Anda di halaman 1dari 11

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

2.2.

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati menurut UU Nomor 5 Tahun 1994 adalah keanekaragaman di antara


makhluk hidup dari semua sumber termasuk di dalamnya daratan, lautan dan ekosistem
akuatik. Keanakeragaman hayati merupakan anugerah terbesar bagi umat manusia karena
dapat memberikan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup manusia.
Keanekaragaman yang tinggi akan dapat menghasilkan kestabilan lingkungan yang mantap.
2.2.1. Keanekaragaman Ekosistem
Di lingkungan manapun di muka bumi ini, maka akan ditemukan makhluk hidup. Semua
makhluk hidup berinteraksi atau berhubungan erat dengan lingkungan tempat hidupnya.
Lingkungan hidup meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi
berbagai jenis makhluk hidup mulai yang mempunyai sel satu (uni seluler) sampai makhluk
hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik
meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban, ini semua disebut faktor fisik. Selain
faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan
mineral.
Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan
hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungannya
atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam
suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan
berbagai bentuk ekosistem. Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu
daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda. Totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem
menunjukkan terdapat perbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran dan sifat
lainnya pada tingkat yang berbeda merupakan keanekaragaman hayati.
Kawasan konservasi dan Ruang Terbuka Hijau yang dilindungi di Provinsi DKI Jakarta terdiri
dari Cagar Alam, Hutan Lindung dan Hutan Wisata. Keseluruhan luas RTH Lindung pada tahun
2012 di DKI Jakarta sebesar 430,45 Ha, dimana 327,95 Ha berada di Kota Administrasi Jakarta
Utara, sedangkan sisanya 102,50 Ha berada di Kepulauan Seribu.
Salah satu komunitas ekosistem yang ada di DKI Jakarta dan bermanfaat dalam menjaga
kelangsungan hidup manusia adalah adanya komunitas mangrove yang merupakan ekosistem
hutan yang khas dan unik yang berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan
pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi dan intrusi air laut. Erosi di pantai Marunda yang tidak
bermangrove selama 2 bulan mencapai 2 meter, sedangkan yang bermangrove hanya 1 meter.

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Halaman II - 31

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Selain itu hutan mangrove dapat dimanfaatkan pula sebagai wahana rekreasi alam hutan
wisata payau.
Menurut Rusminarto et al (1984) dalam pengamatannya pada areal hutan mangrove di Tanjung
Karawang mengatakan bahwa dengan dibukanya kawasan mangrove menjadi pertambakan,
maka perkembangan nyamuk Anopheles sp yang merupakan vektor penyakit malaria
jumlahnya akan semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembukaan pertambakan pada
areal hutan mangrove akan meningkatkan bahaya penyebaran penyakit malaria.
Tekanan berat terhadap kawasan mangrove di DKI Jakarta akibat perambahan dan alih fungsi
kawasan menjadi permukiman, pembangungan fasilitas rekreasi dan pemanfaatan lahan
pasang surut untuk budidaya tambak mengakibatkan penurunan luas hutan mangrove apabila
dibandingkan dengan tahun 2005. Pada tahun 2011 Luas lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta
sebesar 376,02 Ha dengan persentase tutupan adanya kenaikan antara 50-83 persen dan
adanya kenaikan kerapatan 2.500-7.050 pohon/Ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara
Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo 95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha,
Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke
Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk 10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang
meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha, Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau
Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau Penjaliran Barat 19,50 Ha, sedang pada tahun 2012 Luas
lokasi hutan mangrove di DKI Jakarta relatif sama yaitu sebesar 376,02 Ha dengan persentase
tutupan adanya kenaikan antara 50-83 persen dan adanya kenaikan kerapatan 2.500-7.050
pohon/Ha dengan rincian wilayah Jakarta Utara Kawasan Ekosistem Mangrove Tol Sedyatmo
95,50 Ha, Hutan Lindung Angke Kapuk 44,76 Ha, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara
Angke 25,02 Ha, Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk 99,82 Ha, Kebun Bibit Angke Kapuk
10,51 Ha dan wilayah Kepulauan Seribu yang meliputi Cagar Alam Pulau Bokor 18,00 Ha,
Suaka Margasatwa Pulau Rambut 45,00 Ha, Pulau Penjaliran Timur 18,41 Ha, dan Pulau
Penjaliran Barat 19,00 Ha. tetapi sejak tahun 2009 pemerintah DKI Jakarta, warga masyarakat,
Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman 2.000 pohon mangrove di kawasan
Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan tahun 2010 warga
masyarakat, Lembaga Peduli Mangrove melakukan penanaman sebanyak 5.000 batang pohon
mangrove, dan pada tahun 2011 AEON yaitu lembaga nirlaba dari Jepang yang berjumlah 500
orang berkunjung ke Jakarta untuk melakukan penanaman mangrove sebanyak 10.000 batang
pohon, selain para pihak/instansi yang ikur berpartisipasi dalam penanaman pohon
penghijauan/reboisasi seperti terlihat pada Tabel UP-3A (T) pada Buku Data SLHD Tahun 2012
di kawasan Restorasi Ekologis Hutan Lindung Angke, Kapuk, Jakarta Utara, dan terus
bertambah dari tahun ke tahun.

Halaman II - 32

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Semakin menurunnya kawasan mangrove di wilayah DKI Jakarta harus dicermati sebagai
langkah awal untuk menyelamatkan dan melestarikan kawasan mangrove atas dasar pulih
kembalinya ekosistem semirip mungkin dengan kondisi sebelum mengalami kerusakan. Hal ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai pengendalian terhadap ancaman degradasi kawasan
mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai guna meningkatkan taraf hidup masyarakat
sekitarnya.
2.2.2. Keanekaragaman Spesies
Secara umum jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui dan dilindungi di DKI Jakarta pada
tahun 2012 tidak berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu terdiri dari 8 golongan. Kedelapan
golongan tersebut adalah Hewan menyusui dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 3,
Burung dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 117 dan yang dilindungi sebanyak 16,
Reptil dengan jumlah spesies yang diketahui 11, Ikan dengan jumlah spesies yang diketahui
sebanyak 3, Serangga dengan jumlah spesies yang diketahui sebanyak 2, dan golongan
Amphibi, Keong serta Tumbuhan yang tidak diketahui jumlah spesiesnya.
Keseluruhan spesies burung yang dilindungi tersebut adalah, Pecuk Ular, Kuntul Kerbau,
Kuntul Karang, Kuntul Besar, Kuntul Sedang, Kuntul Kecil, serta Pelatuk Besi dengan status
berlimpah. Sedangkan untuk spesies burung yang dilindungi dan statusnya terancam adalah
Kuntul Perak, Bluwok, Cucuk Besi, Cekaka Suci, Perkaka Emas, Cekaka Jawa, Kipasan
Belang, Madu Pipi Merah, serta Cekaka Sungai.
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar.
Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua
kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial
seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 1996). Di Pulau Jawa
tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran
(Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), Monyet (Macaca fascicularis), Lutung
(Presbytis cristatus), Bekantan (Nasalis larvatus), kucing Bakau (Felis viverrina), Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus), dan Garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan
mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau
antara lain Biawak (Varanus salvator), ular Belang (Boiga dendrophila), ular Sanca (Phyton
reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus,
Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan
mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996). Hutan mangrove
juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti Pecuk ular (Anhinga
anhinga melanogaster), Bintayung (Freagata andrew-si), Kuntul perak kecil (Egretta garzetta),
Kowak merah (Nycticorax caledonicus), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), Ibis hitam

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Halaman II - 33

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

(Plegadis falcinellus), Bangau hitam (Ciconia episcopus), burung Duit (Vanellus indicus), Trinil
tutul (Tringa guitifer), Blekek Asia (Limnodromus semipalmatus), Gegajahan Besar (Numenius
arquata), dan Trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis
burung Egretta eulophotes, Kuntul perak (E. intermedia), Kuntul putih besar (E. alba), Bluwok
(Ibis cinereus), dan Cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan
mangrove (Whitten et al., 1988). Keanekaragaman hayati baik flora dan fauna di DKI Jakarta
secara umum tidak berbeda jauh dengan keadaan flora dan fauna lainnya di pulau Jawa. Hal ini
karena adanya kesatuan geografis meskipun saat ini sudah banyak mengalami pengurangan
akibat tingginya pembangunan di DKI Jakarta.
Jenis tumbuhan yang terdapat di DKI Jakarta cukup bervariasi mulai dari jenis tumbuhan pantai
sampai dengan jenis tumbuhan dataran/pegunungan dan palawija. Akan tetapi sampai dengan
tahun 2012 ini belum dapat diketahui jumlah seluruh jenis tumbuhan yang ada di DKI Jakarta,
hanya jenis tumbuhan pantai khususnya yang ada di kepulauan Seribu yang sudah terdeteksi
yaitu ada sekitar 86 jenis. Untuk jenis tumbuhan pantai umumnya didominasi oleh jenis pohon
Kelapa, Cemara laut, Ketapang, Rutun, Mengkudu dan Pandan laut. Disamping itu di beberapa
pulau di Kepulauan Seribu banyak ditemukan Sukun. Dari gambaran tersebut diatas bahwa
keanekaragaman hayati baik flora dan fauna banyak terdapat di wilayah tersebut. Untuk lebih
jelasnya dapat diuraikan sbb :
A.

Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut

Pulau Rambut saat ini statusnya menjadi suaka margasatwa berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts/-II/1999. Luas suaka margasatwa P. Rambut
terdiri dari 45 Ha kawasan perairan dan 45 Ha kawasan daratan. Satwa liar yang dilindungi di P.
Rambut adalah dari jenis burung dengan populasi sekitar 40.000 ekor. Delapan belas jenis
burung dari 49 yang dijumpai di dalam kawasan suaka margasatwa P. Rambut termasuk dalam
kategori dilindungi, diantaranya Elang bondol (Halieeaetus indus), burung Pecuk ular (Anhnga
anhinga), Roko-roko (Plegadis falcneleus), Bluwok (ibis cinereus), Pelatuk besi (Thereskiornis
aethiopica), Kuntul (Egretta sp), dan Raja udang biru kecil (Halcyon chloris). Jenis-jenis burung
lain yang banyak dijumpai antara lain burung Camar (Larus sp), Cangak (Ardea sp), Trigil
(Tringa sp) dan Gajahan (Numenius schopus). Beberapa jenis burung bernyanyi yang masih
sering terlihat antara lain Kepodang (Oriolus sp), Jalak suren (Sturnus contrajala), Kutilang
(Pycnonotus aurigaster) dan Prejak. Satwa liar lain adalah jenis primata. Selain itu, P. Rambut
memiliki vegetasi tipe khas relatif utuh, yaitu hutan pantai, hutan mangrove dan hutan sekunder
campuran.

Halaman II - 34

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

B.

Kawasan Cagar Alam Pulau Bokor

Cagar alam P. Bokor ditetapkan dengan Surat Keputusan Gouvernor General Hindia Belanda
Nomor 6 tahun 1931 (Stbl. Nomor 683). P. Bokor secara spesifik ditetapkan sebagai cagar alam
untuk perlindungan botanis dengan luas 18 Ha. Beberapa jenis burung yang dijumpai dalam
kawasan ini adalah Dara laut (Ducula bicolor), Burung angin (Fregata ariel) dan Kepodang
(Oriolus chinensis). Selain itu juga dijumpai Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang
merupakan jenis introduksi. Di pulau ini didominasi burung air dan dara laut. Sedang vegetasi
yang dilindungi adalah vegetasi mangrove dari jenis Rhizopora mucronata dan S. alba.
C.

Kawasan Cagar Alam Pulau Peteloran Barat

Cagar alam P. Peteloran Barat memiliki luas 11,3 Ha dan merupakan wilayah dalam Zona Inti II.
Cagar alam P. Peteloran Barat merupakan kawasan untuk perlindungan ekosistem mangrove
dan Penyu sisik (Eretmochelys imbricata). P. Peteloran Barat merupakan salah satu lokasi
tempat bertelur penyu sisik di Kepulauan Seribu, yakni di lokasi pasir bercampur karang yang
merupakan daerah perairan yang tenang. Di kawasan ini ditemukan 3 (tiga) jenis vegetasi
mangrove, yakni jenis Rhizopora mucronata, C. tagal dan Avicennia marina.
D.

Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Barat

Cagar alam P. Penjaliran Barat termasuk dalam wilayah Zona Inti II yang berfungsi sebagai
kawasan perlindungan ekosistem mangrove. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 menetapkan kembali wilayah kawasan hutan dan perairan
di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, termasuk penetapan kawasan pelestarian alam
yang meliputi P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Luas P. Penjaliran Barat adalah 8,3
Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis Rhizopora stylosa,
C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, dimana kondisinya mengalami penurunan akibat abrasi.
E.

Kawasan Cagar Alam Pulau Penjaliran Timur

Cagar alam P. Penjaliran Timur juga menjadi bagian Zona Inti II. Luas P. Penjaliran Timur
adalah 18,41 Ha. Di kawasan ini ditemukan 4 (empat) jenis vegetasi mangrove, yaitu jenis
Rhizopora stylosa, C. tagal, S. alba dan Avicennia marina, kondisinya juga mengalami
penurunan akibat abrasi.
Selain hal tersebut diatas sejak tahun 1939 pesisir Teluk Jakarta bagian Barat telah ditetapkan
sebagai kawasan lindung berupa cagar alam dan hutan lindung seluas 15,05 Ha. Dalam
perkembangannya, status tersebut berubah menjadi kawasan lindung Tegal Alur Angke Kapuk
sesuai dengan ketetapan SK Menteri Pertanian Nomor 161/UM/1977 seluas 335,5 Ha dan
dengan SK Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1995 berubah kembali menjadi 327,7 Ha. Area yang

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Halaman II - 35

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

ditetapkan terakhir ini terdiri dari cagar alam Muara Angke 25,02 Ha; hutan lindung Angke 44,76
Ha; hutan wisata alam 99,82 Ha; hutan dengan tujuan khusus yaitu kebun pembibitan 10,51
Ha, transmisi PLN 23,07 Ha, Cengkareng Drain 28,93 Ha, serta jalan tol dan jalur hijau 95,50
Ha. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 755/KptsII/UM/1998, tahun 1998, cagar alam Muara Angke ditetapkan sebagai suaka margasatwa
Muara Angke dengan luas 25,02 Ha. Kawasan lindung tersebut merupakan kawasan hutan
sesuai dengan sifat alamnya yang merupakan sistem penyangga kehidupan, seperti
pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir, pengendalian erosi, pencegahan intrusi air
laut serta pemeliharaan kesuburan tanah. Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 220/Kpts-II/2000 mengatur kawasan lindung di wilayah Provinsi DKI Jakarta
seluas 108.475,45 Ha, yang terdiri dari Taman Nasional Kepulauan Seribu seluas 108.039,50
Ha; taman wisata alam Angke Kapuk seluas 99,82 Ha; cagar alam P. Bokor seluas 18 Ha;
suaka margasatwa P. Rambut seluas 90 Ha; suaka margasatwa Muara Angke seluas 25 Ha;
hutan lindung Angke Kapuk seluas 44,76 Ha, hutan produksi Angke Kapuk seluas 158,35 Ha.
F.

Suaka Margasawa Muara Angke

Berbatasan dengan tanggul kawasan Pantai Indah Kapuk ke arah suaka margasatwa sebagian
besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang
langsung terkena pengaruh pasang surut air laut. pohon Pidada atau Bidara (Sonneratia alba)
merupakan jenis yang sering dijumpai selain Api-api (Avicenia marina), Jangkar (Bruguiera sp),
Api-api (Rhizopora sp), Waru laut (Thespesia populnea), Buta-buta (Ezcoecaria agallocha),
Nipah (Nypa fruticans) dan Ketapang (Terminalia catapa), luas Suaka Margasatwa Muara
Angke pada tahun 2012 adalah 25,02 Ha, sama dengan tahun 2011.
Suaka margasatwa Muara Angke ditetapkan sebagai kawasan hutan mangrove yang
seharusnya didominasi oleh pohon, namun kondisinya saat ini merupakan lahan rawa terbuka
yang didominasi oleh herba seperti Warakas (Acrostichum aureum) dan Seruni (Wedelia
biflora). Salah satu keunikan ekosistem khas mangrove di kawasan Muara Angke adalah
adanya tumbuhan rotan (Calamus sp) yang spesifik. Keberadaan pohon relatif sporadis. Pada
lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti Gelagah
(Saccharum spontaneum), Putri malu (Mimosa pudica), Talas lompong (Colocasia sp), dan
Kangkung (Ipomoea sp). Tumbuhan di atas merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi
bukan payau. Pada Tabel dibawah dapat dilihat jenis vegetasi di Kawasan Hutan Lindung dan
Fauna yang Dilindungi di Muara Angke :

Halaman II - 36

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

TABEL : II.4.
JENIS VEGETASI DI KAWASAN LINDUNG MUARA ANGKE,
ANGKE KAPUK DAN KAMAL, TAHUN 2012
POHON
Avicennia sppp
Acasia auriculiformis
Cocos nucifera
Delonix regia
Leucaena luecocephala
Mimusops elengi
Morinda citrifolia
Pithecolobium dulchis
Raisthonia regia
Rhizopora mucronata
Sonneratia caseolaris
Thepesia populnea

NAMA DAERAH
Api-api
Akasia
Kelapa
Flamboyan
Lamtoro
Tanjung
Mengkudu
Asem londo

PERDU, SEMAK DAN RERUMPUTAN


Excoecaria agallocha
Acrostichum aureum
Achiranthes aspea
A. bidenata
Altemanthera repens
Andropogon aciculate
A. intermedius
Boreria latifolia
Bracharia nutica
Calopogonium mucroides
Centrosema pubescens
Clome aspera
Chloris barbata
Cyoerus hasapar
C. rotondus
C. platyterus
Desmodium heterophyla
D. trifolium
Eclypta alba
Elephantopus scaber
Eleochine indica
Eichornia crassipes
Emilia sanchifolia
Ergastis sp
Eupathorium odorantum
Fimbristilis aeroginosa
Heliochares dulchis
H. indica
Himenographis interukta
Ipomoea acuatica
I. histula
I. pescaprae
Leucas lavondulafolia
Melastoma malabathricum
Micania cordata

NAMA DAERAH
Buta-buta
Warakas
Jarong lalaki
Sui in sui talum
Daun tolod, kremh
Jukut domdoman
Rumput pipit
Gelotrak, ketumpang lemah
Jukut Inggris

Bakau-bakau
Pidada/bidara
Waru laut

Ki bensin
Maman, enceng-enceng
Rumput jejarongan
Papa air
Rumput teki
Rumput
Kimules
Katumpang
Urang-aring
Tapak liman
Jukut carulang
Eceng gondok
Jonge
Jukut karukuan
Kirinyuh
Babawangan beureum
Babawangan

Kangkung
Kangkung Bandung
Katang-katang
Paci-paci
Harendong
Cipatuheun
bersambung

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Halaman II - 37

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

sambungan
PERDU, SEMAK DAN RERUMPUTAN
Mimossa invisa
M. nigra
M. pudica
Oxalis barbata
Merenia genela
Panicum repens
Passiflora foetida
Pasphallum scobeculata
Physalis minima
P. neruli
Pestia stratoides
Pluche indica
Politicha qinaura
Poligonium sp
Portulaca oleaceae
Dricardosonia brassiliensis
Saccharum spontaneum
Salvinia natans
Screpus grassus
Sesivium porthulacastrum
Sphaerates sp
S. yamaysensis
Sueda maritima
Tacca pinnata
Typha augustifolia
Urenia lobata
Vitis tripfolia
Wedelia biflora
Yussiae parvivolia
Sumber
Keterangan

NAMA DAERAH
Borang
Cucuk Garut
Si kejut/putri malu
Calincing
Jejahean/lalampyangan
Kaceprata
Jukut pingping kasir
Cecedet
Meniran
Ki apu
Bluntas
Bingbin
Gelang krokot
Gelagah
Mata lele
Walingi
Gelang laut, kembang gelang
Ki heuleut
Jarong
Melur
Gading tikus
Lembang, walingi
Pungpurutan
Daun kapialun, galing
Seruni
Cacabean

: PT. Mandara Permai, 2012


:

Suaka margasatwa Muara Angke dihuni oleh burung dengan jenis yang sama dengan penghuni
suaka margasatwa P. Rambut, oleh karena sebagian besar burung tersebut mencari makan di
pesisir Teluk Jakarta. Macaca fascicularis yang dikenal sebagai Monyet Ancol juga menghuni
kawasan ini, yang diperkirakan jumlahnya tinggal 40 ekor. Fauna liar lainnya yang dijumpai
adalah kelompok reptilia, seperti Biawak (Varanus salvator), Kadal (Mabula multifasciata), ular
Hijau (Dryophis prasinus) dan ular Cincin (Boiga dendrophila).
Untuk mempertahankan kondisi suaka margasatwa Muara Angke sebagai ekosistem mangrove,
telah diusahakan penanaman Bakau (Rhizopora mucronata) dan Api-api (Avicenia sp) yang
telah berlangsung sejak bulan Agustus 1999 melalui kerjasama antara Lembaga Pengkajian
Mangrove, Yayasan Kehati, Kanwil Kehutanan DKI Jakarta dan Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

Halaman II - 38

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

G.

Hutan Lindung Angke Kapuk

Kawasan hutan lindung Angke Kapuk yang mempunyai luas pada tahun 2010 sebesar 44,76
Ha, letaknya memanjang sejajar pantai sepanjang 5 Km dengan lebar 100 meter dari garis
pasang surut yang terbentang mulai dari batasan hutan wisata Kamal ke arah timur hingga
suaka margasatwa Muara Angke. Dibandingkan tahun sebelumnya, tidak terdapat perubahan
yang berarti sampai tahun 2012. Di dalamnya terdapat areal permukiman Pantai Indah Kapuk
dengan batas sebelah Selatan adalah jalan tol Prof. Sedyatmo dan jalan Kapuk Muara.
Keberadaan flora ditampilkan oleh flora khas pesisir, bakau atau mangrove, hingga
keberadaannya menjadi spesifik jika dibandingkan dengan kawasan permukiman.
TABEL : II.5.
FAUNA YANG DILINDUNGI DI SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, TAHUN 2012
NO

KELOMPOK

NAMA DAERAH

SPESIES

1.

Mamalia

Monyet

Macaca fascicularis

2.

Reptilia

Biawak

Varanus salvator

3.

Reptilia

Ular cincin mas

Boiga dendrophila

4.

Reptilia

Ular piton

Phyton sp

5.

Burung

Pecuk padi

Phalacocorax pygmaeus

6.

Burung

Pecuk ular

Anhinga anhinga

7.

Burung

Kowak maling

Nyticorax nyticorax

8.

Burung

Pelatuk besi

Thereskiomia

9.

Burung

Raja udang

Halcyon chloris

10.

Burung

Blekok

Ardeola speciosa

11.

Burung

Kuntul

Egretta intermedia

12.

Burung

Kuntul kecil

Egretta gazeta

13.

Burung

Cangak abu

Arde cinerea

14.

Burung

Cangak merah

Ardea

Sumber
Keterangan

: Suaka Margasatwa Muara Angke, 2012


:

Jenis vegetasi yang tumbuh di hutan lindung relatif terbatas, sedang tumbuhan bawah jarang
terlihat oleh karena di pengaruhi pasang-surut. Tumbuhan bawah hanya terdapat pada area
yang cenderung lebih ke darat. Ketebalan hutan lindung sekitar 40 meter. Vegetasi yang
tumbuh di kawasan lindung relatif homogen, didominasi Api-api (Avicennia sp), sedangkan
Bakau (Rhizoposa sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan
tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada pada tingkat pohon adalah Avicennia
marina, A. officinalis, A. alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris, Thespesia popoulne;
sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat
sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinalis, A. alba, Rhizopora mucronata,
Acasia auliculiformis dan Delonix regia.

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Halaman II - 39

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

Beberapa bagian hutan lindung Angke Kapuk mengalami abrasi yang cukup kuat oleh
gempuran ombak. Dalam upaya mempertahankan keberadaan hutan lindung, di beberapa
bagian pantai di lakukan penanaman vegetasi bakau. Keberhasilan tumbuh vegetasi tersebut
mengalami hambatan oleh gelombang laut yang cukup besar.
Fauna yang terdapat di hutan lindung Angke Kapuk antara lain didominasi oleh burung pantai
yang berjenis sama dengan yang terdapat di suaka margasatwa P. Rambut, yaitu Pecuk ular
(Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul putih (Egretta sp),
Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerea), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis
(Anas gibberrfrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Bluwak
(Mycteria cineria). Satwa lain selain jenis burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.
H.

Hutan Wisata Kamal

Sampai dengan tahun 2012 ini, hutan wisata Kamal merupakan kawasan dengan vegetasi
mangrove paling luas dan tidak berubah apabila dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu sekitar
110,00 Ha. Di dalam kawasan ini terdapat areal kebun bibit mangrove seluas 10,47 Ha. Jenis
vegetasi yang dominan adalah Api-api (Avicennia spp) yang tumbuh mulai tingkat semai hingga
tingkat pohon. Keadaan ini mengindikasikan bahwa kelanjutan pertumbuhan jenis tumbuhan
tersebut relatif baik. Sedangkan jenis Bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh secara sporadis.
Rhizopora sp yang termasuk dalam klasifikasi pohon banyak dijumpai di kawasan perbatasan
dengan hutan lindung Angke Kapuk di sekitar pantai. Perannya terhadap keseluruhan area
adalah sangat penting. Adanya vegetasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan fungsi
lindung terhadap serangan abrasi, apalagi kawasan ini memiliki pasang laut cukup tinggi dan
pengaruh angin musim cukup besar. Dengan akar tunjang yang dimiliki, maka jenis bakau
merupakan tanaman yang diharapkan dapat bertahan terhadap pengaruh laut.
Tumbuhan lain yang dijumpai adalah jenis Akasia (Acasia auriculiformis), Kihujan (Samanea
saman), Mahoni (Swietenia macrophyla), Flamboyan (Delonix regia), dan Kedondong
(Spondias pinnata). Jenis tersebut tumbuh di tepi areal tambak. Jenis tumbuhan bawah yang
tumbuh antara lain Kitower (Derris heterophylla), Bluntas (Plucea sp), Nenasia (Breynia sp) dan
beberapa jenis rumput yang biasa tumbuh pada ekosistem darat. Hutan wisata Kamal masih
berfungsi sebagai habitat burung air sebagaimana diindikasikan oleh keberadaan vegetasi
mangrove seperti Api-api (Avicennia sp) yang menyebar di seluruh hutan wisata. Peranan
kawasan ini adalah sebagai tempat mencari makan bagi burung air, serta sebagai tempat
beristirahat pada malam hari, tempat berlindung dari tiupan angin. Keberadaan empang bekas
tambak maupun tambak yang masih diusahakan di sekitar kawasan wisata ini telah menjadi
daya tarik bagi burung untuk tetap memanfaatkan hutan wisata sebagai habitatnya. Hal

Halaman II - 40

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012

tersebut diindikasikan kehadiran burung Pecuk (Phalacrocorax sp), Kuntul (Egretta sp), Cangak
(Ardea sp) yang terbang di hutan wisata Kamal.
Dari semua uraian diatas bahwa perambahan dan alih fungsi kawasan terutama untuk
kepentingan tambak ikan berakibat terganggunya peranan fungsi komunitas dan kawasan
mangrove karena terputusnya rantai makanan bagi biotik kehidupan, seperti burung, reptil dan
lain sebagainya. Terdegradasinya kawasan mangrove akibat tumbuh kembangnya pusat
kegiatan aktivitas manusia. Kegiatan-kegiatan yang dapat merusak ekositem mangrove antara
lain: pengembangan permukiman, seperti kawasan Pantai Indah Kapuk, pembangunan fasilitas
rekreasi Ancol dan pemanfaatan lahan pasang surut untuk kepentingan budidaya pertambakan.
Untuk mengurangi akibat perambahan dan alih fungsi, maka pemerintah DKI Jakarta
melakukan upaya diantaranya tahun 2009 melakukan rehabilitasi Mangrove Suaka Margasatwa
Muara Angke seluas 8 Ha dan menyiapkan jalur hijau jalan sepanjang bantaran seluas 2.094
Ha, selain yang dilakukan pihak swasta yang peduli terhadap keberadaan hutan mangrove di
DKI Jakarta.

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Halaman II - 41

Anda mungkin juga menyukai