Kelompok: 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ayu Anika
Benyamin Yosep Sailana
Chandra Wijaya
Chintya Puspitasari
Daniel Manek
Dessy Erica
Desy Larassati
(731526558)
(731526562)
(731525524)
(731525531)
(731525539)
Profil
Bridgeton Industries merupakan pemasok domestik terbesar dari komponen automotif,
yang memiliki lokasi pabrik Automotif Component and Fabrication Plant (ACF). Semua
produknya dijual ke Big Three manufaktur domestik. Bridgeton sendiri memiliki dua pabrik
untuk memproduksi mesin diesel yang hemat bahan bakar, salah satunya berada di ACF.
Ketika pertumbuhan mobil dengan bahan bakar diesel tidak lagi berkelanjutan, maka salah
satu usahanya harus ditutup.
Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa biaya fasilitas ACF tidak kompetitif,
sehingga para pekerja melakukan pengurangan pada biaya produksi per unit, namun pabrik
yang berada di ACF tetap ditutup.
Oleh karena itu, Bridgeton kemudian menyewa konsultan strategi untuk memeriksa
semua produknya dan menglasifikasikannya. Biaya produk diklasifikasikan ke dalam tiga
kelas menurut tingkat daya saing biaya. Kelas I untuk produk kelas dunia, kelas II untuk
produk yang memiliki potensi untuk menjadi kelas dunia dan produk kelas III yang tidak
memiliki harapan untuk menjadi kelas dunia dimana sebaiknya produk tersebut outsource
atau dihentikan.
Untuk tetap bertahan, pada akhir tahun 1987 dilakukan outsource atas oil pans dan
muffler-exhaust systems. Beberapa program lain juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas
produk dan produktivitas, tetapi ketika program-program ini diaplikasikan membuat produk
manifold yang berada di kelas II turun ke kelas III. Perusahaan benar-benar tidak dapat
melakukan apa-apa untuk mempertahankan bisnisnya.
Pembahasan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan Bridgeton Industries.
1. Penggunaan plantwide system atau single pool rate dalam mengalokasikan biaya
overheadnya. Perusahaan Bridgeton
produk, namun beberapa produk, sehingga terdapat banyak aktivitas. Jadi jika
diterapkan single pool rate, pilihan ini tidak menggambarkan biaya sesungguhnya
dari setiap produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena single pool rate hanya
cocok untuk perusahaan yang menghasilkan produk yang sama dengan satu jenis
aktivitas.
2. Dasar penentuan overhead rate yang menggunakan direct labor. Dasar penentuan ini
menimbulkan masalah karena menyebabkan terus meningkatnya biaya produksi.
Dalam hal ini, biaya per unit yang dianggarkan untuk overhead (burden) dialokasikan
ke produk sebesar persentase direct labor dollars.
Pada exhibit 1 juga ditunjukkan bahwa hampir semua produk diproduksi secara
terotomatisasi. Sehingga proses produksi di Bridgeton Industries lebih banyak
menggunakan tenaga mesin dibandingkan tenaga kerja manusia (direct labor).
Alokasi biaya overhead yang saat itu diterapkan oleh Bridgeton tidak dapat
menggambarkan biaya produksi yang sebenarnya dari setiap produk. Selain itu,
pengalokasian biaya overhead berdasarkan direct labor dapat menyebabkan bias, yang
artinya produk dengan intensitas produksi yang tinggi menggunakan mesin dan tidak
banyak
menggunakan
tenaga
kerja
akan
menyebabkan
undercost
karena
pengalokasian biaya overhead. Jadi, peningkatan biaya produksi yang dialami oleh
Bridgeton Industries disebabkan karena adanya kesalahan dalam penetapan dasar
pengalokasian biaya overhead. Penetapan dasar pengalokasian biaya overhead
tersebut tidak hanya menyebabkan peningkatan biaya produksi, namun juga terdapat
kemungkinan adanya unused capacity.
3. Keputusan outsourcing.
Keputusan outsourcing yang dilakukan perusahaan ini menimbulkan inefisiensi dalam
pembiayaan. Karena di tahun 1988/1989 dimana produk muffler dan oil pans mulai
outsourcing, pada tahun itu pula laba total perusahaan turun drastis sebesar 35%.
Dengan kata lain meski sudah melakukan outsource namun laba justru menurun, hal
ini dikarenakan tidak adanya produksi sehingga penjualan juga menurun. Jadi, meski
pun keputusan outsourcing itu dimaksudkan untuk menurunkan biaya namun tidak
akan berpengaruh besar terhadap biaya produksi perusahaan, karena biaya fixed
overhead lebih besar (biaya dengan kode akun 1000, 4000, 5000. 8000. 9000. 11000)
dibanding biaya material dan biaya tenaga kerja, dimana sebagian besar produksi
perusahaan merupakan biaya yang tetap atau tidak berubah ketika ada perubahan
jumlah produksi.
Porsi biaya Fixed Overhead terhadap biaya overhead dan total biaya :
Overhead
No Number
By
Account
1986/87
1987/88
1988/89
1989/90
1000
7,713
7,806
5,572
5,679
1500
6,743
6,824
5,883
5,928
2000
3,642
3,794
2,031
2,115
3000
2,428
2,529
1,354
1,410
4000
8,817
8,888
7,360
7,433
5000
24,181
24,460
20,063
20,274
8000
5,964
5,946
3,744
3,744
9000
6,708
6,771
5,948
5,987
11000
5,089
5,011
3,150
3,030
12000
26,954
28,077
15,027
15,683
14000
9,733
9,784
8,025
8,110
Total Overhead
107,954
109,890
78,157
79,393
53,383
53,871
42,687
43,117
% 2 terhadap 1
49%
49%
55%
54%
total costs
255,001
262,547
158,650
163,041
% 2 terhadap 3
21%
21%
27%
26%
%1 terhadap 3
42%
42%
49%
49%
Total
Fixed
Overhead
Penutup
1. Kesimpulan
1) Perusahaan Bridgetin Industries salah menerapkan metode single pool rate.
Daftar Pustaka
Robert S. Kaplan and Robin Cooper (1999). The Design of Cost Management
nd
Systems;TextandCases,2 edition, Prentice-Hall.