Anda di halaman 1dari 13

Myasthenia Gravis

Sejarah
Thomas Willis pertama kali menggambarkan seorang pasien dengan MG pada tahun
1672. Dijelaskan ada banyak kasus jarang lainnya selama tahun tersebut dan pada
tahun 1900, Campbell dan Bramwell mengumpulkan 60 kasus MG dari kepustakaan.
Penyebab dari penyakit Myasthenia Gravis ini masih merupakan misteri, sampai pada
tahun 1960 ketika Simpson mengemukakan bahwa Myasthenia Gravis disebabkan oleh
antibody yg melawan reseptor asetilkolin. Pada tahun 1973 Patrick dan Lindstrom
mengemukakan bahwa MG adalah murni autoimun, dengan memperlihatkan bahwa
kelinci yang diimunisasi dengan torpedo reseptor asetilkolin menjadi mengalami
Myasthenia.
Jolly (1895) adalah yang pertama kali menggunakan nama Myasthenia Gravis, dimana
ia menambahkan istilah pseudoparalitika untuk menunjukkan kekurangan dari
perubahan struktur pada autopsi. Adalah Jolly juga yang semula mendemonstrasikan
bahwa kelemahan Myasthenia dapat ditimbulkan kembali dengan stimulasi paradis
yang berulangkali dari syaraf motor yang bersangkut paut dan bahwa kelelahan otot
akan masih membalas kepada stimulasi galvanis. Dengan menarik, ia menganjurkan
penggunaan dari physostigmin sebagai bentuk pengobatan, tetapi obat itu
diberhentikan sampai Reman (1932) dan Walker (1934) mendemonstrasikan nilai
pengobatan dari obat tersebut.
Campbell dan Bramwell (1900) dan Oppenheim (1901) masing-masing menganalisa
lebih dari 60 kasus dan merealisasikan konsep klinis dari penyakit. Hubungan antara
Myastenia Gravis dan tumor kelenjar tymus pertama kali dicatat oleh Laquer dan
Weigert pada tahun 1901, dan pada tahun 1949 Castleman dan Norris menggambarkan
secara terperinci perubahan patologis lain di dalam kelenjar.
Pada tahun 1905 Buzzard mengumumkan seluk beluk analisa klinikopathologis dari
penyakit, ia berkomentar atas dua hal yaitu kelainan pada thymis dan penyusupan dari
lymphositis (disebut lymphorrhages) dalam otot. Ia mendalilkan bahwa sebuah agen
beracun menyebabkan kelemahan otot, lymphorrhages, dan luka thymis. Ia juga
mengomentari hubungan dekat dari Myasthenia Gravis dengan penyakit Graves dan

penyakit Addison, yang juga sekarang betul-betul dipertimbangkan memiliki dasar


autoimun. Pada tahun 1960, Simpson, Nastuk dan teman-teman sekerjanya berteori
bahwa mekanisme autoimun pasti berlaku dalam Myasthenia Gravis. Akhirnya pada
tahun 1973, sifat dasar autoimun dari Mysthenia Gravis diteguhkan melalui serangkaian
penelitian oleh Patrick dan Lindstrom, Fambrough, Lennon, and Engel dan teman-teman
sekerja mereka.

Definisi
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular
yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk
kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
Myasthenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus
kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi
menyerang jaringan-jaringannya sendiri. Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa
saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata,
kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher,
otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat
terserang.
Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis
sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot
skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi
otot) yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan
yang cepat (fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik
setelah istirahat.

Penyebab
Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah bahkan
merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot.
Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia
Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.

Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini


sebagai berikut :
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak. Impulimpul syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syarafsyaraf bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan
dengan serabut otot. Ada tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini disebut
persimpangan neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf
bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan
menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan
neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh reseptor asetilkolin.
Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada
Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin.
Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor
asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun. Biasanya
antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang
menyerang tubuh.Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi
menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari protein-protein asing ini. Untuk alasan
yang tidak dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat
antibodi melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal
dapat ditemukan dalam darah pada banyak orang-orang dengan Myasthenia Gravis.
Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa
menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak dapat
menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan
mengenai kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar
thymus yang terletak di daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan
penting dalam mengembangkan system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini
membentuk bagian dari system normal imun tubuh. Kelenjar ini sedikit besar pada saat
bayi, tumbuh secara berangsur-angsur sampai masa pubertas, dan kemudian menjadi
mengecil dan digantikan dengan pertumbuhan bersama usia.

Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini
mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia.
Kondisi ini umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat
reaksi aktif imun. Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma
atau tumor pada kelenjar thymus. Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi
berbahaya. Hubungan antara kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih belum
sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan percaya bahwa kelenjar thymus mungkin
memberikan instruksi yang salah mengenai produksi antibodi reseptor asetilkolin
sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.

Gejala-Gejala Klinis
Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala yang
timbul juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-otot yang
paling sering diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara,
menelan mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada
otot pernafasan. Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol pernafasan,
maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa gangguan dalam
pernafasan, mulai dari nafas yang pendek, kesulitan untuk menarik nafas yang dalam
sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan bantuan ventilator.
Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot ocular yang
menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan ganda).
Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak
mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan
penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot
palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta
gangguan bicara (dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang
dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya
dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak

lagi mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada
kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi
kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus
menerus dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan
tenaga sepanjang hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau
menjelang berakhirnya aktivitas. Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien
biasanya berkembang menjadi kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari
berbagai kelemahan tersebut cenderung menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai
macam stress, kepanasan, infeksi serta pada penderita dengan akhir masa kehamilan.
Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan
yang lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejalagejala mata saja yang mengarah pada ocular MG. Kehebatan maksimum dari
Myasthenia Gravis dicapai dalam waktu 1 tahun pada 55 % dari kasus, dan dalam 5
tahun pada 85 % dari kasus. Aspek yang paling berbahaya dari Myasthenia Gravis
disebut Myasthenia Krisis, yang memungkinkan diperlukannya ventilator pada beberapa
kasus

Prevalensi
Myasthenia Gravis dapat dikatakan sebagai penyakit yang masih jarang ditemukan.
Umumnya menyerang wanita dewasa muda dan pria tua. Penyakit ini bukan suatu
penyakit turunan ataupun jenis penyakit yang bisa menular. Kasus MG adalah 5-10
kasus per 1 juta populasi per tahun, yang mengakibatkan kelaziman di Amerika Serikat
sekitar 25.000 kasus. MG betul-betul dipertimbangkan sebagai penyakit yang jarang,
artinya MG kelihatannya menyerang dengan sembarangan dan tanpa disengaja dan
tidak dalam hubungan keluarga. Tidak ada kelaziman rasial, tapi orang-orang yang
terkena MG pada usia < 40 tahun, 70 % nya adalah wanita. Yang > 40 tahun, 60 % nya
adalah pria. Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa MG adalah
penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami MG sebagai akibat
karena memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin.
Menurut James F.Howard, Jr, M.D, kelaziman dari Myasthenia Gravis di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 14/100.000 populasi, kira-kira 36.000 kasus. Tetapi Myasthenia
Gravis dibawah diagnosa dan kelaziman, mungkin lebih tinggi. Sebelum dipelajari,

terlihat bahwa wanita lebih sering terserang disbanding pria. Usia yang paling umum
terserang adalah pada usia 20 dan 30-an pada wanita dan 70 dan 80-an pada pria.
Berdasarkan populasi umur, rata-rata usia yang terserang meningkat, dan sekarang pria
lebih sering terserang dibanding wanita, dan permulaan munculnya tanda-tanda
biasanya setelah usia 50.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari ibu yang
terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi adalah
sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu
setelah kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun menular.
Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga
yang sama.

Diagnosa
Keterlambatan diagnosa terhadap suatu penyakit seringkali terjadi. Demikian pula
halnya dengan Myasthenia Gravis, keterlambatan 1 atau 2 tahun pada penyakit ini
bukanlah sesuatu yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena kelemahan yang
merupakan cirri dari penyakit Myasthenia Gravis juga merupakan gejala umum dari
penyakit-penyakit lainnya, sehingga mengakibatkan adanya salah diagnosa bagi orangorang yang kelemahannya hanya pada sebagian kecil otot saja.
Diagnosa Myasthenia Gravis pada awalnya didasarkan pada gambaran klinis sebagai
berikut : bangun tidur merasa segar atau tidak merasakan gangguan apa-apa, makin
siang (penderita melakukan aktivitas tertentu sebagai suatu aktivitas rutin) penderita
merasa makin lemah atau mudah lelah, pandangan mata ganda (diplopia), atau suara
makin lemah dan kesulitan menelan.
Selain dengan melihat tanda-tanda awal tersebut, ada beberapa test yang dapat
dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnose penyakit Myasthenia Gravis. Test-test yang
dapat dilakukan itu antara lain :
1. Test Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test
Wartenberg. Penderita diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu
benda yang terletak diatas dan diantara bidang kedua mata untuk beberapa
waktu lamanya. Pada Myasthenia Gravis, kelopak mata yang terkena akan
menunjukkan ptosis.

2. Test Prostigmin atau Test Neostigmin


Prostigmin 0.5-1.0 mg dicampur dengan 0.1 mg atropine sulfas kemudian
disuntikkan kedalam pembuluh darah penderita (intramuskularis atau
subcutan). Test dianggap positif apabila gejala-gejala kelemahan menghilang
dan tenaga membaik. Prostigmin secara oral juga bisa diberikan sebagai dosis
test. Efeknya masih perlahan pada permulaan dan berakhir lebih dari 2
sampai 3 jam.
3. Raymon D. Adams, Maurice Victor dan Allan H. Ropper memberikan
penjelasan mengenai test neostigmin sebagai berikut : Neostigmin metilsulfat
disuntikkan ke dalam otot dengan dosis 1.5 mg. Atropin sulfat (0.8 mg) harus
diberikan beberapa menit terlebih dahulu untuk meniadakan efek muskarinik.
Neostigmin mungkin diberikan melalui pembuluh darah dengan dosis 5 mg,
tapi penambahan harus selalu diawali dengan atropine sulfat untuk
menyingkirkan bahaya dari ventricular fibrilitasi dan perhentian jantung.
Kemajuan obyektif dan subyektif terjadi dalam 10 sampai 15 menit, mencapai
puncaknya pada 20 menit, dan berakhir 2 atau 3 jam.
Test yang negatif, tidak meniadakan Myasthenia Gravis tapi ini adalah poin
yang kuat untuk mendiagnosa lagi. Percobaan neostigmin secara oral, 15 mg
setiap 4 jam selama sehari, kadang direkomendasikan pada kasus-kasus yang
meragukan, tapi cara ini juga belum teruji akurasinya

4. Test Edrophonium Chloride (Tensilon)


Test ini akan bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi antireseptor asetilkolin
tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif, sementara secara
klinis masih tetap diduga adanya Myasthenia Gravis. Apabila tidak ada efek
samping sesudah test 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg
tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang
jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangkan ptosis, lengan dapat
dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas
vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Test ini dapat
dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.
Test Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosa MG. Enzim
asetilkolineterase membongkar asetilkolin (ACh) setelah otot dirangsang,
mencegah perpanjangan respon otot ke impul syaraf tunggal. Edrophonium
chloride (Tensilon) adalah obat yang secara berkala merintangi aksi dari
asetilkolineterase. Pada MG, ada sedikit penerima asetilkolin (AChR) pada otot
dan asetilkoline dihancurkan sebelum bisa secara penuh menstimulasi otot,
sehingga menghasilkan kelemahan otot. Dengan merintangi aksi dari
asetilkolineterase, tensilon memperpanjang stimulasi otot dan secara berkala
memperbaiki kekuatan.
Pada test ini, tensilon diberikan melalui pembuluh darah (ke dalam urat darah
halus) dan respon otot akan dievaluasi. Test Tensilon paling efektif ketika
dapat dengan mudah terlihat kelemahan, dan sedikit kurang berguna untuk

yang samar-samar atau keluhan yang turun naik. Efek samping dari test ini
adalah secara temporer membuat irama jantung menjadi abnormal, seperti
irama jantung yang lebih cepat (atrial fibrilasi) dan irama jantung yang
lambat (bradicardia).
5. Test Single Fiber Electromyography (EMG)
Serabut otot dirangsang dengan impul elektrik, bisa juga mendeteksi
gangguan syaraf ke transmisi otot. EMG mengukur potensi elektrik dari sel-sel
otot. Serat-serat otot pada MG dan juga pada penyakit neuromuskular
lainnya, tidak memberi respon yang baik pada rangsangan elektrik yang
berulang-ulang dibanding dengan otot-otot pada individu yang normal. Test
ini memiliki kesensitifan hingga 95 % secara sistem dan 84 % pada MG
ocular, membuat test ini menjadi yang paling sensitif untuk penyakit ini.
6. Test Darah
Test darah dilakukan untuk menentukan tingkatan serum dari beberapa
antibodi (seperti, AChR-pengikat antibodi, AChR-modulasi antibodi,
antitriasional antibodi). Tingkat yang tinggi dari antibodi-antibodi ini dapat
mengindikasikan MG. 80 % dari semua pasien dengan MG memiliki
peningkatan serum antibodi yang tidak normal. Tapi hasil test yang positif,
mungkin kurang disukai oleh pasien dengan MG ocular murni. Peluang untuk
menerima hasil test positif yang salah dari laboratorium yang ternama adalah
kecil, akan tetapi garis batas test-test harus diulang-ulang.
7. Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
Digunakan untuk mengidentifikasi kelenjar thymus yang tidak normal atau
keberadaan dari thymoma.
8. Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru)
Test mengukur kekuatan pernafasan untuk memprediksikan apakah
pernafasan akan gagal dan membawa kepada krisis Myasthenia.

Klasifikasi
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada
kasus kematian.

Kelompok II Myasthenia Umum


1.

Myasthenia umum ringan


progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka

dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik.
Angka kematian rendah.
2.

Myasthenia umum sedang


progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin
berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria
(gangguan bicara), disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih
nyata dibandingkan dengan Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak
terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien
terbatas, tetapi angka kematian rendah.

3.

Myasthenia umum berat


a. Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka
dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan.
Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam
kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat
buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
b. Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah
progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat
berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase
thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis
buruk.

Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan


sederhana menjadi :
a. Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
b. Golongan II A = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
c. Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot
pernafasan
d. Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

Terapi

Tidak dikenal adanya penyembuhan untuk Myasthenia Gravis, namun saat ini
Myasthenia Gravis bisa dikontrol dengan beberapa terapi yang ada, yang dirasakan
cukup efektif untuk membantu para penderita Myasthenia Gravis. Terapi-terapi tersebut
bisa berupa obat-obatan maupun beberapa tindakan medis, yaitu :

Obat-obatan
A. Anticholinesterase
Anticholinesterase (contohnya mestinon) memperkenankan asetilkolin untuk tinggal
pada persimpangan neuromuskular lebih lama dari biasanya sehingga dengan begitu,
lebih banyak tempat penerima yang bisa diaktifkan. Neostigmin dapat menginaktifkan
atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tak segera dihancurkan.
Akibatnya, aktivitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90 % dari
kekuatan dan daya tahan semula. Selain neostigmin (Prostigmin), dapat juga digunakan
piridostigmin (Mestinon) dan ambenonium klorida (Mytelase), yang merupakan obatobat analog sintetik lain dari fisostigmin (Eserine).
Obat-obat ini tidak melakukan apapun untuk menyembuhkan MG, tapi obat-obatan ini
dapat memberikan pertolongan sementara untuk menolong pasien menjadi lebih baik.
Beberapa otot mungkin membaik untuk beberapa jam ketika yang lainnya mungkin
tidak merespon atau bahkan bertambah lemah dengan obat-obatan ini.
B. Corticosteroid dan Immunosuppressant
Kortikosteroid (contohnya prednisone) dan immunosupresan (contohnya imuran) bisa
digunakan untuk menekan reaksi tidak normal dari sistem imun yang terjadi pada MG.
Di antara preparat steroid, prednisone paling sesuai untuk Myasthenia Gravis, dan
diberikan sekali sehari selang-seling untuk menghindari efek samping.
Pada kasus yang berat, prednisone dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi,
setiap hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk
dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi tambahan preparat
kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis, maka dosis diturunkan secara perlahanlahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan
pemberian prednisone secara mendadak harus dihindari.

C. Immunoglobulin
Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah terkadang digunakan juga
untuk mempengaruhi fungsi atau produksi dari antibodi yang tidak normal.
Penggunaan immunoglobulin melalui pembuluh darah, sama dengan pertukaran
plasma, yakni untuk menghasilkan perbaikan yang lebih cepat untuk menolong pasien
melalui periode sulit dari kelemahan Myasthenia atau sebelum menjalani pembedahan.
Pengobatan ini memiliki keuntungan yaitu tidak memerlukan peralatan khusus untuk
jalan masuk ke pembuluh darah. Dosis yang umum adalah 400 mg/kg per hari untuk 5
hari berturut-turut (total dosis = 2 g/kg). Perbaikan terjadi pada sekitar 70 % dari
pasien, dimulai sekitar 4 sampai 5 hari setelah pengobatan dan dilanjutkan beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Pengobatan ini tidak memiliki pengaruh yang konsisten
pada nilai atau kadar sirkulasi antibodi AChR.
C. Plasmapheresis
Plasmapheresis atau pertukaran plasma mungkin juga berguna pada pengobatan MG.
Cara ini memindahkan atau mengangkat antibodi tidak normal dari plasma darah.
Kemajuan pada kekuatan otot mungkin terlihat jelas tetapi biasanya tidak bertahan
lama karena produksi antibodi yang tidak normal masih terus berlanjut. Ketika
plasmapheresis dilakukan, ini akan memerlukan pertukaran yang berulang-ulang.
Pertukaran plasma mungkin khususnya berguna pada saat kelemahan MG yang sangat
hebat atau sebelum menjalani pembedahan.
Plasmapheresis (penarikan plasma) adalah sebuah pengobatan jangka pendek yang
mahal, dimana beberapa liter dari darah diangkat dari pembuluh darah pasien, diolah
dalam sebuah mesin, dan sel darah merah dikembalikan melalui pembuluh darah ke
dalam plasma tiruan (albumin dan larutan garam). Plasmapheresis dilakukan berulangulang untuk 2 minggu ketika manfaat pengobatan jangka pendek sangat diperlukan
bagi pasien, seperti ketika sedang mengalami krisis pernafasan atau sebelum menjalani
pembedahan atau penyinaran. Beberapa pasien menjadi lebih kuat beberapa hari
setelah menjalani proses ini, tapi manfaatnya hanya berlangsung beberapa minggu
saja.
D. Thymectomy
Thymectomy (pembedahan menghilangkan kelenjar thymus) adalah pengobatan lain
yang digunakan pada sebagian pasien. Kelenjar thymus terletak di belakang tulang

dada dan ini adalah bagian penting dari sistem imun. Ketika ada tumor pada kelenjar
thymus (10-15 %), akan dilakukan pengangkatan dikarenakan resikonya yang
berbahaya. Thymectomy seringkali mengurangi kehebatan dari kelemahan MG setelah
beberapa bulan. Pada beberapa orang, kelemahan mungkin hilang sepenuhnya. Ini
disebut masa remisi. Tingkat sampai dimana thymectomy bisa dikatakan menolong,
adalah bervariasi pada setiap pasien.
Dalam sebuah bukunya, Harrison mengatakan bahwa harus dibedakan antara
pembedahan untuk menghilangkan thymoma, dengan thymectomy sebagai pengobatan
bagi Myasthenia Gravis. Pembedahan untuk menghilangkan thymoma diperlukan
karena adanya kemungkinan menyebarnya tumor lokal, walaupun banyak thymoma
jinak. Dengan ketidak adaan tumor, fakta-fakta yang ada memperkirakan hingga 85 %
pasien mengalami perbaikan setelah thymectomy, dan karena ini sekitar 35 %
mencapai remisi bebas obat. Tetapi, perbaikan ini biasanya berjalan lambat hingga
hitungan bulan atau tahun.
Keuntungan dari thymectomy yaitu menawarkan manfaat jangka panjang, dalam
beberapa kasus terjadi berkurangnya kebutuhan untuk meneruskan pengobatan medis.
Dalam tinjauan dari potensi manfaat dan resiko, tidak berarti di tangan yang ahli,
thymectomy memperoleh penerimaan yang cukup luas sebagai pengobatan bagi MG.
Dengan kesepakatan bahwa thymectomy harus dilakukan pada pasien-pasien MG
umum antara usia puber dan kurang dari 55 tahun, apakah thymectomy
direkomendasikan untuk anak-anak dan orang dewasa diatas 55 tahun, dan apakah
thymectomy juga perlu dilakukan pada pasien yang kelemahannya terbatas hanya pada
mata saja, hal ini masih merupakan perkara yang diperdebatkan. Thymectomy harus
dilakukan di rumah sakit yang sudah terbiasa melakukannya dan memiliki staf yang
berpengalaman dalam proses sebelum dan sesudah pembedahan, pembiusan serta
teknik pembedahan thymectomy.

Sumber :
1. Harrison. Priciple of Internal Medicine Fourteenth Edition (New York : McGraw-Hill,
1998), p 2472

2. Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. Fisiologi Proses-Proses


Penyakit (Clinical Concepts of Disease Processes) (Penerbit Buku Kedokteran
EGC), p 1001-1002
3. MGFA, Inc. Facts About Autoimmune Myasthenia Gravis for Patients & Families
(www.myasthenia.org, 2001)
4. Harsono. Op.cit.hlm.297 & 301
5. Office of Communications and Public Liaison National Institute of Neurological
Disorders and Stroke National Institute of Health Bethesda, Maryland.Loc.cit.
6. Principles of Neurology, Raymon D. Adams, Murice Victor dan Allan H. Ropper
7. Yale Neuromuscular MDA/ALS Program. Myasthenia Gravis (www.myasthenia.org,
2001)

Anda mungkin juga menyukai