Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan Hidup di Indonesia menyangkut tanah, air, dan udara dalam
wilayah negara Republik Indonesia. Semua media lingkungan hidup tersebut
merupakan wadah tempat kita tinggal, hidup serta bernafas. Media lingkungan
hidup yang sehat, akan melahirkan generasi manusia Indonesia saat ini serta
generasi akan datang yang sehat dan dinamis.
Pasal 1 (17) Undang undang No 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup di katakan Kerusakan lingkungan hidup adalah
perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup
Pembangunan industri, eksploitasi hutan serta sibuk dan padatnya arus lalu
lintas akibat pembangunan yang terus berkembang, memberikan dampak
samping. Dampak samping tersebut berakibat pada tanah yang kita tinggali, air
yang kita gunakan untuk kebutuhan hidup maupun udara yang kita hirup. Apabila
tanah, air dan udara tersebut pada akhirnya tidak dapat lagi menyediakan suatu
iklim atau keadaan yang layak untuk kita gunakan, maka pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup telah terjadi.
Kerusakan lingkungan, khususnya di Indonesia, telah terjadi pada berbagai
tempat

dan

berbagai

tipe

ekosistem.

Misalnya,

pada

ekosistem

pertanian/perkebunan, pesisir dan lautan. Ancaman kepunahan satwa liar juga


telah terjadi pada pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit pada lahan hutan.
Lingkungan hidup merupakan persoalan sangat penting dan strategis bagi
kelangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Mengapa hal tersebut
sangat vital bagi kehidupan manusia ? karena dengan adanya faktor faktor
pengganggu terhadap lingkungan hidup menyebabkan terganggunya kelestarian
fungsi lingkungan hidup seperti menurunnya daya dukung dan daya tampung
lingkungan serta meningkatnya kejadian bencana alam yang pada akhirnya

bermuara pada menurunnya kualitas kehidupan manusia baik generasi masa kini
maupun masa depan.
Secara umum, adanya gangguan hutan di mana-mana, yang paling
merasakan akibatnya secara langsung adalah penduduk yang bermukim di
kawasan atau sekitar kawasan hutan. Rusak atau hilangnya hutan, bukan saja
dapat mengakibatkan gangguan lingkungan hayati, tapi juga secara langsung
dapat mengganggu kehidupan sosial ekonomi dan budaya Masyarakat peDesaan
hutan. Mereka yang tadinya mendapatkan bahan makanan dari jenis-jenis
tumbuhan atau satwa liar dengan secara bebas di hutan, akan kehilangan sumber
kehidupannya.
Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami
mengingkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan
atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati dan penyediaan untuk
biofuel. Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Dampak ekologi perkebunan kelapa sawit adalah meningkatkan
level CO2 (karbon diokasida) di atmoster, hilangnya keanekaragaman hayati dan
ekosistem hutan hujan tropis, serta plsama nutfah, hilangnya sejumlah sumber air,
sehingga memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang
mendorong terjadinya bencana alam, berkurangnya kawasan resapan air, sehingga
pada musim hujan akan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai
kemampuan menyerap dan menahan air, kehancuran habitat flora dan fauna yang
mengakibatkan konflik antar satwa, maupun konflik satwa dengan manusia.
Akibat habitat yang telah rusak, hewan tidak lagi memiliki tempat yang cukup
untuk hidup dan berkembang biak.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Dampak Pembangunan perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Keragaman
Hayati
Kelapa sawit adalah komoditas primadona Indonesia sekarang ini. Ini
dibuktikan dengan besarnya kontribusi kelapa sawit terhadap ekspor, produk
domestik bruto (PDB), peningkatan pendapatan pekebun, penyerapan tenaga
kerja. Produksi sawit Indonesia mencapai 17,4 juta ton dalam kawasan 6,7 juta
hektar, dan ekspornya mencapai 11 juta ton CPO (crude palm oil) senilai US$ 6,2
milyar, menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar sawit di dunia. Namun
demikian pembangunan perkebunan kelapa sawit juga berdampak negatif kalau
dilakukan secara sembarangan. Dampak ini dapat merusak lingkungan,
keragaman

hayati,

dan

bahkan

merusak

budaya

masyarakat

setempat.

(*Dinyatakan Prof soekartawi)


Pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan akan melibatkan
pemerintah, investor, masyarakat, yang masing-masing mempunyai kepentingan
yang berbeda. Oleh karena itu, perlu ada kemitraan antara ketiga pelaku
(stakeholders) bisnis kelapa sawit tersebut.
Kemitraan pada dasarnya adalah kegiatan kerjasama usaha antara usaha
kecil/pekebun dengan usaha menengah dan/atau usaha besar sebagai mitra usaha
disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan usaha
besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan.
B. Dampak Ekologi dan Lingkungan Akibat Perkebunan Sawit Skala Besar
Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka
pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya
untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal
perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap

keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit


utamanya dibangun pada areal hutan konversi.
Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan semakin
menggila karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai
produsen minyak sawit terbesar di dunia. Demi mencapai maksudnya tadi,
pemerintah banyak membuat program ekspnasi wilayah kebun meski harus
mengkonversi hutan.
Sebut saja Program sawit di wilayah perbatasan Indonesia Malaysia di
pulau Kalimantan seluas 1,8 jt ha dan Program Biofuel 6 juta ( tribun Kaltim, 6
juta ha untuk kembangkan biofuel) ha. Program pemerintah itu tentu saja sangat
diminati investor, karena lahan peruntukan kebun yang ditunjuk pemerintah
adalah wilayah hutan. sebelum mulai berinvestasi para investor sudah bisa
mendapatkan keuntungan besar berupa kayu dari hutan dengan hanya mengurus
surat Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepda pihak pemerintah, dalam hal ini
departemen kehutanan.
Akibat deforetasi tersebut bisa dipastikan Indonesia mendapat ancaman
hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Juga
menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Disamping itu
praktek konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit
telah menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan
terlantar berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi
pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan.
Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit
diantaranyai:
1.

Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi.


Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam

berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama dan penyakit.


2. Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land
clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.
3. Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam
satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti lingkungan
dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau Online). Di samping
4

itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh berbagai macam zat fertilizer
sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.
4. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan
mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini
disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi.
5. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara
pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang
meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Hal ini semakin
merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang
6.

melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.


Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa
sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya
perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat

pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.


7. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa
sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir dan tanah
longsor
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena
dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada
kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi,
hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang
unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung, 2000;
Potter and Lee, 1998).
Masihkan kita membutuhkan konversi hutan untuk menjadi kebun sawit
mengingat dampak negatif yang munculkannya begitu banyak bahaya dan jelasjelas mengancam keberlangsungan lingkungan hidup? Sebuah pertanyaan untuk
kita permenungkan

demi kelangsungan dan keseimbangan alam serta

penghuninya. (cepot)
C. Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran
yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah

sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama
minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus
menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu
pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat.
Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan
komoditas kelapa sawit sebagai salah satu industri non migas yang handal.
Bagi Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang
cukup penting sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka
peluang kerja yang besar bagi Masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi
perkebunan

yang

dengan

sendirinya

akan

meningkatkan

kesejahteraan

Masyarakat. Komoditas perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah


tercatat 14 jenis tanaman, dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama
perkebunan rakyat, dan kelapa sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar
yang dikelola oleh pengusaha perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta
Nasional/Asing ataupun PIR-Bun (perusahaan inti rakyat perkebunan) dan KKPA
(Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya).
D. Aspek Sosial Budaya Perkebunan Kelapa Sawit
Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki
dampak yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi
perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya
keseimbangan

lingkungan

hayati(biodiversity). Terhadap

alam

dan

kehidupan

kepunahan
Masyarakat,

keanekaragaman
dapat

membentuk

pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama


bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses
pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga
menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya
proses pembangunan.
Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan
Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif

didorong untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan


kekuasaan (power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini,
kontrol dari Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi
sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan
Masyarakat yang cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa
kelompok pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan
pendapatan daerah dan pendapatan nasional.
E. Aspek Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit
Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidroorologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan
iklim serta rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai
penyimpan keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki
dampak-dampak

besar

bagi

penduduk

Indonesia

Umumnya,

khususnya

Masyarakat Kalimantan Tengah.


Perluasan perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan pemindahan
lahan dan sumberdaya, perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan ekosistem
setempat. Lingkungan menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan
kearah rusaknya lingkungan biofisik yang terdegredasi serta bertambahnya lahan
kritis. apabila dikelola secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan mempunyai
dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya
bencana alam seperti kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya
perubahan iklim global.
F. Dampak Positif dan Negatif Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit
Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah
meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa negara,
memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, dan daya saing,
serta memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri.

Selain dampak positif ternyata juga memberikan dampak negatif. Secara


ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah
ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan
tropis, serta plsama nutfah, sejumlah spesies tumbuhan dan hewan. Selain itu juga
mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga memicu kekeringan,
peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam.
Secara sosial juga sering menimbulkan terjadinya konflik antara perusahaan
dengan masyarakat sekitar baik yang disebabkan oleh konflik kepemilikan lahan
atau karena limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Limbah yang
dihasilkan oleh industri kelapa sawit merupakan salah satu bencana yang
mengintip, jika pengelolaan limbah tidak dilakukan secara baik dan profesional,
mengingat industri kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan residu hasil
pengolahan
G. Pencemaran Limbah Industri Kelapa Sawit dan Tata Cara pengelolaanya
Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen
penyebab pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai
kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina,dkk, 2009). Dalam pengelolaan industri
kelapa sawit juga dihasilkan limbah baik yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa
sawit maupun yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit.Untuk
menghindari masalah lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri kelapa
sawit,maka diperlukan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini
didukung oleh sikap untukmenciptakan produk yang harus berorientasi
lingkungan dan harus dibuat dengan proses yangramah lingkungan (green
consumerism) dan menempatkan lingkungan sebagai non tariff barrier.
Oleh karena itu pendekatan yang banyak diterapkan adalah konsep produk
bersih (cleaner production).
Konsep ini dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap
kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk,
dan jasa untuk meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah

terjadinya pencemaran lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada


sumbernya, sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Kata kunci yang diperlukan
dalam pengelolaan adalah menimalkan limbah, analisis daur hidup, teknologi
ramah lingkungan.Pola pendekatan untuk meciptakan produk bersih adalah
pencegahan dan meminimalisasi limbah yang menggunakan hirarki pengelolaan
melalui 1E 4R yaitu Elimination (pencegahan),Reduce (pengurangan), Reuse
(penggunaan kembali), Recycle (daur ulang), Recovery/Reclaim(pungut ulang)
(Panca Wardhanu, 2009)
1. Pengelolaan Limbah Cair Limbah Industri Kelapa Sawit
Industri kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan residu hasil
pengolahan. Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dapat
berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm
Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan
(13-23 %). Menurut Djajadiningrat dan Femiola (2004) dari 1 ton Tandan Buah
Segar (TBS) kelapa sawit dapat dihasilkan 600-700 kg limbah cair. Bahkan saat
ini limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton
limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu meupakan potensi yang sangat besar jika
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Namun sebaliknya akan menimbulkan
bencana bagi lingkungan dan manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan
dengan baik dan profesional.
Limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas dengan melakukan
rekayasa. Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor.
Bioreaktor dapat diatur sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk
meproduksi biogas. Selain itu juga dapat ditambahkan mikroba untuk
mempercepat pembentukan gas metan untuk menghasilkan biogas. Proses tersebut
dapat menghasilkan potensi yang sangat besar. Dari 28,7 juta ton limbah cair
kelapa sawit dapat dihasilkan 90 juta m3 biogas yang setara dengan 187,5 milyar
ton gas elpiji (Anonim, 2009).

Selain itu limbah cair dapat juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan
pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk
pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan.
2. Pengelolaan Limbah Padat Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit
terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan
tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Tandan kosong kelapa sawit
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi
dan dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri. Penggunaan
pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kalium
hingga 20 %. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 600-650 kg
kompos.
Selain itu tandan kosong kelapa sawit mengandung 45 % selulose dan 26
% hemiselulose. Tingginya kadar selulose pada polisakarida tersebut dapat
dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi
bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang ramah
lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (renewable). 1 ton tandan kosong
kelapa sawit dapat menghasilkan 120 liter bioetanol (Anonim, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
bahan pulp untuk pembuatan kertas. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sehingga dapat menambah
pendapatan dan mengurangi limbah padat.
Cangkang dan serat kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai sumber
energi potensial. Cangkang dan serat kelapa sawit biasanya dibakar untuk
menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan oleh pembakaran cangkang dan serat
telah mencukupi kebutuhan energi pengolahan pabrik kelapa sawit. Namun
seiring dengan pelarangan pembakaran cangkang dan serat, maka serat dan
cangkang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Cangkang saat ini telah
dimanfaatkan untuk pembuatan berikat arang aktif dan bahan campuran
pembuatan keramik. Sedangkan serat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk.

10

Sementara itu limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit


berupa pelepah kelapa sawit dan batang kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai
bahan pulp untuk pembuatan kertas dan perabot. Sedangkan daun dan pelepah
kelapa sawit digunakan untuk pakan ternak ruminansia.
H. Masalah Kelapa Sawit Indonesia : Lingkungan, ketahanan pangan
Berbagai penelitian dan kajian, baik dari luar maupun dalam negeri,
berbicara mengenai perkebunan kelapa sawit. Banyak pendapat kontra yang
beredar dengan mengedepankan isu lingkungan dan kesehatan. Namun pendapat
dan pembelaan yang pro -terutama dari pelaku perkebunan sawit- tidak kalah
serunya.
Kita harus meletakkan permasalahan pada porsinya dan melihat apa yang
bisa dilakukan untuk meminimalisir masalah tersebut. Secara jujur juga diakui
bahwa perkebunan kelapa sawit berdampak terhadap lingkungan hidup. Namun
pernyataan bahwa perkebunan kelapa sawit menyerap tenaga kerja dan berperan
dalam ekonomi kita juga merupakan fakta yang tidak bisa kita singkirkan begitu
saja.
Informasi yang jujur dan berimbang mesti dikedepankan agar informasi
yang disampaikan bukan menjadi proses pembodohan masyarakat (baik yang pro
maupun kontra), namun menjadi pertimbangan pemikiran guna menyiapkan
antisipasi masalah jangka panjangnya.
Bagaimanapun juga, fakta saat ini Indonesia memiliki sudah lahan sawit
dengan jumlah terbesar di dunia. Indonesia juga merupakan eksportir terbesar
tidak hanya dalam komoditas minyak kelapa sawit, tapi juga pada keseluruhan
komoditas minyak nabati dunia. Dari kelapa sawit ini Indonesia mendapatkan
devisa yang lumayan ditambah dengan penyerapan tenaga kerja. Bahwa terdapat
berbagai masalah yang ada di fakta yang ada seperti kerusakan hutan dan
keanekaragaman hayati, ketahanan pangan serta konflik agraria dan sumber daya
alam juga merupakan fakta yang kesemuanya harus menjadi pijakan dalam
mencari solusi yang terbaik.

11

Solusi yang dibuat haruslah berpihak pada kepentingan bersama internal


nasional kita. Sebab pengusahaan perkebunan merupakan kepentingan nasional,
terlebih dalam konteks kelapa sawit dimana kita merupakan penghasil terbesar
dan pengekspor terbesar serta penguasa pasar minyak nabati dunia. Harus
dikesampingkan dulu masalah-masalah tambahan berupa tekanan internasional
karena hal tersebut tidak hanya memperumit masalah yang sudah ada, namun juga
dapat merongrong kepentingan nasional kita. Toh, pemecahan beberapa masalah
yang kita hadapai secara internal, masih terkorelasi dengan tekanan internasional.
1. Kerusakan Lingkungan
Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang
mensyaratkan pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing).
Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan karena
penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada penghilangan (atau
pengurangan tanaman lain).
Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja ini akan
berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya- keanekaragaman hayati
yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem yang
kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan
mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang
berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai
makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan
peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh predator alami yang
ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu merupakan ancaman
bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi yang mengganggu dan
kemudian disebut hama.
Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawitdiikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus asap
yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering muncul
beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya.

12

Adapun untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan


perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga
pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan
tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat
kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu
menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan
perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan
pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan
pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan
keasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air.
Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut
akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya
bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air
pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan
pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi.
Jika dibiarkan tanpa antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan
demikian akan menjadi terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering
juga gersang yang terbengkalai.
Dampak lingkungan tersebut memang cukup mengkhawatirkan. Namun
bukan berarti tidak ada solusi yang bisa dikembangkan guna mengantisipasi
dampak tersebut.
Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan, terutama pada
hutan-hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa mendatang
diproyeksikan sebagai sumber air untuk infrastruktur pendukung pertanian seperti
waduk. Namun memang diperlukan sinergi supaya semua kebijakan tersebut
dapat saling topang.
Konservasi hutan dalam jangka panjang akan membantu konversi balik
lahan sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan
yang terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit itu

13

sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman


kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang.
Demikian juga penggunaan masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi
dengan pupuk organik berbasis bioteknologi yang memiliki kadar mikroba
penyubur/pembenah tanah. Penggunaan pupuk kimia yang lebih berorientasi pada
pertumbuhan tanaman harus dikombinasi dengan pupuk organik yang berorientasi
pada kesuburan tanah dengan menjaga proses biologi dan kimia tanah tetap
berlangsung. Kesuburan tanah diharapkan bisa tetap terjaga sehingga tidak hanya
menguntungkan bagi tanaman, namun mencegah proses penggurunan yang
terjadi.
2. Ancaman Ketahanan Pangan
Jika lahan yang akan digunakan bukan hutan dan merupakan lahan
produktif pertanian tanaman lain terlebih tanaman pangan maka konversi lahan ini
pasti akan berdampak pada ketahanan pangan. Pola perubahan lahan seperti ini
sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang menunjukkan bahwa komoditas
kelapa sawit merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang cukup
menjanjikan karena tren konsumsi yang terus meningkat pada pasar internasional.
Faktor ekonomi tersebut pada level pengusaha perkebunan skala kecil
akan mendorong mereka melakukan konversi lahan karena secara modal mungkin
tidak memiliki kemampuan untuk membuka lahan baru dengan cara konversi
hutan. Fluktuasi harga kelapa sawit yang relatif stabil mendorong masyarakat
yang memiliki lahan pertanian pangan mengalihkannya ke perkebunan sawit. Hal
itu terjadi di sejumlah sentra perkebunan sawit. Jambi misalnya, saat ini telah
menggantungkan pasokan berasnya ke daerah lain akibat banyaknya lahan padi
yang dikonversi.
Demikian juga dengan para pengusaha dalam skala besar, konversi lahan
ini akan menjadi pilihan ketika konversi hutan dihentikan sementara oleh
pemerintah melalui moratorium Inpres No 10 Tahun 2011. Inpres ini berlaku
khusus untuk 64,2 juta hektar hutan alam primer dan lahan gambut di Indonesia.
Permintaan internasional yang tidak pernah turun dan mempunyai tren meningkat

14

ditambah dengan tingginya produksi minyak kelapa sawit dibanding minyak


nabati lainnya dalam hal efisiensi lahan, jalan keluar yang terlihat karena tembok
moratorium adalah konversi lahan yang sudah ada saat ini.
Konversi lahan pertanian pangan menjadi perkebunan termasuk kelapa
sawit bisa memicu semakin tingginya harga pangan. Pasalnya, luas lahan
pertanian semakin menyusut dan berimbas terhadap penurunan produksi atau
bahkan hilangnya komoditas pangan di daerah tersebut. Di Sumatra Utara, beras
yang selama ini menjadi andalan, beras Ramos Leidong sudah menghilang. Dan
tidak tertutup kemungkinan akan menyusul komoditas lainnya.
Dalam konteks ketahanan pangan, kondisi ini akan mendorong masuknya
produk impor untuk komoditas pangan. Sehingga langsung atau tidak, akan
berdampak pada naiknya harga kebutuhan pangan dan ketergantungan atas pangan
dari luar.
Masalah ketahanan pangan memang tidak bisa hanya dibebankan pada
komoditas kelapa sawit atau komoditas lain perkebunan besar saja. Masalah ini
selalu saja menjadi topik panas yang menjadi pekerjaan besar pemerintah.
Masalah ini lebih pada keberpihakan pemerintah pada kesejahteraan petani
tanaman pangan. Bagaimana mungkin petani menanam komoditas yang tidak bisa
menopang kehidupannya?
Subsidi dan insentif sangat dibutuhkan pada urusan ketahanan pangan.
Subsidi bukan hanya untuk pupuk, namun juga untuk stabilitas dan kepastian
harga jual petani. Bantuan permodalan harus serius diselenggarakan dan bukan
hanya sebatas program kerja dan pernyataan namun benar-benar terealisasi ke
bawah dan dirasakan petani sebagai bentuk perhatian negara/pemerintah.
Demikian juga infrastruktur yang memadai dan terus terpelihara.
Insentif bagi perkebunan besar harus diberikan untuk mendorong
penggunaan lahan-lahan terbengkalai. Lahan tidur yang sulit dimanfaatkan
pertanian pangan dapat diinisiasi untuk lahan perkebunan dengan membuat
persyaratan yang

tegas

mengenai tanggungjawab

lingkungan.

Misalkan

pembukaan perkebunan yang mensyaratkan adanya reservoir air dan sebagainya.


Insentif dapat diberikan dengan pengurangan pajak, memberikan kemudahan ijin

15

dan perpanjangan HGU dan sebagainya yang bisa dikalkulasi secara ekonomi oleh
pengusaha perkebunan. Tapi lagi-lagi perlu ditekankan konsistensi atas kebijakan
ini. Dan seperti pada masalah lingkungan hidup, sinergi lagi-lagi diperlukan agar
kebijakan ini bisa menjadi bagian dari strategi besar yang akan dilakukan. Jangan
hari ini bicara insentif, tahun depan kenaikan pajak dan diversifikasi pajak
dilakukan.
Contoh Kasus
A. Perkebunan Sawit di KALBAR dan Dampaknya Bagi Lingkungan
Program Lingkungan PBB (UNEP; United Nations Environment
Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy menyebutkan,
ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan
keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan
ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.Dari definisi
yang diberikan UNEP, pengertian ekonomi hijau dalam kalimat sederhana dapat
diartikan sebagai perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan emisi
dan polusi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di
Pulau Kalimantan dan beribukotakan Pontianak serta terkenal dengan provinsi
seribu sungai. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km
(7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Sebagai provinsi yang geografisnya
terletak di garis khatulistiwa dan beriklim tropis serta topografi yang luas,
perkembangan sektor perkebunan di Kalimantan barat dari tahun ketahun memang
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dalam skala perkebunan besar,
produksi terbesar di Kalbar adalah tanaman kelapa sawit, dan untuk perkebunan
rakyat, karet adalah komoditas utama yang menjadi primadona.
Secara teknis, kelapa sawit cocok untuk daerah Kalimantan Barat, karena
tidak mempersyaratkan kesuburan tanah, Hampir sepertiga luas wilayah Kal-bar
sudah dikonversi menjadi wilayah perkebunan sawit. Hasil-hasil dari perkebunan
ini memberikan kontribusi terhadap pembangunan di daerah Kalimantan Barat

16

dan merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat di Kalbar. Selain bagi
masyarakat, perusahaan pengelolanya juga dapat menghasilkan keuntungan
dengan menjual hasil perkebunan baik melalui pasar domestik maupun pasar
global.
Karet dan kelapa sawit merupakan bentuk usaha yang dipilih karena hasil
yang sangat menjanjikan. Sekitar 60% lahan yang ada di Kalimantan Barat kini
telah beralihfungsi menjadi perkebunan. Lahan terluas yang digunakan untuk
perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat yaitu di kabupaten Sanggau dengan
luas lahan 63.238 Ha, untuk peringkat kedua yaitu di kabupaten Ketapang dengan
luas lahan 49.936 Ha, dan untuk terluas ketiga yaitu kabupaten Sekadau dengan
luas lahan 24.634 Ha.
Dibalik dampak positif yang dihasilkan oleh perkebunan sawit ini, terdapat
pula dampak negatifnya. Keberadaan perkebunan kelapa sawit skala besar seperti
sekarang ini, mengancam Kalimantan Barat sebagai satu kesatuan ekologis. Juga
merusak keseimbangan alam dan lingkungan, seperti akar dari kelapa sawit sangat
sulit untuk dibersihkan walaupun pohon sawit tersebut telah mati, namun
dibutuhkan waktu bertahun-tahun agar akar dan tanah yang telah ditanami kelapa
sawit dapat digunakan lagi. Selain itu tanah bekas perkebunan kelapa sawit akan
menjadi gersang karena unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah telah habis.
Dari Sambas menceritakan derita banyak orang karena pembukaan
perkebunan sawit. Ada perusahaan melakukan sosialisasi diam-diam. Bahkan ada
sosialisasi, langsung kemudian penggusuran lahan. Ada banyak lahan kebun dan
perkuburan keramat (kuburan tua) yang digusur untuk perkebunan sawit. Tidak
hanya itu, pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit kerap menimbulkan
pencemaran diakibatkan asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara
pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang
meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan data Kasdam XII Tanjungpura bahwa konflik lahan yang ada
di Kalimantan Barat cukup kencang saat ini sudah ada 84 kasus yang menyangkut
lahan perkebunan.Dari 84 kasus tersebut, biasanya yang paling sering terjadi yaitu
masyarakat adat dengan perkebunan, pemilik lahan dengan pemerintah,

17

perusahaan dengan pemerintah, masyarakat dengan masyarakat dan karyawan


dengan perusahaan. Salah satu contoh kasus yaitu persoalan di Kawasan Hutan
adat Seruat Dua Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
mengenai konflik antara masyarakat dan perusahaan kelapa sawit. Karena
masyarakat resah akan lahan yang telah dirambah untuk perkebunan sawit, hal ini
menjadikan mereka akan kesulitan mendapatkan air tawar pada saat kemarau
datang setelah hutan itu gundul dikarenakan hutan itu adalah sumber air tawar
bagi masyarakat.
Hal yang paling dikritisi adalah pembukaan lahan hutan menjadi
perkebunan skala besar. Misalnya saja, target untuk luasan pembukaan
perkebunan kelapa sawit yaitu 1,5 juta Ha. Kebun yang sudah ditanam dan telah
dikelola mencapai 900 ribu hektar. Tetapi faktanya proses perizinan kini sudah
mencapai 4,8- 4,9 juta Ha. Luas perkebunan yang masih dalam proses perizinan
yang jauh lebih luas dari target itu akan kembali merusak hutan di Kalbar. Target
yang 1,5 juta hektar itu sebenarnya prioritas untuk lahan kritis dan tidak produktif.
Tetapi jika izin nanti melebihi target, bisa dipastikan jika yang diambil itu bukan
hanya lahan kritis. Pasti di dalamnya ada tanah yang masih punya hutan, ada
hutan produksi, dan lahan gambut. Wilayah yang dikelola masyarakat menjadi
semakin sempit.
Sebaiknya pemerintah melakukan pengecekan terhadap daerah-daerah
yang telah melanggar dan melegalkan proses perizinan yang semestinya lahan itu
bukan untuk perkebunan. Jika beberapa tahun kedepan pembukaan perkebunan
masih terus diperluas, akibatnya akan terjadi bencana alam yang mungkin
berujung pada bencana kemanusiaan. Seharusnya bencana alam dapat dicegah
sejak dini, sebagai suatu harapan agar anak cucu nanti masih dapat melihat betapa
indahnya alam yang luas dan pohon-pohon lebat maka mulai dari sekarang
upayakan dalam menerima suatu perusahaan pertimbangkan matang-matang apa
dampak yang ditimbulkan baik dampak positif maupun negatif.
Untuk itu, kami rasa perlu adanya sosialisasi tentang green economic di
Kalimantan Barat yang sekarang sedang gencar di lakukan di seluruh Negara.
Dengan melihat permasalahan dari dampak negative yang ditimbulkan dari

18

perkebunan kelapa sawit, maka kami dapat menyimpulkan beberapa cara untuk
meminimalisir kerusakan lingkungan hutan di Kalimantan Barat.
Berikut cara untuk mensukseskan Green Economic di Kalimantan Barat,
ditengah maraknya pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit :
1.

Memastikan keseimbangan alam tetap terjadi,yaitu mensinergiskan antara

2.

pembangunan dengan keadaan lingkungan sekitar


Pendekatan melalui budaya dengan melakukan pembinaan terhadap pelaku
perkebunan

dengan

mengadakan

seminar

penyampaian

prinsip-prinsip

pengelolaan perkebunan sesuai standar, termasuk prinsip tanggung jawab dan


3.

konservasi lingkungan
Melakukan pengembangan komoditas lain, selamatkan dan tingkatkan kualitas

4.

karet rakyat
Melakukan pemberdayaan partisipatif dengan membangun jejaring yang
melibatkan anggota masyarakat sambil memanfaatkan lahan secara produktif
dengan

menanam

aneka

komoditi

yang

bernilai

ekonomis

contohnya

mengembangkan komoditas jagung yang sudah mulai berkembang di Daerah


5.
6.

Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya.


Penghentian proyek yang bisa menghancurkan alam sekitar kita
Memperkuat kebijakan soal tata kelola sumberdaya alam yang ada di Kalimantan

7.

Barat
Melakukan sosialisasi pentingnya lingkungan hidup melalui berbagai media.
Bersikap kritis terhadap situasi sekarang dan masa depan sambil menggalakkan

8.

gerakan cinta lingkungan


Pemerintah harus menghentikan pemberian izin baru untuk perkebunan kelapa
sawit, membentuk lembaga untuk mengawasi (audit) pelaksanaan pengelolaan
lingkungan di perusahaan perkebunan, menerapkan sistem pengelolaan sumber
daya alam Kalimantan Barat secara adil, lestari, dan berbasis kemasyarakatan

9.

yang mendukung keberlangsungan hidup seluruh rakyat Kalimantan Barat.


Pihak perusahaan harus melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan kalangan
akademis dalam proses dan keputusan mengenai AMDAL, membentuk dan
mengoptimalkan divisi lingkungan hidup dalam setiap perusahaan sesuai dengan
peraturan yang ada, menyelesaikan permasalahan-permasalahan perkebunan
terhadap pihak-pihak terkait dengan tuntas dan adil, selain itu pihak perusahaan

19

harus konsisten terhadap aturan pemerintah serta melaksanakan kesepakatan


dengan masyarakat lokal secara jujur.

BAB III
PENUTUP

20

A. KESIMPULAN
Pembangunan perkebunan kelapa sawit juga berdampak negatif kalau
dilakukan secara sembarangan. Dampak ini dapat merusak lingkungan,
keragaman

hayati,

Pembangunan

dan

perkebunan

bahkan
kelapa

merusak
sawit

budaya

masyarakat

berkelanjutan

akan

setempat.
melibatkan

pemerintah, investor, masyarakat, yang masing-masing mempunyai kepentingan


yang berbeda. Oleh karena itu, perlu ada kemitraan antara ketiga pelaku
(stakeholders) bisnis kelapa sawit tersebut.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah
meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa negara,
memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, dan daya saing,
serta memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri.
Selain dampak positif ternyata juga memberikan dampak negatif. Secara
ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah
ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan
tropis, serta plsama nutfah, sejumlah spesies tumbuhan dan hewan.
B. SARAN
Dalam pembahasan materi di atas mengenai Dampak Pembangunan
perkebunan kelapa sawit terhadap keragaman hayati masih banyak kekurangan,
baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan kalimat dan kata-katamya,oleh
sebap itu kami selaku penulis minta maaf sebesar - besarnya kepada dosen dan
mahasiswa semua, sebagai penyempurna kami mengharap kritik dan saran yang
positif dari teman-teman.

21

Anda mungkin juga menyukai