Anda di halaman 1dari 6

A.

PENDAHULUAN
Pajak atau lebih tepatnya Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi adalah
pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (WP) orang pribadi atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak tertentu. Subjek pajak orang
pribadi tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.
Subjek pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut
dengan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
WP OP dikenai pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterimanya
selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam
tahun pajak.
Tahun pajak adalah tahun takwim, tetapi WP OP dapat menggunakan tahun
buku yang tidk sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi
jangka waktu 12 bulan.
Wajib Pajak Orang Pribadi adalah orang pribadi yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungutan pajak dan pemotongan pajak tertentu.
B. SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI
Subjek pajak orang pribadi dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi WP
apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Kena Pajak (PKP). Sedangkan subjek pajak orang pribadi luar negeri
menjadi WP karena menerima dan atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia atau menerima dan atau memperoleh penghasilan yang bersumber
dari Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Dengan perkataan
lain WP adalah orang pribadi yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), WP OP yang
menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

1. Subjek Pajak Dalam Negeri (WPDN)


Subjek pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada
di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Pada
prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang
pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia, termasuk mereka yang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan ditimbang menurut
keadaan.
Keberadaan di Indonesia selama lebih dari 183 hari tidak harus berturut-turut,
tetapi ditentukan oleh jumlah hari keberadaan orang tersebut dalam jangka
waktu 12 bulan sejak kedatanggannya di Indonesia. Kepada orang tersebut
dikenakan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik dari
Indonesia maupun dari luar negeri (world wide income / azas domisili).
2. Subjek Pajak Luar Negeri (WPLN)
Subjek pajak orang pribadi luar negeri adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia selama tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia atau yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan BUT di Indonesia. Atau orang pribadi yang bertempat
tinggal di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia, baik melalui atau tidak melalui BUT.
Apabila WPLN menerima atau memperoleh penghasilan melalui BUT, maka
terhadapnya dikenakan pajak melalui BUT. Orang tersebut tetap berstatus
sebagai WPLN. Dengan demikian, dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
di Indonesia, BUT tersebut menggantikan orang pribadi sebagai subjek pajak
luar negeri.

WPLN hanya dikenakan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia, baik melalui BUT maupun tanpa melalui BUT di Indonesia (source
principle).
3. Pengecualian Subjek Pajak Luar Negeri
Orang-orang pribadi yang sudah memenuhi syarat sebagai WPLN tapi
dikecualikan dari subjek pajak dan atas penghasilannya tidak dikenakan pajak di
Indonesian adalah pejabat perwakilan diplomatik dan pejabat organisasi
internasional.
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, tidak termasuk
subjek pajak di Indonesia, dengan syarat sebagai berikut :
a. Bukan WNI
b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut
c. Negara tersebut memberi perlakuan timbal balik
Jadi apabila pejabat perwakilan negara lain memperoleh penghasilan lain di luar
jabatannya, maka ia menjadi subjek pajak atas penghasilan lain tersebut.
Yang termasuk pengecualian juga adalah pejabat-pejabat perwakilan organisasi
internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat
sebagai berikut ;
a. Bukan WNI
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan atau pekerjaan lain untuk mendapatkan
penghasilan dari Indonesia

C. PENENTUAN PENGHASILAN KENA PAJAK


Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi WP OP yang
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dengan menggunakan
pembukuan adalah :
PKP

penghasilan neto fiskal zakat atas penghasilan kopensasi


kerugian - PTKP

Sedangkan penghitungan PKP bagi WP yang memperoleh penghasilan dari


usaha atau pekerjaan bebas dengan menggunakan pencatatan dan bagi WP yang
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan adalah :
PKP =

penghasilan neto fiskal zakat atas penghasilan PTKP

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan
yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada
yang berhak.
Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh WP OP pemeluk
agama Islam kepada badan amil zakat (BAZNAS) atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah
(sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 3 UU No.38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan

Zakat),

dapat dikurangkan

dari

PKP. Sedangkan

bagi

yang

menerimanya tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh 21.
Contoh :
Tuan Abdullah adalah pegawai yang menerima gaji Rp.8.000.000,- /bulan. Dia
memiliki satu istri dan tiga orang anak. Maka perhitungan yang harus dilakukan
adalah :

Penghasilan bruto (12 x 8.000.000)


Biaya jabatan (5% x 96.000.000)
Penghasilan neto sebelum zakat
Zakat (2,5% x 94.704.000)

Rp. 96.000.000,Rp. 1.296.000,- _


Rp. 94.704.000,Rp. 2.367.600,- _

Penghasilan neto setelah zakat


PTKP (K/3)

Rp. 92.336.400,
Rp. 18.000.000,- _

PKP
PPh terutang (15% x 74.336.400)

Rp. 74.336.400,Rp. 11.150.460

D. KOMPENSASI KERUGIAN
1. Kompensasi Kerugian Horizontal
WP OP diperkenankan untuk memperhitungkan kerugian yang diderita pada
periode berjalan, antara lain berupa :
a. Kerugian penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan orang
pribadi atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan;
b. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
c. Kerugian yang diderita suatu unit atau cabang usahanya.
Kerugian

(fiskal)

yang

diderita

suatu

unit

atau

cabang

usaha

bisa

dikompensasikan dengan laba (fiskal) dari cabang lain sesama di Indonesia.


2. Kompensasi Kerugian Vertikal (Tax loss carry Forward)
Jika WP OP yang menggunakan pembukuan mengalami kerugian dapat
dikompensasikan dengan penghasilan (neto/laba fiscal) selama maksimal 5
tahun setelah tahun pajak terjadinya kerugian tersebut. Jika lewat dari 5 tahun,
maka sisa kerugian yang belum dikompensasikan dianggap daluwarsa.
Kerugian tersebut adalah kerugian menurut fiskal, yaitu penghasilan bruto
dikurangi dengan biaya-biaya yang diperbolehk
E. PAJAK YANG TERUTANG
Perhitungan pajak terutang bagi WP yang memperoleh penghasilan

dari

usaha atau pekerjaan bebas dengan menggunakan pembukuan maupun pencatatan


dan Wp yang memperoleh penghasilan sehubungan pekerjaan adalah :
PPhterutang=PKPx tarif PPh OP PPh 24 yg telahdikreditkan.
Tarif PPh OP (Pasal 17 UU PPh)
Lapisan PKP
Sampai dengan Rp. 25.000.000,Di atas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,Di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,Di atas Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,Di atas Rp. 200.000.000,-

Tarif PPh
5%
10%
15%
25%
35%

Untuk keperluan penerapan tarif pajak dalam menghitung PPh terutang,


maka PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Mulai tahun pajak 2009
tarif Pasal 17 UU PPh berubah menjadi :
Lapisan PKP
Sampai dengan Rp. 50.000.000,Di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000,Di atas Rp. 250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,Di atas Rp. 500.000.000,

Tarif PPh
5%
15%
25%
30%

F. PERHITUNGAN PAJAK YANG KURANG/LEBIH BAYAR


Perhitungan pajak akhir tahun dilakukan dengan mengurangkan PPh
terutang dengan kredit pajak yang telah dibayar oleh WP dalam tahun berjalan, baik
melalui pembayaran sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan pihak lain.
Kurang bayar (PPh Pasal 29 UU PPh) adalah saat dimana PPh terutang
lebih besar daripada Kredit Pajak, sedangkan lebih bayar adalah saat dimana PPh
terutang lebih kecil dari Kredit Pajak yang harus dilunasi paling lambat tanggal 25
bulan ketiga setelah tahun pajak berakhirnya dan sebelum SPT tahunan
disampaikan.. Perhitungan PPh Kurang/lebih bayar dapat dilakukan dengan
mempergunakan Form 1770 Induk bagian D.

Referensi :

UU.No.10 tahun 1994; Kep. Dirjen Pajak No. KEP-03/PJ/95;


diperbaharui dengan UU No.36 Tahun 2008

Anda mungkin juga menyukai