Anda di halaman 1dari 35

Masa pra remaja merupakan masa terjadinya perubahan besar dalam diri

seorang anak. Anak mulai memperhatikan penampilan diri sehingga anak mulai sadar
bila terdapat sesuatu yang lain dalam penampilan terutama wajah. Penampilan yang
indah dan menarik akan menambah rasa percaya diri. 3 Pemahaman dan penghayatan
secara substansial akan tuntutan perubahan penampilan kehidupan sehat dan cantik
seorang anak cukup rumit dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Tuntutan
perubahan penampilan akan wajah anak yang sehat dan cantik semakin bervariasi. 4
Susunan gigi merupakan bagian yang menunjang penampilan wajah.3
Keadaan

gigi

geligi,

terutama

gigi

anterior

juga

berperan

dalam

mempengaruhi daya tarik atau estetik wajah. Jika posisi atau keadaan gigi geligi
anterior kurang baik atau tidak beraturan, daya tarik wajah akan berkurang pula. 5 Gigi
anterior memiliki fungsi estetik, bila terjadi trauma pada gigi anterior harus segera
dilakukan perawatan agar tidak kehilangan fungsinya. 6 Pada dasarnya lengkung gigi
sulung dapat mengalami perubahan dalam ukuran dimensi rata-rata, hal ini
disebabkan adanya pergeseran dari gigi geligi rahang atas yang dapat merubah gigi
geligi rahang bawah atau sebaliknya, akhirnya dimensi lengkung gigi geligi
mengalami perubahan.7
Malposisi gigi anterior akan mengurangi nilai estetik penampilan senyum
seseorang.8 Perubahan yang terjadi pada anak dari keadaan gigi geligi oklusi normal
menjadi maloklusi, dapat bersifat sementara atau tetap, hal ini tergantung pada
intensitas dan waktu terjadinya interaksi tumbuh kembang. 4 Masa tumbuh kembang
adalah periode terjadinya berbagai perubahan termasuk di dalam rongga mulut. Bukti
adanya tumbuh kembang adalah proses pergantian gigi sulung dengan gigi tetap. 9
Proses tumbuh kembang pada anak, umumnya bersifat dinamis dan berjalan terus
secara kesinambungan.7 Keadaan oklusi normal yang ditemukan pada masa gigi
sulung tidaklah menjamin tidak menimbulkan maloklusi pada masa berikutnya. Hal
itu terjadi karena banyak hal yang mempengaruhi proses tumbuh kembang khususnya
saat pergantian gigi geligi.9 Susunan gigi yang tidak teratur karena berbagai sebab
sehingga anak tersebut memerlukan perawatan ortodonti.3
Kasus maloklusi pada anak dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga
program pencegahan sangat diperlukan. Perawatan maloklusi dalam tahap
pencegahan sangat diperlukan, untuk memperhatikan kesehatan antara gigi, tulang
dan otot dalam fungsinya. 10 Jika anak masih dalam proses tumbuh kembang, untuk

memprediksi kejadian akhir proses tumbuh kembang wajah anak yang dikaitkan
dengan perawatan ortodonti sulit untuk dilakukan sehingga pertimbangan tindakan
atau intervensi ortodonti pada anak semakin kompleks.4
Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu sekitar 80% dari
jumlah penduduk. Hal tersebut menyebabkan antisipasi perkembangan angka kejadian
maloklusi, khususnya maloklusi pada anak diperlukan upaya penanggulangan secara
dini.11 Dalam menentukan tindakan pelayanan ortodonti seawal mungkin dalam masa
tumbuh kembang anak di era globalisasi, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan
secara seksama seperti anak masih dalam proses tumbuh kembang.4
DEFINISI MALOKLUSI
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai
harmonisnya

dengan tidak

hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau

anomali

abnormal dalam posisi gigi.8 Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal


dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan
pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya molar
pertama merupakan kunci oklusi.6
Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang
dari bentuk normal. Menurut Salzman (1957), maloklusi adalah susunan gigi
dalam lengkung gigi, ataupun hubungan geligi dalam suatu susunan lengkung gigi
dengan gigi antagonis, yang tidak sesuai dengan morfologi normal pada kompleks
maksilo dentofasial.
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal sebagai hubungan
dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi
yang benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara
berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.6
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi normal,
sebagai berikut: 9
1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas
beroklusi dalam celah antara mesial dan sentral dari molar pertama rahang
bawah.
2. Angulasi mahkota yang benar.
3. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.

4. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.


5. Tidak ada rotasi gigi.
6. Tidak ada celah diantara gigi geligi.
7. Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.
Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai, maka
akan tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto
maloklusi merupakan penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran
maloklusi pada remaja di Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983
adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada
remaja khususnya

tentang

maloklusi masih

belum cukup baik dan pelayanan

kesehatan gigi belum optimal.6

2.1.1 Jenis Maloklusi


Secara umum, maloklusi dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Maloklusi intra lengkung
Maloklusi intra lengkung adalah malposisi gigi dan hubungannya terhadap
lengkung. Yang dimaksud dengan malposisi gigi seperti inklinasi lebih ke
distal/mesial/lingual/bukal, pergeseran ke mesial/distal/lingual/bukal, oklusi supra
versi/infra versi, rotasi gigi, maupun transposisi.
2. Maloklusi inter lengkung
Maloklusi ini dikarakteristikkan ke dalam hubungan abnormal antara dua
atau lebih gigi dari satu lengkung ke lengkung yang lain. Maloklusi ini dapat
terjadi pada arah sagital, vertikal, maupun transversal. Maloklusi sagital berupa
oklusi prenormal dan post normal. Oklusi prenormal yaitu lengkung bawah lebih
ke depan ketika pasien melakukan oklusi sentrik. Oklusi post normal yaitu
lengkung bawah lebih ke distal ketika pasien melakukan oklusi sentrik.
Maloklusi vertikal berupa deep bite dan open bite dimana terdapat

hubungan vertikal yang abnormal antara gigi pada rahang atas dan bawah.
Sedangkan maloklusi transversal berupa crossbites dimana hubungan transversal
abnormal antara rahang atas dan bawah.
3. Maloklusi skeletal
Maloklusi skeletal disebabkan karena ketidaknormalan pada maksila atau
mandibula. Ketidaknormalan ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan
antara rahang. Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital,
vertikal, maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati
ataupun retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah. Pada arah transversal
berupa rahang sempit ataupun lebar.
2.1.2 Etiologi Maloklusi
Maloklusi disebabkan oleh beberapa faktor, bukan hanya satu faktor saja.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan maloklusi, yaitu:
1. Herediter.
Genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya maloklusi
seperti, ukuran dan bentuk gigi, ukuran dan bentuk rahang, kelainan dental, gigi
berjejal,overjet dan lain-lain.
2. Keadaan kongenital.
Keadaan ini dilihat setelah bayi lahir. Penyebabnya dapat berupa infeksi,
faktor mekanik saat melahirkan, dampak radiologi, nutrisi dan kimia.
3. Pengaruh lingkungan.
Tekanan berpengaruh terhadap pertumbuhan kraniofasial. Tekanan ini

mungkin dapat menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dari jaringan lunak.


Lingkungan dapat dibagi menjadi faktor prenatal dan post natal. Faktor prenatal dapat
berupa nutrisi yang didapatkan ketika bayi masih dalam kandungan dan juga dapat
berupa diet dan metabolisme ibu hamil. 17 Faktor post natal dapat berupa tekanan
forsep saat melahirkan, cerebral palsy, traumatik pada TMJ, dan lain-lain.
4.

Faktor fisiologi Adaptasi fisiologi dapat menyebabkan basis skeletal

mengalami diskrepansi. Gigi erupsi mempunyai pengaruh terhadap tekanan jaringan


lunak bibir, dagu, dan lidah. Pada bagian labial, menyebabkan proklinasi gigi dan
lengkung gigi. Ini terlihat pada maloklusi skeletal Klas III.
5. Kebiasaan buruk.
Kebiasaan bernafas melalui mulut menyebabkan otot menjadi lebih ke distal
menghambat pertumbuhan dan rotasi mandibula sehingga mandibula mengalami
retrognati.5

1. Faktor faktor penyebab kelainan tumbuh kembang struktur mastikasi


A. Faktor Genetik dan Kromosom
Kelainan kongenital pada ayah dan ibu dapat kemungkinan besar
mempengaruhi dari kelainan kongenital pada anak, gen yang normal
maupun tidak normal dapat diturunkan dari generasi ke generasi
berikutnya, Seperti contoh berikut

Pewarisan kelainan susunan genetik, dapat kita lihat pada orang


yang mengalami penyakit syndrome Down (Mongolism) mendapat
pewarisan gen dengan trisomi pada kromosom nomor 21.
Pewarisan gen yang normal juga dapat menimbulkan suatu
kelainan dengan pola berikut

AYAH
Ukuran Gigi

Ukuran Rahang

Hasil

Besar

Besar

Normal

Normal

Normal

Normal

Kecil

Kecil

Normal

Ukuran Gigi

Ukuran Rahang

Hasil

Besar

Besar

Normal

Normal

Normal

Normal

Kecil

Kecil

Normal

IBU

ANAK
Ukuran Gigi

Ukuran Rahang

Hasil

Besar

Besar

Normal

Normal

Normal

Normal

Kecil

Kecil

Normal

Besar

Kecil

Tidak Normal

Kecil

Besar

Tidak Normal

B. Faktor Infeksi
Infeksi virus pada ibu hamil sering menimbulkan gejala yang nyata, atau
tidak ada pengaruhnya terhadap ibu itu sendiri, tetapi menimbulkan akibat
yang serius pada masa organogenesis, beberapa infeksi yang menyebabkan
terjadinya tergangunya atau kelainan kongenital adalah TORCH
diantaranya Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes Virus.

C. Radiasi
Setelah terjadi pembuahan, sel-sel menjadi sangat radiosensitif dan mudah
rusak oleh karena radiasi. Sinar radiasi akan ber-efek desrupsi dan
diferensiasi jaringan.
D. Sifat teratogen pada obat-obatan

Sifat teratogenik adalah berbagai macam bahan penyebab terjadinya


bahan-bahan yang dapat menyebabkan kelainan pada masa perkembangan
janin. Terutama pada masa organogenesis. Bahan-bahan yang mungkin
bersifat teratogen diantaranya, diazepam, penisilamin, fenotiazines.
E. Trauma :
Prenatal :
Asimetri lutut dan kaki dapat menekan muka. Sehingga menjadi asimetri dan
menghambat pertumbuhan mandibula.
F. Kelenjar endokrin :
Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mampu mempengaruhi metabolisme
zat-zat

dalam

tubuh

dan

kraniodentofasial.
- Hormon somatotropin
- Hormon tiroid
-

mempengaruhi

pada

tumbuh

kembang

: disekresi pada minggu ke 9-20


: menghasilkan TSH dan TRH pada minggu ke

12-24dan mempengaruhi susunan saraf dan retradasi mental.


Hormon insuli
: disekresi pada bulan ke 6. Digunakan untuk
keseimbangan glukosa darah dan sintesis protein

Etiologi Maloklusi Dalam Ortodontik Kedokteran Gigi


Etiologi Maloklusi Dalam Ortodontik Kedokteran Gigi
Kebanyakan dari maloklusi yang memerlukan perawatan ortodonsia disebabkan oleh
karena dua kemungkinan

1. Perbedaan antara ukuran gigi-gigi dan ukuran rahang yang menampung gigi tersebut.
2. Pola tulang muka yang tidak selaras.
Untuk mempermudah mengetahui etiologi dari maloklusi dibuat klasifikasi dari
penyebab kelainan maloklusi tersebut. Terdapat dua pembagian pokok klasifikasi
maloklusi

1. Faktor Ekstrinsik atau disebut faktor sistemik atau faktor umum


2. Faktor Intrinsik atau faktor lokal
b. Penyajian
1. Faktor Ekstrinsik
a. Keturunan (hereditair)

b. Kelainan bawaan (kongenital) misal : sumbing, tortikollis, kleidokranial diostosis,


cerebral plasi, sifilis dan sebagainya.
c. Pengaruh lingkungan
Prenatal, misalnya : trauma, diet maternal, metabolisme maternal dan sebagainya.
Postnatal, misalnya : luka kelahiran, cerebal palsi, luka TMJ dan sebagainya.
d. Predisposisi ganguan metabolisme dan penyakit
Gangguan keseimbangan endokrin
Gangguan metabolisme
Penyakit infeksi
e. Kekurangan nutrisi atau gisi
f. Kebiasaan jelek (bad habit) dan kelainan atau penyimpangan fungsi.
Cara menetek yang salah
Mengigit jari atau ibu jari
Menekan atau mengigit lidah
Mengigit bibir atau kuku
Cara penelanan yang salah
Kelainan bicara
Gangguan pernapasan (bernafas melalui mulut dan sebagainya)
Pembesaran tonsil dan adenoid
Psikkogeniktik dan bruksisem
g. Posture tubuh
h. Trauma dan kecelakaan
2. Faktor Intrinsik :
a. Kelainan jumlah gigi
b. Kelainan ukuran gigi
c. Kelainan bentuk
d. Kelainan frenulum labii
e. Prematur los
f. Prolong retensi
g. Kelambatan tumbuh gigi tetap
h. Kelainan jalannya erupsi gigi
i. Ankilosis
j. Karies gigi

k. Restorasi gigi yang tidak baik


FAKTOR EKSTRINSIK
a. Faktor keturunan atau genetik
Faktor keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan dari orang tuanya
atau generasi sebelumnya. Sebagai contoh adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau
bangsa misalnya bentuk kepala atau profil muka sangat dipengaruhi oleh ras atau
suku induk dari individu tersebut yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Bangsa
yang merupakan prcampuran dari bermacam-macam ras atau suku akan dijumpai
banyak maloklusi
b. Kelainan bawaan
Kelainan bawaan kebanyakan sangat erat hubungannya dengan faktor keturunan
misalnya sumbing atau cleft : bibir sumbing atau hare lip, celah langit-langit (cleft
palate).
Tortikolis : adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak dapat tegak
mengkibatkan asimetri muka.
Kleidokranial disostosis adalah tidak adanya tulang klavikula baik sebagian atau
seluruhnya, unlateral atau bilateral, keadaan ini diikuti dengan terlambatnya
penutupan sutura kepala, rahang atas retrusi dan rahang bawah protrusi.
Serebral palsi adalah adanya kelumpuhan atau gangguan koordinasi otot yang
disebabkan karena luka didalam kepala yang pada umumnya sebagai akibat
kecelakaan pada waktu kelahiran. Adanya gangguan fungsi pada otot-otot
pengunyahan, penelanan, pernafasan dan bicara akan mengakibatkan oklusi gigi tidak
normal.
Sifilis : akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan terjadinya
kelainan bentuk dan malposisi gigi dari bayi yang dilahirkan
c. Gangguan keseimbangan endokrine
Misal : gangguan parathyroid, adanya hipothiroid akan menyebabkan kritinisme dan
resorpsi yang tidak normal sehingga menyebabkan erupsi lambat dari gigi tetap.
d. Kekurangan nutrisi dan penyakit
Misal : Rickets (kekurangan vitamin D), Scorbut (kekurangan vitamin C), beri-beri
(kekurang vitamin B1) mengakibatkan maloklusi yang hebat.

Ciri-ciri faktor oklusi yang diturunkan (herediter)


1. Kedudukan dan penyesuaian antara otot-otot perioral dengan bentuk dan ukuran lidah
mempengaruhi keseimbangan oklusi (oklusi normal). Adanya penyesuaian antara
bentuk muka, bentuk dan ukuran rahang dan lidah.
2. Sifat-sifat mukosa, ukuran, bentuk lidah dan frenulum.
Sifat mukosa : keras, lunak, kencang atau lembek mempengaruhi erupsi gigi.
Frenulum labii dapat mengakibatkan celah gigi dan mempengaruhi kedudukan bibir.
Frenulum buccinator mengakibatkan rotasi gigi.
3. Ukuran gigi-gigi dan lebar serta penjang lengkung rahang dapat mengakibatkan gigi
berjejal atau bercelah. Misalnya makrodontia, mikrodomtia. Lebar dan panjang
lengkung rahang, penyesuaian antara rahang atas dan rahang bawah mengakibatkan
terjadinya mandibuler retrusi atau prognatism.

FAKTOR INTRINSIK ATAU LOKAL


a. Kelainan jumlah gigi
1. Super numerary gigi (gigi kelebihan)
Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline (garis mediana)
sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens. Bentuknya biasanya konus
kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada
umumnya sebuah tapi kadang-kadang sepasang. Gigi supernumery kadang-kadang
tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap
didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada penderita
yang mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu
dilakukan Ro photo.
2. Agenese dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-kadang unilateral dengan
partial agenese pada sisi yang lain
Lebih banyak terjadi dari pada gigi supernumerary. Dapat terjadi pada rahang atas
maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang bawah. Urutan kemungkinan
terjadi kekurangan gigi adalah sebagai berikut :
- Gigi seri II rahang atas ( I2 )
- Gigi geraham kecil II rahang bawah ( P2 )
- Gigi geraham III rahang atas dan rahang bawah

- Gigi geraham kecil II ( P2 ) rahang bawah


- Pada kelainan jumlah gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk atau ukuran
gigi. Misalnya bentuk pasak dari gigi seri II (peg shaps tooth).
b. Kelainan ukuran gigi
Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri yaitu ukuran gigi
tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar atau sempit dibandingkan
dengan lebara lengkung rahang sehingga meyebabkan crowded atau spasing.
c. Kelainan bentuk gigi
Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg teeth ( bentuk pasak)
atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi akibat proses atrisi (karena
fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya maloklusi, terutama pada gigi sulung
(desidui).
d. Kelainan frenulum labii
e. Premature los
Fungsi gigi sulung (desidui) adalah : pengunyahan, bicara, estetis
Juga yang terutama adalah menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu
mempertahankan tinggi oklusal gigi-gigi lawan (antagonis), membimbing erupsi gigi
tetap dengan proses resopsi.
Akibat premature los fungsi tersebut akan terganggu atau hilang sehingga dapat
mengkibatkan terjadinya malposisi atau maloklusi.
f. Kelambatan tumbuh gigi tetap (delayed eruption)
Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi sulung atau
karena jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga perlu dilakukan eksisi.
Kadang-kadang hilang terlalu awal (premature los) gigi sulung akan mempercepat
erupsinya gigi tetap penggantinya, tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya
penulangan yang berlebihan sehingga perlu pembukaan pada waktu gigi permanen
akan erupsi, sehingga gigi tetap penggantinya dapat dicegah.
g. Kelainan jalannya erupsi gigi
Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya pola herediter
dari gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar dan panjang lengkung
rahang dengan elemen gigi yaitu adanya : persistensi atau retensi, Supernumerary,

pengerasan tulang, tekanan-tekanan mekanis : pencabutan, habit atau tekanan


ortodonsi, faktor-faktor idiopatik (tidak diketahui)
h. Ankilosis
Ankilosis atau ankilosis sebagian sering terjadi pada umur 6 12 tahun. Ankilosis
terjadi oleh karena robeknya bagian dari membrana periodontal sehingga lapisan
tulang bersatu dengan laminadura dan cemen.
Ankilosis dapat juga disebabkan oleh karena gangguan endokrin atau penyakitpenyakit kongenital (misal : kleidokranial disostosis yang mempunyai predisposisi
terjadi ankilosis, kecelakaan atau trauma).
i. Karies gigi
Adanya karies terutama pada bagian aproksimal dapat mengakibatkan terjadinya
pemendekan lengkung gigi sedang karies beroklusal mempengaruhi vertikal dimensi.
Adanya keries gigi pada gigi sulung mengakibatkan berkurangnya tekanan
pengunyahan yang dilanjutkan ke tulang rahang, dapat mengakibatkan rangsangan
pertumbuhan rahang berkurang sehingga pertumbuhan rahang kurang sempurna.
j. Restorasi gigi yang tidak baik
Terutama tumpatan aproksimal dapat menyebabkan gigi elongasi, sedangkan
tumpatan oklusal dapat menyebabkan gigi ektrusi atau rotasi.

2. Macam Macam Oklusi


A. Klasifikasi Angle
Klasifikasi Angle didasarkan pada gigi molar pertama permanen
karena merupakan gigi yang pertama kali tumbuh dan merupakan gigi
yang terbesar sehingga bisa mencapai zygomatikum
1. Kelas I Angle ( Neutroklusi )
Merupakan oklusi normal dimana cusp mesiobukal gigi molar
pertama permanen rahang atas berada pada bukal groove molar
pertama permanen rahang bawah
2. Kelas II Angle ( Distoklusi )
Merupakan salah satu maloklusi dimana bukal groove gigi
molar pertama permanen rahang bawah berada pada sisi distal cusp
mesiobukal dari gigi molar pertama permanen rahang atas. Kelas II
dibagi menjadi 2 divisi,

Divisi 1 maksilanya lebih labioversi.


Divisi 2 mandibula lebih linguoversi
3. Kelas III Angle ( Mesioklusi )
Merupakan salah satu jenis maloklusi dimana bukal groove gigi
molar pertama permanen rahang atas berada pada sisi mesial cusp
mesiolingual, sehingga menyebabkan overjet terbalik.

TABLE ANGLES CLASSIFICATIONS OF MALOCCLUSION AND FACIAL


PROFILES

a) Crowding
Kondisi oklusi gigi geligi antara RA dan RB tampak tidak beraturan (gigi
berjejal)
b) Open bite
Gigitan terbuka (open bite), yaitu keadaan di mana terdapat celah atau
ruangan atau tidak ada kontak di antara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah
apabila rahang dalam keadaan hubungan sentrik.
c) Cross bite
Gigitan silang (cross bite), yaitu keadaan di mana satu atau beberapa gigi atas
terdapat di sebelah palatinal atau lingual gigi-gigi bawah. Dikenal beberapa
macam cross bite :
a. Anterior cross bite, yaitu keadaan di mana gigi insisivi atas terdapat di sebelah
lingual gigi insisivi bawah.
b. Posterior cross bite, macamnya :

1) Buccal cross bite atau outer cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol
palatinal gigi posterior atas terdapat di sebelah bukal tonjol bukal gigi
posterior bawah.
2) Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas
terdapat pada fossa sentral gigi posterior bawah.
3) Complete lingual cross bite atau inner cross bite atau scissor bite, yaitu
keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas terdapat di sebelah lingual
tonjol lingual gigi posterior bawah.

c.

a.

b.

d.

a. anterior cross bite b. buccal cross bite/ outer cross bite c. lingual cross
bite d. complete lingual cross bite / inner cross bite/ scissor cross bite
d) Diastema
Terlihat ada space (jarak) antara gigi yang satu dan yang lainnya.
e) Deep bite
Gigitan dalam (deep bite), terlihat gigi yang terdapat pada RA saat oklusi
sampai menyentuh bagian gingiva dari RB.
f) Edge to edge

Terlihat bertemunya antara edge atau incisal edge dari gigi anterior RA dengan
edge atau incisal edge gigi RB.
B. Klasifikasi Insisivus
Beberapa dokter gigi

menganggap

lebih

mudah

untuk

mengklasifikasikan hubungan insisivus secara terpisah dari hubungan segmen


bukal. Hubungan insisivus mungkin tidak sama dengan hubungan segmen
bukal dan pada keadaan ini, sebaiknya keduanya diketahui. Selain itu, tujuan
utama perawatan orthodonti adalah untuk memperoleh hubungan insisivus
normal dan oleh karena itu klasifikasi maloklusi harus dipertimbangkan.
Walaupun istilah angle digunakan dalam mengklasifikasi hubungan insisivus,
harus ditekankan bahwa klasifikasi ini bukan klasifikasi Angle.
a.) Klas I
Insisal edge bawah beroklusi dengan bagian tengah permukaan palatal
insisivus atas atau terletak langsung dibawahnya bila overbite incomplete.
b.) Klas II
Insisal edge bawah terletak dibelakang bagian tengah permukaan
palatal insisivus atas. Hubungan insisivus klas II dibagi menjadi:
Divisi 1: Insisivus atas proklinasi
Divisi 2: Insisivus pertama atas retroklinasi

KLASIFIKASI MALOKLUSI
Angle.6

Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi

Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi
molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle mengelompokkan

maloklusi

menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. 12
1.

Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila.

12

Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama
permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.1)

13, 14

Terdapat

relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen
(netrooklusi).

12

Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi

dan protrusi. 14
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
(anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi. 15

Gambar 2.1 Maloklusi Klas I

2.

Maloklusi Klas II

: relasi posterior dari mandibula terhadap maksila.

12

Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove

gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar
2.2). 13, 14

Gambar 2.2 Maloklusi Klas II


Divisi 1

: insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak gigit besar


(overjet), insisivus lateral atas juga proklinasi, tumpang gigit besar
(overbite), dan curve of spee positif. 12

Divisi 2

: insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang


gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit
bertambah. 12, 14

Pada penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh 23,8% mempunyai


maloklusi Klas II. Peneliti lain mengatakan bahwa 55% dari populasi Amerika Serikat
mempunyai maloklusi Klas II Divisi I. 14
3.

Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila.

12

Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove
gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang
anterior). Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.3). 13, 14

Gambar 2.3 Maloklusi Klas III

Tipe 1

: adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.

Tipe 2

: adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila

tetapi

ada

linguoversi dari gigi anterior mandibula.


Tipe 3

lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi


anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik. 15

Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan crossbite
posterior. 10
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior
maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.
Selain Klasifikasi Angle, terdapat berbagai jenis maloklusi, seperti: 10
1. Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal gigi insisivus
maksila terhadap insisal gigi insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada
kasus deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus
mandibula sering berjejal, linguoversi, dan supra oklusi.
2. Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan
rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya
antara lain :
a.Anterior openbite
Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan
inklinasi ke depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan Klas II Angle divisi I
disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.
b. Posterior openbite pada regio premolar dan molar.
c. Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat baik di anterior,
posterior, dapat unilateral ataupun bilateral.
3. Crowded (Gigi berjejal)
Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal. Penyebab gigi
berjejal adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung
basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam,
lengkung koronal adalah lengkung yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah

mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi geligi.16 Faktor keturunan merupakan salah
satu penyebab gigi bejejal, misalnya ayah mempunyai struktur rahang besar dengan gigi
yang besar-besar, ibu mempunyai struktur rahang kecil dengan gigi yang kecil. Kombinasi
genetik antara rahang kecil dan gigi yang besar membuat rahang tidak cukup dan gigi
menjadi berjejal. Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan derajat keparahannya, yaitu: 10
a. Gigi berjejal kasus ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula, dianggap
suatu variasi yang normal dan dianggap tidak memerlukan perawatan.
b. Gigi berjejal kasus berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan oral hygiene yang
buruk.
4. Diastema (Gigi renggang)
Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di antara gigi geligi yang
seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu: 10
a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya antara lain frenulum labial
yang abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek, dan persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor
keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.

MALOKLUSI
2.1

Pengertian Maloklusi

Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga diartikan
sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk
rongga mulut serta fungsi
Maloklusi dapat timbul kaena faktor keturunan dimana ada ketidaksesuaian besar rahang dengan
besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis keturunan Ibu, dimana
rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis keturunan bapak yang giginya
lebar-lebar. Gigi-gigi tersebut tidak cukup letaknya di dlaam lengkung gigi.

Kekurangan gizi juga dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang
terganggu.
2.1.1

Macam-macam Maloklusi

Maloklusi dibagi 3:
1. Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap
tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan
2. Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap
tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan
rahang
3. Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul gangguan
saat dipakai untuk mengunyah
2.2

Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle

Kelas I Angle

Tonjol Mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1 bawah

Neutroklusi

kelas 1 angle
Kelas II Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih kemesial dari posisi kelas 1

telah melewati puncak tonjol mesiobukal M1 bawah

gigi M1 bawah lebih ke distal : Distoklusi

kelas II angle
Kelas III Angle

Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih Ke distal dari posisi klas 1

Telah melewati puncak tonjol distobukal M1 bawah

Gigi M1 bawah lebih ke mesial : Mesioklusi

kelas III angle


2.2.1

Kekurangan Klasifikasi Angle

Klasifikasi Angle ini masih merupakan system yang belum sempurna, masih terdapat
kekurangan-kekurangan pada system ini, karena Dr.Angle hanya berdasarkan hubungan gigi-gigi
saja dan oklusi antara lengkung gigi dirahang atas dan rahang bawah. Hingga sekarang
klasifikasi Dr.Angle masih banyak dipakai. Selain itu, system ini terbatas dan tidak dapat dipakai
untk segala keadaan sehingga dengan sstem ini kita tidak dapat memecahkan masalah tentang
hubungan gigi-gigi. Sebaba diagnose intra oral tidak mencukupi untuk menentukan suatu
anomaly, sebaiknya kita menggunakan ekstra oral dan diagnosis cephalometrik sebelum kita
memasukkan anomali itu kedalam suatu kelas. Apabila kita menggunakan M1 sebagai fixed
point dalam menentukan klasifikasi dalam maloklusi, maka kita akan kecewa, sebab suatu
hubungan mesio-distal yang normal dari molar-molar. Dan perlu ditekankan bahwa didalam
makhluk hidup tidak ada yang dinamakan fixed point, khususnya pada masa pertumbuhan. Kita
masih menggunakan klasifikasi dari Dr.Angle untuk menentukan maloklusi hanyalah untuk
penyederhanaan saja.

Apabila dengan system Angle kita mengalami kesulitan dalam menentukan klasifikasi dari
maloklusi, maka kita dapat pula menggunakan bantuan cara gnatognatik dan fotostatik. Bukan
suatu diagnosis, hanya suatu penggolongan.
2.2.2

Batasan untuk Klasifkasi Menurut Angle dalam penilaian maloklusi.

Penilaian masalah vertical dan transversal tidak termasuk ke dalam klasifikasi menurut Angle.
Overbite secara umum digunakan untuk mengukur hubungan oklusal vertical pada gerigi , tapi
tidak digunakan untuk pengukuran untuk hubungan vertical dari struktur facial skeletal.
Crossbites pada bidang transversal dapat berupa masalah sederhana seperti masalah antar 2
gigi atau yang kompleks yang melibatkan sebagian besar gigi posterior maxilla dan mandibula.
Klasifikasi Angle tidak menilai masalah-masalah seperti rotasi , crowding, dan spacing yang
terjadi pada gigi. Faktor lain seperti ketidakadaan gigi karena factor turunan atau impaksi gigi
yang membutuhkan perawatan orto , tidak berhubungan dengan klasifikasi menurut Angle.
Karena itulah, percobaan epidemiologi tidak dapat mengandalkan system klasifikasi Angle ,
karena factor penting seperti alignment gigi, overbite,overjet, dan crossbite tidak dapat diukur.
Pengetahuan tntang hubungan antara the angle classes dan alignment gigi, serta masalah
transversal dan vertical sangat berguna pada perlakuan kesehatan. Hubungan ini sangat
membantu untuk membedakan antara masalah maloklusi simple seperti alignment problem
pada maloklusi kelas 1 dengan maloklusi yang lebih kompleks seperti maloklusi divisi 1 kelas2
dengan crossbite posterior dan anterior.
Beberapa pendapat tentang klasifiksi Angle bersifat sangat subjektif untuk ukuran epidemiologi.
Pembahasan ini dapat berlaku saat investigator tidak menyusun batas objektif pada variable
seperti tooth crowding dan posisi anteroposterior gigi M1. Sebagai contoh, seseorang dengan
hubungan molar kelas 1 dapat memiliki oklusi yang ideal ,oklusi normal, dan maloklusi kelas 1.
Tiga grup ini dapat dibedakan dengan mendapatkan pengukuran secara objektif dari incisor yang
tidak beres dan penilaian oklusi ideal dengan skor 0 (alignment sempurna) , oklusi normal
dengan skor 1 dan skor untuk maloklusi tingkat 1 adalah >1. Terdapat kemiripan pada beberapa
hubungan M1 antara kelas 1 dan 3, dan kelas 1 dan 2.Hubungan molar kelas 1, 2, dan 3 dapat

dibedakan dengan dibuat sebuah jarak yang objektif, seperti 2mm mesial dan distal ke buccal
groove dari bagian bawah M1 .
2.3

Klasifikasi Incisivus
1. Kelas 1- Incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak di bawah cingulum
plateau incisive rahang atas

kelas I incisivus
1. Kelas 2- incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak pada bagian palatal
sampai cingulum plateau pada incisive rahang atas. Terbagi menjadi:

kelas II incisivus
1.
1. Pembagian :

kelas II incisivus divisi 1


2. Pembagian 2: central incisor rahang atas mengalami retroklinasi

kelas II incisivus divisi 2


1. Kelas 3-incisor edge pada rahang bawah oklusi dengan atau terletak pada bagian anterior
sampai cingulum plateau pada incisive rahang bawah

kelas III incisivus

Pada oklusi yang normal adalah hubungan kelas 1 dan overjet sebesar 2-4mm. overbite terjadi
saat incisive rahang atas menutupi sampai 1/3 incisive bagian bawah pada saat oklusi.
2.4 Klasifikasi caninus:
1. Kelas 1- canine rahang atas beroklusi pada ruang buccal antara canine rahang bawah dan

premolar satu rahang bawah


2. Kelas II- canine rahang atas oklusi di anterior sampai ruang buccal di antara canine
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

kelas II caninus
3. Kelas III- canine rahang atas oklusi di posterior sampai ruang buccal di antara canine
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
2.5 Klasifikasi Skeletal
Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada ketiga bidang ruang, dan variasi pada
setiap bidang bisa mempengaruhi.
Hubungan posisional antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu sama lain
dengan gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal. Keadaan ini
kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi atau pola skeletal. Klasifikasi dari
hubungan skeletal sering digunakan, yaitu:
1. Klas 1 skeletal-dimana rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada
keadaan oklusi.

kelas I skeletal
2. Klas 2 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang
dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Klas 1 skeletal.

kelas II skeletal

3. klas 3 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan
daripada kelas 1 skeletal.

kelas III skeletal


Contoh dari Klas 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada Gambar 4.3. Tentu saja, di sini ada berbagai
macam kisaran keparahan Klas 2 dan Klas 3 skelatal.
Gambar 4. 4 memperlihatkan efek variasi dari hubungan skeletal terhadap oklusi gigi-gigi jika
posisi gigi pada rahang tetap konstan.
Variasi pada hubungan skeletal bisa disebabkan oleh:
1. Variasi ukuran rahang
2. Variasi posisi rahang dalam hubungannya dengan basis kranium
Jadi jika salah satu rahang terlalu besar atau kecil dalam hubungannya dengan rahang lainnya
pada dimensi anteroposterior, akan dapat terjadi perkembangan hubungan klas 2 atau 3 skeletal.
Selanjutnya, jika salah stau rahang terletak lebih ke belakang atau ke depan daripada yang lain
dalam hubungannya dengan basis kranium, juga bisa terbentuk hubungan kelas 2 atau 3 skeletal.

Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi oklusi gigi-gigi. Idealnya,
kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari gigi-gigi bukal pada relasi transversal
adalah tepat. Kadang-kadang sebuah rahang lebih lebar dari yang lain sedemikian rupa sehingga
menimbulkan oklusi dari gigi-gigi terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal jika rahang
bawah lebih lebar, atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang lebih lebatr.
Gigitan terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.
Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi oklusi. Efeknya paling jelas
terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada sudut gonium. Mandibula dengan sudut
gonium yang tinggi cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih panjang, dan
pada kasus yang parah bisa menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya, mandibula
dengan sudut gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih
pendek.
2.6

Klasifikasi Profitt-Ackerman

Di tahun 1960-an, Ackerman dan Profitt meresmikan sistem tambahan informal pada metode
Angle dengan mengidentifikasi lima karakteristik utama dari malocclusi untuk digambarkan
secara sistematis pada klasifikasi. Pendekatan tersebut menutupi kelemahan utama skema Angle.
Secara spesifik, ia (1) menyertakan evaluasi pemadatan dan asimetri pada gigi dan menyertakan
evaluasi incisor protrusion, (2) mengenali hubungan antara protrusion dan crowding, (3)
menyertakan bidang transversal dan vertikal dan juga anteroposterior, dan (4) menyertakan
informasi tentang proporsi rahang pada titik yang tepat, yaitu pada gambaran hubungan pada tiap
bidang. Pengalaman membuktikan bahwa minimal lima karakteristik harus dipertimbangkan
dalam evaluasi diagnostik lengkap.
Meskipun elemen-elemen skema Ackerman-Profitt biasanya tidak dikombinasikan seperti
awalnya, sekarang banyak digunakan klasifikasi dengan lima karakteristik utama. Namun
perubahan terpenting adalah penekanan yang lebih besar pada evaluasi proporsi jaringan lunak
pada wajah dan hubungan gigi pada mulut dan pipi, pada senyum dan juga saat istirahat.
Penambahan Mengenai 5 Karakteristik Sistem Klasifikasi

Dua hal yang secara seksama membantu menganalisis hal ini adalah: (1) mengevaluasi orientasi
dari garis estetik (esthetic line) dari pertumbuhan gigi yang berhubungan tetapi berbeda dengan
fungsi garis Angle pada oklusi dan (2) menambahkan mengenai 3 dekripsi dimensional dari
wajah dan hubungan gigi dengan karakteristik rotasi sekitar daerah dari setiap alat.
1. Estethic Line of Dentition
Pada analisis moderen, garis kurva yang lain mengkarakteistikkan kemunculan dari pertumbuhan
gigi sangatlah penting. Garis estetik ini mengikuti tepi muka dari maksila gigi anterior dan gigi
posterior. Orientasi dari garis ini, seperti pada kepala dan rahang yang dideskripsikan ketika
terjadi rotasi yang tepat (pitch) pada aksis, perputaran (roll), dan pergeseran (yaw) sebagai
tambahan pada bagian transverse, anteroposterior dan vertikal.
1. Ketepatan, Perputaran, Pergeseran dari dekripsi sitematik
Kunci dari aspek yang telah dijelaskan dari sistem klasifikasi di atas adalah penggabungan dari
analisis sistematik dari skeletal dan hubungan gigi pada tiga bagian, sehingga tingkat kesalahan
(deviasi) pada setiap arah dapat digabungkan ke dalam daftar masalah pasien. Deskripsi yang
lengkap membutuhkan pertimbangan dari kedua pergerakan secara translasi (ke depan/ke
belakang, ke atas/ke bawah, ke kiri/ke kanan) pada bidang tiga dimensi dan rotasi mengenai garis
tegak lurus pada aksis dengan posisi yang tepat, berputar atau bergeser (pitch, roll, dan yaw).
Pengenalan dari rotasi aksis ke dalam deskripsi yang sistematis dari ciri dentofacial secara
signifikan meningkatkan ketelitian dari pendeskripsian dan dengan demikian terjadi peningkatan
fasilitas terhadap setiap masalah yang ada.
Ketepatan, perputaran, dan pergeseran dari garis estetik pertumbuhan gigi berguna untuk
mengevaluasi hubungan gigi dengan jaringan lunak. Dari pandangan ini, rotasi ke atas/ ke bawah
yang berlebihan dari gigi dan cenderung pada bibir dan dagu dapat diperhatikan sebagai salah
satu aspek dari ketepatan. Ketepatan dari pertumbuhan gigi cenderung pada jaringan lunak di
daerah wajah dan harus dievaluasi dengan percobaan klinis. Ketepatan dari rahang dan gigi satu
dengan yang lainnya serta otot skeletal di wajah dapat diperhatikan secara klinis, tetapi harus
dipastikan dengan menggunakan cephalometric radiograph pada klasifikasi akhir, di mana

ketepatan dinyatakan sebagai orientasi/patokan dari palatum, oklusal, dan daerah mandibula ke
bagian horisontal yang benar.
Perputaran (roll) dideskripsikan sebagai perputaran/rotasi ke atas dan ke bawah pada satu sisi
atau sisi yang lain. Pada percobaan klinis, hal ini sangat penting untuk menghubungkan orientasi
transverse dari gigi (garis estetik) dengan kedua jaringan lunak dan skeleton pada wajah.
Hubungan dengan jaringan lunak dievaluasi secara klinis dengan garis intercommissure sebagai
referensi. Baik cetakan maupun foto dapat digunakan untuk menandai bagian oklusal (Fox
plane) yang akan memperlihatkan bagian frontal maupun oblique ketika bibir tersenyum.
Hubungan skeleton wajah memeperlihatkan keterkaitan dengan garis interokular. Penggunaan
Fox plane adalah dengan memberi tanda pada kemiringan dari bidang oklusi yang dapat
memepermudah untuk memperlihatkan hubungan gigi pada garis oklusal namun dengan
perlengkapan ini tidak mungkin untuk dapat melihat hubungan gigi dengan garis
intercommissure. Hal ini membuat dokter gigi dapat mendeteksi ketidaksesuaian antara sisi-sisi
dari gigi ke bibir yang berjarak 1mm sedangkan pada orang normal berjarak 3mm.
Rotasi dari rahang dan gigi satu dengan yang lainnya disekitar aksis vertikal memproduksi
skeletal atau ketidaksesuain garis tengah yang disebut dengan pergeseran. Pergerakan gigi yang
relatif ke rahang, atau pergerakan dari rahang bawah atau rahang atas yang mengambil gigi
dengan hal itu, dapat terjadi. Efek pergerakan, selain gigi dan atau penyimpangan yang skeletal
midline, biasanya terjadi secara unilateral antara hubungan Kelas II atau Kelas II molar.
Pergerakan yang ekstrim berhubungan dengan asmetris posterior crossbite, buccal pada satu sisi
dan pada bagian lingual yang lain. Pergerakan meninggalkan klasifikasi sebelumnya, tetapi pada
bagian transverse yang asimetris memudahkan pendeskripsisan hubungan yang akurat.
Penyimpangan midline gigi hanya dapat sebagai bayangan dari salah penempatan incisive karena
gigi yang tumpang tindih. Hal ini harus dibedakan dari ketidaksesuaian pergerakan dimana
seluruh lengkung gigi dapat berputar di satu sisi. Jika ketidaksesuaian pergerakan terjadi,
pertanyaan berikutnya adalah apakah rahang itu sendiri mengalami penyimpangan, atau apakah
gigi cenderung menyimpang ke arah rahang. Penyimpangan pergerakkan maksila dapat terjadi
namun jarang, suatu kasus asimetri dari mandibula terjadi pada 40% pasien dari pasien normal
mandibular pertumbuhan yang berlebihan, dan pada pasien ini giginya akan cenderung

mengalami penyimpangan dalam penyeimbangan arah ke rahang. Hal ini dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan klinis dengan seksama karena mungkin tidak terlihat jelas dalam catatan diagnostik.
Meskipun merupakan tambahan kepada evaluasi diagnostik, ciri-ciri dentofacial harus dapat
menggambarkan lima karakteristik utama. Pemeriksaan lima karakteristik utama sesuai dengan
urutan akan mempermudah dalam mengorganisir informasi diagnostik untuk meyakinkan bahwa
tidak ada hal penting yang terlewatkan.
2.7

Maloklusi Dental dan Skeletal

Klasifikasi melalui 5 karakteristik ciri dentofacial

Penampakan dentofacial

Perbandingan frontal dan oblique facial, gigi anterior, orientasi terhadap garis estetik oklusi,
profil

Penjajaran (allignment)

Rapat/ terdapat ruang, membentuk lengkung, simetris, orientasi terhadap garis fungsional oklusi

Anteroposterior

Klasifikasi Angle, skeletal dan dental

Transverse

Crossbite, skeletal dan dental

Vertikal

Kedalaman menggigit, skeletal dan dental


2.8 Maloklusi dalam Sistem Stomatognatik

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja
mastikasi. Pasien dewasa dengan maloklusi dental dan skeletal yang parah memiliki kemampuan
mastikasi terbatas dibandingkan dengan individu yang oklusinya normal.
Beberapa penelitian juga telah mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja mastikasi pada
anak-anak. Manly and Hoffmeistr melaporkan bahwa anak-anak dengan maloklusi kelas I dan
kelas II memiliki kemampuan mastikasi yang sama dengan anak-anak oklusi normal, dan tidak
ada perbedaan yang signifikan terhadap kinerja mastikasinya, tetapi anak-anak dengan maloklusi
kelas III tidak memiliki kemampuan mastikasi sebaik anak-anak dengan maloklusi kelas I dan II.
Sebenarnya maloklusi tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menggigit dan
memroses makanan. Tetapi jika dibandingkan dengan maloklusi kelas I, kelas II, dan kelas III,
individu dengan oklusi normal dapat menghasilkan distribusi partikel yang lebih luas sehingga
mengidikasikan adanya kemampuan mastikasi yang lebih baik.
Setiap penyimpangan dari oklusi statis serta fungsional yang ideal akan bisa menimbulkan
kelainan pada komponen-komponen sistem pengungunyahan yang lain, khususnya sendi
temporomandibula dan otot-otot pengunyahan. Anggapan ini tidak benar sejauh menyangkut
oklusi alami. Banyak penelitian yang sudah dilakukan pada pasien dengan disfungsi sendi
temporomandibular dan otot. Kebanyakan peneliti sependapat bahwa masalah ini mempunyai
etiologi multifaktor, dengan maloklusi sebagai salah satu faktor di antaranya, tetapi tidak ada
faktor tunggal yang bisa menimbulkan masalah ini. Sebaliknya, penelitian-penelitian mengenai
maloklusi sebagian besar gagal untuk menemukan hubungan yang pasti antara tipe atau
keparahan suatu maloklusi dengan disfungsi temporomandibular. Meskipun demikian, disfungsi
oklusal bisa timbul akibat perawatan ortodonsi, bahkan dewasa ini makin tumbuh kesadaran
bahwa di samping upaya untuk mendapatkan oklusi statis yang ideal, perawatan ortodonsi juga
harus dilakukan dengan tujuan mendapatkan oklusi fungsional yang baik.

Foster, F. D. 2003. Buku Ajar Orthodonsi. Jakarta: EGC


Houston WJB.1990.Ortodonti Walther. Edisi ke 4. Terjemahan oleh drg. Lilian Yuwono.1994.
Jakarta:Hipokrates

Langlais, RP, dkk. 2015. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang sering ditemukan. Jakarta: EGC
Scheid, Rickne C. 2012. Woelfel Anatomi Gigi Edisi 8. Jakarta: EGC
Sulandjari, Heryumani. 2008. Buku Ajar Ortodonsia I KGO 1. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada

Anda mungkin juga menyukai