Anda di halaman 1dari 8

Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini hari.., tanggal September 2015 telah dipresentasikan portofolio
oleh:
Nama

: dr. Muvida

Judul/ topik

: Ankilostomiasis

No. ID dan Nama Pendamping

: dr. Indrayati

No. ID dan Nama Wahana

: RSUD dr. R. Soetijono Blora

Nama Peserta Presentasi

No. ID Peserta

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping

dr. Indrayati
NIP. 19710502 200604 2 002
No. ID dan Nama Peserta : dr. Muvida
No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr. R. Soetijono Blora
TOPIK : Vertigo
Tanggal (kasus) : 24 Juli 2015

Presenter : dr. Muvida


Pendamping : dr. Indrayati

Nama Pasien
: Tn. So, 66 tahun
No. RM : 315514
Tanggal Presentasi :
Pendamping : dr. Indrayati
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Soetijono Blora
OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan
o Keterampilan
o Penyegaran
o Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
o Masalah
o Istimewa
o Neonatus
o Bayi
o Anak
o Remaja
o Dewasa Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan pusing berputar disertai nyeri kepala cekotcekot sebelah kanan belakang, rasa mau jatuh, mual (+) muntah (+) keringat dingin (+).
Kurang lebih 2 minggu yang lalu pasien juga pernah mengalami hal yang sama. Pasien
merasakan sensasi berputarnya berkurang tetapi tidak pernah hilang secara sempurna.
o Tujuan:
1. Mengetahui diagnosis vertigo
2. Mengetahui penatalaksanaan vertigo

Bahan Bahasan
Cara Membahas

Tinjauan Pustaka
Diskusi

o Riset
Kasus
o
Presentasi o E-mail

o Audit
o Pos

dan Diskusi
DATA PASIEN
Nama : Tn. So
No Registrasi : 315514
Nama klinik : Bangsal Teratai
Telp : Terdaftar sejak : 24 Juli 2015
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis : Vertigo perifer e.c Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
2. Gambaran Klinis :
Pasien datang ke poli saraf RSDM dengan keluhan pusing berputar disertai
nyeri kepala cekot-cekot sebelah kanan belakang, rasa mau jatuh, mual (+) muntah
(+) keringat dingin (+). Keluhan pusing berputar dialami saat penderita bekerja di
toko dan menghilang pada saat menutup mata selama 2 menit. Pasien juga merasakan
adanya bunyi berdengung di telinganya. Keluhan mual dirasakan satu hari sebelum
pasien datang ke rumah sakit.
Kurang lebih 2 minggu yang lalu pasien juga pernah mengalami hal yang sama.
Pasien merasakan sensasi berputarnya berkurang tetapi tidak pernah hilang secara
sempurna. Pasien tidak mengeluhkan adanya penglihatan ganda, bicara pelo, mulut
mencong, kelemahan tubuh sesisi, baal/kesemutan maupun tersedak, Pasien juga
tidak memiliki keluhan BAK maupun BAB.
3. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat untuk keluhan yang dirasakannya
4. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Riwayat sakit serupa disangkal, riwayat darah tinggi
disangkal, pasien belum pernah opname dirumah sakit sebelumnya, riwayat
perdarahan sebelumnya (-)
5. Riwayat Keluarga : Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal, riwayat darah
tinggi dalam keluarga disangkal

6. Riwayat Pekerjaan : Petani


7. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal dengan suami dan anaknya
yang berusia 9 tahun. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan tidak selalu dilakukan,
hanya kadang-kadang
8. Lain-lain : (-)
DAFTAR PUSTAKA:
1. Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Sudoyo, Aru W, et.al.
2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
2. Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
3. Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Merah dalam Price, Sylvia A. Wilson,
Lorraine M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6.Jakarta: EGC.
4. Dewoto, Hedi R. Wardhini BP, S. Antianemia Defisiensi dan Eritropoeitin dalam
Gunawan, Sulistia Gan, et.al. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
5. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Pengetahuan tentang diagnosis ankilostomiasis
2. Pengetahuan tentang tatalaksana ankilostomiasis

1. SUBJEKTIF
RPS : Pasien datang ke UGD RSUD dengan keluhan lemas dan pucat. Keluhan dirasakan
sejak tiga bulan terakhir, namun memberat sejak satu minggu yang lalu. Keluhan
lemas dirasakan sangat mengganggu hingga pasien tidak bisa beraktivitas seperti
biasa. Pasien juga mengeluhkan buang air besar (BAB) cair sejak 2 bulan yang
lalu, keluhan hilang timbul dan biasanya sembuh sendiri. Namun sejak 1 bulan
terakhir, BAB sering berwarna hitam, tidak ada nyeri saat BAB. Keluhan lain yang
menyertai adalah demam tidak terlalu tinggi, perut mual, dan nafsu makan
menurun. Pasien bekerja sebagai petani dan selalu bertelanjang kaki saat turun ke
sawah. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari dari hasil kebun yang dimasak
sendiri atau beli di penjual makanan dekat rumah. Keluhan serupa pada keluarga
disangkal.

2. OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak lemah, compos mentis
Status Gizi
: BB: 45 kg
TB: 160 cm
BMI: 17,6 underweight
Vital sign
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Nadi
: 92 kali/ menit
o Nafas
: 20X/ menit
o Suhu
: 37.4oC
Kepala
Mata : CA (+/+), SI (-/-), Injeksi konjungtiva (-)
Hidung : discharge (-)
Mulut : gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
Leher : simetris, pembesaran KGB leher (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fokal fremitus kanan=kiri
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba di SIC V LMS, tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : S1-S2 regular, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi

: Timpani (+)

Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar/ lien
Ekstremitas
tidakedema
teraba(-/-), kuku sendok (-/-), sela kuku kotor dan
Akral hangat, CRT < 2 detik,
kehitaman

b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tgl 3 Juli 2015
HEMATOLOGI RUTIN
Hb
HCT
AL
AT
MCV
MCH
MCHC

5.1
34,0
17,1
214
72,8
20,4
35,6

SATUAN
g/dl

103/l
103/l
fL
Pg
g/dL

RUJUKAN
12,0-18,0
35-47
4,0-11,0
150-450
80 96
28 33
33 36

Fe serum
Ferritin
TIBC
Gol.darah
GDS
KIMIA KLINIK
SGOT
SGPT

26
10
427
AB
140

g/dL
g/L
g/dL

50-150
50-200
300-360

mg/dL

<200

28
30

U/L
U/L

<35
<37

Hasil pemeriksaan feces tanggal 7 Juli 2015:


Ditemukan telur Ancylostoma duodenale

3. ASSESSMENT
Keluhan pucat dan lemas yang dirasakan pasien pada kasus di atas disebabkan oleh
anemia. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis yang dapat tampak
pada pasien dengan kadar hemoglobin <9 mg/dL. Pemeriksaan kadar hemoglobin
menunjukkan angka 5,1 mg/dL. Berdasarkan klasifikasi derajat WHO, pasien ini
mengalami anemia mengancam jiwa sehingga harus segera diberikan transfusi untuk
penanganan kegawatan awal.
Derajat Anemia
Normal
Anemia ringan
Anemia sedang
Anemia berat
Anemia mengancam jiwa

Kadar Hb
>11
9,5 10,9
8,0 9,4
6,5 7,9
<6,5

Untuk penanganan awal diberikan O2 3 liter per menit dengan nasal kanul.
Pemberian O2 penting untuk pengikatan lebih banyak hemoglobin untuk dibawa ke
jaringan. Kemudian diberikan infus NaCl 0,9% dosis pemeliharaan sambil menunggu
persiapan darah. Setelah darah siap, diberikan transfusi packed red cell (PRC) dengan
penghitungan kebutuhan menggunakan rumus:
3 x Hb x BB
3 x 5,9 x 45 = 796,5 cc
Dari perhitungan diketahui bahwa pasien memerlukan transfusi PRC 3-4 kolf.
Transfusi awal diberikan 2 kolf kemudian dievaluasi 6 jam setelah kolf kedua habis. Jika
kondisi pasien baik dan Hb belum mencapai 8, maka dapat ditambahkan 1 sampai 2 kolf
24 jam kemudian, selanjutnya dievaluasi kembali. Transfusi dihentikan jika kadar Hb
mencapai 8 mg/dL.
Selanjutnya perlu ditentukan jenis anemia untuk mempersempit kemungkinan
penyebabnya. Pemeriksaan indeks eritrosit dapat memberikan gambaran morfologi
eritrosit untuk menentukan jenis anemia. Berdasarkan morfologi eritrosit, pasien

memiliki MCV 72,8 dan MCH 20,4 yang menunjukkan anemia hipokromik mikrositer.
Anemia hipokromik mikrositer dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, diantaranya
anemia defisiensi besi, thalassemia, pada penyakit kronik, dan sideroblastik. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan kadar ferritin, besi serum, dan TIBC. Penurunan kadar ferritin
dan besi serum, serta peningkatan TIBC pada pasien ini menunjukkan adanya anemia
defisiensi besi.

Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat
dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi
untuk eritropoiesis belum terganggu.
2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi.

Pada kasus diatas, pasien telah menunjukkan gejala anemia secara klinis sehingga
termasuk dalam tingkatan anemia defisiensi besi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mengetahui penyebab defisiensi besi. Pasien mengeluh BAB cair yang
hilang timbul selama 2 bulan dan biasanya sembuh sendiri, BAB hitam juga mulai
dikeluhkan sejak 1 bulan terakhir. Maka pada pasien ini dilakukan pemeriksaan feses
rutin dan ditemukan telur Ancylostoma duodenale, penemuan telur ini mengarahkan
diagnosis definitif pasien ankilostomiasis.
Pekerjaan dan kebiasaan pasien dalam bekerja berperan penting dalam investasi
awal parasit. Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui tinja. Bila telur
tersebut jatuh ke tempat yang hangat, lembap dan basah, termasuk sawah tempat pasien
bekerja, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Jika larva tersebut kontak
dengan kulit, dalam hal ini terjadi karena pasien tidak menggunakan pelindung kaki
ketika sedang bekerja, maka terjadilah investasi parasit yang menembus kulit,
bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus. Di sini larva
berkembang menjadi cacing dewasa.
Gejala klinis pada stadium larva dan dewasa sedikit berbeda. Pada stadium larva,
bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut grown itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
Gejala pada stadium dewasa tergantung pada spesies, jumlah cacing, dan keadaan
gizi penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0,08-0,34 cc sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping
itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada.
Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja
menurun.
Rasa tidak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencretmencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang
dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 1020 minggu setelah investasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing
dewasa untuk menimbulkan anemia tersebut tentunya tergantung pada keadaan gizi
pasien.
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing tambang di
dalam tinja pasien. Selain tinja, larva juga bisa ditemukan dalam sputum. Kadangkadang terdapat darah dalam tinja.
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan
dirinya pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot
esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan

intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan
arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang
akan memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi
berbagai antikoagulan termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory
factor). Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan
enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar
melalui saluran cerna. Terjadinya

anemia

defisiensi besi pada infeksi cacing

tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi
(jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus.
Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N.
americanus.
Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik, suplemen
preparat besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila
ditemukan bersama-sama dengan anemia. Pilihan terapi untuk infeksi cacing tambang
adalah sebagai berikut:
Albendazole
Mebendazole
(Vermox, Vermona, Vircid)
Pyrantel pamoate
(Combantrin, Pyrantin)

400 mg oral single dose


2 x 100 mg selama 3 hari, atau
500 mg oral single dose
11 mg/kgBB (maksimal 1 g) sekali sehari selama 3
hari

4. PLAN
a. Penatalaksanaan di UGD
O2 3 lpm
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 1 ampul
Cek darah lengkap, indeks eritrosit
Persiapan transfusi PRC
b. Terapi di Bangsal oleh Sp.PD
Transfusi PRC 2 kolf/hari sampai Hb 8 mg/dL
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inf. Metronidazole 500 mg/8 jam
Pirantel pamoat 11 mg/kgBB ~ 495 mg = 1 x 4 tablet
Pamol 3 x 500 mg bila perlu

Anda mungkin juga menyukai