Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Hari/tanggal

: sabtu, 22 juni 2015

Tempat: Ruang kelas s1keperawatan 4a


Waktu

: 08.00 WIB selama 30 menit

Materi

: Trauma Okuli

A.

Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan, keluarga, pengunjung dan penjaga pasien
mengerti tentang penyakit trauma okuli.

2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mendapatkan penyuluhan peserta mampu:
a. Memahami pengertian trauma okuli
b. Mengerti penyebab trauma okuli
c. Mengenali tanda dan gejala trauma okuli
d. Mengetahui penanganan trauma okuli
e. Mengetahui cara pencegahan trauma okuli
f. Mengetahuai cara mencuci tangan yang benar
B. Sasaran
Mahasiswa
C. Materi
1. Definisi trauma okuli
2. Penyebab trauma okuli
3. Tanda dan gejala trauma okuli
4. Cara penanganan trauma okuli
5. Cara pencegahan trauma okuli

D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab

E.

Setting
Setting waktu

1
.

2
.

WAKTU

KEGIATAN PENYULUHAN

5 Menit

Pembukaan :
1) Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam.
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan
4) Menyebutkan materi yang
akan diberikan
5) Melakukan kontrak waktu
penyuluhan
Pelaksanaan :
Mengevaluasi pengetahuan
peserta sebelum diberi
penyuluhan
Menjelaskan
tentang
pengertian trauma okuli
Menjelaskan
tentang
penyebab trauma okuli
Menjelaskan tentang tanda
dan gejala trauma okuli
Menjelaskan
tentang
penanganan trauma okuli
Menjelaskan
tentang
pencegahan trauma okuli

15 Menit

3
.

10 Menit

KEGIATAN PESERTA

PELAKSANA

6) Menjawab salam

Penyuluh/
penyaji

7) Mendengarkan
Memperhatikan
8) Memperhatikan
9) Memperhatikan

Menjawab

Memperhatikan

Memperhatikan

Memperhatikan

Memperhatikan

Memperhatikan

Memberi
kesempatan
kepada
peserta
untuk
bertanya

Evaluasi & Terminasi:


Bertanya kepada peserta
tentang materi yang telah
diberikan
Mengucapkan terimakasih

Penyuluh/
penyaji

Mengajukan
pertanyaan
mengenai materi
yang
kurang
dipahami
Moderator :
Menjawab
pertanyaan
Mendengarkan

F.

atas peran serta peserta.


Mengucapkan
salam
penutup

Menjawab salam

Media
1. LCD/flipchart
2. Leaflet

G.

Pengorganisasian
1. Penyuluh/Penyaji

H.

Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
1)Peserta hadir ditempat penyuluhan minimal 5 menit sebelum acara

dimulai
2)Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang kelas
s1keperawatan 4a
3)Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan 1 jam
sebelum acara dengan mempersiapkan LCD/flipchart, layar dan kursi .
2. Evaluasi Proses
1) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2) Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum penyuluhan selesai
3) Peserta mengajukan pertanyaan dan dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan
3. Evaluasi Hasil
1) Peserta mengetahui tentang trauma okuli dengan menanyakan kembali
kepada peserta tentang materi. Peserta menjawab pertanyaan yang
diajukan penyaji.
2) Peserta dapat mendemonstrasikan cara pemberian obat tetes dan salep
mata.

BABII
Materi Penyuluhan Trauma Mata/Okuli
1.

Definisi
Trouma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan
kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering
mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan
kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacammacam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan
kecelakaan lalu lintas.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan
pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun
1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan
lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma
okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan.

Ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :


1.Trauma okuli non perforans,
yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a.Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
b.Mungkin terjadi robekan konjungtiva
c.Adanya perlukaan kornea dan sklera
d.Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2.Trauma okuli perforans,
yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a.Adanya dinding orbita yang tertembus
b.Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar

Gambar anatomi bola mata

2.

Penyebab trauma okuli :

1) Fisik atau Mekanik


(1) Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
(2) Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan
pertukangan.
(3) Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma
tajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya
peluru senapan angin, dan peluru karet.
2) Khemis
(1) Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih
lantai, kapur, lem (perekat).
(2) cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
3) Fisis
(1) Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
(2) Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

3. Tanda dan gejala trauma okuli


Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma.
1) Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya
benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak
beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta
bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti
pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika
tercemar oleh kuman.
2) Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
3) Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada
trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan
dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat
fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahanlahan.
Gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain :
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya
kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma
tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami
fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di
segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat
terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
6

Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak
bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah
sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri
pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun
segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan
pada mata.
9. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama
adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,
benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang
masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau
pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah
lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil
dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.

Berikut ini dijelaskan lebih lanjut tentang beberapa manifestasi klinis yang
dapat muncul akibat trauma benda tumpul pada okuli diantaranya antara lain:
1.

Hematoma palpebra
Hematoma palpebra merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma palpebra merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma
tumpul okuli. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam (racoon eye) yang sedang
dipakai, terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda
fraktur basis kranii. Pada pecahnya arteri oftalmika maka darah masuk
kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Penanganan pertama
dapat

diberikan

kompres

dingin

untuk

menghentikan

perdarahan.

Selanjutnya untuk memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan kompres


hangat pada palpebra.
2.

Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi
kemotik (edema) pada setiap kelainan termasuk akibat trauma tumpul. Bila
palpebra terbuka dan konjungtiva secara langsung terekspose dengan dunia
luar tanpa dapat mengedip maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan
edema

pada

konjungtiva.

Edema

konjungtiva

yang

berat

dapat

mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan


terhadap konjungtiva.
3.

Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera. Pecahnya pembuluh darah ini bisa akibat dari batuk rejan, trauma
tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah. Bila tekanan
bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun
dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola
mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.

4.

Edema kornea
Edema kornea dapat meberikan keluhan berupa penglihatan kabur
dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.
8

Kornea dapat terlihat keruh. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan
masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan
stroma kornea.
5.

Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi
tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu singkat epitel sekitar dapat
bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Erosi di kornea
menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewatu mata dan
kelopak mata digerakkan. Pola tanda goresan vertikal di kornea
mengisyaratkan adanya benda asing tertanam di permukaan konjungtiva
tarsalis di kelopak mata atas. Pemakaian berlebihan lensa kontak
menimbulkan edema kornea.Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali
akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak,
mata berair, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media yang
keruh.
Pada kornea akan terlihat adanya defek epitel kornea yang bila diberi
fuorosein akan berwarna hijau .
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan
dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan
dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih
tepatnya jangan pernah memberi larutan anestetik topikal kepada pasien
untuk dipakai berulang setelah cedera kornea, karena hal ini dapat
memperlambat penyembuhan, menutupi kerusakan lebih lanjut, dan dapat
menyebabkan pembentukan jaringan parut kornea permanen. Erosi yang
kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.
Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran
basal. Epitel akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan
membran basal epitel kornea sebagai sebagai tempat duduknya sel basal
epitel kornea. Umumnya membrane basal yang rusak akan kembali normal
setelah 6 minggu. Permukaan kornea perlu diberi pelumas untuk
membentuk membran basal kornea. Pemberian siklopegik bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit ataupun untuk mengurangi gejala radang uvea yang
9

mungkn timbul. Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes dan mata
ditutup untuk mempercepat pertumbuhan epitel baru dan mencegah infeksi
skunder. Dapat digunakan lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi
rekuren pada kornea dengan maksud untuk mempertahankan epitel berada
ditempatnya.
6.

Iridoplegia
Kelumpuhan otot sfingter pupil yang bisa diakibatkan karena trauma
tumpul pada uvea sehingga menyebabkan pupil menjadi lebar atau
midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi dan
merasakan silau karena gangguan pengaturan masuknya cahaya ke pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat
menjadi ireguler. Pupil biasanya tidak bereaksi terhadap sinar.

7.

Iridodialisa
Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya
sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang.
Saat mata kita berkontak dengan benda asing, maka mata akan bereaksi
dengan menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini alasannya
mengapa titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada temporal bawah
pada mata. Pada daerah inilah iris sering terlihat seperti peripheral iris tears
(iridodialisis). Saat mata tertekan maka iris perifer akan robek pada akarnya
dan meninggalkan crescentic gap yang berwarna hitam tetapi reflek fundus
masih dapat diobservasi.

10

Hal ini mudah terjadi karena bagian iris yang

berdekatan dengan badan silier gampang robek. Lubang pupil pada pangkal
iris tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak mempunyai
kemampuan regenerasi.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun
perubahan ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu
tajam penglihatan penderita. Pasien akan melihat ganda dengan satu
matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya
iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila
keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan
10

dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.


8.

Hifema
Hifema adalah darah di dalam bilik mata depan (camera okuli
anterior/COA) yang dapat terjadi akibat trauma tumpul sehingga merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Trauma tumpul sering merobek
pembuluh-pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut kamera
okuli anterior. Darah di dalam cairan dapat membentuk suatu lapisan yang
dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular
tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah
menyebabkan sumbatan pupil.
Hifema dibagi dalam 4 grade berdasarkan tampilan klinisnya :
1. grade I: menutupi < 1/3 COA (Camera Okuli Anterior)
2. grade II: menutupi 1/3-1/2 COA
3. grade III: menutupi 1/2-3/4 COA
4. grade IV: menutupi 3/4-seluruh COA
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun dan bila pasien
duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan
dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Tanda-tanda klinis lain berupa tekanan
intraokuli

(TIO)

normal/meningkat/menurun,

bentuk

pupil

normal/midriasis/lonjong, pelebaran pembuluh darah perikornea, kadang


diikuti erosi kornea.
9.

Iridosiklitis
Yaitu radang pada uvea anterior yang terjadi akibat reaksi jaringan
uvea pada post trauma. Pada mata akan terlihat mata merah, akbat danya
darah yang berada di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan
pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan visus menurun. Sebaiknya
pada mata diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus
dengan midriatika.

10.

Subluksasi Lensa
Subluksasi Lensa adalah lensa yang berpindah tempat akibat
putusnya sebagian zonula zinii ataupun dapat terjadi spontan karena
11

trauma atau zonula zinii yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca
trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Akibat pegangan lensa
pada zonula tidak ada, maka lensa akan menjadi cembung dan mata akan
menjadi lebih miopi. Lensa yang cembung akan membuat iris terdorong ke
depan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glaukoma sekunder.
11.

Luksasi Lensa Anterior


Yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat
trauma sehingga lensa masuk ke dalam bilik mata depan. Pasien akan
mengeluh

penglihatan

menurun

mendadak.

Muncul

gejala-gejala

glaukoma kongestif akut yang disebabkan karena lensa terletak di bilik


mata depan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar
cairan bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di
dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang
lebar.
12.

Luksasi Lensa Posterior


Yaitu bila seluruh zonula zinii di sekitar ekuator putus akibat trauma
sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah
fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangnya karena lensa mengganggu kampus. Mata menunjukan gejala
afakia, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.

13.

Edema Retina dan Koroid


Terjadinya sembab pada daerah retina yang bisa diakibatkan oleh
trauma tumpul. Edema retina akan memberikan warna retina lebih abu-abu
akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Pada
edema retina akibat trauma tumpul mengakibatkan edema makula
sehingga tidak terdapat cherry red spot. Penglihatan pasien akan menurun.
Penanganan yaitu dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan
normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan
berkurang akibat tertimbunya daerah makula oleh sel pigmen epitel.

14.

Ablasi Retina
Yaitu terlepasnya retina dari koroid yang bisa disebabkan karena
trauma. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi
retina. Pada pasien akan terdapat keluhan ketajaman penglihatan menurun,
12

terlihat adanya selaput yang seperti tabir pada pandangannya. Pada


pemeriksaan fundus kopi akan terlihat retina berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terangkat dan berkelok-kelok.
15.

Ruptur Koroid
Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan
melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik, biasanya terjadi
perdarahan subretina akibat dari ruptur koroid. Bila ruptur koroid terletak
atau mengenai daerah makula lutea maka akan terjadi penurunan
ketajaman penglihatan.

16.

Avulsi papil saraf optik


Saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang bisa
diakibatkan karena trauma tumpul. Penderita akan mengalami penurunan
tajam penglihatan yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan. Penderita
perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya
(Ilyas, 2003; Jack J, 2005).

17.

Katarak traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi
ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Katarak
traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Pada trauma tumpul akan terlihat
katarak

subkapsular

anterior

ataupun

posterior.

Kontusio

lensa

menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak
tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius. Trauma tembus akan
menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup
dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas
kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya
katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam
bilik mata depan.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa
yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan
bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja
yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa
yang disebut sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi
13

aktif akan terlihat mutiara Elsching.


Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila
terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan
terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat
dipasang lensa intra okular primer atau sekunder.1 Pada katarak trauma
apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi
tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya
maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma
sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk
cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam
penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis
atau salah letak lensa.
4. Penanganan
Penderita secepatnya harus dikirim ke RS yang ada dokter spesialis mata.
Sebaiknya jangan lebih dari 6 jam setelah terjadi trauma untuk menghindari
terjadinya infeksi.
1) Trauma tumpul ditutup dengan kain atau kassa tanpa ditekan dengan plester.
2) Trauma tajam dengan perlukaan dimata jangan memberi pengobatan dalam
bentuk apapun. Sebaiknya mata ditutup tanpa ada penekanan.
3) Trauma bahan kimia, baik asam maupun basa sebaiknya secepatnya diguyur
dengan air mengalir sebanyak-banyaknya kemudian ditutup dengan kain
tanpa ada penekanan dan secepatnya dikirm ke RS yang ada dokter spesialis
mata
Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus
dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan jangan
diberi obat sikloplegik atau antiobiotik topikal karena kemungkinan toksisitas
pada jaringan intraocular yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum
luas dan pakaikan pelindung Fox (atau sepertiga bagian bawah corong kertas)
pada mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus harus diberikan sesuai
kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum jangan
menggunakan obat-obat penghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat
meningkatkan secara transient tekanan di dalam bola mata sehingga
14

mengingkatkan kecenderungan herniasi isi intraocular. Anak juga lebih baik


diperiksa awal dengan bantuan anestesi umum yang bekerja singkat. 1,12
Pada cedera yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat
kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu
sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Perlu diperhatikan
bahwa pemberian anestetik topical, zat warna, dan obat lain yang diberikan ke
mata yang cedera harus steril. Tetrakain dan fluoresens tersedia dalam satuansatuan dosis individual yang steril.
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan
menghilangkan rasa sakit yang sangat. Anestesi topikal diberikan dengan hati-hati
karena dapat menambah kerusakan epitel, yang lebih tepatnya jangan pernah
memberi larutan anesteik topikal kepada pasien untuk dipakai berulang setelah
cedera kornea, karena hal ini dapat memperlambat penyembuhan, menutupi
kerusakan lebih lanjut, dan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut
kornea permanen.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk
mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas seperti
neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang
mengakibatkan spasme siliar maka dapat diberikan sikloplegik aksi-pendek
seperti tropikamida.
Untuk mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman serta
lebih tertutup pada pasien, maka bisa diberikan bebat tekan pada pasien selama 24
jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. 1
1. Hifema
Penanganan awal pada pasien hifema yaitu dengan merawat pasien dengan
tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala (semi fowler), diberi
koagulansia (antifibrinolitik oral/injeksi) dan mata ditutup. Pada pasien yang
gelisah dapat diberikan obat penenang.

3,4,10

Pasien yang jelas memperlihatkan

hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera anterior diharuskan bertirah baring
dan harus diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5
hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder,
glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan ulang
terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Penyulit ini memiliki resiko tinggi
15

menimbulkan glaukoma dan perwarnaan kornea. Beberapa

penelitian

mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral untuk menstabilkan


pembentukan bekuan darah menurunkan resiko perdarahan ulang. Dosisnya
adalah 100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/h selama 5 hari. Apabila
timbul glaukoma, maka penatalaksanaan mencakup pemberian timolol 0,25% atau
0,5% dua kali sehari, asetazolamide 250 mg per oral empat kali sehari dan obat
hiperosmotik (manitol, gliserol, sorbitol). 1 Glaukoma sekunder dapat pula terjadi
akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut di bilik mata sehingga
terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraokular tetap
tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari
kerusakan syaraf optikus dan perwarnaan kornea. Apabila pasien mengidap
hemoglobinopati, maka besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus
glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan
lebih awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan
bekuan di sentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan
probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk
menghindari kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan
bekuan dari sudut kamera anterior atau dari jaringan iris. Kemudian dilakukan
iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera anterior adalah dengan
evakuasi viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan
bahan viskoelasti, dan dan sebuah insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan
agar hifema dapat didorong keluar. Glaukoma dapat timbul belakangan setelah
beberapa bulan atau tahun akibat penyempitan sudut. Dengan sedikit
perkecualian, bercak darah di kornea akan hilang secara perlahan dalam periode
sampai setahun.
Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma skunder,
hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda
hifema berkurang.Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah
trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder
yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang. Zat besi
di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan
16

dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema spontan pada anak
sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma.
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat
insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan
iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik
mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan
dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis
tidak perlu dijahit.
2. Iridoplegia
Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk
terjadinya kelelahan sfingter dan diberi roboransia. Untuk mencegah silau
sebaiknya pasien memakai kacamata gelap, atau mata yang sakit diperban.
3. Luksasi Lensa posterior
Pada luksasi lensa posterior, mata akan menunjukkan gejala mata tanpa
lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 Dioptri untuk
melihat jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama
berada pada polus superior dapat menimbulkan komplikasi akibat degenarasi
lensa, yaitu berupa glaukoma fakolitik dan uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa
telah menimbulkan komplikasi sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.

17

Gambar Manifestasi Trauma Okuli

5. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya trauma mata, hendaknya :
1) Menghindari perkelahian
2) Memakai alat pelindung saat bekerja
3) Setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa
yang ada di tempat kerjanya.
4) Pada pekerja las, memakai kaca mata
5) Awasi anak yang sedang bermain.

18

BABIII
KESIMPULAN
Trouma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan
kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering
mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan
kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacammacam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan
kecelakaan lalu lintas.

2 jenis trauma okuli, yaitu:


1. Trauma okuli non perforans
2. Trauma okuli non perforans

19

Daftar Pustaka
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. General Ophthalmology. Alih bahasa:
Oftalmologi Umum ed. 14. Jakarta. Widya Medika.
Depkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran 1996.
Ilyas, Sidharta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga: Trauma Mata.
Hal 259-276. Penerbit: FKUI, Jakarta'
Ilyas, Sidarta. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai Penerbit
FK UI, Jakarta.
Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of
Ocular Trauma
Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis,
MO: Mosby

20

Anda mungkin juga menyukai