b) dokumen dikaji ulang secara berkala,
dan bila perlu, direvisi untuk memastikan kesinambungan kesesuaian
dan kecukupan terhadap persyaratan yang diterapkan; c) dokumen harus
diidentifikasi secara khusus yang mencakup tanggal penerbitan dan atau
revisi, penomoran halaman, jumlah keseluruhan halaman, masa berlaku, dan
pihak berwenang yang menerbitkan/mengesahkan.
3
4.6. Pembelian Jasa dan Perbekalan
Unit/badan usaha harus mempunyai suatu kebijakan dan prosedur untuk:
a. Pemilihan dan evaluasi pemasok
b. Memilih dan membeli jasa dan perbekalan yang penggunaannya
mempengaruhi mutu produk pangan organik
c. Penerimaan dan penyimpanan perbekalan
d. Pemeliharaan rekaman-rekaman terkait pembelian jasa dan perbekalan
serta tindakan yang dilakukan untuk mengecek kesesuaian.

4.7. Pengaduan
Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan
pengaduan yang diterima dari pelanggan atau pihak-pihak lain. Rekaman semua
pengaduan dan penyelidikan serta tindakan perbaikan yang dilakukan
oleh unit/badan usaha harus dipelihara.

4.8. Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai


Unit/badan usaha harus mempunyai kebijakan dan prosedur yang harus
diterapkan bila terdapat sapek apapun dari pekerkjaan/proses atau produk pangan
organik yang tidak sesuai dengan prosedur, standar atau peraturan teknis
serta persyaratan pelanggan yang telah disetujui.
Kebijakan dan prosedur harus memastikan bahwa :
a) Tanggungjawab dan kewenangan untuk pengelolaan pekerjaan/proses atau
produk yang tidak sesuai ditentukan dan tindakan (termasuk
menghentikan pekerjaan dan menahan produk) ditetapkan dan dilaksanakan
bila ditemukan pekerjaan yang tidak sesuai.
b) Evaluasi dilakukan terhadap signifikansi ketidaksesuaian pekerjaan/proses
atau produk
c) Tindakan perbaikan segera dilakukan bersamaan dengan keputusan
pekerjaan/proses atau produk yang ditolak atau tidak sesuai
d) Bila diperlukan, pelanggan diberitahu dan pekerjaan dibatalkan dan
tanggungjawab untuk persetujuan dilanjutkannya kembali harus ditetapkan.

4.9. Tindakan Perbaikan


Unit/badan usaha harus menetapkan kebijakan dan prosedur serta
harus memberikan kewenangan yang sesuai untuk melakukan tindakan
perbaikan bila pekerjaan yang tidak sesuai atau penyimpangan kebijakan dan
prosedur di dalam sistem yang ditetapkan.
Prosedur tindakan perbaikan harus dimulai dengan suatu penyelidikan untuk
menentukan akar permasalahan. Apabila tindakan perbaikan perlu dilakukan,
unit/badan usaha harus mengidentifikasi tindakan perbaikan yang
potensial.

4
Tindakan perbaikan harus dilakukan sampai sistem dapat berjalan kembali secara
efektif, dan didokumentasikan.

4.10. Tindakan Pencegahan


Penyebab ketidak sesuaian yang potensial, baik teknis maupun manajemen, harus
diidentifikasi. Jika tindakan pencegahan diperlukan, rencana tindakan pencegahan
harus dibuat, diterapkan dan dipantau untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kembali ketidaksesuaian yang serupa dan untuk mengambil manfaat
melakukan peningkatan. Prosedur tindakan pencegahan harus mencakup tahap
awal tindakan dan penerapan pengendalian untuk memastikan efetivitasnya.

4.11. Pengendalian Rekaman


Unit/badan usaha harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi,
pengumpulan, pemberian indeks penelusuran, pengarsipan, penyimpanan,
pemeliharaan dan pemusnahan rekaman. Rekaman. Rekaman harus
mencakup laporan audit, audit internal dan kaji ulang manajemen
termasuk rekaman- rekaman pelaksanaan proses/kegiatan termasuk laporan
tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan.
Semua rekaman harus dapat dibaca dan harus disimpan dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga mudah didapat bila diperlukan dalam fasilitas
yang memberikan lingkungan yang sesuai untuk mencegah terjadinya
kerusakan atau deteriorasi dan untuk mencegah agar tidak hilang. Waktu
penyimpanan harus ditetapkan.
Unit/badan usaha harus menyimpan untuk suatu periode tertentu
rekaman pengamatan asli, data yang diperoleh dan informasi
yang cukup untuk menetapkan suatu jejak audit, rekaman
kalibrasi, rekaman staf, dan salinan dari setiap laporan pelabelan produk.

4.12. Audit Internal


Unit/badan usaha harus secara periodik, dan sesuai jadwal serta prosedur
yang telah ditetapkan sebelumnya, menyelenggarakan
audit internal untuk memverifikasi kegiatannya berlanjut
sesuai dengan persyaratan produk pangan dan pertanian organik. Program
audit internal harus ditujukan pada semua unsure dalam sistem produk pangan
organik.
Manajer mutu bertanggungjawab untuk merencanakan dan
mengorganisasikan audit sebagaiman yang dipersyaratkan oleh jadwal dan
diminta oleh manajemen. Audit harus dilakukan oleh personel terlatih dan
mampu, yang bila sumberdaya memungkinkan, independen dari kegiatan yang
diaudit.
Hasil dari kegiatan audit internal harus direkam, tindak lanjut kegiatan audit harus
diverifikasi. Penerapan serta efektivitasnya tindakan perbaikan yang telah
dilakukan harus direkam.
5
4.13. Kaji Ulang Sistem
Unit/badan usaha harus secara periodik, dan sesuai jadwal serta prosedur
yang telah ditetapkan sebelumnya, menyelenggarakan kaji ulang pada seluruh
sistem produk pangan organik sesuai ruang lingkupnya,
untuk memastikan kesinambungan kecocokan dan efektivitasnya,
dan untuk mengetahui perubahan atau peningkatan yang diperlukan. Kaji ulang
harus memperhitungkan:
a. Kecocokan kebijakan dan prosedur;
b. Laporan dari staf manajerial dan personil penyelia;
c. Hasil audit internal yang terakhir;
d. Tindakan perbaikan dan pencegahan;
e. Asesmen oleh badan eksternal;
f. Perubahan volume dan jenis pekerjaan;
g. Umpan balik pelanggan;
h. Pengaduan/ keluhan konsumen;
i. Faktor-faktor relevan lainnya.

4.14. Amandemen
Perubahan pada dokumen harus dikaji ulang dan disahkan oleh fungsi yang sama
yang melakukan kaji ulang sebelumnya kecuali bila ditetapkan lain. Personil yang
ditunjuk harus memiliki akses ke informasi latar belakang terkait yang mendasari
kaji ulang dan pengesahannya. Perubahan dokumen harus dilaporkan
kepada lembaga sertifikasi dan atau Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO).

5. Persyaratan Teknis

5.1. Lahan dan Penyiapan Lahan, Kandang, Bangunan kantor dan Tenaga kerja

5.1.1 Unit usaha atau peternak harus memiliki catatan riwayat penggunaan
lahan minimal 2 tahun sebelum lahan tersebut diperuntukan untuk sistem
peternakan organik, kecuali bagi lahan yang ada dihutan bebas, bekas hutan dan
lahan bukaan baru.Unit usaha atau peternak mempunyai peta lokasi lahan yang
berbatasan dengan lahan yang akan digunakan untuk peternakan organik.
5.1.2. Lahan bekas peternakan bukan organik harus mengalami periode konversi
paling sedikit 2 (dua) tahun sebelum penebaran ternak. . Dalam hal seluruh
lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara
bertahap.
5.1.3. Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi
untuk produksi ternak organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau
sebaliknya) antara metode produksi ternak organik dan konvensional.
5.1.4. Tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran, termasuk pembakaran
sampah.
6
5.1.5. Kandang pemeliharaan ternak harus ditata supaya aliran air, saluran
pembuangan limbah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan penyakit.

5.1.6. Kandang isolasi diletakan paling belakang dan terpisah dari kandang
lainnya untuk menghindari penularan penyakit melalui udara, air, peralatan dan
petugas kandang.

5.1.7. Bangunan kantor dan tempat tinggal karyawan harus terpisah dari areal
perkandangan dan dipagar.

5.1.8. Tenaga kerja yang dipekerjakan hendaknya berbadan sehat dan


mendapat pelatihan teknis budidaya ternak dan penanganan panen, pasca panen,
distribusi dan pemasaran hasil peternakan organik.

5.2. Bibit ternak

5.2.1. Bibit ternak berasal dari ternak yang dipelihara secara organik atau
sesuai dengan cara -cara yang sesuai dengan SNI .
5.2.2. Tidak menggunakan bibit ternak yang berasal dari hasil rekayasa genetika
yang dibuktikan dengan sertifikat .
5.2.3. Dalam hal tidak tersedia bibit seperti yang disyaratkan tersebut maka
pada tahap awal dapat menggunakan bibit tampa perlakuan .

5.3. Sumber Air


5.3.1. Air yang digunakan berasal dari sumber mata air yang langsung atau
dari sumber lain yang memenuhi standar air yang dibenarkan oleh SNI. Terdapat
catatan hasil uji air dalam periode tertentu.
5.3.2. Air yang tidak berasal dari mata air langsung harus telah mengalami
perlakuan untuk mengurangi cemaran sehingga memenuhi
persyaratan baku dan terdokumentasi.
5.3.3. Tidak dizinkan mengeksploitasi secara berlebihan dan menurunkan
sumberdaya air.

5.4. Manajemen Kesuburan Tanah

5.4.1. Kesuburan dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau ditingkatkan
sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam SNI No 01-6729-2006
5.4.2. Tidak menggunakan kotoran manusia

7
5.5. Pencegahan Penyakit dan Pemeliharaan Ternak

5.5.1. Meminimalkan stres, mencegah terjadinya penyakit, tidak menggunakan


obat kimia untuk pencegahan dan pengobatan penyakit, tidak menggunakan
hormon pemacu pertumbuhan, tidak menggunakan pakan ternak yang
mengandung obat kimia dan hormon pemacu pertumbuhan
sintetis, menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan serta
tidak menggunakan pestisida, herbisiada dan produk hasil rekayasa
genetika.
5.5.2. Tidak menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama penyakit pada
lingkungan, tidak melakukan proses pembakaran dalam pengendalian gulma
5.5.3. Menerapkan sistem pengendalian penyakit yang terpadu sehingga dapat
menekan kerugian akibat penyakit.
5.5.4. Memelihara ternak secara ekstensif pada lahan organik. Ternak
yang dipelihara bukan secara ekstensif harus mempertahankan kebersihan
kandang, ternak, peralatan dan orang yang menangani ternak serta kesehatan
ternak dan orang yang menangani ternak
5.5.5. Memelihara spesies ternak yang dapat hidup pada pola organik
5.5.6. Untuk menangani ternak yang sedang sakit dapat diberikan
tindakan fisioterapi, akupuntur, probiotik dan herbal organik. Dalam keadaan
terpaksa dapat menggunakan obat obat kimia seperti antibiotik,obat cacing dan
lain lain harus memperhatikan dosis, cara pemberian, waktu henti obat
dan dalam
pengawasan dokter hewan.
5.5.7. Ternak yang sedang sakit dan dalam proses pengobatan dipelihara
secara terpisah dari ternak yang sehat dan dibawah pengawasan dokter hewan.
Kotoran dan
air kencing hewan yang sakit tidak boleh mencemari lingkungan lahan organik
5.5.8. Hama, penyakit dan gulma dilingkungan lahan harus dikendalikan dengan
cara :
(a) Pemilihan spesies dan varietas yang sesuai;
(b) Perlindungan musuh alami hama penyakit dan gulma melalui
penyediaan habitat yang cocok seperti pembuatan pagar hidup dan tempat
sarang, zona penyangga ekologi;
(c) Ekosistem yang beragam. Hal ini akan bervariasi antar daerah.
Sebagai contoh, zona penyangga untuk mengendalikan erosi, agroforestry,
merotasikan tanaman dan sebagainya;
(d) Penyiapan biodinamik dari stone meal, kotoran ternak atau tanaman;
(e) Penggunaan mulsa disebarkan diatas permukaan tanah secara rapat
dapat menghindari kerusakan permukaan tanah dari terpaan hujan.
5.5.9. Jika terdapat kasus yang membahayakan atau ancaman yang serius
terhadap tanaman dimana tindakan pencegahan di atas tidak efektif, maka dapat
digunakan bahan lain sebagaimana dicantumkan dalam Lampiran pada SNI.
8
5.6. Sumber asal ternak

Menggunakan sumber ternak yang berasal dari pembibitan ternak organik dan atau
,ternak yang dapat bertahan hidup pada pola budidaya organik

5.7. Pakan Ternak

5.7.1. Menggunakan bahan baku pakan ternak organik, tidak menggunakan bahan
baku yang berasal dari rekayasa genetik

5.7.2. Susu yang diminum oleh ternak muda harus berasal dari susu induk organik

5.7.3. Ternak yang dipelihara secara ekstensif dan intensif atau semi intensif harus
mengkonsumsi pakan dari lahan organik,

5.7.4. Air minum yang digunakan untuk minum, membersihkan ternak dan
lingkungan harus berasal dari air organik

5.7.5. Bahan pakan tambahan seperti mineral dan vitamin diperoleh secara
alami dan berasal dari sumber sumber organik dan dalam proses
produksinya tidak menggunakan pelarut kimia

5.7.6. Probiotik,enzim dan mikroorganisme diperbolehkan digunakan

5.8 Penanganan Panen, Pasca Panen, Penyimpanan, Transportasi dan


Pemasaran

5.8.1. Pencucian peralatan,ternak produk ternak organik segar dilakukan dengan


menggunakan air standar baku yang diizinkan untuk sistem pangan organik.
5.8.2. Tidak mencampur produk organik dengan produk non-organik dalam
penanganan pasca panen termasuk dalam pengolahan, penyimpanan dan
transportasi dan pemasaran.
5.8.3. Tidak menggunakan bahan kimia sintetis dalam proses penanganan pasca
panen, penyimpanan ,pengangkutan.maupan pada saat pemasaran
5.8.4. Peralatan pada waktu dan pasca panen harus bebas dari kontaminasi bahan
kimia sintetis.
5.8.5. Tidak menggunakan bahan pembungkus yang menimbulkan kontaminasi
produk.
5.8.6. Dalam pengemasan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang
atau digunakan kembali atau menggunakan bahan yang mudah mengalami
dekomposisi. Menggunakan kemasan untuk makanan organik.
5.8.7. Selalu menjaga integritas produk organik selama penanganan, penyimpanan
dan transportasi serta dalam pemasaran

9
5.9. Dokumentasi dan Rekaman
5.9.1. Untuk setiap butir yang relevan perlu tersedia ”Standar Prosedur Operasional ”
(SPO) yang terdokumentasikan.
5.9.2. Untuk setiap butir yang relevan harus terdapat catatan, rekaman, atau
dokumentasinya untuk membuktikan pemenuhan terhadap standar ini.

10

Anda mungkin juga menyukai