Makalah Skill Lab
Makalah Skill Lab
seorang anak. Anak mulai memperhatikan penampilan diri sehingga anak mulai sadar
bila terdapat sesuatu yang lain dalam penampilan terutama wajah. Penampilan yang
indah dan menarik akan menambah rasa percaya diri. 3 Pemahaman dan penghayatan
secara substansial akan tuntutan perubahan penampilan kehidupan sehat dan cantik
seorang anak cukup rumit dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Tuntutan
perubahan penampilan akan wajah anak yang sehat dan cantik semakin bervariasi. 4
Susunan gigi merupakan bagian yang menunjang penampilan wajah.3
Keadaan
gigi
geligi,
terutama
gigi
anterior
juga
berperan
dalam
mempengaruhi daya tarik atau estetik wajah. Jika posisi atau keadaan gigi geligi
anterior kurang baik atau tidak beraturan, daya tarik wajah akan berkurang pula. 5 Gigi
anterior memiliki fungsi estetik, bila terjadi trauma pada gigi anterior harus segera
dilakukan perawatan agar tidak kehilangan fungsinya. 6 Pada dasarnya lengkung gigi
sulung dapat mengalami perubahan dalam ukuran dimensi rata-rata, hal ini
disebabkan adanya pergeseran dari gigi geligi rahang atas yang dapat merubah gigi
geligi rahang bawah atau sebaliknya, akhirnya dimensi lengkung gigi geligi
mengalami perubahan.7
Malposisi gigi anterior akan mengurangi nilai estetik penampilan senyum
seseorang.8 Perubahan yang terjadi pada anak dari keadaan gigi geligi oklusi normal
menjadi maloklusi, dapat bersifat sementara atau tetap, hal ini tergantung pada
intensitas dan waktu terjadinya interaksi tumbuh kembang. 4 Masa tumbuh kembang
adalah periode terjadinya berbagai perubahan termasuk di dalam rongga mulut. Bukti
adanya tumbuh kembang adalah proses pergantian gigi sulung dengan gigi tetap. 9
Proses tumbuh kembang pada anak, umumnya bersifat dinamis dan berjalan terus
secara kesinambungan.7 Keadaan oklusi normal yang ditemukan pada masa gigi
sulung tidaklah menjamin tidak menimbulkan maloklusi pada masa berikutnya. Hal
itu terjadi karena banyak hal yang mempengaruhi proses tumbuh kembang khususnya
saat pergantian gigi geligi.9 Susunan gigi yang tidak teratur karena berbagai sebab
sehingga anak tersebut memerlukan perawatan ortodonti.3
Kasus maloklusi pada anak dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga
program pencegahan sangat diperlukan. Perawatan maloklusi dalam tahap
pencegahan sangat diperlukan, untuk memperhatikan kesehatan antara gigi, tulang
dan otot dalam fungsinya. 10 Jika anak masih dalam proses tumbuh kembang, untuk
memprediksi kejadian akhir proses tumbuh kembang wajah anak yang dikaitkan
dengan perawatan ortodonti sulit untuk dilakukan sehingga pertimbangan tindakan
atau intervensi ortodonti pada anak semakin kompleks.4
Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu sekitar 80% dari
jumlah penduduk. Hal tersebut menyebabkan antisipasi perkembangan angka kejadian
maloklusi, khususnya maloklusi pada anak diperlukan upaya penanggulangan secara
dini.11 Dalam menentukan tindakan pelayanan ortodonti seawal mungkin dalam masa
tumbuh kembang anak di era globalisasi, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan
secara seksama seperti anak masih dalam proses tumbuh kembang.4
DEFINISI MALOKLUSI
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai
harmonisnya
dengan tidak
anomali
tentang
maloklusi masih
hubungan vertikal yang abnormal antara gigi pada rahang atas dan bawah.
Sedangkan maloklusi transversal berupa crossbites dimana hubungan transversal
abnormal antara rahang atas dan bawah.
3. Maloklusi skeletal
Maloklusi skeletal disebabkan karena ketidaknormalan pada maksila atau
mandibula. Ketidaknormalan ini dapat berupa ukuran, posisi, maupun hubungan
antara rahang. Maloklusi skeletal juga dapat terjadi dalam tiga arah yaitu sagital,
vertikal, maupun transversal. Pada arah sagital berupa rahang mengalami prognati
ataupun retrognati. Pada arah vertikal berupa tinggi wajah. Pada arah transversal
berupa rahang sempit ataupun lebar.
2.1.2 Etiologi Maloklusi
Maloklusi disebabkan oleh beberapa faktor, bukan hanya satu faktor saja.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan maloklusi, yaitu:
1. Herediter.
Genetik mempunyai pengaruh yang besar terhadap terjadinya maloklusi
seperti, ukuran dan bentuk gigi, ukuran dan bentuk rahang, kelainan dental, gigi
berjejal,overjet dan lain-lain.
2. Keadaan kongenital.
Keadaan ini dilihat setelah bayi lahir. Penyebabnya dapat berupa infeksi,
faktor mekanik saat melahirkan, dampak radiologi, nutrisi dan kimia.
3. Pengaruh lingkungan.
Tekanan berpengaruh terhadap pertumbuhan kraniofasial. Tekanan ini
AYAH
Ukuran Gigi
Ukuran Rahang
Hasil
Besar
Besar
Normal
Normal
Normal
Normal
Kecil
Kecil
Normal
Ukuran Gigi
Ukuran Rahang
Hasil
Besar
Besar
Normal
Normal
Normal
Normal
Kecil
Kecil
Normal
IBU
ANAK
Ukuran Gigi
Ukuran Rahang
Hasil
Besar
Besar
Normal
Normal
Normal
Normal
Kecil
Kecil
Normal
Besar
Kecil
Tidak Normal
Kecil
Besar
Tidak Normal
B. Faktor Infeksi
Infeksi virus pada ibu hamil sering menimbulkan gejala yang nyata, atau
tidak ada pengaruhnya terhadap ibu itu sendiri, tetapi menimbulkan akibat
yang serius pada masa organogenesis, beberapa infeksi yang menyebabkan
terjadinya tergangunya atau kelainan kongenital adalah TORCH
diantaranya Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes Virus.
C. Radiasi
Setelah terjadi pembuahan, sel-sel menjadi sangat radiosensitif dan mudah
rusak oleh karena radiasi. Sinar radiasi akan ber-efek desrupsi dan
diferensiasi jaringan.
D. Sifat teratogen pada obat-obatan
dalam
tubuh
dan
kraniodentofasial.
- Hormon somatotropin
- Hormon tiroid
-
mempengaruhi
pada
tumbuh
kembang
1. Perbedaan antara ukuran gigi-gigi dan ukuran rahang yang menampung gigi tersebut.
2. Pola tulang muka yang tidak selaras.
Untuk mempermudah mengetahui etiologi dari maloklusi dibuat klasifikasi dari
penyebab kelainan maloklusi tersebut. Terdapat dua pembagian pokok klasifikasi
maloklusi
a) Crowding
Kondisi oklusi gigi geligi antara RA dan RB tampak tidak beraturan (gigi
berjejal)
b) Open bite
Gigitan terbuka (open bite), yaitu keadaan di mana terdapat celah atau
ruangan atau tidak ada kontak di antara gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah
apabila rahang dalam keadaan hubungan sentrik.
c) Cross bite
Gigitan silang (cross bite), yaitu keadaan di mana satu atau beberapa gigi atas
terdapat di sebelah palatinal atau lingual gigi-gigi bawah. Dikenal beberapa
macam cross bite :
a. Anterior cross bite, yaitu keadaan di mana gigi insisivi atas terdapat di sebelah
lingual gigi insisivi bawah.
b. Posterior cross bite, macamnya :
1) Buccal cross bite atau outer cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol
palatinal gigi posterior atas terdapat di sebelah bukal tonjol bukal gigi
posterior bawah.
2) Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas
terdapat pada fossa sentral gigi posterior bawah.
3) Complete lingual cross bite atau inner cross bite atau scissor bite, yaitu
keadaan di mana tonjol bukal gigi posterior atas terdapat di sebelah lingual
tonjol lingual gigi posterior bawah.
c.
a.
b.
d.
a. anterior cross bite b. buccal cross bite/ outer cross bite c. lingual cross
bite d. complete lingual cross bite / inner cross bite/ scissor cross bite
d) Diastema
Terlihat ada space (jarak) antara gigi yang satu dan yang lainnya.
e) Deep bite
Gigitan dalam (deep bite), terlihat gigi yang terdapat pada RA saat oklusi
sampai menyentuh bagian gingiva dari RB.
f) Edge to edge
Terlihat bertemunya antara edge atau incisal edge dari gigi anterior RA dengan
edge atau incisal edge gigi RB.
B. Klasifikasi Insisivus
Beberapa dokter gigi
menganggap
lebih
mudah
untuk
KLASIFIKASI MALOKLUSI
Angle.6
Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi
molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle mengelompokkan
maloklusi
menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. 12
1.
12
Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama
permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.1)
13, 14
Terdapat
relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen
(netrooklusi).
12
dan protrusi. 14
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
(anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi. 15
2.
Maloklusi Klas II
12
Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove
gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar
2.2). 13, 14
Divisi 2
12
Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove
gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang
anterior). Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.3). 13, 14
Tipe 1
: adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.
Tipe 2
tetapi
ada
Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan crossbite
posterior. 10
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior
maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.
Selain Klasifikasi Angle, terdapat berbagai jenis maloklusi, seperti: 10
1. Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal gigi insisivus
maksila terhadap insisal gigi insisivus mandibula dalam arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada
kasus deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus
mandibula sering berjejal, linguoversi, dan supra oklusi.
2. Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan
rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut lokasinya
antara lain :
a.Anterior openbite
Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi depan
inklinasi ke depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan Klas II Angle divisi I
disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.
b. Posterior openbite pada regio premolar dan molar.
c. Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat baik di anterior,
posterior, dapat unilateral ataupun bilateral.
3. Crowded (Gigi berjejal)
Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal. Penyebab gigi
berjejal adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung
basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam,
lengkung koronal adalah lengkung yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah
mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi geligi.16 Faktor keturunan merupakan salah
satu penyebab gigi bejejal, misalnya ayah mempunyai struktur rahang besar dengan gigi
yang besar-besar, ibu mempunyai struktur rahang kecil dengan gigi yang kecil. Kombinasi
genetik antara rahang kecil dan gigi yang besar membuat rahang tidak cukup dan gigi
menjadi berjejal. Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan derajat keparahannya, yaitu: 10
a. Gigi berjejal kasus ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula, dianggap
suatu variasi yang normal dan dianggap tidak memerlukan perawatan.
b. Gigi berjejal kasus berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan oral hygiene yang
buruk.
4. Diastema (Gigi renggang)
Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di antara gigi geligi yang
seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu: 10
a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya antara lain frenulum labial
yang abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek, dan persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh faktor
keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.
MALOKLUSI
2.1
Pengertian Maloklusi
Maloklusi adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal, maloklusi juga diartikan
sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk
rongga mulut serta fungsi
Maloklusi dapat timbul kaena faktor keturunan dimana ada ketidaksesuaian besar rahang dengan
besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang mengikuti garis keturunan Ibu, dimana
rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi mengikuti garis keturunan bapak yang giginya
lebar-lebar. Gigi-gigi tersebut tidak cukup letaknya di dlaam lengkung gigi.
Kekurangan gizi juga dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang
terganggu.
2.1.1
Macam-macam Maloklusi
Maloklusi dibagi 3:
1. Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap
tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan
2. Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap
tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan
rahang
3. Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul gangguan
saat dipakai untuk mengunyah
2.2
Kelas I Angle
Neutroklusi
kelas 1 angle
Kelas II Angle
kelas II angle
Kelas III Angle
Klasifikasi Angle ini masih merupakan system yang belum sempurna, masih terdapat
kekurangan-kekurangan pada system ini, karena Dr.Angle hanya berdasarkan hubungan gigi-gigi
saja dan oklusi antara lengkung gigi dirahang atas dan rahang bawah. Hingga sekarang
klasifikasi Dr.Angle masih banyak dipakai. Selain itu, system ini terbatas dan tidak dapat dipakai
untk segala keadaan sehingga dengan sstem ini kita tidak dapat memecahkan masalah tentang
hubungan gigi-gigi. Sebaba diagnose intra oral tidak mencukupi untuk menentukan suatu
anomaly, sebaiknya kita menggunakan ekstra oral dan diagnosis cephalometrik sebelum kita
memasukkan anomali itu kedalam suatu kelas. Apabila kita menggunakan M1 sebagai fixed
point dalam menentukan klasifikasi dalam maloklusi, maka kita akan kecewa, sebab suatu
hubungan mesio-distal yang normal dari molar-molar. Dan perlu ditekankan bahwa didalam
makhluk hidup tidak ada yang dinamakan fixed point, khususnya pada masa pertumbuhan. Kita
masih menggunakan klasifikasi dari Dr.Angle untuk menentukan maloklusi hanyalah untuk
penyederhanaan saja.
Apabila dengan system Angle kita mengalami kesulitan dalam menentukan klasifikasi dari
maloklusi, maka kita dapat pula menggunakan bantuan cara gnatognatik dan fotostatik. Bukan
suatu diagnosis, hanya suatu penggolongan.
2.2.2
Penilaian masalah vertical dan transversal tidak termasuk ke dalam klasifikasi menurut Angle.
Overbite secara umum digunakan untuk mengukur hubungan oklusal vertical pada gerigi , tapi
tidak digunakan untuk pengukuran untuk hubungan vertical dari struktur facial skeletal.
Crossbites pada bidang transversal dapat berupa masalah sederhana seperti masalah antar 2
gigi atau yang kompleks yang melibatkan sebagian besar gigi posterior maxilla dan mandibula.
Klasifikasi Angle tidak menilai masalah-masalah seperti rotasi , crowding, dan spacing yang
terjadi pada gigi. Faktor lain seperti ketidakadaan gigi karena factor turunan atau impaksi gigi
yang membutuhkan perawatan orto , tidak berhubungan dengan klasifikasi menurut Angle.
Karena itulah, percobaan epidemiologi tidak dapat mengandalkan system klasifikasi Angle ,
karena factor penting seperti alignment gigi, overbite,overjet, dan crossbite tidak dapat diukur.
Pengetahuan tntang hubungan antara the angle classes dan alignment gigi, serta masalah
transversal dan vertical sangat berguna pada perlakuan kesehatan. Hubungan ini sangat
membantu untuk membedakan antara masalah maloklusi simple seperti alignment problem
pada maloklusi kelas 1 dengan maloklusi yang lebih kompleks seperti maloklusi divisi 1 kelas2
dengan crossbite posterior dan anterior.
Beberapa pendapat tentang klasifiksi Angle bersifat sangat subjektif untuk ukuran epidemiologi.
Pembahasan ini dapat berlaku saat investigator tidak menyusun batas objektif pada variable
seperti tooth crowding dan posisi anteroposterior gigi M1. Sebagai contoh, seseorang dengan
hubungan molar kelas 1 dapat memiliki oklusi yang ideal ,oklusi normal, dan maloklusi kelas 1.
Tiga grup ini dapat dibedakan dengan mendapatkan pengukuran secara objektif dari incisor yang
tidak beres dan penilaian oklusi ideal dengan skor 0 (alignment sempurna) , oklusi normal
dengan skor 1 dan skor untuk maloklusi tingkat 1 adalah >1. Terdapat kemiripan pada beberapa
hubungan M1 antara kelas 1 dan 3, dan kelas 1 dan 2.Hubungan molar kelas 1, 2, dan 3 dapat
dibedakan dengan dibuat sebuah jarak yang objektif, seperti 2mm mesial dan distal ke buccal
groove dari bagian bawah M1 .
2.3
Klasifikasi Incisivus
1. Kelas 1- Incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak di bawah cingulum
plateau incisive rahang atas
kelas I incisivus
1. Kelas 2- incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak pada bagian palatal
sampai cingulum plateau pada incisive rahang atas. Terbagi menjadi:
kelas II incisivus
1.
1. Pembagian :
Pada oklusi yang normal adalah hubungan kelas 1 dan overjet sebesar 2-4mm. overbite terjadi
saat incisive rahang atas menutupi sampai 1/3 incisive bagian bawah pada saat oklusi.
2.4 Klasifikasi caninus:
1. Kelas 1- canine rahang atas beroklusi pada ruang buccal antara canine rahang bawah dan
kelas II caninus
3. Kelas III- canine rahang atas oklusi di posterior sampai ruang buccal di antara canine
rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
2.5 Klasifikasi Skeletal
Hubungan rahang satu sama lain juga bervariasi pada ketiga bidang ruang, dan variasi pada
setiap bidang bisa mempengaruhi.
Hubungan posisional antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu sama lain
dengan gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal. Keadaan ini
kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi atau pola skeletal. Klasifikasi dari
hubungan skeletal sering digunakan, yaitu:
1. Klas 1 skeletal-dimana rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada
keadaan oklusi.
kelas I skeletal
2. Klas 2 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang
dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Klas 1 skeletal.
kelas II skeletal
3. klas 3 skeletal-dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan
daripada kelas 1 skeletal.
Ukuran relatif dari rahang pada dimensi lateral juga mempengaruhi oklusi gigi-gigi. Idealnya,
kedua rahang cocok ukurannya, sehingga oklusi dari gigi-gigi bukal pada relasi transversal
adalah tepat. Kadang-kadang sebuah rahang lebih lebar dari yang lain sedemikian rupa sehingga
menimbulkan oklusi dari gigi-gigi terpengaruh, menimbulkan gigitan terbalik bukal jika rahang
bawah lebih lebar, atau oklusi lingual dari gigi-gigi bawah jika rahang atas yang lebih lebatr.
Gigitan terbalik bukal bisa unilateral atau bilateral.
Hubungan vertikal dari rahang atas dan bawah juga mempengaruhi oklusi. Efeknya paling jelas
terlihat berupa variasi bentuk rahang bawah pada sudut gonium. Mandibula dengan sudut
gonium yang tinggi cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih panjang, dan
pada kasus yang parah bisa menimbulkan gigitan terbuka anterior. Sebaliknya, mandibula
dengan sudut gonium yang rendah cenderung menimbulkan dimensi vertikal wajah yang lebih
pendek.
2.6
Klasifikasi Profitt-Ackerman
Di tahun 1960-an, Ackerman dan Profitt meresmikan sistem tambahan informal pada metode
Angle dengan mengidentifikasi lima karakteristik utama dari malocclusi untuk digambarkan
secara sistematis pada klasifikasi. Pendekatan tersebut menutupi kelemahan utama skema Angle.
Secara spesifik, ia (1) menyertakan evaluasi pemadatan dan asimetri pada gigi dan menyertakan
evaluasi incisor protrusion, (2) mengenali hubungan antara protrusion dan crowding, (3)
menyertakan bidang transversal dan vertikal dan juga anteroposterior, dan (4) menyertakan
informasi tentang proporsi rahang pada titik yang tepat, yaitu pada gambaran hubungan pada tiap
bidang. Pengalaman membuktikan bahwa minimal lima karakteristik harus dipertimbangkan
dalam evaluasi diagnostik lengkap.
Meskipun elemen-elemen skema Ackerman-Profitt biasanya tidak dikombinasikan seperti
awalnya, sekarang banyak digunakan klasifikasi dengan lima karakteristik utama. Namun
perubahan terpenting adalah penekanan yang lebih besar pada evaluasi proporsi jaringan lunak
pada wajah dan hubungan gigi pada mulut dan pipi, pada senyum dan juga saat istirahat.
Penambahan Mengenai 5 Karakteristik Sistem Klasifikasi
Dua hal yang secara seksama membantu menganalisis hal ini adalah: (1) mengevaluasi orientasi
dari garis estetik (esthetic line) dari pertumbuhan gigi yang berhubungan tetapi berbeda dengan
fungsi garis Angle pada oklusi dan (2) menambahkan mengenai 3 dekripsi dimensional dari
wajah dan hubungan gigi dengan karakteristik rotasi sekitar daerah dari setiap alat.
1. Estethic Line of Dentition
Pada analisis moderen, garis kurva yang lain mengkarakteistikkan kemunculan dari pertumbuhan
gigi sangatlah penting. Garis estetik ini mengikuti tepi muka dari maksila gigi anterior dan gigi
posterior. Orientasi dari garis ini, seperti pada kepala dan rahang yang dideskripsikan ketika
terjadi rotasi yang tepat (pitch) pada aksis, perputaran (roll), dan pergeseran (yaw) sebagai
tambahan pada bagian transverse, anteroposterior dan vertikal.
1. Ketepatan, Perputaran, Pergeseran dari dekripsi sitematik
Kunci dari aspek yang telah dijelaskan dari sistem klasifikasi di atas adalah penggabungan dari
analisis sistematik dari skeletal dan hubungan gigi pada tiga bagian, sehingga tingkat kesalahan
(deviasi) pada setiap arah dapat digabungkan ke dalam daftar masalah pasien. Deskripsi yang
lengkap membutuhkan pertimbangan dari kedua pergerakan secara translasi (ke depan/ke
belakang, ke atas/ke bawah, ke kiri/ke kanan) pada bidang tiga dimensi dan rotasi mengenai garis
tegak lurus pada aksis dengan posisi yang tepat, berputar atau bergeser (pitch, roll, dan yaw).
Pengenalan dari rotasi aksis ke dalam deskripsi yang sistematis dari ciri dentofacial secara
signifikan meningkatkan ketelitian dari pendeskripsian dan dengan demikian terjadi peningkatan
fasilitas terhadap setiap masalah yang ada.
Ketepatan, perputaran, dan pergeseran dari garis estetik pertumbuhan gigi berguna untuk
mengevaluasi hubungan gigi dengan jaringan lunak. Dari pandangan ini, rotasi ke atas/ ke bawah
yang berlebihan dari gigi dan cenderung pada bibir dan dagu dapat diperhatikan sebagai salah
satu aspek dari ketepatan. Ketepatan dari pertumbuhan gigi cenderung pada jaringan lunak di
daerah wajah dan harus dievaluasi dengan percobaan klinis. Ketepatan dari rahang dan gigi satu
dengan yang lainnya serta otot skeletal di wajah dapat diperhatikan secara klinis, tetapi harus
dipastikan dengan menggunakan cephalometric radiograph pada klasifikasi akhir, di mana
ketepatan dinyatakan sebagai orientasi/patokan dari palatum, oklusal, dan daerah mandibula ke
bagian horisontal yang benar.
Perputaran (roll) dideskripsikan sebagai perputaran/rotasi ke atas dan ke bawah pada satu sisi
atau sisi yang lain. Pada percobaan klinis, hal ini sangat penting untuk menghubungkan orientasi
transverse dari gigi (garis estetik) dengan kedua jaringan lunak dan skeleton pada wajah.
Hubungan dengan jaringan lunak dievaluasi secara klinis dengan garis intercommissure sebagai
referensi. Baik cetakan maupun foto dapat digunakan untuk menandai bagian oklusal (Fox
plane) yang akan memperlihatkan bagian frontal maupun oblique ketika bibir tersenyum.
Hubungan skeleton wajah memeperlihatkan keterkaitan dengan garis interokular. Penggunaan
Fox plane adalah dengan memberi tanda pada kemiringan dari bidang oklusi yang dapat
memepermudah untuk memperlihatkan hubungan gigi pada garis oklusal namun dengan
perlengkapan ini tidak mungkin untuk dapat melihat hubungan gigi dengan garis
intercommissure. Hal ini membuat dokter gigi dapat mendeteksi ketidaksesuaian antara sisi-sisi
dari gigi ke bibir yang berjarak 1mm sedangkan pada orang normal berjarak 3mm.
Rotasi dari rahang dan gigi satu dengan yang lainnya disekitar aksis vertikal memproduksi
skeletal atau ketidaksesuain garis tengah yang disebut dengan pergeseran. Pergerakan gigi yang
relatif ke rahang, atau pergerakan dari rahang bawah atau rahang atas yang mengambil gigi
dengan hal itu, dapat terjadi. Efek pergerakan, selain gigi dan atau penyimpangan yang skeletal
midline, biasanya terjadi secara unilateral antara hubungan Kelas II atau Kelas II molar.
Pergerakan yang ekstrim berhubungan dengan asmetris posterior crossbite, buccal pada satu sisi
dan pada bagian lingual yang lain. Pergerakan meninggalkan klasifikasi sebelumnya, tetapi pada
bagian transverse yang asimetris memudahkan pendeskripsisan hubungan yang akurat.
Penyimpangan midline gigi hanya dapat sebagai bayangan dari salah penempatan incisive karena
gigi yang tumpang tindih. Hal ini harus dibedakan dari ketidaksesuaian pergerakan dimana
seluruh lengkung gigi dapat berputar di satu sisi. Jika ketidaksesuaian pergerakan terjadi,
pertanyaan berikutnya adalah apakah rahang itu sendiri mengalami penyimpangan, atau apakah
gigi cenderung menyimpang ke arah rahang. Penyimpangan pergerakkan maksila dapat terjadi
namun jarang, suatu kasus asimetri dari mandibula terjadi pada 40% pasien dari pasien normal
mandibular pertumbuhan yang berlebihan, dan pada pasien ini giginya akan cenderung
mengalami penyimpangan dalam penyeimbangan arah ke rahang. Hal ini dapat terdeteksi dengan
pemeriksaan klinis dengan seksama karena mungkin tidak terlihat jelas dalam catatan diagnostik.
Meskipun merupakan tambahan kepada evaluasi diagnostik, ciri-ciri dentofacial harus dapat
menggambarkan lima karakteristik utama. Pemeriksaan lima karakteristik utama sesuai dengan
urutan akan mempermudah dalam mengorganisir informasi diagnostik untuk meyakinkan bahwa
tidak ada hal penting yang terlewatkan.
2.7
Penampakan dentofacial
Perbandingan frontal dan oblique facial, gigi anterior, orientasi terhadap garis estetik oklusi,
profil
Penjajaran (allignment)
Rapat/ terdapat ruang, membentuk lengkung, simetris, orientasi terhadap garis fungsional oklusi
Anteroposterior
Transverse
Vertikal
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja
mastikasi. Pasien dewasa dengan maloklusi dental dan skeletal yang parah memiliki kemampuan
mastikasi terbatas dibandingkan dengan individu yang oklusinya normal.
Beberapa penelitian juga telah mengevaluasi efek dari maloklusi terhadap kinerja mastikasi pada
anak-anak. Manly and Hoffmeistr melaporkan bahwa anak-anak dengan maloklusi kelas I dan
kelas II memiliki kemampuan mastikasi yang sama dengan anak-anak oklusi normal, dan tidak
ada perbedaan yang signifikan terhadap kinerja mastikasinya, tetapi anak-anak dengan maloklusi
kelas III tidak memiliki kemampuan mastikasi sebaik anak-anak dengan maloklusi kelas I dan II.
Sebenarnya maloklusi tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menggigit dan
memroses makanan. Tetapi jika dibandingkan dengan maloklusi kelas I, kelas II, dan kelas III,
individu dengan oklusi normal dapat menghasilkan distribusi partikel yang lebih luas sehingga
mengidikasikan adanya kemampuan mastikasi yang lebih baik.
Setiap penyimpangan dari oklusi statis serta fungsional yang ideal akan bisa menimbulkan
kelainan pada komponen-komponen sistem pengungunyahan yang lain, khususnya sendi
temporomandibula dan otot-otot pengunyahan. Anggapan ini tidak benar sejauh menyangkut
oklusi alami. Banyak penelitian yang sudah dilakukan pada pasien dengan disfungsi sendi
temporomandibular dan otot. Kebanyakan peneliti sependapat bahwa masalah ini mempunyai
etiologi multifaktor, dengan maloklusi sebagai salah satu faktor di antaranya, tetapi tidak ada
faktor tunggal yang bisa menimbulkan masalah ini. Sebaliknya, penelitian-penelitian mengenai
maloklusi sebagian besar gagal untuk menemukan hubungan yang pasti antara tipe atau
keparahan suatu maloklusi dengan disfungsi temporomandibular. Meskipun demikian, disfungsi
oklusal bisa timbul akibat perawatan ortodonsi, bahkan dewasa ini makin tumbuh kesadaran
bahwa di samping upaya untuk mendapatkan oklusi statis yang ideal, perawatan ortodonsi juga
harus dilakukan dengan tujuan mendapatkan oklusi fungsional yang baik.
Langlais, RP, dkk. 2015. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang sering ditemukan. Jakarta: EGC
Scheid, Rickne C. 2012. Woelfel Anatomi Gigi Edisi 8. Jakarta: EGC
Sulandjari, Heryumani. 2008. Buku Ajar Ortodonsia I KGO 1. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada