ASUHAN KEPERAWATAN
SIROSIS HEPATIS
Dosen :
Putri Shelly
Syarifah Mardiana
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah kegawat daruratan
I yang membahas tentang “SIROSIS HEPATIS” tepat pada waktunya. Tak lupa
shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak
hal yang kurang dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat
memperbaikinya. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumberilmu yang baru bagi kita semua.Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien
yang berusia 45-46 tahun( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Diseluruh dunia sirosis menempatkan urutan ke-7 penyebab kematian.
Sekitar 25000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Sirosis
hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan dirumah sakit. hasil
penelitan menyebutkan diIndonesia virus Hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebab tidak diketahui dan termasuk virus bukan B dan C.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada Sirosis Hepatis?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. KLASIFIKASI
Secara klasifikasi morfologi, sirosis terbagi menjadi 3 antara lain sebagai
berikut:
1. sirosis mikronodular
Ditandai dengan terentuknya septa tebal teratur, di dalam depta
aprenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut
di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya ssampai
3mm, sedangkan sirossis makronodular lebih dari 3mm. sirosis
mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Sirosis makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
di dalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik
atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Sirosis campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
E. PATOFISIOLOGI
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian.
Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi
pada peminum alkohol aktif. Hal ini kemudian membuat hati merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraseluler matriks yang
mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang
berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera
yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini akan
memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus
dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono,
2002).
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoselular)terjadi kolaps lobules hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.
Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel reticulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan
daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral
(bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh
hepatic dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi
portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholok tetapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa
aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila
telah terbentu septa permanen yang aselular pada daerah porta dan
perenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologic sirosis. Pada
sirosis dengan etiologic hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis
daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel
limfosit T dan maakrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagian mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan
peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta
menyebar ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai
berikut:
1. Tipe I: lokasi daerah sentral.
2. Tipe II: Sinusoid.
3. Tipe III: Jaringan retikulin (sinusoid porta).
4. Tipe IV: Membran basal.
1. Mekanik
2. Imunologis
3. Campuran
Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari
kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan
pembentukan nodul regenerasi oleh sel perenkim hati yang masih baik.
Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis hati secara imunologis dimulai dengn
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati,
nekrosis/ nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti
timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan
sekitar waktu 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber
rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai
terjadinya kerusakan sel hati.
F. Pathway
G. MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinis yang lazim dijumpai pada pasien dengan sirosis hati
meliputi gejala awal / dini dan gejala lanjut. Manifestasi klinis dari gejala
dini meliputi kelelahan, anoreksia, dyspepsia, flatulen, perubahan
kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare) dan penurunan berat badan.
Mual, muntah lazim terjadi terutama pada pagi hari, nyeri tumpul atau
perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas atau hepar terasa
keras. Manifestasi lanjut yang lazim ditemui adalah hati telah mengalami
kegagalan fungsi selulernya. (
Menurut Soeparman (1996) manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala
kegagalan hati ditimbulkan leh keaktifan proses hepatitis kronik yang
masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi. Dalam
proses penyakit hati yang telah berlanjut sulit dibedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis
dini).
2. Fase kompensasi sempurna
Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/fit, merasa
kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang, perasaan perut
gembung, mual, kadang mencret, atau konstipasi, berat badan
menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat Lelah akibat deplesi
protein atau penimbunan air di otot. Berat badan menurun, pengaruh
masa otot terutama mengurangnya masa otot daerah pektoralis mayor.
Keluhan dan gejala tersebut di atas tidak banyak bedanya dengan
pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hati dan tergantung pada
luasnya kerusakan perenkim hati. Kadang kala pasien ditemukan
menderita sirosis sewaktu pemeriksaan rutin medis. Pada beberapa
kasus bahkan tidak terdiagnosis selama hidupnya dan baru diketahui
sewaktu dilakukan autopsi.
3. Fase dekompensasi
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakan diagnosisnya
dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboraturium dan pemeriksaan
penunjang lainya. Terutama bila timbul komklikasi kegagalan hati dan
hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris,spider nei
, vena kolateral pada dana sites,icterus dengan air kemih berwarna
seperti tehpekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut
atau tranformasi kea rah keganasan hati, dimana tumor akan menekan
saluran empedu intrahepatic. Bisa juga pasien dating dengan
gangguan siklus haid, atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering
mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu
sendiri.
Sebagian pasien dating dengan gejala hematemesis,hematemesis dan
melena atau melena saja akibat perdarahan varises esofagus.
Perdarahan bisa massif dan menyebabkan pasien jatug kedalam
renjatan. Pada kasus laian sirisis dating dengan gangguan kesadaran
berupa ensefalopti hepatic sampai koma hepatic.ensefalopati bisa
akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat
perdarahan varises esofagus.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboraturium
Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan uji biokimia hati yang
dapat menjadi pegangan dalam mnegakan diagnosis sirosis hati.
a. Darah.
Bisa di jumpai Hb rendah ,anemia normokrom
normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia bisa akiabat hipersplensme dengan leukopenia dan
trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai
prognosis yang kurang baik.
b. Kenaikan kadar enzim transaminase / SGOT, SGPT tidak
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim
hati. Kenaikan kadar nya dalamserum timbul akibat kebocoran
darisel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT
sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.
Pemeriksaan Labiraturiaum bilirubin, transaminase dan gamma GT
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Albumin. Kadar albumin yang merendah meruoakan cerminan
kemampuansel hati yang kurang. Penurunan kadar albumin dan
peningkatan kadar globulin merupakan tabda keranagnya daya
tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.
d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai
kemampuan sel hati.Bila terjadi kerusakan sel hati kadar CHE akan
turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.
Nilai CHE yang bertahan di bawah nila normal mempunyai
prognosis yang jelek.
e. Pemeriksaan kadar elektrilit penting dalam penggunaan diuretic
danpembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati,kadar Na
kurang dari 4 meq/lmenunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
f. Pemanjanagan masa prothrombin merupakan petunjuk adanya
penuruna fungsi hati. Pemberian vit K perenteral dapat
memperbaiki masa prothrombin. Pemeriksaan hemostatik pada
pasien sirosis hati penting dalam menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esofagus, gusi maupun epstaksis.
g. Peninggian kadar gula darah pada sirosishati fase lanjut di
sebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk glikogen.
Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukkan prognosis
kurang baik.
h. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti
HBsAg/HBsAb, HBeAg/ HBeAb. HBV DNA, HCV RNA, adalah
penting dalam menentukan etiologic sirosis hati. Pemeriksaan AFP
(alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi kea rah keganasan. Nilai AFP yang terus menaik
mempunyai nilai diagnostic untuk suatu hepatoma/kanker hati
primer. Nilai AFP >500-1000 mempunyai nilai diagnostic suatu
kanker hati primer.
2. Pemeriksaan Jasmani
a. Hati
Perkiraan besar hat,biasa hati membesarpada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar
telapak tangannya sendiri (7-10m). pada sirosis hati, konsentrasi
hati biasanya kenyal/frim, pinggir hati biasanya tumpul dan ada
sakit tekan pada perabaan hati.
b. Limpa
Pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:
1) Schuffner. Hati membesar ke medial dank e bawah menuju
umbilicus (SI-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-
VIII).
2) Hacket, bila limpa membesar kea rah bawah saja (H I-V).
c. Perut dan ekstra abdomen
Pada perut diperhaatika vena kolateral dana sites.
d. Manifestasi di luar perut
Perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, dada,
pinggang, caput medusae dan tubuh bagian bawah. Perlu
perhatiakn adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atrofil testis
pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
3. Pemeriksaan Penunjang Lainya
a. Radiologi
Dengan barium swallow dapat dilihat adanya verises esofagus
untuk konfirmasi hipertensi portal.
b. Esofagoskopi
Dengan esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai
komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi
pendarahan verises esofagus,tanda-tanda yang mengarah akan
kemungknan terjadinya pendarahan (red color sign/RCS) berupa
cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang
lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffuse redness. Selain
tanda tersebut dapat di evaluasi besar dan Panjang verises serta
kemungkinan terjadi pendarahan yang lebih besar.
c. Ultrasonografi
Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat
pemeriksaan rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman
seseorang sonografis karena banyak factor subjektif. Yang dilihat
pinggir hati,permukaan, pembesaran, homogenitas, asites,
splenomegaly, gambaran vena hepatica, vena porta, pelebaran
saluran empedu/ IHBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya
SOL (spase occupying lesion).sonografi bisa mendukung diagnosis
sirosis hati terutama stadium dekompensata,hepatoma/tumor,
ikerus obstruktif batu kanddung empedu dan saluran empedu.
d. Sidikan hati
Radionukleid yang disuntikkan secara intervena akan diambil oleh
perenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan
bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada
sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan
radonukleid secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus.
e. Tomografi komputerisasi
Walaupun sangat mahal berguna untuk mendiagnosis kelainan
fokal, seperti tumor atau kista hydatid. Juga dapat dilihat besar,
bentuk dan homogenitas hati.
f. ERCP
Digunakan untuk menyingkirkan adanya abstruksi ekstrahepatik.
g. Angiografi
Angiografi selektif, seliak gastrik atau splenofotografi terutama
pengukuran tekanan vena porta.
Pada beberapa kasus prosedur ini sangat berguna untuk melihat
keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi
tumor atau kista.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites
dengan melakukan fungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi
(peritonitis bakteria spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat,
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kulturcaitan dan pemeriksaan
kadar protein, amilase dan lipase.
I. KOMPLIKASI
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif maka gambaran kliniks,
prognosis dan pengobatan tergantung pada dua kelompok besar
komplikasi:
1. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta yang menetap
di atas nilai normal yaitu 6-12 cm H2O . Penyebabnya adalah
resistensi aliran darah yang keluar melalui vena hepatica dan
peningkatan aliran arteria splangnikus sehingga terjadi peningkatan
tekakanan pada sistem portal yang memunculnya aliran kolateral guna
menurunkan tekanan dan menghindari obstruksi hepatic. Sirkulasi
kolateral ini mengenai esofagus bagian bawah dan menyebabkan
dilatasi vena- vena tersebut sehingga menimbulkan verises esofagus.
70 % penderita sirosis kanjut menderita sirosis hepatis. Pendarahan
akibat pecehnya verises ini sering menyebabkan kematian. Sirkulasi
kolateral juga mencapai vena superfisial dinding abdomen dan
mengakibatkan dilatasi vena- vena sekitar umbilicus ( kaput medusa).
Sistem vena rektal memdekompensasi tekanan portal sehingga vena-
vena rektal berdilatasi dan menyebabkan hemoroid interna.
a. Hipertensi portal dapat menimbulkan splenomegaly, pembakaran
pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena
kolateral dinding perut.
b. Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritema palmaris, atrofil testis,
ginekomastia, icterus, ensefalopati
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasakan paa gejala yang ada.
Sebagai contoh antacid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan pendarahan gastroinstestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat
diuretic yang mempertahankan kalium ( spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan
serta elektrolit yang umum terjadi pada gangguan jenis diuretic lainnya(
Sjaifoellah, 2000)
Penatalaksanaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein ( diet hati III: protein 1 g/ kkg BB, 55 gprotein,
2000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II ( 600-
800 mg) atau III ( 1.000- 2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan
diet tinggi kalori (2.000- 3000 kalori) dan tinggi protein (80- 125
g/hari).
K. PENGOBATAN
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan control pasien yang teratur
pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam
jangka Panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplkasi.
1. Pasien dalan keadaan konpensasi hati yang baik cukup dilakukan
control yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori
dan proten, lemak secukupnya (DHII-V). Bila timbul ensefaliopati
protein kurangi (DH I).
2. Pasien sirosis hati dengan penyebab yang diketahui seperti:
a. Alcohol dan obat-obatan lain dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alcohol akan mengurangi pemasukan protein ke
dalam tubuh. Dengaan diet tinggi kalori (3000 kalori) kandungan
protein makanan sekitar 70-90g perhari
b. Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang
mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan
venaseksi dua kali seminggu sebanyak 500cc elama setahun.
c. Pada penyaakit Wilson (penyakit metabolic yang diturunkan),
diberika D-penici-lamine (chelating agent) 20mg/kbBB/hariyang
akan mengakibatkan kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi
melalui urin.
d. Pada hepatisis kronik aoutoimun diberikan kortikosteroid.
3. Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul.
a. Untuk asites, berikan diet rendah garam 0,5g/hari dan total cairan
1,5 L/hari. Spironolakton (diuretic bekerja pada tubulus distal)
dimulai dengan dosis awal 4x25 mg/hari dinaikkan sampai total
dosis 800mg sehari, efek optimal terjadi setelah pemberian 3 hari.
Idealnya pengurangannya berat badan dengan pemberian diuretic
ini adalah 1 kg/hari. Bila perlu dikombinasikan dengan furisemid
(bekerja pada tubulus proksimal) atau dilakukan filter cairan asites
dengan le veen shunt.
b. Peredarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai
kasus perdarahan saluran cerna atas:
1) Pertama lakukan pemasangan NG tube untuk mengetahui
apakah perdarahan besalah dari saluran cerna, disamping
melakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah dan untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Pada pendarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100mmHg,
nadi diatas 100x/menit atau Hb bawah 9 g% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dekstosa/salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresn 2 amp, 0,1g salam dosis 500cc cairan D
5% atausalin pemberian selaama 4 jam dapat diulang 3 kali.
4) Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan
perdarahan varises.
5) Dapat dilakukan skleroterapisesudah dilakukan endoskop kalua
ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises. Skleroterapi
dilakukan pada Child ABC.
6) Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan
transeksi esofagus (operasi tanners). Tindakan tersebut di
lakukan pada saat perdarahan, setelah dilakukan resusitasi dan
ini merupakan tindakan darurat. Dinamakan tindakan elektif
bila dilakukan setelah lewat masa darurat tersebut.
7) Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan
laser dan heat probe.
8) Bila tidak tersedia fasilitas di atas, untuk mencegah rebleeding
dapat diberikan propranolol.
c. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi factor pencetus seperti
pemberian KCI pada hipokalema, mengurangi pemasukan protein
makanan dengan pemberian diet DH I, aspirasi cairan lambung
bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises. Dilakukan
klisma untuk mengurangi absorpsi 2x2 sendok makan, pemberian
neomisin per oral untuk sterilisasi usus dan pemberian antibiotic
(ampisilin atau sefalosporin) padakeadaan infeksi sistemik.
Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transpalansi hati (living,
related liver trasnpalation (LRLT). Transpalansi hati dengan
menggunakan bahan cadaveric liver banyak mengalami kegagalan
karena problem imunologis dan penolakan.
d. Peritonitis bacterial spontan bisa dijumpai pada pasien sirosis
alkolok dengan asites. Pada pasien demikian sekitar 10-30%
menderita PBS. Terapi diberikan antibolik pilihan seperti
sefotaksim 2g/BB jam i.v amoksilin, arninoglikosida.
e. Sidnrom hepatorenal/nefropati hepatic.
Prognosis biasanya jelek, cepat menjadi ireversibel dan diakhiri
dengan kematian. Dijumpai gangguan fungsi ginjal akut pada
pasien sirosis hati dengan asites berupa hyponatremia, ganguan
asam, basa, lakalosis respiratorik, asidosis laktik, nekrosis tubular
akut (ATN), dan sindrom hepatorenal (SHR).
Factor pencetus SHR berupa obat NIAIDs, laktulosa, diuresis
berlebihan akibat pemakian diuretic, parasentesis abdominal tampa
pemberian cairan koloidal.
Terapi: penggunaan SHR setelah diagnosis ditegakkan, imbangan
air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian
antibiotic, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra
hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul
perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal. Dapat dicoba
prosedur pintas Le Veen.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
a. Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
b. Letargi penurunan massa otot/ tonus
2. Sirkulasi
a. Riwayat GJK kronis, penyakit jantung reumatik
b. Kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati)
c. DVJ, vena abdomen distensi
3. Eliminasi
a. Flatus
b. Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites)
c. Penurunan/ tak adanya bising usus
d. Feses warna tanah liat, melena
e. Urin gelap, pekat
4. Manakan/ Cairan
a. Anoreksia, tidak toleran terhadap makan/ tak dapat mencerna
b. Mual/ muntah
c. Penurunan BB atau peningkatan (cairan)
d. Edema umum pada jaringan
e. Kulit kering, turgor buruk
f. Ikterik, spider angioma
g. Napas berbau ( fetor hepatikum), pendarahan gusi
5. Neurosensori
a. Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental
b. Perubahan mental, binggung, halusinansi, koma
c. Bicara lambat/ tak jelas
d. asterixis
6. Nyeri/ kenyamanan
a. Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas
b. Pruritus
c. Neuritis berhati- hati/ distraksi
d. Fokus pada diri sendri
7. Pernapasan
a. Dispnea
b. Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas bertambahan
c. Ekspansi, paru terbatas(asites)
d. Hipoksia
8. Keamanan
a. Pruritus
b. Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik)
c. Ikterik, ekimosis, petekie
d. Angioma spider/ teleangiektasis, palmar eritema
9. Seksualitas
a. Gangguan menstruasi impoten
b. Atrofi testis, kehilangan rambut ( dada, bawah lengan pubis)
B. Diagnosa
1. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan
restriksi pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta
adanya cairan dalam rongga toraks.
2. Perubahan kelebihan volume cairan berhubungan dengan ganguan
mekanisme regulasi
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan gangguan status metabolic dan akumulasi garam empedu
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, mual, muntah
5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada hati
6. Inteloransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
berat badan
C. Rencana Keperawatan
MK : Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks.
Intervensi Rasional
1. Mengurangi tekanan abdominal 1. Mengalami perbaikan status
pada diafragma dan pernapasan.
memungkinkan pengembangan 2. Melaporkan pengurangan gejala
toraks dan ekspansi paru yang sesak napas.
maksimal. 3. Melaporkan peningkatan tenaga
2. Mengurangi kebutuhan metabolik dan rasa sehat.
dan oksigen pasien. 4. Memperlihatkan frekuensi respirasi
3. Meningkatkan ekspansi yang normal (12-18/menit) tanpa
pasien agar bekerja sama dalam 7. Tidak mengalami gejala konfusi atau
menjalani prosedur ini dengan sianosis.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA