Anda di halaman 1dari 6

BRIDGETON INDUSTRIES AUTOMOTIVE

COMPONENT AND FABRICATION PLANT

Kelompok: 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ayu Anika
Benyamin Yosep Sailana
Chandra Wijaya
Chintya Puspitasari
Daniel Manek
Dessy Erica
Desy Larassati

(731526558)
(731526562)
(731525524)
(731525531)
(731525539)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA
2015
Pendahuluan
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan perusahaan adalah mempertimbangkan dan
menerapkan berbagai strategi dan metode yang digunakan oleh perusahaan secara tepat.
Namun dalam kenyataan, banyak perusahaan yang kurang tepat dalam memilih dan
menetapkan strategi serta metode yang digunakan. Akibatnya perusahaan tersebut dapat

mengalami kemunduran dalam menjalankan bisnisnya. Contohnya dapat dilihat pada


perusahaan Bridgeton Industries.
Bridgeton Industries adalah salah satu perusahaan yang terlambat memperbaharui dan
salah memilih strategi dan metode yang digunakan sehingga kelangsungan perusahaannya
menjadi terancam, misalnya, perusahaan mengalami peningkatan biaya produksi meskipun
telah dilakukan pengurangan biaya produksi per unit. Strategi dan metode yang perlu
dievaluasi adalah penggunaan plantwide system atau single pool rate dalam mengalokasikan
biaya overhead, dasar penentuan overhead rate yang menggunakan direct labor, serta
keputusan melakukan outsourcing.
Oleh karena itu, perusahaan harus memahami situasi dan perkembangan lingkungan
bisnis agar mampu memilih dan menerapkan strategi dan metode dengan tepat demi
kelangsungan hidup perusahaannya.

Profil
Bridgeton Industries merupakan pemasok domestik terbesar dari komponen automotif,
yang memiliki lokasi pabrik Automotif Component and Fabrication Plant (ACF). Semua
produknya dijual ke Big Three manufaktur domestik. Bridgeton sendiri memiliki dua pabrik
untuk memproduksi mesin diesel yang hemat bahan bakar, salah satunya berada di ACF.
Ketika pertumbuhan mobil dengan bahan bakar diesel tidak lagi berkelanjutan, maka salah
satu usahanya harus ditutup.
Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa biaya fasilitas ACF tidak kompetitif,
sehingga para pekerja melakukan pengurangan pada biaya produksi per unit, namun pabrik
yang berada di ACF tetap ditutup.
Oleh karena itu, Bridgeton kemudian menyewa konsultan strategi untuk memeriksa
semua produknya dan menglasifikasikannya. Biaya produk diklasifikasikan ke dalam tiga
kelas menurut tingkat daya saing biaya. Kelas I untuk produk kelas dunia, kelas II untuk
produk yang memiliki potensi untuk menjadi kelas dunia dan produk kelas III yang tidak
memiliki harapan untuk menjadi kelas dunia dimana sebaiknya produk tersebut outsource
atau dihentikan.
Untuk tetap bertahan, pada akhir tahun 1987 dilakukan outsource atas oil pans dan
muffler-exhaust systems. Beberapa program lain juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas

produk dan produktivitas, tetapi ketika program-program ini diaplikasikan membuat produk
manifold yang berada di kelas II turun ke kelas III. Perusahaan benar-benar tidak dapat
melakukan apa-apa untuk mempertahankan bisnisnya.

Pembahasan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan Bridgeton Industries.
1. Penggunaan plantwide system atau single pool rate dalam mengalokasikan biaya
overheadnya. Perusahaan Bridgeton

Industries tidak hanya memproduksi satu

produk, namun beberapa produk, sehingga terdapat banyak aktivitas. Jadi jika
diterapkan single pool rate, pilihan ini tidak menggambarkan biaya sesungguhnya
dari setiap produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena single pool rate hanya
cocok untuk perusahaan yang menghasilkan produk yang sama dengan satu jenis
aktivitas.
2. Dasar penentuan overhead rate yang menggunakan direct labor. Dasar penentuan ini
menimbulkan masalah karena menyebabkan terus meningkatnya biaya produksi.
Dalam hal ini, biaya per unit yang dianggarkan untuk overhead (burden) dialokasikan
ke produk sebesar persentase direct labor dollars.
Pada exhibit 1 juga ditunjukkan bahwa hampir semua produk diproduksi secara
terotomatisasi. Sehingga proses produksi di Bridgeton Industries lebih banyak
menggunakan tenaga mesin dibandingkan tenaga kerja manusia (direct labor).
Alokasi biaya overhead yang saat itu diterapkan oleh Bridgeton tidak dapat
menggambarkan biaya produksi yang sebenarnya dari setiap produk. Selain itu,
pengalokasian biaya overhead berdasarkan direct labor dapat menyebabkan bias, yang
artinya produk dengan intensitas produksi yang tinggi menggunakan mesin dan tidak
banyak

menggunakan

tenaga

kerja

akan

menyebabkan

undercost

karena

pengalokasian biaya overhead. Jadi, peningkatan biaya produksi yang dialami oleh
Bridgeton Industries disebabkan karena adanya kesalahan dalam penetapan dasar
pengalokasian biaya overhead. Penetapan dasar pengalokasian biaya overhead
tersebut tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, namun juga terdapat
kemungkinan adanya unused capacity.

3. Keputusan outsourcing.
Keputusan outsourcing yang dilakukan perusahaan ini menimbulkan inefisiensi dalam
pembiayaan. Karena di tahun 1988/1989 dimana produk muffler dan oil pans mulai
outsourcing, pada tahun itu pula laba total perusahaan turun drastis sebesar 35%.
Dengan kata lain meski sudah melakukan outsource namun laba justru menurun, hal
ini dikarenakan tidak adanya produksi sehingga penjualan juga menurun. Jadi, meski
pun keputusan outsourcing itu dimaksudkan untuk menurunkan biaya namun tidak
akan berpengaruh besar terhadap biaya produksi perusahaan, karena biaya fixed
overhead lebih besar (biaya dengan kode akun 1000, 4000, 5000. 8000. 9000. 11000)
dibanding biaya material dan biaya tenaga kerja, dimana sebagian besar produksi
perusahaan merupakan biaya yang tetap atau tidak berubah ketika ada perubahan
jumlah produksi.
Porsi biaya Fixed Overhead terhadap biaya overhead dan total biaya :
Overhead
No Number

By

Account
1986/87

1987/88

1988/89

1989/90

1000

7,713

7,806

5,572

5,679

1500

6,743

6,824

5,883

5,928

2000

3,642

3,794

2,031

2,115

3000

2,428

2,529

1,354

1,410

4000

8,817

8,888

7,360

7,433

5000

24,181

24,460

20,063

20,274

8000

5,964

5,946

3,744

3,744

9000

6,708

6,771

5,948

5,987

11000

5,089

5,011

3,150

3,030

12000

26,954

28,077

15,027

15,683

14000

9,733

9,784

8,025

8,110

Total Overhead

107,954

109,890

78,157

79,393

53,383

53,871

42,687

43,117

% 2 terhadap 1

49%

49%

55%

54%

total costs

255,001

262,547

158,650

163,041

% 2 terhadap 3

21%

21%

27%

26%

%1 terhadap 3

42%

42%

49%

49%

Total

Fixed

Overhead

(account number 1000, 4000,


2

5000, 8000, 9000, 11000)

Terlihat bahwa setelah dilakukan outsourcing persentase biaya tetap overhead


meningkat baik terhadap biaya overhead maupun total biaya, hal ini menunjukkan
bahwa struktur biaya overhead produksi perusahaan sebagian besar berasal dari
biaya tetap overhead. Selain itu proporsi biaya overhead lebih meningkat justru
setelah ada produk yang diproduksi pihak lain dengan proporsi 42% dan 49%.
Hal ini menunjukkan pula bahwa biaya overhead merupakan bagian biaya yang
signifikan dalam perusahaan. Karena biaya overhead signifikan, maka proses
produksi ACF lebih banyak menggunakan mesin atau terotomatisasi.

Penutup
1. Kesimpulan
1) Perusahaan Bridgetin Industries salah menerapkan metode single pool rate.

2) Perusahaan salah membebankan overhead rate ke direct labor.

3) Keputusan outsourcing yang tidak tepat.


2. Saran

Sebaiknya Bridgeton menggunakan system Activity Based Costing (ABC) karena


metode konvesional (tarif tunggal dan departemental) cenderung kurang akurat dalam
membebankan biaya overhead ke dalam produk ini. Pendekatan konvensional terlalu
menyederhanakan proses produksi suatu produk atau jasa. Produk yang berbeda-beda
diasumsikan hanya menggunakan satu aktivitas pada keseluruhan proses produksi atau
pada satu departemen tertentu. Faktanya, suatu proses produksi membutuhkan banyak
aktivitas yang tingkat konsumsi sumber dayanya juga akan berbeda-beda pada setiap
jenis produk, dan dalam penggunaan aktivitas tersebut belum tentu perbandingannya
proposional antar-aktivitas untuk setiap produk atau jasa. Selain itu, dengan penggunaan
system Activity Based Costing (ABC), juga dapat menunjukkan biaya yang sebenarnya

untuk setiap aktivitas yang dilakukan perusahaan.


Perusahaan Bridgetin Industries tidak perlu melakukan outsourcing.

Daftar Pustaka

Robert S. Kaplan and Robin Cooper (1999). The Design of Cost Management
nd
Systems;TextandCases,2 edition, Prentice-Hall.

Anthony A. Atkinson, Robert S. Kaplan , Ella Mae Matsumura, S. Mark Young


(2012). ManagementAccounting:InformationforDecisionMakingandStrategy
th
Execution,6 edition. Pearson

Ronald Hilton and E, Platt. (2011). Managerial Accounting: Creating Value in a


Dynamic Business Environment, 9th Edition: Mcgraw Hill

Anda mungkin juga menyukai