Konsep Nyeri
Konsep Nyeri
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Nyeri
1.1. Definisi nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar
sensasi
dimana sakitnya? atau apa yang dapat saya lakukan untuk menghilangkan sakit
kamu?. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri dengan tepat.
Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan
deskripsi wajah yang berbeda, seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau
menangis. Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk
menggambarkan perasaan mereka.
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih
diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam
ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis
dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang
dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari
kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan
pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo
& Flaskerud, 1991).
d. Ansietas
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian
nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat
saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti padda nyeri berkepanjangan atau
kronis dan persisten.
f. Efek plasebo
Harapan
positif
pasien
tentang
pengobatan
dapat
meningkatkan
h. Pola koping
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin
tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman.
Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan
pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa, memberikan banyak
kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter & Perry, 1993).
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut
biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri
yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 1996).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering
didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih
(Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai
macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya,
dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau
menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terusmenerus atau intermitten.
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf
ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri
dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat
khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh.
Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan
serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir
pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke
korteks serebri.
Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis
Nyeri post operasi akan meningkatkan stres post operasi dan memiliki
pengaruh negatif pada penyembuhan nyeri. kontrol nyeri sangat penting sesudah
Menurut Potter dan Perry (1993); Torrance dan Sergison (1997) secara
umum respon pasien terhadap nyeri terbagi atas: (1) respon perilaku, dan (2)
respon yang dimanifestasikan oleh otot dan kelenjar otonom.
Respon perilaku terdiri dari (1) secara vokal: merintih, menangis, menjerit,
bicara terengah-engah dan menggerutu, (2) ekspresi wajah: meringis, merapatkan
gigi, mengerutkan dahi, menutup rapat atau membuka lebar mata atau mulut,
menggigit bibir dan rahang tertutup rapat, (3) geraakan tubuh: kegelisahan,
immobilisasi, ketegangan otot, peningkatan pergerakan tangan dan jari,
melindungi bagian tubuh, (4) interaksi sosial: menghindari percakapan, hanya
berfokus pada untuk aktivitas penurunan nyeri, menghindari kontak sosial,
berkurangnya perhatian.
2. Anak
2.1. Anak usia sekolah
Anak usia sekolah adalah dimana anak telah memasuki usia sekolah.
Anak usia sekolah adalah akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari 6 tahun
sampai anak mencapai kematangan seksual. Yaitu sekitar 13 tahun bagi anak
perempuan dan 14 tahun bagi anak laki-laki (Hurlock, 1999).
Menurut Wong & Whaleys (1996) konsep anak tentang sakit dan nyeri
dibedakan berdasarkan usianya. Berikut ini akan disajikan konsep anak tentang
sakit dan nyeri.
Tahap
Kognitif
(usia)
Pikiran
praopersional
(2-7) tahun
Konsep Sakit
Fenomisme:
menerima
fenomena
konkrit, eksternal dan
tidak berhubungan sebagai
sakit, (sakit karena tidak
merasa sehat)
Pengaruh buruk:
Menerima penyebab sakit
sebagai kedekatan antara
dua kejadian yang terjadi
karene magis (seperti
menderita pilek karena
dekat-dekat orang yang
pilek).
Berpikir
Operasional konkret
(7-10 tahun)
Konsep Nyeri
Memahami
nyeri
terutama
sebagai
pengalaman
konkret
secara fisik
Berfikir
dalam
hal
penghilangan
nyeri
magis
Dapat memandang nyeri
sebagai hukuman karena
melakukan suatu hal
yang salah
Cenderung
meminta
seseorang bertanggung
gugat terhadap nyeri
yang dialaminya dan
dapat menunjuk pada
seseorang
Pikiran
Rasional
Formal (13 tahun
dan lebih besar)
Gambaran skala dari berat nyeri merupakan makna yang lebih objektif
yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji
beratnya nyeri, tetapi juga dalam mengevaluasi perubahan kondisi klien (Potter &
Perry, 1993).
Menurut Wong & Whaleys (1996) banyak metode yang dapat kita
gunakan untuk menilai nyeri pada anak, salah satu yang umum yaitu: QUESTT
(1) Question the children (bertanya pada anak)
(2) Use pain rating scale (menggunakan skala nyeri)
(3) Evaluate behaviour (evaluasi tingkah laku)
(4) Secure parents involvement (mengikut sertakan orangtua)
(5) Take cause of pain into account (mencari penyebab nyeri)
(6) Take action (mengambil tindakan)
1. Bertanya pada anak : minta anak untuk menunjukkan lokasi nyeri
dengan menandai atau menunjuk pada dirinya atau boneka. Waspada kalau anak
menolak atau tidak memberi tahu tentang nyerinya.
2. Menggunakan skala nyeri: (1) pilih skala nyeri yang sesuai dengan
umur dan kemampuan anak, (2) gunakan skala nyeri yang sama pada anak untuk
mencegah terjadinya kebingungan pada anak, (3) ajari anak untuk menggunakan
skala nyeri, sebelum nyeri datang, (4) saat pengenalan skala nyeri, jelaskan bahwa
hal hal ini adalah cara bagi anak dan orangtua untuk memberitahukan perawat
kalau anak sedang dalam keadaan sakit.
3. Evaluasi perilaku dan perubahan fisiologik: (1) ekspresi wajah adalah
indikator nyeri yang paling tampak, (2) perubahan fisiologik seperti peningkatan
denyut jantung, peningkatan tekanan darah ,penurunan saturasi oksigen, dilatasi
pupil, wajah memerah, mual, (3) perubahan psikologis dan perilaku mungkin
mengindikasikan emosi lain dari pada nyeri, (4) observasi perilaku spesifik seperti
menarik telinga, berbaring dengan satu kaki fleksi, (5) waspadalah bila anak yang
sedang tidur mengalami nyeri, (6) observasi koping anak selama nyeri.
4. Mengikutsertakan orangtua: (1) tanya pada orang tentang perilaku anak
saat nyeri, (2) libatkan orangtua untuk mengkaji nyeri, karena orangtualah yang
selalu merawat anak, (3) lengkapi informasi tentang nyeri.
5. Mencari penyebab nyeri, karena prosedur mungkin akan memberikan
petunjuk untuk menduga intensitas dan tipe nyeri.
6. Mengambil tindakan, alasan perawat dalam mengkaji nyeri adalah agar
dapat mengurangi nyeri baik dengan obat-obatan atau cara non-farmakologik.
2.4. Pengukuran skala nyeri pada anak
Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007).
Menurut Wong dan Baker (1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia
pra sekolah dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan Face Pain Rating
Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah yang tersenyum untuk
tidak ada nyeri hingga wajah yang menangis untuk nyeri berat.
Tidak nyeri
ringan
sedang
3. Terapi Musik
3.1. Pengertian
Terapi musik terdiri dari 2 kata, yaitu kata terapi dan musik. Terapi
(therapi) adalah penanganan penyakit (Brooker, 2001). Terapi juga diartikan
sebagai pengobatan (Laksman, 2000). Sedangkan musik adalah suara atau nada
yang mengandung irama.
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh
seseorang terapis untuk meeningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan
kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual. Dalam kedokteran, terapi musik
disebut sebagai terapi pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga
mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan
suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang
digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik
klasik, instrumentalia, dan slow musik (Potter, 2005 dikutip dari Erfandi, 2009).
3.2.
Manfaat Musik
Menurut Spawnthe Anthony (2003), musik mempunyai manfaat sebagai
berikut: (1) efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan
sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang, (2) refresing, pada
saat pikiran seeorang lagi kacau atau jenuh, dengan mendengarkan musik
walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran
kembali, (3) motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan feeling tertentu.
Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul, (4) terapi, berbagai penelitian
dan literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk
kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat ditangani dengan
musik antara lain: kanker, stroke, dimensia, nyeri, gangguan kemampuan belajar,
dan bayi prematur.
3.3. Karakteristik terapeutik musik
Menurut Robbert (2002) dan Greer (2003), musik mempengaruhi persepsi
dengan cara: (1) distraksi, yaitu pengalihan pikiran dari nyeri, musik dapat
mengalihkan konsentrasi klien pada hal-hal yang menyenangkan, (2) relaksasi,
musik menyebabkan pernafasan menjadi lebih rileks dan menurunkan denyut
jantung, karena orang yang mengalami nyeri denyut jantung meningkat, (3)
menciptakan rasa nyaman, pasien yang berada pada ruang perawatan dapat merasa
cemas dengan lingkungan yang asing baginya dan akan merasa lebih nyaman jika
mereka mendengar musik yang mempunyai arti bagi mereka.
Terapi musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat
penyembuhan, meningkatkan fungsi mental dan menciptakan rasa sejahtera.
Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut
jantung dan tekanan darah (Greer, 2003). Musik juga dapat menurunkan kadar
hormon kortisol yang meningkat pada saat stres. Musik juga merangsang
pelepasan hormon endorfin, hormon tubuh yang memberikan perasaan senang
yang berperan dalam penurunan nyeri (Berger, 1992).
Menurut Greer (2003), keunggulan terapi musik yaitu: (1) lebih murah
daripada analgesia, (2) prosedur non-invasif, tidak melukai pasien, (3) tidak ada
efek samping, (4) penerapannya luas, bisa diterapkan pada pasien yang tidak bisa
diterapkan terapi secara fisik untuk menurunkan nyeri.
Menurut Potter (2005 dikutip dari Erfandi, 2009), musik dapat digunakan
untuk penyembuhan, musik yang dipilih pada umumnya musik lembut dan teratur
seperti instrumentalia/ musik klasik mozart.
3.4. Terapi Musik Klasik Mozart
Musik klasik mozart adalah musik klasik yang muncul 250 tahun yang
lalu. Diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Selain kemampuannya untuk
menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan efek positif pada ibu hamil dan
janin, disamping itu beberapa penelitian oleh Alfred dan Campbell sudah
membuktikan bahwa musik klasik mozart bisa mengurangi nyeri pasien.
Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada musik
klasik mozart mampu merangsang dan memberdayakan kreatifitas dan motivatif
diotak. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan
(Andreana, 2006).
3.5. Proses Penurunan Nyeri Dengan Terapi Musik Klasik Mozart
Terapi musik klasik mozart dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori Gate
Control, bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls
nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah