Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEGAWAT DARURATAN I

ASUHAN KEPERAWATAN

SIROSIS HEPATIS

Dosen :

Disusun Oleh Kelompok 6 :

Nurul Hidayah Ramli

Putri Shelly

Syarifah Mardiana

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK

2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah kegawat daruratan
I yang membahas tentang “SIROSIS HEPATIS” tepat pada waktunya. Tak lupa
shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak
hal yang kurang dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat
memperbaikinya. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumberilmu yang baru bagi kita semua.Amin.

Kubu Raya, April 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien
yang berusia 45-46 tahun( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempatkan urutan ke-7 penyebab kematian.
Sekitar 25000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Sirosis
hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan dirumah sakit. hasil
penelitan menyebutkan diIndonesia virus Hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebab tidak diketahui dan termasuk virus bukan B dan C.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada Sirosis Hepatis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk memahami


asuhan keperawatan pada kegawat daruratan I dengan sirosis hepatis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui pengertian sirosis hepatis.


b. Mengetahui Epidemiologi sirosis hepatis
c. Mengetahui etiologi sirosis hepatis
d. Mengetahui klasifikasi sirosis hepatis
e. Mengetahui patofisiologi sirosis hepatis
f. Mengetahui manifestasi klinis sirosis hepatis
g. Mengetetahui pemeriksaan penunjang sirosis hepatis
h. Mengetahui komplikasi pada sirosis hepatis
i. Mengetahui penatalaksanaan sirosis hepatis
j. Mengetahu pengobatan sirosis hepatis
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai
dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regenerative (Sudoyo Aru, dkk 2009)
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandaia
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan
jaringan ikat saja seperti pada payah jantung, obstruksi saluran empedu,
juga pembentukan nodul saja seperti pada syndrome Felty dan
transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distoris arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut. ( Soeparman:, 1987)
B. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar2.4% (0,9%-5,9%) di
Barat. Angkakejadian di Indonesia menunjukan pria lebih banyak
menderita sirosis hati daripada wanita (2-4,4:1), terbanyak didapat pada
decade kelima. Di Medan dalam waktu kurun waktu 4 tahun dari 19.914
pasien yang dirawat di bagian Penyakit Dalam, didapatkan 1128 pasien
penyakit hati (5%). Pada pengamatan secara kliniks dijumpai 819% sirosis
hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2:1. Dari hasil biopsy
ternyata kekerapan sirosis mikro danmakronodular hamper sama (1,6:1,3).
C. ETIOLOGI
Ada tiga tipe sirosis hepatis

1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional). Sirosis yang terjadi


akibat mengkonsumsi minuman beralkohol secara kronis dan
berlebihan. Sirosis portal Iaenec (alkoholik, nutrisional), dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering
disebabkan oleh alkoholis kronis, sering ditemukan dinegara barat.
2. Sirosis pasca nekrotik, sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada
sel hati oleh toksin. Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh
intoksikasi bahan kimia industry, racun, arsenik, karbon tetraklorida
atau obat- obatan. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan
parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang
terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilieris. Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu
(obstruksi biliaris) pascahepatik yang menyebabkan stasisnya empedu
pada sel hati. Statisnya aliran empedu menyebabkan statisnya
penumpukan empedu di dalam masa hati dan pada akhirnya
menyebabkan kerusakan sel- sel hati. Pada sirosis bilier, pembentukan
jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi
akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

Penyebab sirosis beragam diantaranya ( Soeparman:, 1987)

a. Hepatitis virus tipe B dan C


b. Alcohol
c. Metabolic
Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti
tripsin, galaktosemia, tyrosinemia kongenital, DM, penyakit
penimbunan glikogen.
d. Obstruksi aliran vena hepatic
e. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif)
f. Toksik dan obat (misal metotetrexat,amioclaron, INH, dan Lain-lain)
g. Operasi pintas usus halus pada obesitas
h. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis (biasanya ada
hubungan dengan etiologic lain).
Etiologic tanpa diketahui penyebabnya. Sirosis yang tidak diketahui
penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/heterogenous. Ada yang
mendapatkan kekerapan sekitar 50%, di Ingris 30%. Di Perancis di
mana alkoholisme sebagai etiologic banyak dijumpai, angka
kriptogenik menurun. Juga di negara di mana factor etiologic telah
diketahui seperti infeksi hepatitis viral dengan serologic marker, angka
kejadian kriptogenik akan menurun.

D. KLASIFIKASI
Secara klasifikasi morfologi, sirosis terbagi menjadi 3 antara lain sebagai
berikut:
1. sirosis mikronodular
Ditandai dengan terentuknya septa tebal teratur, di dalam depta
aprenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut
di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya ssampai
3mm, sedangkan sirossis makronodular lebih dari 3mm. sirosis
mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Sirosis makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
di dalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik
atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Sirosis campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.

E. PATOFISIOLOGI
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian.
Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi
pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraseluler matriks yang
mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang
berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera
yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini akan
memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus
dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono,
2002).
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoselular)terjadi kolaps lobules hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.
Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel reticulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan
daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral
(bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh
hepatic dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi
portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholok tetapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa
aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila
telah terbentu septa permanen yang aselular pada daerah porta dan
perenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologic sirosis. Pada
sirosis dengan etiologic hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis
daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel
limfosit T dan maakrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagian mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan
peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta
menyebar ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai
berikut:
1. Tipe I: lokasi daerah sentral.
2. Tipe II: Sinusoid.
3. Tipe III: Jaringan retikulin (sinusoid porta).
4. Tipe IV: Membran basal.

Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen terssebut.


Pada fetus banyak tipe III, sedangkan pada usia lanjut tipe I.pada sirosis,
pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga
asidosis laktat merupakan factor perangsang. Dari uraian tersebut diata terlihat
bahwa mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara:

1. Mekanik
2. Imunologis
3. Campuran
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari
kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan
pembentukan nodul regenerasi oleh sel perenkim hati yang masih baik.
Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis hati secara imunologis dimulai dengn
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati,
nekrosis/ nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti
timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan
sekitar waktu 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber
rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai
terjadinya kerusakan sel hati.
F. Pathway
G. MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinis yang lazim dijumpai pada pasien dengan sirosis hati
meliputi gejala awal / dini dan gejala lanjut. Manifestasi klinis dari gejala
dini meliputi kelelahan, anoreksia, dyspepsia, flatulen, perubahan
kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare) dan penurunan berat badan.
Mual, muntah lazim terjadi terutama pada pagi hari, nyeri tumpul atau
perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas atau hepar terasa
keras. Manifestasi lanjut yang lazim ditemui adalah hati telah mengalami
kegagalan fungsi selulernya. (
Menurut Soeparman (1996) manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala
kegagalan hati ditimbulkan leh keaktifan proses hepatitis kronik yang
masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi. Dalam
proses penyakit hati yang telah berlanjut sulit dibedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis
dini).
2. Fase kompensasi sempurna
Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/fit, merasa
kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang, perasaan perut
gembung, mual, kadang mencret, atau konstipasi, berat badan
menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat Lelah akibat deplesi
protein atau penimbunan air di otot. Berat badan menurun, pengaruh
masa otot terutama mengurangnya masa otot daerah pektoralis mayor.
Keluhan dan gejala tersebut di atas tidak banyak bedanya dengan
pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hati dan tergantung pada
luasnya kerusakan perenkim hati. Kadang kala pasien ditemukan
menderita sirosis sewaktu pemeriksaan rutin medis. Pada beberapa
kasus bahkan tidak terdiagnosis selama hidupnya dan baru diketahui
sewaktu dilakukan autopsi.
3. Fase dekompensasi
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakan diagnosisnya
dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboraturium dan pemeriksaan
penunjang lainya. Terutama bila timbul komklikasi kegagalan hati dan
hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris,spider nei
, vena kolateral pada dana sites,icterus dengan air kemih berwarna
seperti tehpekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut
atau tranformasi kea rah keganasan hati, dimana tumor akan menekan
saluran empedu intrahepatic. Bisa juga pasien dating dengan
gangguan siklus haid, atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering
mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu
sendiri.
Sebagian pasien dating dengan gejala hematemesis,hematemesis dan
melena atau melena saja akibat perdarahan varises esofagus.
Perdarahan bisa massif dan menyebabkan pasien jatug kedalam
renjatan. Pada kasus laian sirisis dating dengan gangguan kesadaran
berupa ensefalopti hepatic sampai koma hepatic.ensefalopati bisa
akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat
perdarahan varises esofagus.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboraturium
Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang
dapat menjadi pegangan dalam mnegakan diagnosis sirosis hati.
a. Darah.
Bisa di jumpai Hb rendah ,anemia normokrom
normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia bisa akiabat hipersplensme dengan leukopenia dan
trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai
prognosis yang kurang baik.
b. Kenaikan kadar enzim transaminase / SGOT, SGPT tidak
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim
hati. Kenaikan kadar nya dalamserum timbul akibat kebocoran
darisel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT
sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.
Pemeriksaan Labiraturiaum bilirubin, transaminase dan gamma GT
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Albumin. Kadar albumin yang merendah meruoakan cerminan
kemampuansel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan
peningkatan kadar globulin merupakan tabda keranagnya daya
tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati.Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan
turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.
Nilai CHE yang bertahan di bawah nila normal mempunyai
prognosis yang jelek.
e. Pemeriksaan kadar elektrilit penting dalam penggunaan diuretic
danpembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati,kadar Na
kurang dari 4 meq/lmenunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
f. Pemanjanagan masa prothrombin merupakan petunjuk adanya
penuruna fungsi hati. Pemberian vit K perenteral dapat
memperbaiki masa prothrombin. Pemeriksaan hemostatik pada
pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esofagus, gusi maupun epstaksis.
g. Peninggian kadar gula darah pada sirosishati fase lanjut di
sebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen.
Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukkan prognosis
kurang baik.
h. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti
HBsAg/HBsAb, HBeAg/ HBeAb. HBV DNA, HCV RNA, adalah
penting dalam menentukan etiologic sirosis hati. Pemeriksaan AFP
(alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi kea rah keganasan. Nilai AFP yang terus menaik
mempunyai nilai diagnostic untuk suatu hepatoma/kanker hati
primer. Nilai AFP >500-1000 mempunyai nilai diagnostic suatu
kanker hati primer.
2. Pemeriksaan Jasmani
a. Hati
Perkiraan besar hat,biasa hati membesarpada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar
telapak tangannya sendiri (7-10m). pada sirosis hati, konsentrasi
hati biasanya kenyal/frim, pinggir hati biasanya tumpul dan ada
sakit tekan pada perabaan hati.
b. Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:
1) Schuffner. Hati membesar ke medial dank e bawah menuju
umbilicus (SI-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-
VIII).
2) Hacket, bila limpa membesar kea rah bawah saja (H I-V).
c. Perut dan ekstra abdomen
Pada perut diperhaatika vena kolateral dana sites.
d. Manifestasi di luar perut
Perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, dada,
pinggang, caput medusae dan tubuh bagian bawah. Perlu
perhatiakn adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atrofil testis
pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
3. Pemeriksaan Penunjang Lainya
a. Radiologi
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya verises esofagus
untuk konfirmasi hipertensi portal.
b. Esofagoskopi
Dengan esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai
komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi
pendarahan verises esofagus,tanda-tanda yang mengarah akan
kemungknan terjadinya pendarahan (red color sign/RCS) berupa
cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang
lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffuse redness. Selain
tanda tersebut dapat di evaluasi besar dan Panjang verises serta
kemungkinan terjadi pendarahan yang lebih besar.
c. Ultrasonografi
Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat
pemeriksaan rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman
seseorang sonografis karena banyak factor subjektif. Yang dilihat
pinggir hati,permukaan, pembesaran, homogenitas, asites,
splenomegaly, gambaran vena hepatica, vena porta, pelebaran
saluran empedu/ IHBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya
SOL (spase occupying lesion).sonografi bisa mendukung diagnosis
sirosis hati terutama stadium dekompensata,hepatoma/tumor,
ikerus obstruktif batu kanddung empedu dan saluran empedu.
d. Sidikan hati
Radionukleid yang disuntikkan secara intervena akan diambil oleh
perenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan
bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada
sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan
radonukleid secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus.
e. Tomografi komputerisasi
Walaupun sangat mahal berguna untuk mendiagnosis kelainan
fokal, seperti tumor atau kista hydatid. Juga dapat dilihat besar,
bentuk dan homogenitas hati.
f. ERCP
Digunakan untuk menyingkirkan adanya abstruksi ekstrahepatik.
g. Angiografi
Angiografi selektif, seliak gastrik atau splenofotografi terutama
pengukuran tekanan vena porta.
Pada beberapa kasus prosedur ini sangat berguna untuk melihat
keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi
tumor atau kista.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites
dengan melakukan fungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi
(peritonitis bakteria spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat,
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kulturcaitan dan pemeriksaan
kadar protein, amilase dan lipase.

I. KOMPLIKASI
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif maka gambaran kliniks,
prognosis dan pengobatan tergantung pada dua kelompok besar
komplikasi:
1. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta yang menetap
di atas nilai normal yaitu 6-12 cm H2O . Penyebabnya adalah
resistensi aliran darah yang keluar melalui vena hepatica dan
peningkatan aliran arteria splangnikus sehingga terjadi peningkatan
tekakanan pada sistem portal yang memunculnya aliran kolateral guna
menurunkan tekanan dan menghindari obstruksi hepatic. Sirkulasi
kolateral ini mengenai esofagus bagian bawah dan menyebabkan
dilatasi vena- vena tersebut sehingga menimbulkan verises esofagus.
70 % penderita sirosis kanjut menderita sirosis hepatis. Pendarahan
akibat pecehnya verises ini sering menyebabkan kematian. Sirkulasi
kolateral juga mencapai vena superfisial dinding abdomen dan
mengakibatkan dilatasi vena- vena sekitar umbilicus ( kaput medusa).
Sistem vena rektal memdekompensasi tekanan portal sehingga vena-
vena rektal berdilatasi dan menyebabkan hemoroid interna.
a. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegaly, pembakaran
pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena
kolateral dinding perut.
b. Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofil testis,
ginekomastia, icterus, ensefalopati

Penatalaksanaan hipertensi portal

1) Vasokonstriktor (pitresin/ vasopressin atau somatostatin)


menurunkan tekanan portal sementara.
2) Blocker beta adrenergik (propanolol, metoprolol (lopressor)
atau atenolol): mengurangi denyut jantung dan tekanan dara,
menutup manifestasi awal hipoglikemia.
3) Scleroterapi (sklerosis varises melalui endoskopi):
menyuntikkan zat sklerotik seperti morrhuate sodium ke
varises. Pada awalnya menyebabkan inflamasi dinding vena
dan kemudian fibrosis. Dilakukan berulang kali dalam
beberapa minggu.
4) Tindakan pembedahan : hanya dilakukan pada pasien yang
tidak berespon terhadap treatment lain atau pada pasin yang
sudah berulang kali di skleroterapi tetap masih tetap teradi
pendarahan. Melakukan anastomosis dari system portal yang
tekanannya tinggi ke system vena sistemik yang tekanannya
rendah. Tujuannya tindakan ini adalah untuk mengurangi aliran
darah portal sehingga dapat mencegah perdarahan varises,
mempertahankan aliran darah ke hepar untuk mencegah
ensefalopati hepatikum dan kerusakan hepar, meningkatkan
rasa nyaman pasien.
2. Pecahnya varises esofagus
Komplikasi yang bisa muncul adalah pecahnya varises esofagus dan
menyebabkan hematemesis melena. Pendarahan dapat berhenti atau
massif. Bila masih terjadi pendarahan maka klien memerlukan
transfuse darah, vasopressin dan pemasangan NGT untuk lavage
lambung. Pemberian vetresin bertujuan untuk vasokonstriksi arteri
splanikus. Apabila pendarahan belum juga berhenti maka dapat
dilakukan pemasangan balon untuk tamponade ( Sengstaken –
Blackmore). Apabila tidak berhasil dapat dilakukan ligase varises.
Operasi untuk menghentikan pendarahan masih karena kontroversial.
Pembuatan pirau dengan operasi dapat menurunkan alirandarah
menuju hati yang menyebabkan perfusi hati menurun dan akhirnya
dapat memicu infark jaringan hati dan menimbulkan esafalopati porta
sistemik. Dua cara yang banyak dilakukan dalam pembuatan pirau
yakni ligasi transesofagal (penanganan langsung pada varisesnya) dan
pintasan portokaval dekompressi dan selektif (pengalihan aliran darah
dari sirkulasi portal ke sirkulasi sistemik).
3. Asites
Asites adalah akumulasi cairan di rongga peritoneum. Mekanisme
yang menyebabkan terjadinya asites pada pasien sirosis adalah
a. Hipertensi portal mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik
b. Penurunan produksi albumin menyebabkan penurunan tekanan
osmotik koloid.
c. Penurunan volume sirkulasi menyebabkan hiperaldosteronism
yang mengakibatkan retensi natrium dan air.
Penatalaksanaan asites
1) Terapi diuretik: spironolactone ( aldaktone),
albumin 10 gr untuk mengantikan tiap liter cairan
asites yang hilang
2) Terapi diet : rendah garam dan natrium dengan
pembahasan cairan intake protein yang sedang,
kecuali ada manifestasi esofalopati hepatikum.
4. Ensefalopati hepatikum
Penyebab ketidakmampuan hepar untuk memetabolisme ammonia
menjadi ureum, ammonia bersifat toksik pada SSP ( susunan saraf
pusat). Ditandai dengan peningkatan ammonia didalam darah dan CSF
( Cerebro Spinal Fluid). Setiap proses yang meningkatkan protein
didalam usus seperti peningkatan intake protein atau pendarahan
saluran cerna akan mengakibatkan amonia dalam darah. Mekanisme
dasarnya adalah karena intoksikasi otak oleh produk pemecahan
metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Darah yang masuk
ke usus juga akan dipecah komponen protein seperti globin, oleh kerja
bakteri usus. Keadaan yang mempercepat terjadinya esofalopati
hepatikum antara lain: pendarahan saluran cerna , asupan protein
berlebihan, obat diuretic, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut,
pembedahan, azotemia, dan pemberian morfin, sedaftif.
Manifestasinya berupa perubahan tingkat kesadaran, perubahan
meemori, perhatian, konsentrasi, respon, perubahan pola tidur,
asterixix, factor hepatikum.
5. Pendarahan gastrointestinal
Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal,
dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada
suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul pendarahan yang
dtimbulkan adalah mudah darah atau hematemesis biasanya mendadak
dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang
keluar berwarna hitam- kehitaman dan dan tidak akan membeku,
karena sudah tercampur dengan asam lambung . setelah hematemesis
selalu disusul dengan melena. Mungkin juga pendarahan pada sirosis
hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus.

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasakan paa gejala yang ada.
Sebagai contoh antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan pendarahan gastroinstestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat
diuretic yang mempertahankan kalium ( spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan
serta elektrolit yang umum terjadi pada gangguan jenis diuretic lainnya(
Sjaifoellah, 2000)
Penatalaksanaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein ( diet hati III: protein 1 g/ kkg BB, 55 gprotein,
2000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II ( 600-
800 mg) atau III ( 1.000- 2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan
diet tinggi kalori (2.000- 3000 kalori) dan tinggi protein (80- 125
g/hari).

K. PENGOBATAN
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan control pasien yang teratur
pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam
jangka Panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplkasi.
1. Pasien dalan keadaan konpensasi hati yang baik cukup dilakukan
control yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori
dan proten, lemak secukupnya (DHII-V). Bila timbul ensefaliopati
protein kurangi (DH I).
2. Pasien sirosis hati dengan penyebab yang diketahui seperti:
a. Alcohol dan obat-obatan lain dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alcohol akan mengurangi pemasukan protein ke
dalam tubuh. Dengaan diet tinggi kalori (3000 kalori) kandungan
protein makanan sekitar 70-90g perhari
b. Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang
mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan
venaseksi dua kali seminggu sebanyak 500cc elama setahun.
c. Pada penyaakit Wilson (penyakit metabolic yang diturunkan),
diberika D-penici-lamine (chelating agent) 20mg/kbBB/hariyang
akan mengakibatkan kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi
melalui urin.
d. Pada hepatisis kronik aoutoimun diberikan kortikosteroid.
3. Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul.
a. Untuk asites, berikan diet rendah garam 0,5g/hari dan total cairan
1,5 L/hari. Spironolakton (diuretic bekerja pada tubulus distal)
dimulai dengan dosis awal 4x25 mg/hari dinaikkan sampai total
dosis 800mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari.
Idealnya pengurangannya berat badan dengan pemberian diuretic
ini adalah 1 kg/hari. Bila perlu dikombinasikan dengan furisemid
(bekerja pada tubulus proksimal) atau dilakukan filter cairan asites
dengan le veen shunt.
b. Peredarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai
kasus perdarahan saluran cerna atas:
1) Pertama lakukan pemasangan NG tube untuk mengetahui
apakah perdarahan besalah dari saluran cerna, disamping
melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Pada pendarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100mmHg,
nadi diatas 100x/menit atau Hb bawah 9 g% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dekstosa/salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresn 2 amp, 0,1g salam dosis 500cc cairan D
5% atausalin pemberian selaama 4 jam dapat diulang 3 kali.
4) Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan
perdarahan varises.
5) Dapat dilakukan skleroterapisesudah dilakukan endoskop kalua
ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises. Skleroterapi
dilakukan pada Child ABC.
6) Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan
transeksi esofagus (operasi tanners). Tindakan tersebut di
lakukan pada saat perdarahan, setelah dilakukan resusitasi dan
ini merupakan tindakan darurat. Dinamakan tindakan elektif
bila dilakukan setelah lewat masa darurat tersebut.
7) Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan
laser dan heat probe.
8) Bila tidak tersedia fasilitas di atas, untuk mencegah rebleeding
dapat diberikan propranolol.
c. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi factor pencetus seperti
pemberian KCI pada hipokalema, mengurangi pemasukan protein
makanan dengan pemberian diet DH I, aspirasi cairan lambung
bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises. Dilakukan
klisma untuk mengurangi absorpsi 2x2 sendok makan, pemberian
neomisin per oral untuk sterilisasi usus dan pemberian antibiotic
(ampisilin atau sefalosporin) padakeadaan infeksi sistemik.
Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transpalansi hati (living,
related liver trasnpalation (LRLT). Transpalansi hati dengan
menggunakan bahan cadaveric liver banyak mengalami kegagalan
karena problem imunologis dan penolakan.
d. Peritonitis bacterial spontan bisa dijumpai pada pasien sirosis
alkolok dengan asites. Pada pasien demikian sekitar 10-30%
menderita PBS. Terapi diberikan antibolik pilihan seperti
sefotaksim 2g/BB jam i.v amoksilin, arninoglikosida.
e. Sidnrom hepatorenal/nefropati hepatic.
Prognosis biasanya jelek, cepat menjadi ireversibel dan diakhiri
dengan kematian. Dijumpai gangguan fungsi ginjal akut pada
pasien sirosis hati dengan asites berupa hyponatremia, ganguan
asam, basa, lakalosis respiratorik, asidosis laktik, nekrosis tubular
akut (ATN), dan sindrom hepatorenal (SHR).
Factor pencetus SHR berupa obat NIAIDs, laktulosa, diuresis
berlebihan akibat pemakian diuretic, parasentesis abdominal tampa
pemberian cairan koloidal.
Terapi: penggunaan SHR setelah diagnosis ditegakkan, imbangan
air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian
antibiotic, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra
hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul
perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal. Dapat dicoba
prosedur pintas Le Veen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
a. Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
b. Letargi penurunan massa otot/ tonus
2. Sirkulasi
a. Riwayat GJK kronis, penyakit jantung reumatik
b. Kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati)
c. DVJ, vena abdomen distensi
3. Eliminasi
a. Flatus
b. Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites)
c. Penurunan/ tak adanya bising usus
d. Feses warna tanah liat, melena
e. Urin gelap, pekat
4. Manakan/ Cairan
a. Anoreksia, tidak toleran terhadap makan/ tak dapat mencerna
b. Mual/ muntah
c. Penurunan BB atau peningkatan (cairan)
d. Edema umum pada jaringan
e. Kulit kering, turgor buruk
f. Ikterik, spider angioma
g. Napas berbau ( fetor hepatikum), pendarahan gusi
5. Neurosensori
a. Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental
b. Perubahan mental, binggung, halusinansi, koma
c. Bicara lambat/ tak jelas
d. asterixis
6. Nyeri/ kenyamanan
a. Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas
b. Pruritus
c. Neuritis berhati- hati/ distraksi
d. Fokus pada diri sendri
7. Pernapasan
a. Dispnea
b. Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas bertambahan
c. Ekspansi, paru terbatas(asites)
d. Hipoksia
8. Keamanan
a. Pruritus
b. Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik)
c. Ikterik, ekimosis, petekie
d. Angioma spider/ teleangiektasis, palmar eritema
9. Seksualitas
a. Gangguan menstruasi impoten
b. Atrofi testis, kehilangan rambut ( dada, bawah lengan pubis)
B. Diagnosa
1. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan
restriksi pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta
adanya cairan dalam rongga toraks.
2. Perubahan kelebihan volume cairan berhubungan dengan ganguan
mekanisme regulasi
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan status metabolic dan akumulasi garam empedu
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, mual, muntah
5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada hati
6. Inteloransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
berat badan
C. Rencana Keperawatan
MK : Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks.
Intervensi Rasional
1. Mengurangi tekanan abdominal 1. Mengalami perbaikan status
pada diafragma dan pernapasan.
memungkinkan pengembangan 2. Melaporkan pengurangan gejala
toraks dan ekspansi paru yang sesak napas.
maksimal. 3. Melaporkan peningkatan tenaga
2. Mengurangi kebutuhan metabolik dan rasa sehat.
dan oksigen pasien. 4. Memperlihatkan frekuensi respirasi
3. Meningkatkan ekspansi yang normal (12-18/menit) tanpa

(pengembangan) dan oksigenasi terdengarnya suara pernapasan

pada semua bagian paru). tambahan.

4. Parasentesis dan torakosentesis 5. Memperlihatkan pengembangan

(yang dilakukan untuk toraks yang penuh tanpa gejala

mengeluarkan cairan dari rongga pernapasan dangkal.

toraks) merupakan tindakan yang 6. Memperlihatkan gas darah yang


menakutkan bagi pasien. Bantu normal.

pasien agar bekerja sama dalam 7. Tidak mengalami gejala konfusi atau
menjalani prosedur ini dengan sianosis.

meminimalkan resiko dan


gangguan rasa nyaman.

MK : perubahan kelebihan volume cairan berhubungan dengan ganguan


mekanisme regulasi
Intervensi Rasional
1. Ukur masukan dan haluaran, catat 1. Menunjukkan status volume
keseimbangan positif (pemasukan sirkulasi, terjadinya/ perbaikan
melebihi pengeluaran). Timbang perpindahan cairan dan respon
berat badan tiap hari, dan catat terhadap terapi.
peningkatan lebih dari 0, 5 kg/hari 2. Peningkatan TD biasanya
2. Awasi TD dan CVP. Catat JVD/ berhubungan dengan kelebihan
distensi vena volume cairan tetapi mungkin
3. Ukur lingkar abdomen tidak terjaddi karena perpindahan
4. Dorong tirah baring bila ada asites cairan keluar area vaskuler.
5. Berikan perawatan mulut 3. Menunjukkan akumulasi cairan
sering/kadang-kadang beri es batu (asites) diakibatkan oleh
6. Awasi albumin serum dan kehilangan protein/ cairan
elektrolit (khususnya kalium dan kedalan area peritoneal.
natrium) 4. Dapat meningkatkan posisi
7. Berikan albumin bebas garam/ rekumben untuk dieresis
plasma ekpander sesuai indikasi 5. Menurunkan rasa haus
6. Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan osmotic
koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema.
7. Albumin mungkin diperlukan utk
meningkatkan tekanan osmotic
koloid dalam kompartemen
vaskuler (pengumpulan cairan
dalam area vaskuler), sehingga
meningkatkan volume sirkulasi
efektif dan penurunan terjadinya
asites.

MK : resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


gangguan status metabolic dan akumulasi garam empedu
Intervensi Rasional
1. Lihat permukaan kulit/ titik 1. Edema jaringan lebih cenderung
tekanan secara rutin. Pijat untuk mengalami kerusakan dan
penonjolan tulang atau area yang terbentuknya dekubitus. Asites
tertekan terus menerus. Gunakan dapat meregang kulit sampai pada
losion minyak, batasi titik robekan pada sirosis berat.
penggunaan sabun untuk mandi 2. Pengubahan posisi menurunkan
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, tekanan pada jaringan edema untuk
saat di kursi/ tempat tidur, bantu memperbaiki sirkulasi. Latihan
dengan latihan rentang gerak meningkatkan sirkulasi dan
aktif/ pasif. perbaikan/mempertahankan
3. Tinggikan ekstremitas bawah mobilitas sendi
4. Pertahankan sprei kering dan 3. Meningkatkan aliran balik vena
bebas lipatan dan menurunkan edema pada
5. Berikan perawatan prineal ekstremitas
setelah berkemih dan defekasi 4. Kelembaban meningkatkan pruritus
6. Berikan kolestiramin (Questran) dan meningkatkan risiko kerusakan
sesuai diindikasikan kulit
5. Mencegah ekskoriasi kulit dari
garam empedu
6. Mungkin menghentikan gatal
sehubungan dengan ikterik, garam
empedu.

Mk : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan, mual, muntah
Intervensi Rasional
1. Ukur masukan diet harian dengan 1. Memberikan informasi tentang
jumlah kalori kebutuhan pemasukkan/
2. Timbang berat badan. Bandingkan defisiensi
perubahan status cairan. Riwayat 2. Mungkin sulit untuk mengukur
berat badan. berat badan sebagai indicator
3. Bantu dan dorong pasien untuk langsung status nutrisi karena
makan : jelaskan alas an tipe diet. ada gambaran edema/ asites.
Berikan pasien makan bila pasien Lipatan kulit trisep berguna
mudah lelah, atau biarkan orang dalam mengkaji perubahan
terdekat membantu pasien. massa otot san simpanan lemak
Pertimbangkan pilihan makanan subkutan.
yang disukai 3. Diet yang tepat penting untuk
4. Berikan makan sedikit tapi sering penyembuhan. Pasien mungkin
5. Bantu masukan kafein, makanan makan lebih baik keluarga
yang menghasilkan gas atau terlibat dan makanan yang
berbumbu dan terlalu panas atau disukai.
terlalu dingin. 4. Meningkatkan toleransi
6. Awasi pemeriksaan laboratorium. makanan. Buruknya toleransi
Contoh glukosa serum, albumin, makan banyak mungkin karena
total protein, amonia. peningkatan tekanan intra
7. Berikan obat sesuai indikasi : abdomen/ asites.
contoh tambahan vitamin, tiamin, 5. Membantu dalam menurunkan
besi, asam folat. iritasi gaster/ diare dan
ketidaknyamanan abdomen yang
dapat menggangu pemasukkan
oral/ pencernaan.
6. Glukosa menurun karena
gangguan glikogenesis,
penurunan simpanan glikogen,
atau masukan tak adekuat.
Protein menurun karena
gangguan metabolisme,
penurunan sintesis hepatik atau
kehilangan ke rongga peritoneal
(asites). Peningkatan kadar
ammonia perlu pembatasan
masukkan protein untuk
mencegah komplikasi serius.

MK : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada hati


Intervensi Rasional
1. Yakinkan pasie bahwa anda 1. Untuk mengindetifikasi
mengetahui nyeri yang dialami intensitas nyeri.
pasien nyata dan akan
membantunya dalam
menghadapi nyeri.
2. Gunakan skala pengkajian
nyeri.
3. Kaji dan catat nyeri dan
karakteristiknya : lokasi,
kualitas, frekuensi, dan durasi
4. Catat keparahan nyeri pasien
pada dalam bagan.
5. Indentifikasi dan dorong pasien
untuk mengunakan strategi
yang menunjukan keberhasilan
pada nyeri sebelumnya.

MK : Inteloransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat


badan
Intervensi Rasional
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi 1. Memberikan kalori bagi tenaga
protein dan protein bagi proses
2. Memberikan nutrien tambahan. penyembuhan. Meningkatkan
seperti suplemen vitamin (A, B aktivitas dan latihan bersamaan
kompleks, C dan K) dengan bertambahnya kekuatan.
3. Motivasi pasien untuk melakukan 2. Menghemat tenaga pasien
latihan yang diselingi istirahat sambil mendorong pasien untuk
4. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dalam batas
melakukan latihan dengan periode toleransi pasien.
waktu yang ditingkatkan secara 3. Memperbaiki perasaan sehat
bertahap secara umum dan percaya diri

MK : resiko tinggi injuri(pendarahan) berhubungan dengan gangguan faktor


pembekuan, gangguan absorpsi vit K
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda dan gejala 1. Traktus GI(osofagus dan
pendarahan GI(mis : periksa rektum) paling sering sebagai
semua skret yang keluar, obs sumber pendarahan, hasil obs
warna feses, muntahan dan warna feses atau muntahan
cairan yang keluar dari NGT) bila berubah
2. Observasi adanya petekie, kemerahan/kehitaman ada
ekimosis dan pendarahan dari indikasi adanya pertahanan
satu atau lebih bagian lain. 2. Terjadinya pendarahan
3. Monitor tanda-tanda vital skunder terhadap gangguan
4. Perhatikan tingkat kesadaran faktor pembekuan darah
5. Hindari pengukuran suhu 3. Peningkatan nadi dengan
rectal, hati-hati memasukkan penurunan TD dan CVP
selang GI dapat menunjukan kehilangan
6. Gunakan jarum kecil untuk volum darah sirkulasi
injeksi tekan, lebih lama pada 4. Adanya perubahan kesadaran
bagian bekas suntikan menunjukan penurunan
7. Awasi Hb atau Ht dan fakor perfusi jaringan selebral,
pembekuan darah sekunder terhadap hivolemia,
8. Berikan obat sesuai order(vit hipoksima.
K injeksi, lunak feses) 5. Rectal dan osofagus paling
rentan terjadi pendarahan
karena mudahnya terjadi
robek pada keduanya.
6. Minimalkan kerusakan
jaringan, menurunkan resiko
pendarahan/ hematom.
7. Koagulasi memanjang,
berpotensi untuk resiko
pendarahan
8. Indikator pendarahan aktif,
anemia, atau terjadinya
komplikasi
9. Vit K dapat meningkatkan
sintesis protombin dan
koagulasi bila hati berfungsi
dan pelunak feses mengejan
dan rwsiko robekan vaskuler
atau pendarahan

MK : Gangguan body Image b.d ikterik


Intervensi Rasional
Mandiri 1. Penyediaan waktu
1. Kontak dengan pasien mengenai meninggkatkan hubungan
waktu untuk mendengar. Dorong saling percaya dan
diskusi perasaan masalah memberikan kesempatan pada
2. Hindari penilaian moral tentang klien untuk mengekspresikan
pola hidup. perasaan.
3. Kaji efek penyakit pada faktor 2. Penilaian dan orang lain akan
ekonomi klain atau orang merusak harga diri
terdekat 3. Masalah finansial mungkin
4. Diskusi harapan penyembuhan terjadi karena kehilangan
5. Anjurkan klien menggunakan peran fungsi klien
warna merah terang atau 4. Priode mungkin lama(lebih
biru/hitam dari pada kuning dari 6 bulan). Pontensial
Kaloborasi stress keluarga atau situasi
6. Berikan obat sesuai indikasi dan memerlukan perencanaan
sedaktif, agen anti ansietas dukungan.
5. Meningkatkan penampilan
6. Membantu dalam manajemen
kebutuhan istirahat
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Soeparman (1987), Ilmu Penyakit Dalam I, FKUI, Jakarta.


Suratun, lusianah(2010), Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Krabat Jati : Jakarta Timur.

Kapan sirosis hepatis bisa masuk ke emergensi(KGD)

Anda mungkin juga menyukai