Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada pita suara (laring)yang


dapat menyebabkan suara parau. Pada peradangan ini seluruh mukosa laring
hiperemis dan menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat
metaplasi skuamosa. Laringitis ialah pembengkakan dari membran mukosa laring.
Pembengkakan ini melibatkan pita suara yang memicu terjadinya suara parau
hingga hilangnya suara. Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa
pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu lama. Infeksi pada laring
dapat dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis, infeksi maupun non
infeksi, inflamasi lokal maupun sistemik yang melibatkan laring. Laringitis akut
biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang dari 7 hari
dan biasanya muncul dengan gejala yang lebih dominan seperti gangguan
pernafasan dan demam. Laringitis kronis biasanya terjadi bertahap dan telah
bermanifestasi beberapa minggu.(1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi Laring
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya
terbentuk alur faring medianyang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem
pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar
hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial
paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua
lobus pada hari ke 27 atau 28. Bangian yang paling proksimal dari tuba akan
menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari
ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 34 minggu berikutnya.
Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.
Banyak struktur merupakan derivat aparatus brankialis.
2.2 Anatomi Laring
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6,
bagian atasnya yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan
otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otototot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid merupakan tulang
rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan
dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan iniberbentuk seperti kapal,
bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple dan di
dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid
oleh ligamentum krikotiroid.
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago
krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak
setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih
kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti
piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang
laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi
krikoaritenoid.

Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini


melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan
ariepiglotik. Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg
terdapat di dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis
berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea
terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.

Gambar 1. Anatomi laring


Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.

Membrana mukosa di laring sebagian besar dilapisi oleh epitel


respiratorius, terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh
epitel skuamosa.

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di
atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica
vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Gambar 2. Pita suara(12)

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,

ligamentum

krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum

hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica,


ligamentum

ventricularis

ligamentum

vocale

yang

menghubungkan

kartilagoaritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otototot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan, sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian
laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid
(suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot
ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid,
dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid. Otototot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring kebawah,
sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas .Otot-otot intrinsik laring ialah
M.

Krikoaritenoid

lateral.

M.Tiroepiglotica,

M.vocalis,M.

Tiroaritenoid,

M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.


Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah M.aritenoid
transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.

Gambar 3. Otot pada laring


Rongga Laring
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum
tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago
krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid,
konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah
M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica

ventrikularis (pita suara palsu).Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut
rima glottis, sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli.
Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga
bagian, yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic. Vestibulum laring ialah
rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis. Daerah ini disebut
supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventriculus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan
terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua
puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic
adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).
Persyarafan
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus
superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf

motorik

dan

sensorik.

Nervus

laryngeus

superior

mempersarafi

m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita


suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah
medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri
dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.

Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring


inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh
m.tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran
hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa
laring.
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf
itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan lanjutan dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan
diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal
kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah
posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior
dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring
superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

Gambar 4 Persarafan laring


Pendarahan.
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior
dan a.laringitis inferior.
Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran
tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian
menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding
lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot
laring.
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan
bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di

10

dalam arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta


beranastomosis dengan a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga
memberikan cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai
mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil
melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus
superior.
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena
tiroid superior dan inferior.
Pembuluh Limfe
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal.
Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah
lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus
piriformis dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan
kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh
kelenjar supraklavikular.

11

2.3 Fisiologi Laring


Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda
asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis
secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal
ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan
m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago
arritenoid kiridan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam
trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang
berasal dari paru dapat dikeluarkan.

12

Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeobronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada

diatur oleh

peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada.

13

2.4 Laringitis
Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada
daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat
terjadi baik akut maupun kronik.1
Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun
waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan
laringitis kronis.2
Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa
disebabkan karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi
virus.2
2.5 Laringitis Akut
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Pada umumnya merupakan
lanjutan dari rinofaringitis.

Patofisiologi
Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara
yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan
penyebab terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel
dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema
dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular
dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi
14

pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan


ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea
subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada
lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah
celah. Membran pelindung plika vokalis biasanya merah dan membengkak.
Puncak terendah pada pasien dengan laringitis berasal dari penebalan yang tidak
beraturan sepanjang seluruh plika vokalis. Beberapa penulis percaya bahwa plika
vokalis mengeras daripada menebal. Pengobatan konservatif seperti yang
disebutkan sebelumnya

biasanya

cukup mengatasi inflamsi laring dan

mengembalikan aktivitas vibrasi plika vokalis.3


Gejala dan Tanda
Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam,
malaise, gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana
digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau
suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi
gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara
sama sekali (afoni), nyeri ketika menelan atau berbicara, serta gejala sumbatan
laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak
kental.8
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak,
terutama diatas dan bawah pita suara. Biasanya terdapat juga tanda radang akut di
hidung atau sinus paranasal atau paru.

15

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan
tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis

Gambar 2.3. Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring wanita 53


tahun, dengan gejala utama serak dan suara terengah-engah. Catatan daerahdaerah eritem dan mukosa normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga
ditandai irregularitas pada kontur lipatam-lipatan vocal (dikutip dari kepustakaan
1)

16

Sebetulnya pemeriksaan rontgen leher tidak berperan dalam penentuan


diagnosis, tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari
supraglotis) Foto rontgen leher AP bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan
penyempitan subglotis pada foto lateral, walaupun kadang gambaran tersebut
tidak didapatkan. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan
eksudat di orofaring atau plika suara, pemeriksaan kultur dapat dilakukan.Dari
darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis.1

Gambar 2.4. Gambaran rontagen laringitis akut, gambaran steeple sign(panah)


(dikutip dari kepustakaan 9)
Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala
demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung
selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat
biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat

17

stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung
dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya
takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda
hipoksia1
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan
tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin
tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.
pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk
mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan
kuman patogen penyebab1
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran
nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan foto.
Penatalaksanaan
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara lembab.
Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas
atau minum es.
Antibiotik diberikan apabila peradangan berasal dari paru. Bila terdapat
sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi.
Pencegahan
Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat
tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air

18

karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi
penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan
berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan
terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan
berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak
lendir.8
Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3
tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan
pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik
2.6 Laringitis Kronis
Etiologi
Biasanya infeksi virus menyebabkan laringitis kronis. Infeksi bakteri
seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi.
Laringitis dapat juga terjadi saat menderita suatu penyakit atau setelah sembuh
dari suatu penyakit, seperti salesma, flu atau radang paru-paru (pnemonia).(5)
Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang
terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak
merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan

19

tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroeosophageal reflex disease


(GERD). Tanpa mengkesampingkan bakteri sebagai penyebabnya. (5)
Klasifikasi
Terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik.
Non-Spesifik laringitis kronis
Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada
saluran pernapasan, seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat
paparan zat-zat yang membuat iritasi, seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan,
asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja. Terlalu banyak
menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau
menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,
permukaan yang tidak rata dan menebal.(15)
Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan
tenggorokan.Selain itu ada juga suara serak. Perubahan pada suara dapat
bervariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak
hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit
tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala
berlangsung beberapa minggu sampai bulan.(10)
Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak
rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka
perlu dilakukan biopsi.(15)

20

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya laringitis


dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan oleh sebabsebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak
mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila
penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut.
Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa
membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau balita mengalami langiritis
yang

berindikasi

karahcroup,

bisa

digunakan

kortikosteroid

seperti

dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga berhubungan dengan kondisi


lain seperti rasa terbakar di uluh hati, merokok atau alkoholik, harus dihentikan.(7)
Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara :(5)(6)(7)
1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok
tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan
mengakibatkan iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan
kering . Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan
berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem
juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir
dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

21

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset


bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi
mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai
sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan
edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.(5)(6)
Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada
pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau
fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus
yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.(7)(15)
Laringitis kronis spesifik
LARINGITIS TUBERKULOSA
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering
kali setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila
infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman ke
laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,
atau penyebaran melaluialiran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan
gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke
aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.(4)(8)

22

Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu : (4)

Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan


hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring
tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosaterbentuk tuberkel,
sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan.
Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu,
sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat
meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien
dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di

daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.


Stadium ulcesari. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi
membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta
dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri

karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.


Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago
laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan
epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga
terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk
sekuester. Pada stadium inipasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum
sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka

proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.


Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

23

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT


termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca
laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi
anatomi.(3)(8)
Penatalaksanaannya berupa pemberian obat antituberkulosis primer dan
sekunder. Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa
macam dan cara pemberian obat antituberkulosa :(9)

Obat

primer :

INH

(isoniazid),

Rifampisin,

Etambutol,

Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi


dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar

penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.


Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat,

Sikloserin,

Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.


LARINGITIS LUETIKA(3)(5)
Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai
pada bayi ataupun orang dewasa. Laring tidak pernah terinfeksi pada stadium
pertama sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya
edema yang hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas
dapat terjadi karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga,
terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan ulcerasi,
perikondritis dan fibrosis.

24

Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.
Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,
pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di
perifer.
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat
dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan
eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan
menjalar sagat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTAABS) dan biopsi.
Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis
tinggi, pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis
dapat dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi(8)
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,
karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen

25

BAB III
KESIMPULAN

Laringitis merupakan proses inflamasi pada laring, ditandai dengan


perubahan suara, yang berupa laringitis akut atau laringitis kronis.

Laringitis akut banyak diderita pada anak anak, proses penyakit berjalan
cepat dan tidak jarang menimbulkan sumbatan jalan nafas

Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti


sebabnya, besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara
primer dan usia pasien. Pasien biasanya datang dengan berbagai macam
keluhan seperti rasa tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan
kualitas suara, disfagia, odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga
stridor.

Pemeriksaan dengan laringoskopi merupakan suatu standar baku emas


dalam pemeriksaan fisik untuk mengintepretasi kelainan yang terdapat
pada laring

Dalam menangani laringitis akut atau kronis, ada tiga hal yang perlu
dilakukan : progresifitas dari gejala terutama yang berkaitan dengan
dispneu, gejala yang berkaitan dengan gejala sistemik dan faktor
predisposisi

26

Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari.


Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau keparahan penyakit,
diagnosa dini, dan tepatnya penatalaksanaan.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Roezin

A. Sistem

Aliran

Limfa Leher.

Dalam:Soepardi

EA. Buku

Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007. h. 174-177.
2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376
3. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed.
Appleton & Lange Stamfort,Connecticut P
4. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring. Dalam:
Soepardi

EA. Buku

Ajar llmu

Kesehatan

Telinga

Hidung

Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI .
2007.h. 237-242
5. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic. Didapatkan
dari url : http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm. Diunduh pada
tanggal 7 Oktober 2015.
6. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head
& Neck Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.
7. Dhillon, R.S. ,East C.A.. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck
Surgery. 2nd Edition. Churcill Livingstone. 2000. Hal. 56-68
8. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In: Van De Water
Thomas R. , Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New
York:Thieme. 2008. Hal. 574-591
28

9. Diunduh pada tanggal 7 Oktober 2015 dari :


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19721.htm
10. Banovetz JD.Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 378-396

29

Anda mungkin juga menyukai