Etika Bertamu Menurut Islam
Etika Bertamu Menurut Islam
1. Meminta Izin.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.
Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, maka
hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (An-Nur 27-28)
2. . Minta Izin Maksimal Tiga Kali
Dari Abu Said Al-Khudri ia berkata, Abu Musa telah meminta izin tiga kali kepada
Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada yang menjawab, lalu dia pergi,
maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya, "Mengapa kamu kembali?" Dia
menjawab, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, Barangsiapa meminta izin tiga kali,
lalu tidak ada jawaban, maka hendaklah kembali. (Shahih HR. Ahmad)
3. Tidak Menghadap Ke Arah Pintu Masuk, Namun Disisi Kanan atau
Kirinya
Dari Abdullah bin Bisyer ia berkata, Adalah Rasulullah apabila mendatangi pintu suatu
kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya ke depan pintu, tetapi berada di sebelah
kanan atau kirinya dan mengucapkan "Assalamu alaikum assalamu'alaikum "
(Shahih HR. Abu Dawud)
4. Jika Ditanya Hendaknya Menyebut Nama Yang Jelas
Saya datang kepada Rasulullah untuk membayar hutang ayahku. Lalu aku mengetuk
pintu rumahnya. Lalu beliau bertanya, "Siapa itu?" Lalu aku menjawab, "Saya." Nabi
berkata, "Saya? Saya? seakan-akan beliau tidak menyukainya. (HR. Bukhari)
5.
hadits dari Abu Hurairoh bahwasanya ia berkata, Rasulullah bersabda, "Hak orang
muslim kepada muslim yang lain ada enam perkara." Beliau ditanya "Apa itu wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika kamu menjumpainya, hendaknya engkau
menyampaikan salam kepadanya..." (HR. Muslim)
8. Tidak Masuk Bila Yang Mengizinkan Wanita
Seorang tamu pria hendaknya tidak masuk rumah apabila yang mempersilahkan masuk
adalah seorang wanita. Kecuali wanita tersebut telah diizinkan oleh suaminya atau
mahromnya.
Amr berkata, Rasulullah melarang kami meminta izin untuk menemui wanita tanpa
mendapat izin suaminya. (Shahih HR. Ahmad)
Dari Amr bin Al-Ash dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah melarang kami masuk di
rumah wanita yang tidak ada mahromnya. (Shahih HR. Ahmad)
9. Menundukkan Pandangan Jika Apabila Melihat Wanita (lawan jenis)
Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman, hendaklah mereka menundukkan sebagian
pandangannya dan menjaga farjinya. Yang demikian itu lebih bersih untuk mereka.
Sesungguhnya Allah itu Maha waspada dengan apa yang mereka kerjakan. (An-Nur:
30)
10. Mendoakan Shohibul Bait
Dari Hisyam bin Yusuf, dia berkata, Saya mendengar Abdullah bin Bisyr menceritakan
bahwa ayahnya pernah membuat makanan untuk Nabi, lalu dia mengundangnya, lalu
beliau mendatangi undangannya. Maka tatkala selesai makan, beliau berdoa, Ya Allah,
ampunilah dosanya dan rohmatilah dia dan berkahilah rizki yang engkau berikan
kepadanya. (HR. Muslim dan Ahmad)
11. Tidak Menceritakan Aibnya Kepada Orang Lain
Abu Hurairoh, dia berkata, Sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Tahukah kamu apa
ghibah itu?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Lalu beliau
bersabda, "Ghibah adalah engkau menyebutkan saudaramu (kepada orang lain) dengan
sesuatu yang ia benci." Lalu dikatakan kepadanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu bila aib yang kuceritakan itu memang benar?" Beliau menjawab, "Jika apa
yang kamu ceritakan itu benar, berarti kemu meng-ghibah-nya. Jika tidak, berarti
engkau berbuat dusta." (HR. Muslim)
beliau menyuruh utusan untuk meminta makanan kepada istrinya. Sang istri berkata:
"Kita tidak mentpunyai apa-apa kecuali air". Lalu Rosulullah bertanya kepada
sahabatnya: "Siapa yang bersedia menjamu dan menanggung tamu ini?" Ada salah
seorang sahabatAl-Anshor berkata: "Saya sanggup wahai Nabi." Maka dibawalah tamu
tersebut ke rumah istrinya, lalu sahabat itu berkata kepada istrinya: "Jamulah tamu
Rosulullah ini". Istrinya menjawab: "Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk
anak-anak kita yang masih kecil ini". Sahabat itu berkata: "Siapkan makananmu itu
sekarang. Nyalakan lampu, tidurkan anakmu bila dia ingin makan malam ". Sang istri
itu mentaati suaminya, lalu dia menyiapkan makanan untuk tamunya, menyalakan
lampu dan menidurkan anaknya. Lalu sang istri berdiri seolah-olah hendak
memperbaiki lampu lalu mentadamkannya, maksudnya untuk meyakinkan tamunya
seolah-olah keduanya ikut makan, lalu semalaman suanti istri tidur dengan menahan
lapar. Maka pada pagi hari dia pergi menuju ke nunah Rosulullah. Lalu Rosulullah
bersabda: "Tadi malam Allah tertawa, atau heran (takjub) dengan perbuatan kamu
berdua ", maka turunlah ayat: Dan mereka (yaitu sahabat. Al-Anshor) mengutamakan
kepentingan (sahabat muhajirin daripada kepentingan dirinya sendiri), sekalipun
mereka dalam keadaan sangat membuutuhkan, dan barangsiapa yang dijaga dari
kebakhilan maka mereka itulah orang yang beruntung. (Al-Hasyr:9)
lantai dan juga menghindari kerusakan, melepas sepatu atau sandal adalah wajib dan
menggantinya dengan sandal khusus dalam rumah. Kalau sandal pengganti tidak ada, atau
tuan rumah tidak menyediakannya, abaikan saja, karena bukan merupakan masalah besar,
kecuali waktu musim dingin, atau kaos kaki anda berlobang pada bagian jarinya.
Biasanya sepatu akan diletakkan dengan ujung menghadap ke arah pintu (keluar) dengan
rapi. Sebagai pihak tamu kita wajib melakukan hal ini, walaupun mungkin tuan rumah sendiri
tidak meletakkannya dengan rapi, namun minimal ujung sepatu biasanya masih menghadap
keluar.
Catatan : Aturan ini kadang berlaku juga ketika memasuki rumah makan khususnya yang
berlantai tatami atau rumput serta untuk tempat tertentu seperti rumah sakit, klinik, kuil
dll.Hal paling mudah untuk mengindari kesalahan yang fatal adalah menanyakannya terlebih
dahulu atau melihat dengan melihat posisi lantai. Lantai dengan posisi lebih tinggi, ruangan
beralaskan tikar atau kayu, untuk memasukinya dipastikan harus melepas sepatu ketika
memasukinya. Memasuki kantor, ruangan atau rumah berlantai keramik, ruangan berkarpet
kamar hotel bertype western style, sepatau tetap dipakai.
Menggunakan toilet
Jangan masuk toliet dengan sandal rumah. Gunakan sandal toilet yang sudah tersedia dan
hanya dipakai ketika di dalam toilet saja. Hal ini sedikit susah tampaknya, karena letak
toilet yang biasanya di dalam rumah dan mengganti sandal (lagi) ketika memasuki toilet
adalah hal yang sering terlupakan. Kebiasan orang asing yang tinggal di Jepang pada
umumnya adalah memakai sandal biasa masuk ke dalam ruangan toilet atau lupa melepas
sandal toilet ketika keluar dan tetap memainya jalan jalan di sepanjang rumah.
Tutup kembali tutup jamban, setelah selesai dipakai. Kebanyakan jamban dilengkapi
dengan listrik pemanas yang akan menjaga permukaan jamban tetap hangat ketika
diduduki yang sangat berguna ketika musim dingin. Membiarkan kloset dalam keadaan
terbuka akan sangat berpengaruh ke tagihan rekening listrik bulan berikutnya. Jadi
walaupun kelihatannya sepele tidak ada salahnya untuk diperhatikan.
Baiklah semua itu adalah informasi yang saya dapat dari berkunjung ke sana-sini
kebenarannya ya saya belum tahu, tapi kalau dilihat sepertinya ya memang betul seperti
menggunakan sepatu yang berbeda saat memasuki ruang yang menggunakan tatami.
Lungguh, berarti mempersilahkan sang tamu untuk segera masuk kelingkungan rumah
untuk duduk, bisa diteras rumah atau didalam ruang tamu tergantung situasi. Dalam
budaya Jawa, tamu tidak akan duduk sebelum dipersilahkan untuk duduk , istilahnya
belum dimanggakna. Biasanya sambil mempersilahkan duduk si tuan rumah memberi
sambutan basa-basi sebagai bumbu penyedap supaya suasana lebih gayeng atau semarak
seperti; wah tambah awet muda saja, tambah cantik saja, atau njanur gunung (janur dari
gunung = pohon aren jarang ada janurnya) istilah umumnya, tumben jauh-jauh datang
kesini dan menanyakan kabar, naik kendaraan apa, apa yang bisa dibantu dan ungkapanungkapan lain yang menjadi semacam upacara pembukaan sehingga si tamu bisa merasa
nyaman (feel home) sebelum masuk kedalam suasana percakapan yang lebih serius.
Suguh, adalah memberikan hidangan bagi tamu. Hidangan ini bisa berupa minuman,
makanan kecil atau bahkan makan besar. Dalam budaya Suguh ini ada penekanan bagi
tuan rumah untuk berkorban secara financial dengan sedikit memaksakan diri demi
menghormati sang tamu. Kalau dikampung biasanya dengan suka rela tuan rumah
memotong ayam, mengambilkan kelapa muda atau memetikkan buah dipohon untuk
tamunya. Bagi sang tamu juga harus bisa mensikapi suguh ini, jika belum dipersilahkan
mencicipi hidangan maka tidak boleh serta merta mengambil makanan yang disuguhkan,
tamu harus sabar menunggu hingga empunya rumah mempersilahkan untuk mencicipi
hidangan.
Itulah sekilas pengertian Gupuh Lungguh Suguh, tentu saja praktik Gupuh Lungguh
Suguh ini tidak harus sama persis dengan apa yang dipraktekkan oleh orang Solo, yang
notabene penuh dengan tatakrama adat keraton. Inti dari filosofi ini adalah antara tuan
rumah dan tamu agar bisa saling tepo seliro, atau saling toleransi dengan mengedepankan