Anda di halaman 1dari 7

ASPEK KEPERILAKUAN PADA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN

PARA PENGAMBIL KEPUTUSAN


A. PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Definisi
Pengambilan keputusan telah disamakan dengan proses memikirkan, mengelola, dan
memecahkan masalah. Dalam organisasi, pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai
proses memilih di antara berbagai alternative tindakan yang berdampak pada masa depan. Proses
pengambilan keputusan dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang berurutan, yaitu :
1. Pengenalan dan pendefinisian atas suatu masalah atau suatu peluang
Langkah ini dapat berupa suatu respons terhadap suatu kejadian yang problematic,
sutau ancaman atau suatu peluang.
Untuk mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang, para pengambil
keputusan memerlukan informasi mengenai lingkungan, keuangan dan operasi. Sekali
suatu masalah atau peluang telah ditentukan sebagai pokok perhatian, maka masalah
tersebut harus didefiniskan dengan hati-hati.
2. Pencarian atas tindakan alternative dan kuantifikasi atas konsekuensinya
Ketika definisi atas suatu masalah atau peluang telah selesai, pencarian tindakan
alternative dan kuantifikasi atas konsekuensinya dimulai. Dalam tahap ini, sebanyak
mungkin alternative yang praktis didentifikasikan dan dievaluasi. Fitur-fitur yang
dapat dikuantifikasikan akan berupa estimasi keuangan atas biaya dan manfaat yang
berkaitan dengan setiap alternative. Alternative-alternatif tersebut akan dievaluasi
dalam hal kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi tertentu yang ditetapkan
sebelumnya.
3. Pemilihan alternative yang optimal atau memuaskan
Tahap yang paling penting dalam proses pengambilan keputusan adalah memilih satu
dari beberapa alternative.

4. Penerapan dan tindak lanjut


Kesuksesan atau kegagalan dari keputusan akhir bergantung pada efisiensi dari
penerapannya. Situasi yang ideal akan terwujud jika sumber kekuatan itu dikuasai
oleh pendukung dari keputusan yang diambil

Motif Kesadaran
Motif kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena merupakan
sumber dari proses berpikir. Terdapat 2 faktor dari motf kesadaran, yaitu: 1) keinginan akan
kestabilan atau kepastian serta 2) keinginan akan kompleksitas dan keragaman.
Keinginan akan kestabilan menegaskan adanya kemampuan untuk memprediksikan. Hal
ini akan memenuhi keinginan individu untuk membangun bagian-bagian konsep yang sesuai satu
sama lain secara konsisten. Motif kompleksitas menimbulkan keinginan akan suatu stimulus dan
eksplorasi serta mengaktifkan pikiran sadar dan bawah sadar untuk mencari data baru dari
ingatan atau lingkungan, kemudian meyeimbangkannya dan mengaturnya dengan motif. Dua
factor penting dari pengambilan keputusan adalah kompleksitas dan predikisnya.
Dengan menggunakan dimensi-dimensi kompleksitas dan kemampuan untuk membuat
prediksi, para ahli psikologi telah mengembangkan empat jenis model keputusan :
a.
b.
c.
d.

Model keputusan yang deprogram secara sederhana


Mode keputusan yang tidak deprogram secara sederhana
Model keputusan yang deprogram secara kompleks
Model keputusan yang tidak deprogram secara kompleks

Jenis-jenis dari Model Proses


1. Model Ekonomi
Model ini mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan dan keputusan manusia adalah
rasional sempurna dan bahwa dalam sutau organisasi terdapat konsistensi antara
beragam motif dan tujuan.
2. Model Sosial
Model ini adalah kebalikan yang ekstrim dari model ekonomi. Model ini
mengasumsikan bahwa manusia pada dasarnya adalah irasional dan keputusan yang
dihasilkan terutama didasarkan pada interaksi social.
3. Model Kepuasan Simon
Model yang lebih berguna dan praktis. Model ini didasarkan pada konsep Simon
tentang manusia administrative yang memandang manusia sebagai makhluk yang
rasional karena mereka mempunyai kemampuan untuk berpikir, mengolah informasi,
membuat pilihan dan belajar. Akan tetapi, ada batasan dari rasionalitas mereka.
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI
Rasioanal Terbatas
Aspek yang menarik dari konsep rasional terbatas adalah membuat urutan pertimbangan
beberapa alternative. Pengurutan alternative tersebut sangat penting dalam menentukan

alternative yang dipilih. Akan tetapi, tidak demikian dengan kasus yang solusinya dianggap
cukup memuaskan. Dengan asumsi bahwa suatu masalah mempunyai lebih dari satu solusi
potensial, pilihan yang cukup memuaskan akan menjadi pilihan pertama yang dapat diterima
dengan baik oleh pengambil keputusan.
Intuisi
Pengambilan keputusan intuitif merupakan suatu proses tidak sadar yang diciptakan dari
pengalaman tersaring. Intuisi ini tidak harus berjalan secara independen dari analisis. Lebih
tepatnya, keduanya saling melengkapi.
Identifikasi Masalah
Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki kemungkinan terpilih yang lebih
tinggi dibandingkan dengan masalah-masalah yang penting. Peryataan ini didasarkan setidaknya
pada dua alasan. Pertama, mudah untuk mengenali masalah-masalah yang tampak (visible).
Kedua, peril diingat bahwa semua orang menaruh perhatian yang besar terhadap pengambilan
keputusan dala organisasi.
Membuat Pilihan
Untuk menghindari informasi yang terlalu padat, para pengambil keoutusan
mengandalkan heuristic atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Terdapat dua
kategori heuristik, yaitu ketersediaan dan keterwakilan.
Perbedaan Individual : Gaya Pengambilan Keputusan
Riset tentang gaya pengambilan keputusan telah mengidentifikasi empat pendekatan
individual yang berbeda terhadap pengambilan keputusan.
Orang yang menggunakan gaya direktif memiliki toleransi yang rendah atas ambiguitas
dan mencari rasionalitas. Tipe analitis memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas
dibandingkan dengan tipe direktif. Tipe dengan gaya konseptual cenderung menjadi sangat luas
dalam pandangan mereka dan mempertimbangkan banyak alternative. Kategori yang terakhir
gaya perilaku yang dicirkan oleh pengambil keputusan yang dapat bekerja baik dengan pihak
lain.
Keterbatasan Organisasi
Organisasi itu sendiri merupakan pengahambat bagi para pengambil keputusan.
ASUMSI

KEPERILAKUAN

DALAM

PENGAMBILAN

ORGANISASI
1. Perusahaan sebagai Unit Pengambilan Keputusan

KEPUTUSAN

Suatu perusahaan dapat dianggap sebagai suatu unit pengambilan keputusan yang serupa
dalam banyak hal dengan seorang individu. Cybert dan March menggambarkan empat konsep
dasar relasional sebagai inti dari pengambilan keputusan bisnis.
a. Resolusi Semu dari Konflik
Suatu organisasi adalah koalisi dari individu-individu dengan tujuan yang berbeda
yang sering kali menimbulkan konflik. Karena pengambilan keputusan melibatkan
pemilihan atas satu alternative yang sesuai dengan tujuan dan harapan scara
keseluruhan, maka diperlukan suatu prosedur untuk menyelesaikan konflik tujuan.
b. Menghindari Ketidakpastian
Ketika mengambil keputusan, organisasi secara terus-menerus akan dihantui oleh
ketidakpastian dalam lingkungan internal maupun eksternalnya. Solusi yang
ditawarkan sebagian besar bersifat kuantitatif dan melibatkan prosedur pengambilan
keputusan secara statistic.
Schiff dan Lewin (1974) menambahkan kelonggaran (slack) organisasi kea lat-alat
yang digunakan untuk menghindari ketidakpastian.
c. Pencarian Masalah
Cybert dan March mengembangkan satu teori pencarian organisasional untuk
melengkapi konsep-konsep pengambilan keputusan. Mereka menggunakan istilah
pencarian masalah. Pencarian organisasional mempunyai empat karakteistik :
pertama, pencarian tersebut dimotivasi oleh adanya masalah atau peluang. Kedua,
pencarian tersebut bersifat sederhana. Ketiga, setiap pencarian bersifat bias. Keempat,
pencarian tersebut dapat dirusak oleh bias komunikasi.
d. Pembelajaran Organiasai
Walaupun organisasi tidak mengalami proses pembelajran seperti individu, organisasi
memperlihatkan perilaku adaptif dari karyawannya.
2. Manusia-Para Pengambil Keputusan Organisasional
Penting untuk diingat bahwa manusia dan bukannya organiasai yang mengenali dan
mendefinisikan masalah atau peluang dan yang mencari tindakan alternative. Manusialah yang
memilih kroteria pengambilan keputusan, memilih alternative yang optimal, dan menerapkannya.
Lingkungan organisasi di mana manusia digunakan bergantung pada jenis dari masalah
pengambilan keputusan atau peluang yang dihadapi.
3. Kekuatan dan Kelemahan Individu sebagai Pengambil Keputusan
Batasan pengambilan keputusan secara rasional bervariasi menurut :
a. Lingkup pengetahuan yang tersedia dalam kaitannya dengan seluruh alternative yang
mungkin dan konsekuensinya.

b. Gaya kognitif mereka dengan asumsi bahwa tidak ada satupun gaya kognitif yang
unggul karena dalam situasi masalah tertentu.
c. Struktur nilai mereka yang berubah
d. Tendensi yang lebih cenderung untuk memuaskan daripada untuk melakukan
optimalisasi.
4. Peran Kelompok sebagai Pembuat Keputusan dan Pemecah Masalah

Dalam situasi pengambilan keputusan, komite semacam ini menawarkan keunggulan dari
keragaman dalam pengalaman, pengetahuan, dan keahlian serta luasnya ide dan dukungan yang
menguntungkan. Kemampuan kelompok untuk menganalisis masalah, mendefinisikan dan
menilai alternative secara kritis serta untuk mencapai keputusan yang valid dapat diperlemah
oleh dua fenomena yaitu :
a. Fenomena Pemikiran Kelompok
Pemikiran kelompok menggambarkan situasi di mana tekanan untuk mematuhi
mencegah anggota-anggota kelompok individual untuk mempresentasikan idea tau
pandangan yang tidak popular. Hal ini mencegah kelompok tersebut sehingga tidak
dapat dengan objektif menilai pandangan yang tidak biasa atau minoritas. Gejala dari
fenomena tersebut adalah :
- Anggota-anggota kelompok merasionalisasikan setiap resistensi terhadap asumsi
-

yang telah mereka buat.


Para anggota menerapkan tekanan langsung kpeada mereka yang untuk sekejap
menyatakan keraguan terhadap pandangan bersama kelompok tersebut atau yang
mempertanyakan validitas dari argument yang mndukung alternative yang dipilih

oleh mayoritas.
Para anggota yang memiliki keraguan atau pandangan yang berbeda berusaha
untuk menghindari penyimpangan terhadap apa yang tampaknya menjadi
consensus kelompok dengan cara tinggal diam terhadap kekhawatiran tersebut

dan bahkan meminimalkan pentingya keraguan mereka.


Tampaknya terdapat suatu ilusi mengenai kebulatan suara.
b. Fenomena Pergeseran yang Berisiko
Fenomena ini dicirikan oleh kelompok yang lebih memilih alternative yang lebih
-

agresif dan berisiko dibandingkan dengan apa yang mungkin dilakukan oleh individuindividu jika mereka bertindak sendirian. J.P Campbell (1970) menjelaskan fenomena
: Kehati-hatian yang dirasakan oleh para anggota secara pribadi, mungkin tidak
dokomunikasikan dalam situasi kelompok dan di sana muncul kesan bahwa partisipan

yang lain mengarah pada peningkatan dan bukannya pada penajaman perbedaan
antar-anggota.
5. Pengambilan Keputusan dengan Konsensus versus Atura Mayoritas
Konsensus dalam konteks pengambilan keputusan didefinisikan oleh Holder (1972)
sebagai kesepakatan semua anggota kelompok dalam pilihan keputusan. Dalam kebanyakan
situasi consensus hanya dapat dicapai setelah pertimbangan yang matang serta evaluasi yang
kritis atas plus dan minusnya. Pengambilan keputusan dengan consensus membutuhkan lebih
banyak waktu dibandingkan dengan pengambilan keoutusan aturan mayoritas. Oleh karena itu,
consensus adalah kurang sesuai untuk diterapkan jika waktu adalah kritis.

6. Kontroversi yang disebabkan oleh Hubungan Atasan dan Bawahan


Ketika kelompok pengambil keputusan terdiri atas atasan dan bawahan, kontroversi tidak
dapat dihindarkan. Menurut Vroom dan Yetton(1973) atasan sebagai pimpinan memiliki pilihanpilihan seperilakuan sebagai berikut :
a. Menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan
informasi yang tersedia saat itu.
b. Memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian menggunakannya untuk
memutuskan suatu solusi.
c. Menceritakan masalah tersebut dengan bawahan yang relevan secara pribadi
d. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahan sebagai suatu kelompok, memperoleh
ide-ide dan saran mereka
e. Menceritakan masalah tersebut kepada bawahan sebagai suatu kelompok mendiskusikan
kelebihandan kekurangan yang ada.
Masing-masing pilihan keperilakuan dapat mengarah pada keputusan yang ,e,uaskan,
tetapi riset yang menguji validitasnya menemukan bahwa metode partisipasi unggul ketika
kualitas dari keputusan tersebut penting dan penerimaan serta implementasi yang dipaksakan
bersifat meragukan.
7. Pengaruh Dasar Kekuasaan
Dalam situasi pengambilan keputusan, seseorang mampu memengaruhi hasil keputusan
karena wewenang atau kekuasaan yang diberikan oleh organisasi.
Elemen kekuasaan yang paling sering disebutkan adalah kekuasaan posisi, kekuasaan
keahlian, kekuasaan sumber daya atau kekuasaan politik. Seseorang dapat memiliki lebih dari
satu elemen kekuasaan dan menggunakannya pada tingkatan yang berbeda dalam situasi
pengambilan keputusan tertentu.

a) Kekuasaan posisi ada ketika pengaruh seseorang itu merupakan hasil dari posisi
orang tersebut dalam organisasi, wewenang yang diberikan, serta tugas, tanggung
jawab dan fungsi yang terkandung di dalamnya.
b) Kekuasaan keahlian memengaruhi keputusan ketika hasil dari keputusan itu
merupakan hasil dari pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang
diinvestigasi, keterampilan atau keahlian teknik khusus, pengalaman dalam
menangani situasi yang serupa dan penilaian ahli yang didemonstrasikan.
c) Kekuasaan sumber daya ada ketika seseorang mengendalikan sumber-sumber daya
organisasi atau sumber-sumber daya yang diperlukan untuk menerapkan suatu
keputusan dan menggunakannya sebagai alat untuk memengaruhi hasil keputusan.
d) Kekuasaa politik dapat digambarkan sebagai keunggulan kepemimpinan pribadi
seseorang dan keterampilannya dalam membujuk, melakukan negoisasi, membentuk
koalisi dan berbagai strategi politik lainnya.
8. Dampak dari Tekanan Waktu
Salah satu alasan yang sering kali dikemukakan untuk kinerja yang buruk adalah tekanan
waktu. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika seseorang harus berjuang untuk memastikan
bagaimana individu, kelompok, dan organisasi merespons tekanan waktu dan bagaimana hal itu
memengaruhi akurasi dan efisiensi dari keputusan.
Tekanan waktu menyebabkan para anggota kelompok menjadi lebih sering setuju guna
mencapai consensus kelompok; lebih kurang menuntut dan lebih bersifat mendamaikan dalam
situasi tawar-menawar; lebih membatasi partisipasi dalam proses pengambilan keputusan hanya
pada relative sedikit anggota; dan lebih menyukai mayoritas.

Anda mungkin juga menyukai