PENDAHULUAN
Penyandang Cacat, istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan di
tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal
dari serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau ketidakmampuan.Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
Disabilitas belum tercantum. Disabilitas adalah istilah baru pengganti
Penyandang Cacat. Penyandang Disabilitas dapat diartikan individu yang
mempunyai keterbatasan fisik atau mental atau intelektual.
Dalam UU RI No. 4 tahun 1997 disebutkan tentang Penyandang Cacat.
Penyandang cacat seakan subyek hukum yang dipandang kurang diberdayakan.
Istilah Cacat berkonotasi sesuatu yang negatif. Kata penyandang memberikan
predikat kepada seseorang dengan tanda atau label negatif yaitu cacat pada
keseluruhan pribadinya. Namun kenyataan bisa saja seseorang penyandang
disabilitas hanya mempunyai kekurangan fisik tertentu, bukan disabilitas secara
keseluruhan. Untuk itu istilah cacat dirubah menjadi disabilitas yang lebih
berarti ketidakmampuan secara penuh.
Permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas juga merupakan
permasalahan masyarakat Indonesia pada umumnya. Mereka mempunyai hak
peran dan kewajiban yang sama dengan yang anggota masyarakat lainnya, namun
mereka mempunyai hambatan-hambatan yang disebabkan keadaan yang ada pada
dirinya untuk mendapatkan kesempatan yang luas dalam mengembangkan
kemampuannya. Bila para penyandang disabilitas ini tidak serius kita perhatikan,
hal ini dapat menjadi suatu masalah sosial yang dapat menghambat pembangunan,
karena berarti akan menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah dalam hal
pemeliharaannya, sedangkan dimata luar, hal itu dapat menjadi nilai minus bagi
bangsa Indonesia, padahal para penyandang disabilitas tubuh tersebut dapat
menjadi sangat berguna bila ditangani dengan baik.
Menurut data PUSDATIN dari Kementerian Sosial, pada 2010, jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia adalah: 11,580,117 orang dengan di antaranya
3,474,035 (penyandang disabiltas penglihatan), 3,010,830 (penyandang disabilitas
fisik/tubuh),
2,547,626
(penyandang
disabilitas
pendengaran),
1,389,614
penduduk
Indonesia
24
juta,
adalah
penyandang
disabilitas.
(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf)
Untuk menangani penyandang disabilitas, dibutuhkan pendekatanpendekatan yang manusiawi agar mereka dapat lebih mudah mengadakan
penyesuaian diri dalam kehidupan, karena penyandang disabilitas pada umumnya
sangat perasa, yang kadang berlebihan seperti rendah diri dan kemudian menjadi
terisolir dari kehidupan masyarakat.
Keadaan disabilitas yang dimiliki oleh seseorang hanyalah sekedar
kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemampuan untuk mencari
nafkah sebagai sumber penghidupan bagi dirinya pribadi maupun keluarga. Hanya
saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu pembinaan dan
pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intesitasnya dari orang yang
normal, sehingga mereka punya suatu bekal untuk dapat hidup secara mandiri,
tanpa perlu bergantung kepada orang lain. Disamping itu juga supaya dapat
berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat sekelilingnya. Mereka juga
sangat membutuhkan santunan yang bersifat rehabilitatif, santunan itu terdiri dari
latihan-latihan, bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan, serta pertolongan
medik. Dengan adanya, latihan-latihan bimbingan sosial dan bimbingan
keterampilan tersebut diharapkan para penyandang disabilitas dapat memiliki
kepribadian sebagai manusia yang utuh, produktif serta mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan masyarakat.
Menurut Maslow, pada dasarnya manusia mempunyai lima kebutuhan
dasar yang membentuk tingkatan-tingkatan atau hirarki yang disusun berdasarkan
kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah
hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Kebutuhan tersebut adalah: a)
Kebutuhan fisiologis yaitu sandang, pangan, dan kebutuhan biologis; b)
Kebutuhan keamanan dan keselamatan yaitu bebas dari penjajahan, bebas dari
ancaman, bebas dari rasa sakit, dan bebas dari teror; c) Kebutuhan sosial yaitu
memiliki teman, memiliki keluarga, dan kebutuhan cinta dari lawan jenis; d)
Kebutuhan penghargaan, berupa pujian, piagam, tanda jasa, dan hadiah; dan e)
Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka
hati sesuai dengan bakat dan minatnya (Maslow 1988:39).
Namun salah satu kebutuhan manusia yang paling penting didalam
hidupnya adalah kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan akan harga itu dibagi
dalam dua bagian. Pertama adalah penghormatan atau penghargaan pada diri
sendiri yang mencakup pada rasa percaya diri, kemandirian dan kekuatan pribadi.
Yang berarti seseorang ingin meyakinkan bahwa dirinya berharga serta mampu
mengatasi segala tantangan dalam hidupnya. Kedua adalah penghargaan dari
orang lain,yang meliputi prestasi dan pengakuan dari orang lain (Nurdin 1990:20).
Apabila kebutuhan akan harga diri pada individu itu terpuaskan maka akan
menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat dan mampu serta
perasaan berguna. Sebaliknya pemuasan kebutuhan akan harga diri itu terhambat
maka akan menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak
mampu, dan perasaan tak berguna, yang menyebabkan seseorang mengalami
kehampaan, keraguan, dan keputusasaan dalam menghadapi tuntutan hidupnya,
serta penilaian yang rendah atas dirinya sendiri dalam hubungannya dengan orang
lain. Hal ini berlaku pada setiap manusia ciptaan Tuhan, tak terkecuali pada
penyandang disabilitas tubuh.
warga negara. Pendekatan ini berhubungan langsung dengan harkat dan martabat
manusia yang tidak bisa dinegosiasikan dan menempatkan negara (pemerintah,
pemerintah daerah, serta masyarakat) sebagai pemangku kepentingan yang
menyelenggarakan upaya kesejahteraan sosial dalam upaya-upaya perlindungan
dan pemenuhan hak orang dengan kecacatan.
Pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas saat ini
diarahkan pada upaya rehabilitasi sosial, dimana secara teknis dilaksanakan oleh
Direktorat Rehabilitasi Sosial orang dengan kecacatan Kementerian Sosial
Republik Indonesia. Dalam menangani masalah disabilitas ini Kementeriaan
Sosial telah melaksanakan usaha Rehabilitasi Sosial melalui sistem panti. Panti
Rehabilitasi Sosial orang dengan disabilitas tubuh sebagai unit pelaksana teknis,
mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan kegiatan operasional
dibidang rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, untuk mempersiapkan mereka
agar memiliki berbagai keterampilan dan kesiapan mental, fisik, sosial yang
dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya secara wajar sebagai warga negara dan
anggota masyarakat umumnya. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Panti Sosial
penyandang disabilitas tubuh perlu dilengkapi dengan berbagai perangkat, baik
yang berupa sarana dan prasarana fisik, alat-alat keterampilan kerja, tenaga
pelaksana maupun pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh
dalam panti.
Agar Panti sosial penyadang disabilitas tubuh dapat mempersiapkan para
klien secara optimal, maka disamping tersedianya berbagai fasilitas yang
memadai, juga tidak kalah pentingnya adalah pelaksanaan program rehabilitasi
sosial yaitu melalui bimbingan keterampilan kepada klien dengan penyadang
disabilitas itu sendiri dengan mengikuti pola yang telah ditentukan. Hal ini sangat
penting artinya, mengingat program rehabilitasi sosial merupakan proses dari
suatu sistem yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dari tahap pendekatan awal
sampai dengan terminasi.
Lahirnya suatu lembaga seperti PSBD BAHAGIA Sumatera Utara bagi
penyandang disabilitas tubuh dimaksudkan untuk membantu para orang tua dan
masyarakat dalam membina dan melayani penyandang disabilitas tubuh sehingga
mereka dapat mengembangkan potensi dan bakat dengan pengetahuan dan
keahlian yang dimilikinya. Usaha mewujudkan kesejahteraan penyandang
disabilitas tubuh merupakan bagian integral dari pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya. Para penyadang disabilitas tubuh merupakan bagian dari tunas bangsa
yang memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan tingkah lakunya dan
pemikiran intelektualnya.
Salah satu usaha dalam meningkatkan kesejahteraan penyandang
disabilitas tubuh adalah dengan pendidikan bimbingan keterampilan. Akan tetapi
sering terbentur oleh karena diri pribadi seorang penyandang disabilitas tubuh itu
sendiri. Pesatnya pertumbuhan manusia tidak sebanding dengan pertumbuhan
hidupnya untuk meningkatkan kecerdasan akal pikiran yang dimilikinya. Oleh
karenanya dalam mencapai taraf hidup yang sejahtera, pendidikan dan
keterampilan memiliki peranan yang penting. Pendidikan merupakan faktor utama
dan sekaligus dapat dijadikan alat ukur dalam melihat maju mundurnya peradaban
manusia. Pendidikan merupakan kunci utama pemberantasan kebodohan, tanpa
menempuh proses pendidikan yang wajar agar hal tersebut dapat terwujud, disini
perlu diberikan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas sehingga mereka
tindakan-tindakan
yang
positif
serta
mempunyai
dampak
konstruktif.
dan
mengetahui
bagaimana
pelaksanaan
program
bimbingan
Program
Tubuh
di
Bimbingan
PSBD
Keterampilan
BAHAGIA
Bagi
Sumatera
Penyandang
Utara
UPT.
Kementerian Sosial RI ?
2.
3.
Memberikan
kontribusi
pemikiran
dan
masukan
kepada
: PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah,perumusan masalah,tujuan dan
manfaat Penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan
masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran,defenisi
konsep dan defenisi operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan Tipe Penelitian, lokasi Penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV
BAB V
: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.
BAB VI
: PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran-saran penulis dari hasil Penelitian.