Anda di halaman 1dari 15

Setiap orang mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau

terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung, gumpalan
darah beku akan segera terbentuk dan mengeras, dan luka pun pulih seketika. Sebuah kejadian
yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di mata Anda, tapi tidak bagi para ahli biokimia.
Penelitian mereka menunjukkan, peristiwa ini terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang
sangat rumit. Hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa
pun padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.
Darah harus membeku pada waktu dan tempat yang tepat, dan ketika keadaannya telah pulih
seperti sediakala, darah beku tersebut harus lenyap. Sistem ini bekerja tanpa kesalahan sedikit
pun hingga bagian-bagiannya yang terkecil.
Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi mencegah kematian. Di
samping itu, darah beku tersebut harus menutupi keseluruhan luka, dan yang lebih penting lagi,
harus terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas yang menutupi luka. Jika pembekuan darah
tidak terjadi pada saat dan tempat yang tepat, maka keseluruhan darah pada makhluk tersebut
akan membeku dan berakibat pada kematian.

Dalam proses pembekuan darah, diperlukan faktor-faktor pembekuan darah, antara lain:

(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003)


Factor VIII merupakan molekul kompleks yang terdiri atas tiga subunit yang berbeda:
1. Bagian prokoagulan yang mengandung factor antihemofilia , VIIIAHG, yang tidak dijumpai
pada pasienpasien hemofilia klasik
2. Subunit lain yang mengandung tempat antigenic
3. Factor Von Willebrand, VIIIVWF, yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada dinding
pembuluh darah. Faktor Von Willebrand terus-menerus mengalir dan berlalu-lalang ke seluruh
penjuru aliran darah. Protein ini berpatroli, dengan kata lain bertugas memastikan bahwa tidak
ada luka yang terlewatkan oleh trombosit.
Selain itu masih ada Prakalikrein dan kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK), bersama
factor XII dan XI, disebut factor-faktor kontak dan diaktivasi pada saat cedera dengan berkontak
dengan permukaan jaringan, factor-faktor tersebut berperan dalam pemecahan bekuan-bekuan
pada saat terbentuk. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
Aktivasi factor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim-enzim memecahkan fragmen
bentuk precursor yang tidak aktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap factor yang
diaktivasi, kecuali factor V, VIII, XIII, dan I (fibrinogen), merupakan enzim pemecah protein
(protease serin), yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson.,2003.)
Proses pembekuan darah yang normal mempunyai 3 tahap yaitu
1. Fase koagulasi
Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular. Vasokonstriksi
merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen

pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera. Trombosit yang terjerat di tempat
terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang dapat mengumpulkan trombosit-trombosit lain di
tempat tersebut. Kemudian ADP dilepas oleh trombosit, menyebabkan agregasi trombosit.
Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosit, bekerja memperkuat reaksi.
Trombin adalah protein lain yang membantu pembekuan darah. Zat ini dihasilkan hanya di
tempat yang terluka, dan dalam jumlah yang tidak boleh lebih atau kurang dari keperluan. Selain
itu, produksi trombin harus dimulai dan berakhir tepat pada saat yang diperlukan. Dalam tubuh
terdapat lebih dari dua puluh zat kimia yang disebut enzim yang berperan dalam pembentukan
trombin. Enzim ini dapat merangsang ataupun bekerja sebaliknya, yakni menghambat
pembentukan trombin. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang cukup ketat sehingga trombin
hanya terbentuk saat benar-benar terjadi luka pada jaringan tubuh. Factor III trombosit, dari
membrane trombosit juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah
sumbatan trombosit, kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa (fibrin). (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003)
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan factor X menjadi Xa, seiring dengan terbentuknya
bentuk aktif suatu factor. Factor X dapat diaktivasi melalui dua rangkaian reaksi. Rangkaian
pertama memerlukan factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel
pembuluh darah pada saat cedera.. karena factor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka
factor ini merupakan factor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut juga jalur ekstrinsik
untuk rangkaian ini. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
Rangkaian lainnya yang menyebabkan aktivasi factor X adalah jalur intrinsic, disebut demikian
karena rangkaian ini menggunakan factor-faktor yang terdapat dalam system vascular plasma.
Dalam rangkaian ini, terjadi reaksi kaskade, aktivasi satu prokoagulan menyebabkan aktivasi
bentuk pengganti. Jalur intrinsic ini diawali dengan plasma yang keluar terpajan dengan kulit
atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Factor jaringan tidak diperlukan, tetapi
trombosit yang melekat pada kolagen berperan. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara
berurutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat-zat
prakalikrein dan HMWK juga turut berpartisipasi, dan diperlukan ion kalsium. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003)
Dari hal ini, koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Aktivasi aktor X
dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan
bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam hemostasis. Langkah selanjutnya pada pembentukan
fibrin berlangsung jika faktor Xa, dibantu fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah
protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk
fibrin. Fibrin ini pada awalnya merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan memerangkap sel-sel
darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding
pembuluh darah yang cederadan menutup daerah tersebut. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson.,2003.)
2. Penghentian pembentukan bekuan
Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran pembekuan darah
lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan.yang disebabkan oleh

pembentukan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi secara alami meliputi
antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S. Antitrombin III bersirkulasi secara
bebas di dalam plasma dan menghambat sistem prokoagulan, dengan mengikat trombin serta
mengaktivasi faktor Xa, IXa, dan XIa, menetralisasi aktivitasnya dan menghambat pembekuan.
Protein C, suatu polipeptida, juga merupakan suatu antikoagulan fisiologi yang dihasilkan oleh
hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein Ca. Protein C
yang diaktivasi menginaktivasi protrombin dan jalur intrinsik dengan membelah dan
menginaktivasi faktor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi faktor-faktor itu oleh
protein protein C. Trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh darah,
diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya. Defisiensi protein
C dan S menyebabkan spisode trombotik. Individu dengan faktor V Leiden resisten terhadap
degradasi oleh protein C yang diaktivasi. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
3. Resolusi bekuan
Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (fibrinolisin)
menjadi produk-produk degradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Diperlukan beberapa
interaksi untuk mengubah protein plasma spesifik inaktif di dalam sirkulasi menjadi enzim
fibrinolitik plasmin aktif. Protein dalam bersirkulasi, yang dikenal sebagai proaktivator
plasminogen, dengan adanya enzim-enzim kinase seperti streptokinase, stafilokinase, kinase
jaringan, serta faktor XIIa, dikatalisasi menjadi aktivator plasminogen. Dengan adanya enzimenzim tambahan seperti urokinase, maka aktivator-aktivator mengubah plasminogen, suatu
protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian plasmin
memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi fibrinfibrinogen), yang mengganggu aktivitas trombin, fungsi trombosit, dan polimerisasi fibrin,
menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam fibrinolisis
melalui aktivitas fagositiknya. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)
Untuk lebih jelasnya lihat skema pembekuan darah normal berikut ini:
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003.)
Dalam kenyataannya tidak semua orang mempunyai mekanisme pembekuan darah yang normal,
ada juga orang yang mengalami gangguan pembekuan darah. Gangguan pembekuan darah
diartikan sebagai keadaan dimana terjadi gangguan pada proses sumbat terhadap perdarahan
yang terjadi. Gangguan pembekuan darah dapat disebabkan oleh faktor genetik, supresi
komponen genetik, atau konsumsi komponen pembekuan. Dalam paper ini akan dibahas
beberapa contoh penyakit akibat gangguan pembekuan darah, antara lain:
1. Hemofilia
2. von willebrand
3. Trombositosis
4. Tronbositopenia
5. D.I.C (disseminated intravascular coagulation) atau pembekuan intravaskuler tersebar.
6. kelainan Vaskuler
Penyakit Akibat Gangguan Pembekuan Darah
1. Hemofilia

Hemofilia merupakan penyakit kelainan koagulasi yang sering kita jumpai.Hemofilia adalah
gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya mutasi atau cacat genetik pada kromosom X.
Kerusakan kromosom ini menyebabkan penderita kekurangan faktor pembeku darah sehingga
mengalami gangguan pembekuan darah. Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia tidak
dapat membeku dengan sendirinya secara normal. (Dr.Umar zein, 2008)
Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas
penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara
kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi
kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30
persen tak diketahui penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008)
. Ada dua jenis utama Hemofilia , yaitu:
Hemofilia A
Disebut Hemofilia Klasik. Pada hemofilia ini, ditemui adanya defisiensi atau tidak adanya
aktivitas faktor antihemofilia VIII, protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah. ( Gugun,2007)
Hemofilia B :
Disebut Christmas Disease. Ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven
Christmas yang berasal dari Kanada.pada Christmas Disease ini, dijumpai defisiensi atau tidak
adanya aktivitas faktor IX. (Gugun, 2007)
Penyakit hemofilia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
Hemofilia berat, jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1 %.
Hemofilia sedang, jika kadar aktivitas faktor antara 1-5 %.
Hemofilia ringan, jika kadar aktivitas faktor antara 6-30 %.
Gangguan pembekuan darah terjadi karena kadar aktivitas faktor pembeku darah jenis tertentu
kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Sementara tingkat normal faktor VIII dan
IX adalah 50-200 %. Pada orang normal, nilai rata-rata kedua faktor pembeku darah adalah
100%. (Gugun,2007)
Faktor penyebab Hemofilia
a) Faktor Genetik
Hemofilia atau pennyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari generasi ke
generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung, bisa
tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom
dengan bebagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri
organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel
kelamin adalah sepasang kromosom di dalam initi sel yang menentukan jenis kelamin makhluk
tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita
mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X
akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi

komponen dasar pembeku darah (fibrin). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi
klinik proses-proses penyakit vol.1.)
Berikut ini adalah peta pedigree bagaimana penyakit hemofilia dapat diturunkan dari orang tua
kepada anaknya:
Keterangan:
Gambar 1:
menggambarkan keadaan keturunan, jika seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang
wanita pembawa sifat hemofilia hemofilia.Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak
tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak
laki laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan
terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami mutasi, maka ia
akan terkena hemofilia. Dengan jalan yang sama, sepasang anak perempuan memiliki 50%
kemungkinan adalah pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X
normal dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang
memiliki sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia. (Gugun,2007)
Keterangan:
Pria penderita hemofilia menikah dengan wanita normal, maka kemungkinan anak mereka
adalah 50% anak laki-laki normal dan 50% anak perempuan carrier (pembawa sifat)
hemofilia.Karena seorang carrier hanya memiliki satu buah kromosom X normal yang dapat
memproduksi sejumlah Faktor VIII atau Faktor IX didalam susunan pembeku darah, maka
mereka dapat terhindar dari segala jenis hemofilia berat yang jumlah kadar zat pembekunya
kurang dari 1 %. Bagaimanapun juga, tingkatan dalam zat pembeku darah yang bervariatif pada
seorang pembawa sifat sangatlah luas. Jumlah kadar zat pembeku darah seorang carrier
hemofilia akan memiliki jumlah yang sama dengan penderita hemofilia hanya saja mereka masih
dalam taraf yang normal. Hal ini terjadi karena adanya 2 buah kromosom X, salah satu gennya
memiliki pembawa sifat hemofilia sehingga fungsinya tidak seimbang. Bila kromosom X
hemofilia fungsionilnya terjadi di setiap sel, maka seorang carrier akan memiliki aktifitas
pembeku darah dengan tingkatan yang paling rendah. (Gugun,2007)
Kebanyakan dari seorang carrier hemofilia memiliki tingkatan pembeku darah antara 30 % dan
70 % dari angka normal dan tidak selalu mengalami perdarahan yang berlebihan. Namun
beberapa carrier hemofilia memiliki kadar faktor VIII atau IX 30% lebih rendah dari keadaan
normalnya. Dan para wanita ini dapat di kategorikan setengah hemofilia.Dalam hal ini , semua
carrier hemofilia harus lebih menaruh perhatian pada perdarahan yang tidak wajar. Tanda
-tandanya antara lain : menstruasi yang berkepanjangan dan berlebihan (menorrhagia), mudah
terluka, sering mengalami perdarahan pada hidung (mimisan). (Gugun,2007)
b) faktor komunikasi antar sel
Sel-sel di dalam tubuh manusia juga mempunyai hubungan antara sel satu dengan sel lain yang
dapat saling mempengaruhi. Penelitian menunjukkan, peristiwa pembekuan darah terjadi akibat
bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit. Terjadi interaksi atau komunikasi antar sel,
sehingga hilangnya satu bagian saja yang membentuk sistem ini, atau kerusakan sekecil apa pun
padanya, akan menjadikan keseluruhan proses tidak berfungsi.. Jalur intrinsik menggunakan
faktor-faktor yang terdapat dalam sistem vaskular atau plasma. Dalam rangkaian ini, terdapat

reaksi air terjun, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan pengaktifan bentuk
seterusnya. Faktor XII, XI, dan IX harus diaktivasi secara berurutan, dan faktor VIII harus
dilibatkan sebelum faktor X dapat diaktivasi. Zat prekalikein dan kiininogen berat molekul tinggi
juga ikut serta dan juga diperlukan ion kalsium. Koagulasi terjadi di sepanjang apa yang
dinamakan jalur bersama. Aktivasi faktor X dapat terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrinsik
atau intrinsik. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut berperan dalam
hemostasis. Pada penderita hemofilia, dalam plasma darahnya kekurangan bahkan tidak ada
faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan IX. Semakin kecil kadar aktivitas dari faktor
tersebut maka, pembentukan faktor Xa dan seterusnya akan semakin lama. Sehingga pembekuan
akan memakan waktu yang lama juga (terjadi perdarahan yang berlebihan). (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson.,2003.)
c) faktor epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurabgab faktor
IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini
tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan
abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif,
faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk
fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (Xase), sehigga hilangnya atau kekurangan kedua
faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif
dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jiaka trombin mengalami
penurunan pembekuanyang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan
pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)
Patogenesis penyakit hemofilia
Proses kejadian dimulai dari terjadinya cedera pada permukaan jaringan, kemudian dilanjutkan
pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi. Ada proses utama homeostatis
pada pembekuan darah :
1. fase konstriksi sementara (respon langsung terjadi cedera)
2. reaksi trombosit yang terdiri dari adhesi, seperti faktor III dari membran trombosit juga
mempercepat pembekuan darah
3. pengaktifan faktor-faktor pembekuan, seperti faktor III dari membran trombosit, juga
mempercepat pembekuan darah
dengan cara ini, terbentuklah sumbatan sumbat trombosit yang kemudian diperkuat oleh protein
filamentosa yang dikenal dengan fibrin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa (belum aktif). Rangkaian reaksi
pertama memerlukan faktor jaringan (tromboplastin) yang dilepas endotel pembuluh saat cedera.
Faktor jaringan ini tidak terdapat dalam darah, sehingga disebut faktor ekstrinsik. Sedangkan
faktor VIII dan IX terdapat dalam darah, sehingga disebut jalur intrinsik. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)
Dalam proses ini, pengaktifan salah satu prokoagulan akan mengakibatkan pengaktifan bentuk
penerusnya. Jalur intrinsik diawali dengan keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh
yang rusak dan mengenai kulit. Faktor-faktor koagulasi XII, XI, dan IX harus diaktifkan
berurutan. Faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X diaktifkan. Namun pada penderita
hemofilia faktor VIII mengalami defisiensi, akibatnya proses pembekuan darah membutuhkan
waktu yang lama untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.Kondisi seperti inilah yang

menghambat pengaktifan jalur intrinsik. Secara tidak langsung juga menghambat jalur bersama,
karena faktor X tidak bisa diaktifkan.Pembentukan fibrin, walaupun dibantu oleh fosfolipid,
trombosit tidak berarti tanpa faktor Xa. Untaian fibrin tidak terbentuk maka dinding pembuluh
yang cedera menutup. Dan perdarahanpun sulit dihentikan, hal ini dapat diuji dengan tingginya
(lamanya) PTT (partial tromboplastin time). (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., 2003)
Manisfestasi klinik
Hemofilia A
Hemofilia A atau hemofilia klasik berkarakteristik perdarahan berlebihan sebagian besar bagian
tubuh. Hematoma dan Hemarthroses dapat terjadi pada penyakit ini. Gejala klinis dapat berupa
perdarahan spontan yang berulang dalam sendi, otot, maupun anggota tubuh yang lain. Hal ini
dapat berakibat kecacatan pada sendi dan otot, bahkan perdarahan berlanjut dapat menyebabkan
kematian pada usia dini. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Di sisi lain jika luka sobek di permukaan kulit, darah akan terlihat mengalir keluar perlahan
kemudian pasti menjadi kumpulan darah yang lembek. Tetapi bila lukanya di bawah kulit, akan
terjadi memar atau lebam kebiruan kendati luka itu berasal dari benturan. Beda lagi jika
perdarahan terjadi di persendian dan otot. Jaringan di sekitarnya bisa rusak. Itulah sebabnya
mengapa hemofilia bisa menyebabkan kelumpuhan. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Hemofilia A dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu : ringan, sedang, dan berat. Berikut ini akan
menjelaskan manifestasi klinis berdasarkan klasifikasi hemofilia:
Hemofilia berat
tingkat faktor VIII : 1% dari normal ( 0,01 U/ml)
Manifestasi klinis :
1. perdarahan spontan sejak awal masa pertumbuhan (masa infant).
2. lamanya perdarahan spontan dan perdarahan lainnya membutuhkan faktor pembekuan
pengganti.
3. frekuensi perdarahan sering dan terjadi secara tiba-tiba.
Hemofilia sedang
Tingkat faktor VIII : 1-5 % dari normal (0,01-0,05 U/ml)
Manifestasi klinis :
1. perdarahan karena trauma atau pembedahan.
2. frekuensi perdarahan terjadi kadang-kadang.hemofilia.
Hemofilia ringan
Tingkat faktor VIII : 6-30 % dari normal (0,06-0,30 U/ml)
Manifestasi klinis :
1. Perdarahan karena trauma atau pembedahan.
2. frekuensi perdarahan jarang.

Gejala penyakit Hemofilia


Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan
dibawah kulit)
Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut
kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.

Sendi dan otot yang mengalami pendarahan terlihat bengkak dan nyeri bila disentuh.
(andra. 2007)
Dampak Psikologis Penderita
Timbulnya suatu penyakit yang kronis seperti pada hemofilia dalam suatu keluarga
memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya penyesuaian antara si
penderita sakit dan anggota keluarga yang lain. Penderita sakit ini sering kali harus mengalami
hilangnya otonomi diri, peningkatan kerentanan terhadap sakit, beban karena harus berobat
dalam jangka waktu lama. Sedangkan anggota keluarga yang lain juga harus mengalami
hilangnya orang yang mereka kenal sebelum menderita sakit (berbeda dengan kondisi
sekarang setelah orang tersebut sakit), dan kini (biasanya) mereka mempunyai tanggungjawab
pengasuhan terhadap anggota keluarga yang mengalami penyakit hemofilia. ( Dr. Ika Widyawati
SpKJ, 2007)
Kondisi penyakit yang kronis ini menimbulkan depresi pada anggota keluarga yang lain dan
mungkin menyebabkan penarikan diri atau konflik antar mereka.
Kondisi ini juga menuntut adaptasi yang luar biasa dari keluarga.Hemofilia tidak hanya
merupakan masalah medis atau biologis semata, namun juga mempunyai dampak psikososial
yang dalam.Pengaruh orang dengan hemofilia sebaiknya tidak hanya memperhatikan masalah
fisiologi-nya saja misal mengontrol perdarahannya dan mencegah timbulnya disabilitas fisik
tetapi juga diharapkan mempunyai perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa
tidak amannya, rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, istri, anak dan
saudara kandung).( Dr. Ika Widyawati SpKJ, 2007)
WOC penyakit hemofilia
2. Penyakit Von Willebrand
Penyakit von willebrand adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan atau kelainan
pada vaktor von willebrand di dalam darah yang sifatnya diturunkan. Faktor von willebrand
adalah suatu protein yang mempengaruhi fungsi trombosit. Gen yang membuat VWF bekerja
pada dua jenis sel yaitu :
Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah, dan
trombosit
Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses
pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama. Penyakit ini tidak sama dengan hemofilia dan
sering dialami oleh wanita. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.2003)
Patogenesis
Dalam tubuh darah diangkut dalam pembuluh darah. Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan
pembuluh darah dan akan menyebabkan kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh
darah. Pembuluh dapat rusak dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau ia dapat rusak di
bagian dalam tubuh sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap trombosit berukuran garis tengah
kurang dari 1/10,000 centimeter. Terdapat 150 to 400 miliar trombosit dalam 1 liter darah

normal. Trombosit mempunyai peranan penting untuk menghentikan perdarahan dan memulai
perbaikan pembuluh darah yang cedera. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah yang normal.
Gambar 1a. Pembekuan darah normal Gambar 1b. Pembekuan darah tidak normal
(Gugun,2007)
Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.
Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah yang luka.
Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang rusak. Ini disebut
adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan zat yang mengaktifkan trombosit lain
didekatnya sehingga akan menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka.
Ini disebut agregasi trombosit.
Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat terjadinya bekuan
darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan trombosit
membentuk jaringan bekuan fibrin.
(Gugun,2007)
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von Willebrand )
bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade koagulasi (Lihat Gambar
2.).
Gambar 2a. cascade koagulasi normal Gambar 2b. cascade koagulasi penderita penyakit von
willebrand
(Gugun,2007)
VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah. Pada tahap ke 3,
seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup Faktor Von Willebrand (VWF) di dalam
darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat
bertindak sebagai perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang
mengalami kerusakan. Trombosit tidak dapat melapisi dinding pembuluh darah. (Gugun,2007)
Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu protein yang
dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya faktor VIII dalam dalam jumlah
yang normal maka proses pembekuan darah akan memakan waktu yang lebih lama.
(Gugun,2007)
Manisfestasi klinik
Penderita penyakit ini akn mudah mengalimi pendarahan karena faktor perekatnya dalam proses
pembekuan darah berkurang atau proses penutupan luka berlangsung lama dikarenakan proses
pembekuan darahnya memerlukan waktu yang lebih lama dibanding orang normal.
(Gugun,2007)
3. Trombositosis

Peningkatan jumlah trombosit di atas 400.000/mm3. Trombositosis dibagi menjadi dua yaitu:
1. Trombositosis primer
Terlihat pada gangguan mieloproliferatif seperi plosistemia vena atau leukemia grunulomasitik
kronik dimana bersama kelompok sel lainnya mengalami poliferasi abnormal sel megakariosit
dalam sumsum tulang.
2. Trombositosis sekunder
Terjadi akibat stress atau kerja fisik disertai pengeluaran trombosit dari pool cadangan ( dari
limpa) atau saat terjadinya peningkatan permintaan sumsum tulang seperti pada pendarahan atau
pada anemia hemolitik.
Jumlah trombosit yang meningkat juga ditemukan pada orang yang limpanya sudah dibuang
dengan pembedahan. Limpa adalah tempat penyimpanan dan penghancuran utama trombosit,
splenektomi tanpa disertai penguranga pembentukan sumsum tulang juga dapat menyebabkan
trombositosis. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003.)

Patogenesis

Apabila konsentrasi trombosit tinggi, terjadi agregasi spontan pada trombosit, menyumbat
kapiler-kapiler darah yang lembut. Pada proses ini, dinding kapiler akan rusak yang dapat
menimbulkan . pemeriksaan masa pendarahan dan fungsi trombosit lain pada umumnya dalam
batas normal. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003.)

Manisfestasi klinis

Meningkatnya jumlah trombosit di dalam plasma darah, dapat menyebabkan pendarahan di


mukosa, khususnya di dalam mukosa saluran cerna., pendarahan juga terjadi di pembuluh darah
vena dan arteri. Fungsi abnormal dari trombosit dapat menyebabkan pendarahan yang panjang.
(Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
4.Trombositopenia
Trombositopenia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan trombosit. Kadar
trombosit di dalam plasma darah kurang dari 200.000 permilimeter kubik. Trombosit adalah
salah satu protein dalam pembekuan darah. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Trombositopenia dapat disebabkan oleh:
1. sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit
misalnya pada penyakit:
Anemia aplastik
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal
Leukimia
Pemakaian alkohol yang berlebihan
Anemia Megaloblastik
Kelainan sumsum tulang

2. Trombosit terperangkap dalam limpa yang membesar


Misalnya pada penyakit:
Sirosis disertai spenomegali kongestif
Mielfibrosis
Penyakit Gaucher
3. Trombosit menjadi terlarut
Misalnya pada :
Penggantian darah yang masif atau transfusi ganti ( karena platelet tidak dapat bertahan di
dalam darah yang ditransfusikan )
Pembedahan bypass kardiopulmoner
4. Meningkatnya penggunaan ataau penghancuran trombosit
Misalnya pada penyakit:
Purpura trombositopenik idiopatik (ITP)
Infeksi HIV
Purpura setelah transfusi darah
Obat-obatan ( heparin, kunidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat
diabetes per-oral, garam emas, rifamicin )
Leukimia kronik pada bayi yang baru lahir
Limfoma
Lupus eritematosus sistemik
Purpura trombositopenik trombotik
Sindroma hemolitik-uremik
Sindrama gawat pernapasan dewasa
Infeksi berat disertai septikemia
5. Keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah ( komplikasi
kebidanaan, kanker, keracunan darah (septikemia), akibatbakteri gram negatif, kerusakan otak
traumatik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Manisfestasi Klinis
Pendarahan pada kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah trombosit yang berkurang,
bintuk-bintik keunguan seringkali muncul di tungkai bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan
memar yang menyebar.
Penyakit ini dapat menyebabkan pendarahaan pada gusi. Di dalam tinja dan air kemih juga dapat
ditemukan darah. Pada penderita wanita, darah pada waktu menstruasi sangat banyak.
Pendarahan sulit berhenti sehingga pembedahan dan kecelakaan bisa berakibat fatal bagi
penderita. Jika jumlah trombosit semakin. menurun, maka pendarahan akan semakin memburuk.
Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/ml bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar
darah melalui saluran pencernaan atau terjadi pendarahan di otak ( meskipun otaknya tidak
mengalami cedera ) yang dapat berakibat sangat fatal bagi kehidupan penderita. (Sylvia A.Price
&Lloraine M.Wilson,2003)
5. D.I.C( disseminated intravascular coagulation ) atau pembekuan intravaskuler tersebar.
Pembekuan intravaskuler tersebar (DIC) adalah sindrom multifaset, sindrom kompleks dimana
homeostatik normal dan sistem fisiologik yang mempertahankan darah agar tetap cair berubah

menjadi sistem yang patologik, sehingga terjadi trombi fibrin yang menyumbat miovaskuler dari
tubuh. Keadaan ini sering timbul akibat banyaknya jaringan yang cedera atau mati yang
melepaskan faktor jaringan dalam jumlah besar kedalam darah, seringkali bekuan ini ukurannya
kecil-kecil tapi banyak dan bekuan ini menyumbat sejumlah besar darah perifer yang kecil,
terutama terjadi pada syok septikemik. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson.,2003)
Faktor penyebab
1. Mikroorganisme : bakteri dan jamur
Misalnya : pada syok septikemik.
Bakteri mengiritasi lapisan pembukuh darah (terutama endotoksin) sehingga mengaktifkan
mekanisme pembekuan darah.
2. Luka Bakar
Luka bakar yang terlalu parah dapat menyebabkan banyak sekali sumbatan pembuluh darah.
3. Leukimia Promielositik
4. Produk produk tumor
5. Cedera remuk
6. Solusio plasenta (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
Patogenesis
Diawali dengan masuknya materi atau aktivasi proakoagulasi ke dalam sirkulasi darah. Ini dapat
ditemukan pada setiap keadaan dimana tromboplastin jaringan dibebaskan karena terjadi
perusakan jaringan yang mengalami pembekuan-pembekuan ekstrinsil. Karena plasenta banyak
mengandung tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab DIC yang paling sering adalah
solusio plasenta (pelepasan plasenta yang prematur) sehingga menyebabkan tertahannya hasil
hasil konsepsi ( plesenta fetus ) yang menyebabkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih
lanjut.Produk produk tumor, luka bakar, cedera remuk dan leukimia promielositik semuanya
menyebabkan pelepasan tromboplastin. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik
proses-proses penyakit vol.1.)
Awal jaras intrinsik juga terjadi bila proakogulan intrinsik kontak dengan endotel pembuluh yang
rusak seperti pada vaskulitis, septic dan syok. Selama proses pembekuan, trombosit akan
beragregasi dan bersama-sama dengan faktor-faktor pembekuan, sehingga jumlah trombosit
berkurang. Hasil trombi fibrin dapat menyebabkan sumbatan pada mikrovaskular jika jumlahnya
banyak, jika jumlahnya sedikit maka tidak akn menyebabkan sumbatan di mikrovaskular. (Sylvia
A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)

Manisfestasi Klinis

Manisfestasi klinis yang terjadi pada DIC tergantung dari luas dan lamanya pembentukan
trombofibrin organ-organj yang terlibat ( gijal, jantung, hipofise, paru-paru, dan mukosa saluran
cerna), nekrosis dan pendarahan yang ditimbulkan.
Dampaknya adalah, penderita akan mengalami perdarahan pada membran mukosa dan jaringan
jaringan bagian dalam, pendarahan disekitar bagian yang cedera, hipotensi ( syok ), oliguri atau

anuria, kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispnea dan
sianosis. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson,2003)
6. kelainan Vaskular
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostatik. Pasien dengan kelainan
pada system vascular biasanya datang dengan perdarahan kulit, dan sering mengenai membrane
mukosa. Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura nonalerik. Pada
kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan factor koagulasi adalah normal.Terdapat banyak bentuk
purpura nonalergik, yaitu pada penyakit-penyakit ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi
berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik.
Kelainan ini merupakan penyakit vascular-kolagen, yaitu pasien membentuk autoantibody.
Vaskulitis, atau peradangan pembuluh darah terjadi dan merusak integritas pembuluh darah,
mengakibatkan purpura. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses
penyakit vol.1.)
Jaringan penyokong pembuluh darah yang mengalami perburukan, dan tidak efektif, yang terjadi
seiring proses penuaan, mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat perdarahan kulit pada
dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk oleh trauma. Kecuali mengganggu secara
kosmetik, keadaan ini tidak membahayakan jiwa. Manifestasi kulit yang serupa juga terlihat pada
terapi kortikosteroid jangka lama, yang diyakini diakibatkan dari katabolisme protein di dalam
jaringan penyokong pembuluh darah. Skorbut, yang berkaitan dengan malnutrisi, dan
alkoholisme, sama-sama mempengaruhi integritas jaringan ikat dinding pembuluh darah.Bentuk
purpura vascular yang dominant autosomal, telangiektasia hemoragik herediter (penyakit OslerWeber-Rendu), terdapat terdapat pada epistaksis dan perdarahan saluran cerna yang intermiten
dan hebat. Telangiektasia difus umumnya terjadi pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa
bukal, lidah, hidung dan bibir dan tampaknya meluas ke seluruh saluran cerna. Pengobatan
terutama suportif. (Sylvia A.Price &Lloraine M.Wilson., Patofisioogi klinik proses-proses
penyakit vol.1.)
Sindrom Ehlers-Danlos, suatu penyakit herediter lain, meliputi penurunan daya pengembangan
(compliance) jaringan perivascular yang menyebabkan perdarahan berat. Purpura alergik atau
purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah,
ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai
bokong. Purpura Henoch-schnlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala-gejala
salurancerna, dan arthritis, merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anakanak. Mekanisme penyakit ini tidak diketahui dengan baik. Gejala-gejalanya sering didahului
oleh keadaan infeksi. Pasien-pasien mengalami peradangan pada cabang-cabang pembuluh
darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya pembuluh, hilangnya sel-sel darah merah, dan
perdarahan. Glomerulonefritis merupakan komplikasi yang sering terjadi. Pengobatan bersifat
suportif dengan menghindari aspirin serta senyawa-senyawanya. (Sylvia A.Price &Lloraine
M.Wilson,2003)
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Umar zein, kepala dinkes kota medan. 2008. Www.waspada.online.com

Canadian Hemophilia Society, What is Hemophilia ? 1999


World Federation of Hemophilia, Hemophilia in Pictures 1998. Copyright Indonesian
Hemophilia Society 2007 Created By Gugun
Price.Sylvia A &Lloraine M.Wilson,2003. Patofisioogi klinik proses-proses penyakit vol.1.)
About these ads

Gangguan pembekuan darah

Pengertian

Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi
karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.

Etiologi

Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah
perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki
peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini
dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain,
terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma
HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi,
tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak
terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang
menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma
HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil,
sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus
mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post
partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh hipo
atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular
Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang
menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat

peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu
trombin (thrombin time).

Tanda dan gejala


1. Perdarahan berlangsung terus2. Merembes dari tempat tusukan

(Chapman, 2006)

Komplikasi

Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi


Intravaskuler Diseminata) :
1. Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
2. Syok berat
3. Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus

Anda mungkin juga menyukai