Anda di halaman 1dari 10

Menurut International Labor Organization (ILO) salah satu upaya dalam

menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja


adalah dengan penerapan
peraturan perundangan, antara lain melalui:
a. Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi (up to date)
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku sejak tahap rekayasa.
c. Pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3 melalui pemeriksaanpemeriksaan
langsung ditempat kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Siapa Perduli?
Oleh: Robiana Modjo Doktor bidang K3 FKMUI 2012
Undang-undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
BAB V
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pasal 71
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam
undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum
internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara
Republik Indonesia.
Pasal 72
Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaiman diatur pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain.
Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak konstitusional setiap
orang dan sebagai wujud tanggung jawab Negara sebagaimana
diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (3) (3)
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
dan Pasal 34 ayat (2) (2)
Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Transformasi BPJS, JAMSOS Indonesia
Salah satu alternatif pengolahan air limbah kegiatan penambangan
batubara adalah dengan menggunakan biji kelor (Moringa oleifera)
sebagai biokoagulan. Protein dan logam alkali kuat yang terkandung
dalam biji kelor (Moringa oleifera) dapat bersifat sebagai poliektrolit dan
kutub positif yang dapat mengikat koloid dalam air buangan. Penelitian ini
dilakukan untuk menentukan dosis optimum dan efektifitas biji kelor
dalam menurunkan TSS, total Fe dan total Mn pada kondisi aktual
terhadap perbedaan karakteristik air limbah kegiatan penambangan
batubara dengan menggunakan jartest. Hasil penelitian menunjukkan dari

tiga sumber air limbah yang berbeda (sampel A, sampel B dan sampel C),
terjadi penurunan TSS sebesar 99,93%, total Fe 99,71% dan total Mn
10,84% dengan dosis optimum 1,50 gr/L untuk sampel A, kemudian
penurunan TSS sebesar 91,52%, total Fe 85,47% dan total Mn 0,53%
dengan dosis optimum 0,50 gr/L untuk sampel B dan penurunan TSS
sebesar 99,29%, total Fe 99,43% dan total Mn 50,54% dengan dosis
optimum 1,25 gr/L untuk sampel C. Perbedaan karakterisik sumber air
limbah dan sifat polutan yang terkandung akan mempengaruhi kinerja biji
kelor (Moringa oleifera).
PENGOLAHAN AIR LIMBAH KEGIATAN PENAMBANGAN BATUBARA
MENGGUNAKAN BIOKOAGULAN : STUDI PENURUNAN KADAR TSS, TOTAL Fe
DAN TOTAL Mn MENGGUNAKAN BIJI KELOR (Moringa oleifera) Jurnal
PRESIPITASI Vol. 7 No.2 September 2010, ISSN 1907-187X Nugeraha1, Sri
Sumiyati2, dan Ganjar Samudro2
PHBS
-

di tempat kerja Website PHBS


Kurangi menggunakan plastik/sterofoam
Manfaatkan kertas bekas
Matikan komputer dan peraklatan listrik jika sudah tidak
dipergunakan
Letakkan sampah di tempatnya: pisahkan antara sampah basah,
sampah kering, dan sampah berbahaya
Minimalkan penggunaan kendaraan pribadi ke kantor atau
maksimalkan penumpang dalam 1 mobil
Tidak merokok
Beraktivitas fisik sekurangnya 30 menit setiap hari
Cuci tangan pakai sabun sesering mungkin
Konsumsi makanan bergizi seimbang; makan buah dan sayur 3-5
porsi sehari

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 75 TAHUN 2014
TENTANG
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KETENTUAN PUSKESMAS RAWAT INAP

1. Ketentuan umum:
a. Puskesmas yang menjadi Puskesmas rawat inap merupakan
Puskesmas yang letaknya strategis terhadap Puskesmas non
rawat inap dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
disekitarnya, yang dapat dikembangkan menjadi pusat
rujukan antara atau pusat rujukan.
b. Rawat inap di Puskesmas hanya diperuntukkan untuk kasus-kasus yang
lama rawatnya paling lama 5 hari. Pasien yang
memerlukan perawatan lebih dari 5 (lima) hari harus dirujuk
ke rumah sakit, secara terencana.
c. Harus dilengkapi dengan sumber daya untuk mendukung
pelayanan rawat inap, sesuai dengan ketentuan.
d. Puskesmas di kawasan perkotaan dapat menyelenggarakan
pelayanan rawat inap dengan jumlah tempat tidur paling
banyak 5 (lima) tempat tidur.
e. Puskesmas di kawasan perdesaan, terpencil, dan sangat
terpencil dapat menyelenggarakan pelayanan rawat inap

dengan jumlah tempat tidur paling banyak 10 (sepuluh)


tempat tidur. Dalam kondisi tertentu berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan
aksesibilitas, jumlah tempat tidur di Puskesmas di kawasan
perdesaan, terpencil dan sangat terpencil dapat ditambah,
dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan sumber daya
yang ada.
Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan sistem perlindungan sosial
bagi seluruh rakyat. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya
merupakan program negara yang
mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan memperoleh jaminan apabila
mengalami kecelakaan dan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini,
diharapkan setiap penduduk dapat terjamin ketika menderita sakit,
kehilangan pekerjaan, dan memasuki usia lanjut atau pensiun (1).
Badan Hukum Publik BPJS yang dibentuk berdasarkan Pasal 7 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS adalah untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS dimaksud meliputi BPJS
kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan yang berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan, program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua (2).
Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu
peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan PBI. (3)
1. Zaelani. Komitmen Pemerintah dalam Penyelenggaraan Jaminan
Sosial Nasional. Jurnal Legislasi Indonesia 2012; 2(9): 191-206.
2. Qomaruddin. Badan Hukum Publik Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dan Transformasinya Menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jurnal
Legislasi 2012; 2(9): 223-238.
3. Widiawati. Evaluasi Proses Pendataan Program JKN BPJS Kesehatan
di Desa Meranti Kecamatan Meranti Kabupaten Landak. PublikA
2013; 2(2): 1-12.
UU No 20 tahun 2013
memperkenalkan istilah Dokter Layanan Primer sebagai strata baru
pendidikan kedokteran di
Indonesia. di pasal 8 ayat 3 UU No 20 tahun 2013, dokter layanan primer
adalah
jenjang baru pendidikan yang dilaksanakan setelah program profesi
dokter dan program
interrnship, serta setara dengan jenjang pendidikan profesi spesialis.
Dokter Layanan Primer diharapkan dapat menjadi dokter yang berperan
holistik, bukan
hanya dokter yang berorientasi curative, namun juga berorientasi pada
kedokteran

keluarga, kedokteran okupasi, kedokteran komunitas, kemampuan


manajerial,
kepemimpinan. Selain itu, Dokter Layanan Primer diharapkan dapat
menjadi ahli dalam
prediktor based on research time, epidemiologi, memiliki keahlian khusus
sesuai dengan
penyakit yang mewabah/dominan di daerah kerjanya.
Program Pendidikan Dokter Layanan Primer dan Implikasinya
pada Dinamika Pendidikan Kedokteran di Indonesia Oleh: Vicha Annisa,
Sriwulan Rosalinda Putri, Eddy Yuristo NS Manado, 27 September 2013
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 69 TAHUN 2013
TENTANG
STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN PADA FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN DALAM
PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN1. Tarif Kapitasi
adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar
dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa
memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang
diberikan.
2. Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan
jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

PERATURAN MENTERI NEGARA


PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 7 TAHUN 2010
TENTANG
PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK
komponen dan indikator penilaian sebagai berikut:
1. Visi dan/atau misi serta motto pelayanan (10%). Komponen ini
berkaitan
dengan visi dan/atau misi, serta motto pelayanan yang memotivasi
pegawai

untuk memberikan pelayanan terbaik yang terdiri dari unsur penilaian


sebagai
berikut:
a. Apakah terdapat visi dan misi yang ada mampu memotivasi pegawai
untuk
memberikan pelayanan terbaik?
b. Apakah terdapat motto pelayanan yang mampu memotivasi pegawai
untuk
memberikan pelayanan terbaik?
c. Apakah motto pelayanan diumumkan secara luas kepada pengguna
layanan?
d. Apakah terdapat maklumat pelayanan atau janji pelayanan atau
dokumen
sejenis yang berisi pernyataan kesanggupan untuk memenuhi standar
pelayanan?
2. Sistem dan prosedur (35%). Komponen ini berkaitan dengan sistem dan
prosedur-prosedur baku yang dibentuk baik secara internal untuk
mendukung
pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien maupun secara eksternal
untuk
memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Sistem
dan
prosedur baku internal meliputi antara lain: Standard Operating
Procedures
(SOP), pengelolaan berkas/dokumen, pengelolaan pegawai, pengelolaan
pengaduan/keluhan, dan pengelolaan mutu pelayanan. Sedangkan sistem
dan
prosedur baku eksternal meliputi antara lain: standar pelayanan yang
meliputi

unsur-unsur prosedur pelayanan, persyaratan, biaya/tarif, waktu


pelayanan,
mutu pelayanan dan mekanisme pengaduan/keluhan.
Unsur penilaian untuk sistem dan prosedur internal meliputi:
a. Apakah terdapat prosedur tetap (SOP) dan/atau standar pelayanan?
b. Apakah terdapat sistem pengelolaan berkas/dokumen?
c. Apakah terdapat sertifikat ISO 9001:2008 dalam menyelenggarakan
pelayanan publik?
d. Apakah terdapat sistem/prosedur pengelolaan pengaduan pengguna
layanan?
e. Apakah terdapat sistem pengelolaan mutu pelayanan?
f. Apakah pegawai memiliki uraian tugas yang jelas?
g. Apakah terdapat persyaratan pelayanan yang diumumkan kepada
pengguna
layanan?
8
h. Apakah biaya/tarif pelayanan ditetapkan secara resmi, berdasarkan
hukum
dan diumumkan?
i. Apakah terdapat standar waktu untuk penyelesaian pelayanan?
l. Bagaimana tingkat keterbukaan informasi pelayanan kepada pengguna
layanan?
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Pelayanan (35%). Komponen ini berkaitan
dengan profesionalisme pegawai, yang meliputi: sikap dan perilaku,
keterampilan, kepekaan, dan kedisiplinan.
Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi:

a. Apakah terdapat pedoman internal tentang sikap dan perilaku (etika


pegawai)?
b. Bagaimana sikap dan perilaku pegawai dalam memberikan pelayanan
kepada pengguna layanan?
c. Bagaimana kedisiplinan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna layanan?
d. Bagaimana tingkat kepekaan/respon pegawai dalam memberikan
pelayanan
kepada pengguna layanan?
e. Bagaimana tingkat keterampilan pegawai dalam memberikan
pelayanan
kepada pengguna layanan?
f. Apakah terdapat kebijakan pengembangan pegawai dalam rangka
peningkatan keterampilan/profesionalisme pegawai dengan tujuan
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pengguna layanan?
4. Sarana dan Prasarana (20%). Komponen ini berkaitan dengan dayaguna
sarana dan prasarana yang dimiliki.
Unsur penilaian untuk komponen ini meliputi:
a. Apakah sarana yang dipergunakan untuk proses pelayanan telah
didayagunakan secara optimal?
b. Apakah sarana pelayanan yang tersedia memberikan kenyamanan
kepada
pengguna layanan? (perhatikan: kebersihan, kesederhaaan, kelayakan
dan
kemanfaatan)
c. Sarana pengaduan (kotak pengaduan, loket pengaduan, telepon tol, email

dan lainnya)

Anda mungkin juga menyukai