disusun oleh
Erani Sukmawati
012106148
Pembimbing :
dr. Sunaryo M.kes Sp.S
A. IDENTITAS
1. Nama
2. Umur
: 40 tahun
3. Jenis kelamin
: Perempuan
4. No. CM
: 061066
5. Agama
: Islam
6. Pendidikan
: SMA
7. Pekerjaan
8. Status
: Menikah
9. Tanggal Masuk
: 08 April 2015
: 17.00 WIB
11.Ruang
: Flamboyan
12. Kelas
: III
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan allonamnesis pada tanggal 09
April 2015 jam 10.30 WIB
1. Keluhan Utama : kepala pusing berputar
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD RAA Soewondo Pati dengan keluhan pusing dan
kepala terasa berputar sejak 6 hari sebelum pasien masuk rumah sakit.
Keadaan ini dirasakan semakin berat sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien
merasa
dirinya
terasa
berputar-putar
dan ruangan
4.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat kejang
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5.
- Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
- Riwayat kejang
: disangkal
: disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
a.
Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
: komposmentis
GCS 15 E4M6V5
Vital Sign
: 100/70 mmHg
: 78 x/menit
Tekanan darah
Nadi
b.
RR
Suhu
: 20 x/menit
: 36,2oC
Status Internus
Kepala
: Mesocephale
Mata
Leher
Sikap
: Simetris
Pergerakan
: Normal
Dada
c.
d.
Paru
Jantung
Abdomen
Extremitas
:
Superior
Inferior
Oedem
-/-
-/-
Varises
-/-
-/-
Status Psikikus
Cara berpikir
Perasaan hati
: Realistis
: Euthyme
Tingkah laku
: Normoaktif
Ingatan
: Ingatan segera
Ingatan jangka pendek
: baik
: baik
Status Neurologikus
1. N.I ( OLFAKTORIUS) : Normal
2. N II ( OPTIKUS)
: baik
Melihat warna
: normal
Funduskopi
: tidak dilakukan
Dextra
N
+
Bulat,isokor, 3mm
+
-
Sinistra
N
+
Bulat,isokor, 3mm
+
-
4. N V ( TRIGEMINUS )
Sensibilitas taktil dan nyeri muka
: bisa, simetris
Membuka mulut
: bisa, simetris
Meringis
: bisa, simetris
Menggigit
: bisa, simetris
Reflek kornea
: (+), simetris
5. N VII (FACIALIS)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Lipatan nasolabial
Menggembungkan pipi
Mencucukan bibir
Pengecapan 2/3 anterior lidah
Dextra
+
+
+
+
+
+
Sinistra
+
+
+
+
+
+
6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)
Jentik jari
Detik arloji
Suara berbisik
Dextra
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Sinistra
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes weber
Tes rinne
Tes schwabach
Tes konfrontasi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
+ (nistagmus horizontal)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
+ (nistagmus horizontal)
7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)
Pengecapan 1/3 posterior lidah : tidak dilakukan
Sensibilitas faring
: tidak dilakukan
8. N X ( VAGUS )
Arkus faring
: simetris
Berbicara
: normal
Menelan
: normal
Nadi
9. N XI (ACCESORIUS )
Mengangkat bahu
: simetris (+/+)
Memalingkan kepala
: simetris (+/+)
e.
Tremor lidah
: (-)
Artikulasi
: lancar jelas
Lidah
Respirasi
: normal
Duduk
: normal
SENSIBILITAS
Taktil
: normal
Nyeri
: normal
Thermi
: tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik
: normal
Lokasi
: normal
REFLEK
Reflek kulit perut
: tidak dilakukan
Reflek kremaster
: tidak dilakukan
Dekstra
Bebas
5
Normotonus
Eutrofi
Sinistra
Bebas
5
Normotonus
Eutrofi
SENSIBILITAS
Taktil
Nyeri
Thermi
Diskriminasi 2 titik
Lokasi
Dekstra
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sinistra
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dekstra
+N
+N
+N
+N
-
Sinistra
+N
+N
+N
+N
-
REFLEK
Biceps
Triceps
Radius
Ulna
Hoffman
Trommer
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Trofi
Dextra
Bebas
5
Normotonus
Eutrofi
Sinistra
Bebas
5
Normotonus
Eutrofi
SENSIBILITAS
Taktil
Nyeri
Thermi
Diskriminasi 2 titik
Lokasi
Dextra
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sinistra
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dextra
+N
+N
>700
>1350
Sinistra
+N
+N
>700
>1350
REFLEK
Patella
Achilles
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Gonda
Bing
Rossolimo
Mendel-Bechtrew
Laseque Test
Kernig Test
f.
Cara berjalan
: berjalan menyimpang
Tes Romberg
g.
Dismetria
Gerakan Abnormal
Tremor : -
: posisi menyimpang
h.
D.
Atetosis : -
Alat Vegetatif
Miksi
Defekasi : +
:+
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Darah rutin
o Hb
o Eritrosit
o Leukosit
o Trombosit
o Ureum
o Kreatinin
o Kalium
o Natrium
o Chlorida
E.
:
: 12,20 gr/dL
: 5,07.106/uL
: 8700 /uL
: 280.000 uL
: 14,6 mg/dl
: 0,78 mg/dl
: 3,78 mmol/I
: 139,9 mmol/I
: 105,0 mmol/I
RESUME
Pasien datang dengan keluhan pusing dan kepala terasa berputar sejak 6
hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Keadaan ini dirasakan semakin
berat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa dirinya
terasa berputar-putar dan ruangan disekelilingnya pun ikut terasa berputar.
Pusing terjadi tiba-tiba, berlangsung 5 menit dan dirasakan hilang timbul
berulang-ulang. Keluhan ini bertambah berat saat pasien berubah posisi
tubuh, duduk ataupun berdiri. Saat pusing berputar, pasien juga mual,
muntah, dan keluar keringat banyak. Telinga pasien juga berdenging ketika
pusing berputar. Karena pusingnya, pasien hanya bisa berbaring ditempat
tidur dan memejamkan mata. Pasien sudah berobat kedokter dan diberikan
obat tetapi keluhan pusing berputarnya tetap muncul. Pandangan ganda
tidak ada, dan tidak ada demam sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan atau masih dalam batas
normal.
D/ Topis
: Apparatus vestibularis
D/ Etiologis
: Idiopatik
G. SIKAP
1. Pengawasan
2. Medikamentosa:
Monitoring
Edukasi
Fisioterapi
2.
3.
H. PROGNOSA
I.
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad vital
: dubia ad bonam
Ad fungsional
: dubia ad bonam
EDUKASI
VERTIGO
1. Definisi
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau
seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya
disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung
hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari.
Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus
berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
2. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf
yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh
kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan
otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan
penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
Alkohol
Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral
dan arteri basiler.
4. Kelainan di telinga
Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga
bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
informasi
tentang
posisi tubuh
ke otak untuk
menjaga
keseimbangan.
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut
kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol
keseimbangan.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara
lain penyakit-penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan
akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan
yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis
(peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian
dalam pendengaran). Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak
normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah
percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
4. Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu;
akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral
sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata),
ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang,
berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.
Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan
terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter
tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya
gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa
pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat
akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
5. Gejala Klinis
Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar atau penderita
merasakan seolah-olah benda di sekitarnya bergerak atau berputar.
6. Penegakan Diagnosa
a. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar,
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya.
Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo:
perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu
mempunyai profil waktu yang karakteristik.
Apakah
juga
ada
gangguan
pendengaran
yang
biasanya
b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik,
otologik atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan
fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan
penyebab; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan
susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan
dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor
psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi
jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan
darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama
(denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita
tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan
lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler
unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem
Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).
7. Terapi
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya),
ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi
transmisi saraf; umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.
yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. BPPV sangat jarang ditemukan pada
anak.
D. Etiologi
Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa
kasus BPPV diketahui setelah mengalami jejas atau trauma kepala leher, infeksi
telinga tengah atau operasi stapedektomi. Banyak BPPV yang timbul spontan,
(vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
2. Teori Canalolithiasis
Tahun 1980 Epley mengemukakan teori canalolithiasis, partikel otolith bergerak
bebas di dalam kanalis semisirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan
partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling
bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai
900 di sepanjang lengkung kanalis semisirkularis. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok
(deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu
kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel
begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir,
kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya
kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan
teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay"
(latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak.
Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang
efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat
menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.
F. Diagnosis
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.
- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
vertigo,
posisi
tersebut
- Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya.
Berikut adalah gambaran Dix-Hallpike cdk
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.3
b. Tes kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dick dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air
panas adalah 44oC. volume air yang dialirkan kedalam liang telinga masingmasing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa
telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,
lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau
air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit ( untuk
menghilangkan pusingnya).3
G. Diagnosis Banding
1. Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya
merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat
dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejalagejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu
dirawat di rumah sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan
menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama
beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya
tidak ada perubahan pendengaran.
2. Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme
telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda.
Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut
disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau
meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh
produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme
hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke
dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan
fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari
berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau
perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
3. Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum
diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran,
tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
H. Penatalaksanaan
BPPV dengan mudah diobati. Partikel dengan sederhana perlu dikeluarkan
dari kanal semisirkular posterior dan mengembalikannya ke mana mereka berasal.
Beberapa manuver yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Canalith Reposisi Prosedur (CRT)/Epley manuver :
CRP adalah pengobatan non-invasif untuk penyebab paling umum dari
vertigo, terutama BPPV, CRP pertama kali digambarkan sebagai pengobatan
untuk BPPV di tahun 1992. Saat ini CRP atau maneuver Epley telah digunakan
sebagai terapi BPPV karena dapat mengurangi gejala BPPV pada 88% kasus. CRP
membimbing pasien melalui serangkaian posisi yang menyebabkan pergerakan
canalit dari daerah di mana dapat menyebabkan gejala (yaitu, saluran setengah
lingkaran dalam ruang cairan telinga dalam) ke daerah telinga bagian dalam
dimana canalit tidak menyebabkan gejala (yaitu, ruang depan). Canalit biasanya
berada pada organ telinga bagian dalam yang disebut organ otolith, partikel kristal
ini dapat bebas dari organ otolith dan kemudian menjadi mengambang bebas di
dalam ruang telinga dalam.
Dalam kebanyakan kasus BPPV canalit bergerak di kanal ketika posisi
kepala berubah sehubungan dengan gravitasi, dan gerakan dalam kanal
menyebabkan defleksi dari saraf berakhir dalam kanal (cupula itu). Ketika saraf
berhenti dirangsang, pasien mengalami serangan tiba-tiba vertigo.
Berdasarkan penelitian meta analisis acak terkendali CRP memiliki tingkat
efektivitas yang sangat tinggi. CRP telah diuji dalam berbagai percobaan
terkontrol, dalam studi ini, 61-80% dari pasien yang diobati dengan CRP memiliki
resolusi BPPV dibandingkan dengan hanya 10-20% dari pasien dalam kelompok
kontrol. Berdasarkan temuan dari tinjauan sistematis literatur, American Academy
of Neurology menyimpulkan bahwa CRP adalah "merupakan terapi yang efektif
dan aman yang ditetapkan yang harus ditawarkan untuk pasien dari segala usia
dengan BPPV kanal posterior (Level rekomendasi A)". Selain itu, American
Academy of Otolaryngology - Bedah Kepala dan Leher Foundation, membuat
rekomendasi bahwa "dokter harus memperlakukan pasien dengan BPPV kanal
posterior dengan Manuver reposisi partikel".
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yoon Kyung Kim dan temanteman ditunjukkan bahwa untuk mengontrol gejala BPPV maka diperlukan
pelaksanaan maneuver Epley 1,97 kali. Hal ini membuktikan bahwa maneuver
Epley marupakan maneuver yang paling efektif pada BPPV.
- Kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan
lain :
Jika diagnosis BPPV belum dikonfirmasi, metode ini tidak berhasil dan dapat
b.
c.
karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus
vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi
pendengaran.
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure)
biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa
kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.
CRP/Epley maneuver terbukti efektif dalam mengontrol gejala BPPV dalam
waktu lama.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT atau
Semont Liberatory, jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff
exercise. Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa dalam setelah pelaksanaan
maneuver-manuver terapi BPPV tidak perlu dilakukan pembatasan terhadap gerak
tubuh maupun kepala. Epley maneuver sangat sederhana, mudah dilakukan, hasil
yang diharapkan untuk mengurangi gejala cepat muncul, efektif, tidak ada
komplikasi, dan dapat diulang beberapa kali setelah mencoba pertama kali
sehingga sangat dianjurkan kepada orang yang menderita BPPV.
2. Latihan Semont Liberatory :
Keterangan Gambar :
- Pertama posisi duduk (1), untuk gangguan vertigo telinga kanan, kepala menoleh
ke kiri.
- Kemudian langsung bergerak ke kanan sampai menyentuh tempat tidur (2) dengan
dulu tapi jangan balik lagi, sampai hilang, setelah hilang berguling diteruskan,
sampai akhirnya kembali ke posisi semula.