Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Temporomandibular joint (TMJ) adalah sendi yang menghubungkan antara fossa
geniohyoideus tulang temporalis pada cranium dengan processus condylaris pada tulang
mandibula.

Persendian

ini

diikat

oleh

beberapa

ligamen,

antara

lain

ligamen

temporomandibularis, ligamen sphenomandibularis, ligamen stylomandibularis. Ligamen ini


berfungsi untuk membatasi pergerakan sendi sehingga tidak terjadi perubahan posisi. Ada
beberapa otot yang berada di sekitar sendi temporomandibular, antara lain M. Masseter, M.
Temporalis, M. Pterygoideus medialis, M. Pterygoideus lateralis, dan beberapa otot yang lain.
Gerakan-gerakan normal pada tulang mandibula antara lain depresi (gerakan membuka
mulut), elevasi (gerakan menutup mulut), protrusi (gerakan mendorong rahang ke depan), dan
retrusi

(menarik

rahang

ke

belakang).

Gerakan-gerakan

normal

pada

sendi

temporomandibular antara lain rotasi (bergerak seperti engsel) dan translasi (gerakan
meluncur).
Adanya beberapa faktor penyebab seperti trauma dan keadaan oklusi menyebabkan
kelainan pada sendi temporomandibular. Kelainan ini dapat berupa perubahan posisi
processus condylaris, nyeri myofacial, atau radang sendi. Adanya bunyi clicking dan krepitasi
saat palpasi sendi merupakan salah satu indikasi adanya kelainan pada sendi
temporomandibular.
B. Skenario
Seorang wanita berusia 36 tahun mengeluhkan rasa nyeri pada rahang. Pasien mengaku
memiliki kebiasaan mengerot saat tidur, dan saat ini sedang memiliki masalah terkait
pekerjaan. Rasa nyeri meningkat saat makan, dan saat sakit pasien mengonsumsi obat
analgetik.
Terasa nyeri saat dilakukan tekanan di daerah depan telinga. Pemeriksaan TMJ dengan
auskultasi terdeteksi adanya krepitasi. Pemeriksaan radiografis terlihat adanya kelainan
diskus, sedangkan komponen TMJ lainnya dalam keadaan baik. Pemeriksaan fungsional
pergerakan TMJ mendeteksi keterbatasan buka mulut dengan jarak interinsisal buka mulut
maksimal hanya 8 mm.
C. Identifikasi Masalah
1

1.
2.
3.

Bagaimana letak anatomis, innervasi, dan vaskularisasi sendi temporomandibular?


Apa sajakah macam-macam gerakan sendi temporomandibular?
Bagaimana perbedaan antara gerakan sendi temporomandibular yang normal dengan

sendi temporomandibular yang mengalami kelainan?


4. Bagaimana cara pemeriksaan sendi temporomandibular?
5. Apa sajakah tanda dan gejala kelainan sendi temporomandibular?
6. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadi kelainan sendi temporomandibular?
7. Apa sajakah macam-macam kelainan sendi temporomandibular?
8. Bagaimana manifestasi klinis pada kelainan sendi temporomandibular?
9. Bagaimana perbedaan bunyi clicking dan krepitasi pada sendi temporomandibular?
10. Bagaimana hubungan antara stres, bruxism, dan kelainan sendi temporomandibular?
11. Bagaimana perawatan terhadap kelainan sendi temporomandibular?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
Temporomandibular joint (TMJ) adalah sendi yang menghubungkan antara
fossa geniohyoideus tulang temporalis pada cranium dengan processus condylaris
pada tulang mandibula. Pada bagian depan processus condylaris terdapat suatu bagian
yang cembung yang disebut eminentia articularis. Eminentia articularis berfungsi
untuk membatasi pergerakan condylaris ke arah depan. Pergerakan sendi
temporomandibular juag dikendalikan oleh discus articularis yang berada di atas
processus condylaris. Discus ini berfungsi sebagai bantalan saat processus condylaris
bergerak sehingga tidak langsung bergesekan dengan tulang temporalis. Pergerakan
2

discus articularis ini dipermudah dengan adanya cairan synovial yang berfungsi
sebagai lubrikan atau pelumas. Persendian ini diikat oleh beberapa ligamen, antara
lain

ligamen

temporomandibularis,

ligamen

sphenomandibularis,

ligamen

stylomandibularis. Ligamen ini berfungsi untuk membatasi pergerakan sendi sehingga


tidak terjadi perubahan posisi. Ada beberapa otot yang berada di sekitar sendi
temporomandibular, antara lain M. Masseter, M. Temporalis, M. Pterygoideus
medialis, M. Pterygoideus lateralis, dan beberapa otot yang lain.
Tulang mandibula memiliki beberapa gerakan, antara lain gerakan membuka
rahang (depresi) dibantu oleh M. Masseter, M. Temporalis, M. Pterygoideus
medialis,M. Geniodyoideus, M. Mylohyoideus, dan M. Digastricus. Gerakan menutup
rahang (elevasi) dibantu oleh M. Ptergoideus lateralis. Gerakan mendorong rahang ke
depan (protrusi) dibantu oleh M. Pterygoideus lateralis. Gerakan menarik rahang ke
belakang (retrusi) dibantu oleh M. Temporalis posterior. Gerakan rahang ke lateral
(grinding) dibantu oleh M. Pterygoideus lateralis dan M. Pterygoideus medialis. Sendi
temporomandibular bergerak dengan ginglymoid (rotasi seperti engsel) dan arthroidal
(translasi).
Temporomandibular

disorder

(TMD)

adalah

kelainan

pada

sendi

temporomandibular. Kelainan ini dapat terjadi pada tulang, ligamen, atau processus
condylaris. Macam-macam kelainan ini antara lain dislokasi discus articularis,
trismus, nyeri myofacial, dan lain-lain. Dislokasi discus terjadi ketika processus
condylaris dan discus articularis bergerak ke depan, M. Pterygoideus lateralis menarik
discus articularis ke depan sehingga processus condylaris bergerak ke belakang tanpa
diikuti discus articularis sehingga processus condylaris langsung berbenturan dengan
fossa geniohyoideus. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain produksi
cairan synovial yang berkurang menyebabkan gerak discus articularis kurang
fleksibel. Sebab lain karena rusaknya ligamen sehingga tidak ada yang membatasi
pergerakan sendi temporomandibular. Trismus atau kekakuan otot-otot mastikasi
terjadi karena penggunaan otot-otot yang berlebihan sehingga menimbulkan kekakuan
otot. Trismus menyebabkan keterbatasan dalam membuka mulut. Salah satu faktor
penyebab trismus adalah bruxism.
Tanda dan gejala kelainan sendi temporomandibular antara lain sakit dan
kesulitan membuka rahang sehingga sulit melakukan mastikasi, nyeri pada daerah
sekitar telinga dan menyebar hingga ke kepala, adanya bunyi yang dihasilkan sendi
3

temporomandibular saat bergerak, adanya keterbatasan membuka rahang. Nyeri pada


sendi temporomandibular dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang tajam, berulang,
dan terjadi ketika sendi digerakkan. Jika terdapat inflamasi pada sendi, nyeri yang
dideskripsikan berupa nyeri yang tumpul, berdenyut dengan frekuensi spontan bahkan
pada saat istirahat.
Faktor-faktor

yang

menyebabkan

terjadinya

kelainan

pada

sendi

temporomandibular antara lain:


1) Faktor predisposisi. Faktor predisposisi adalah faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya disfungsi sendi. Terdiri atas:
a. Keadaan sistemik. Adanya penyakit sistemik dapat mempengaruhi
mobilitas sendi temporomandibular.
b. Keadaan struktural. Merupakan keadaan yang mempengaruhi struktur
sendi dan oklusi.
2) Faktor inisiasi. Faktor inisiasi adalah faktor yang memicu terjadinya gejala
kelainan sendi temporomandibular, antara lain kebiasaan parafungsi oral
dan trauma pada sendi temporomandibular. Kebiasaan parafungsi oral
antara lain kebiasaan menggigit pipi, bibir, kuku, atau pensil. Kebiasaan
tersebut dapat menyebabkan kelelahan otot wajah dan atrisi gigi.
3) Faktor perpetuasi. Faktor perpetuasi adalah faktor etiologi dalam kelainan
sendi temporomandibular yang menyebabkan terhambatnya proses
penyembuhan sehingga kelainan ini bersifat menetap, meliputi keadaan
sosial, ekonomi, dan kondisi emosional.
B. Hasil Diskusi dan Pembahasan
Pemeriksaan pada sendi temporomandibular dilakukan untuk menegakkan
diagnosa dan perencanaan perawatan. Pemeriksaan yang harus dilakukan antara lain:
1) Anamnesis. Anamnesis bertujuan untuk mencari keterangan penyebab
kelainan, lama terjadi kelainan, mendeskripsikan rasa nyeri, serta riwayat
kesehatan pasien.
2) Pemeriksaan klinis, meliputi:
a. Inspeksi. Inspeksi dilakukan dengan memperhatikan adanya kelainan
terjadi pada gigi, sendi temporomandibular, otot, dan rahang. Kelainan dapat
berupa keadaan yang asimetris antara bagian kanan dan kiri, atau dapat berupa
ketidaknyamanan pasien dalam menggerakkan rahang.
b. Palpasi. Dilakukan palpasi (perabaan) pada sendi temporomandibular
dan otot-otot mastikasi. Dilakukan pula Muscular Resistance Testing (MRT)
yang bertujuan untuk mencari lokasi nyeri.
4

c. Auskultasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan stetoskop


yang diletakkan pada sendi temporomandibular. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mencari adanya bunyi ketika sendi temporomandibular bergerak.
3) Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang digunakan untuk
membantu penegakan diagnosa. Pemeriksaan penunjang dapat berupa
pemeriksaan radiologi, seperti transcranial radiologi, panoramic radiologi,
atau MRI.
Perawatan

yang

dilakukan

pada

pasien

dengan

kelainan

sendi

temporomandibular antara lain:


1) Perawatan farmakologis. Perawatan farmakologis dilakukan dengan
pemberian obat yang dapat mengurangi rasa nyeri dan membantu
mengurangi kontraksi otot yang berlebihan.
2) Perawatan non-farmakologis. Perawatan ini berupa terapi fisiologis yang
bertujuan mengembalikan fungsi normal sendi temporomandibular. Antara
lain:
a. Terapi jaw rest. Terapi jaw rest (mengistirahatkan rahang) ini
dilakukan dengan cara mengatur dan memilah makanan dengan tekstur
yang cukup lembut sehingga sendi temporomandibular tidak bekerja
terlalu keras. Selain itu, dilakukan juga pembatasan pembukaan rahang
untuk menghindari kelainan yang lebih parah.
b. Terapi fisik. Terapi fisik dapat berupa massage (pijatan ringan) pada
bagian wajah dan sendi temporomandibular dengan tujuan untuk
merelaksasi otot-otot wajah dan mastikasi.
c. Terapi oklusal. Terapi ini dilakukan pada penderita kelainan sendi
temporomandibular dengan riwayat bruxism. Terapi dilakukan dengan
cara pemberian bite plate di mulut pada saat tidur sehingga tidak
terjadi bruxism.
d. Terapi ultrasonik. Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan panas
pada sendi temporomandibular atau pada otot yang nyeri. adanya panas
menyebabkan

dilatasi

pembuluh

darah

sehingga

mempercepat

pengangkutan asam laktat yang menyebabkan nyeri oleh darah.


Salah satu faktor peyebab terjadinya kelainan sendi temporomandibular adalah
kebiasaan bruxism pada saat tidur. Umumnya penyebab bruxism adalah stres dan
kecemasan yang bersifat psikologis. Ketika pasien tertidur dalam keadaan stres,
terjadi peningkatan saraf autonom pada jantung, lalu terjadi peningkatan aktivitas
pada elektroencephalograph (EEG) sehingga terjadi peningkatan ritme jantung, lalu
5

peningkatan aktivitas otot-otot mastikasi, dan terjadi bruxism. Ketika terjadi bruxism,
otot-otot mastikasi terutama M. Masseter dan M. Temporalis berkontraksi dalam
waktu yang lama. Kontraksi yang terus menerus ini mengakibatkan kelelahan otot
(fatigue) sehingga terjadi nyeri myofacial.
C. Kerangka Konsep
TMJ
ANATOMI
KLASIFIKASI
NORMAL

BRUXISM
GEJALA &
TANDA
TMD
PEMERIKSAA
N

PERAWATAN

GERAK

BAB III
KESIMPULAN
Temporomandibular joint (TMJ) adalah sendi yang menghubungkan antara fossa
geniohyoideus tulang temporalis pada cranium dengan processus condylaris pada tulang
mandibula. Pada bagian depan processus condylaris terdapat suatu bagian yang cembung
yang disebut eminentia articularis. Eminentia articularis berfungsi untuk membatasi
pergerakan condylaris ke arah depan. Pergerakan sendi temporomandibular juag dikendalikan
oleh discus articularis yang berada di atas processus condylaris. Discus ini berfungsi sebagai
bantalan saat processus condylaris bergerak sehingga tidak langsung bergesekan dengan
tulang temporalis.
Temporomandibular disorder (TMD) adalah kelainan pada sendi temporomandibular.
Kelainan ini dapat terjadi pada tulang, ligamen, atau processus condylaris. Macam-macam
kelainan ini antara lain dislokasi discus articularis, trismus, nyeri myofacial, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai