PENDAHULUAN
Visum et Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh
pihak penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et
Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya memenuhi
standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam
sistem peradilan.
Data di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa jumlah kasus perlukaan dan
keracunan yang memerlukan VeR pada unit gawat darurat mencapai 50-70%. Dibandingkan
dengan kasus pembunuhan dan perkosaan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan luka
merupakan jenis yang paling sering terjadi, dan oleh karenanya penyidik perlu meminta VeR
kepada dokter sebagai alat bukti di depan pengadilan.
Dalam praktek sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan
pengobatan, dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum baik untuk korban hidup
maupun korban mati. Demikian pula halnya dengan seorang pasien yang datang ke instalasi
gawat darurat, tujuan utama yang bersangkutan umumnya adalah untuk mendapatkan
pertolongan medis agar penyakitnya sembuh. Namun dalam hal pasien tersebut mengalami
cedera, pihak yang berwajib dapat meminta surat keterangan medis atau VeR dari dokter yang
memeriksa. Jadi pada satu saat yang sama dokter dapat bertindak sebagai seorang klinisi yang
bertugas mengobati penyakit sekaligus sebagai seorang petugas forensik yang bertugas
membuat VeR. Sedangkan pasien bertindak sebagai seorang yang diobati sekaligus korban
yang diperiksa dan hasilnya dijadikan alat bukti.
Di hadapan dokter, seorang korban hidup dapat berstatus sebagai korban untuk
dibuatkan visum et repertum, sekaligus berstatus sebagai pasien untuk diobati/dirawat.
Sebagai seorang pasien, orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang timbul akibat
hubungan pasien-dokter (kontrak terapeutik). Berbagai hak yang dimiliki pasien, seperti hak
atas informasi, hak menolak / memilih alternatif cara pemeriksaan atau terapi, hak atas
rahasia kedokteran dan lain-lain harus dipatuhi oleh dokter. Namun sebagai korban, pada
orang tersebut berlaku ketentuan-ketentuan seperti yang diatur dalam hukum acara pidana.
Orang tersebut tidak dapat begitu saja menolak pemeriksaan forensik yang akan dilakukan
terhadap dirinya.
1
Sebuah VeR yang baik harus mampu membuat terang perkara tindak pidana yang
terjadi dengan melibatkan bukti-bukti forensik yang cukup. Tetapi hasil penelitian di Jakarta
menunjukkan bahwa hanya 15,4% dari VeR perlukaan rumah sakit umum DKI Jakarta
berkualitas baik, sementara di Pekanbaru menunjukkan bahwa 97,06% berkualitas jelek dan
tidak satu pun yang memenuhi kriteria VeR yang baik. Dari kedua penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa bagian pemberitaan dan bagian kesimpulan merupakan bagian yang
paling kurang diperhatikan oleh dokter. Kualitas bagian pemberitaan berturut-turut untuk
Jakarta dan Pekanbaru adalah 36,9% dan 29,9%, yang berarti berkualitas buruk. Nilai kualitas
bagian pemberitaan merupakan nilai yang terendah dari ketiga bagian VeR. Unsur yang tidak
dicantumkan oleh hampir semua dokter adalah anamnesis, tanda vital, dan pengobatan
perawatan. Hal tersebut mungkin disebabkan masih adanya anggapan bahwa anamnesis,
tanda vital dan pengobatan tidak penting dituliskan dalam VeR, atau juga dapat disebabkan
karena dokter pembuat VeR tidak mengetahui bahwa unsur tersebut perlu dicantumkan dalam
pembuatan VeR. Pada penelitian yang sama didapatkan bahwa kualitas untuk bagian
kesimpulan 65,94% (kualitas sedang) di Jakarta dan 37,5% (berkualitas buruk) di Pekanbaru.
Pada bagian kesimpulan, walaupun sebanyak 68,9% dokter dapat menyimpulkan jenis luka
dan kekerasan, namun terdapat 62% dokter yang tidak dapat menyimpulkan kualifikasi luka
secara benar. Sementara dari hasil penelitian di Pekanbaru, tidak satu pun dokter pemeriksa
VeR yang mencantumkan kualifikasi luka menurut rumusan pasal 351, 352, dan 90 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Rumusan ketiga pasal tersebut secara implisit
membedakan derajat perlukaan yang dialami korban menjadi luka ringan, luka sedang, dan
luka berat. Dari segi medikolegal, orientasi dan paradigma yang digunakan dalam merinci
luka dan kecederaan adalah untuk dapat membantu merekonstruksi peristiwa penyebab
terjadinya luka dan memperkirakan derajat keparahan luka (severity of injury). Dengan
demikian pada pemeriksaan suatu luka, bisa saja ada beberapa hal yang dianggap penting dari
segi medikolegal, tidak dianggap perlu untuk tujuan pengobatan, seperti misalnya lokasi luka,
tepi luka, dan sebagainya. Secara hukum, keadaan luka tersebut menimbulkan konsekuensi
pemidanaan yang berbeda bagi pelakunya. Dengan demikian kekeliruan penyimpulan
kualifikasi luka secara benar dapat menimbulkan ketidak adilan bagi korban maupun pelaku
tindak pidana. Hal tersebut dapat mengakibatkan fungsi VeR sebagai alat untuk membantu
suatu proses peradilan menjadi berkurang.
BAB II
LAPORAN KASUS
Keterangan Umum
Nama
: Ny. M
Umur
: 29 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Salsa Caf Kemumu, Kel. Kemumu, Arma Jaya, Kab. Bengkulu Utara
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Status Marital
: Janda
Tanggal Masuk RS
A. Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan Utama :
Luka robek di paha akibat benda tumpul
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Luka robek di paha akibat benda tumpul. Dialami pasien sejak 30 menit yang lalu
sebelum masuk IGD RSU. Berdasarkan pengakuan pasien, dan teman yang
mengantar, pasien tersebut di lempar dengan menggunakan botol minuman keras di
paha, kemudian pasien terjatuh mengenai meja.
Pusing dijumpai. Mual dijumpai. Muntah disangkal. Pada saat kejadian pasien
diketahui mengkonsumsi alkohol.
B. Pemeriksaan Fisik (pukul 01.50 WIB)
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
: Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Respirasi
: 24 x/menit
Nadi
: 95 x/menit
Suhu
: 36,2C
3
Status Generalis
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Gigi
Mulut
Leher
Dada
- Paru
Status Lokalisata
Regio Parietalis :
Luka Robek ukuran 1x0,1x0,1 cm
Regio Brachialis Anterior (D):
Luka Robek ukuran 2x1x1 cm
Regio Antebrachii Posterior (S):
Luka Robek ukuran 5x0,1x0,1 cm
Regio Femoralis Anterior (D):
Luka Robek ukuran 7x2x1 cm
Regio Femoralis Lateral (S):
4
bertanda tangan di bawah ini, dr. Novita, Dokter Umum pada Rumah Sakit Umum Daerah
Arga Makmur menerangkan bahwa pada tanggal tujuh bulan juni tahun dua ribu lima belas,
telah memeriksa seorang Laki-laki di Instalasi Gawat Darurat bernama Maharani Binti
Abdul Rahman Ali berumur dua puluh sembilan tahun, beralamat di Salsa Cafe Kemumu
Kel. Kemumu Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara, yang menurut saudara orang
tersebut
diduga
Korban
Penganiayaan-------------------------------------------------------------------Adapun hasil pemeriksaan kami sebagai berikut :-------------------------------------------Keadaan Umum---------------------: Sadar dengan tekanan darah seratus sepuluh per
delapan
Tidak
ada
tanda-tanda
kelainan.----------------------------------------------------------------------------------Punggung---------------------------- : Tidak ada tanda-tanda kelainan.---------------------Anggota gerak atas----------------- : Dijumpai luka robek di lengan atas bagian dalam tangan
kanan ukuran dua kali satu kali satu centi meter akibat
terkena benda tumpul.
Dijumpai luka robek di lengan bawah bagian luar tangan
kiri ukuran lima kali nol koma satu kali nol koma satu
centi
meter
akibat
terkena
benda
tumpul.---------------------------------------------------Anggota gerak bawah-------------- : Dijumpai luka robek di paha kanan bagian depan ukuran
tujuh kali dua kali satu centi meter akibat terkena benda
tumpul.
Dijumpai luka robek di paha kiri bagian samping luar
ukuran tiga koma lima kali satu koma lima kali dua centi
meter akibat terkena benda tumpul.-6
Lain-lain----------------------------- : Tidak ada tanda-tanda kelainan.----------------------Kesimpulan-------------------------- : Pasien datang dibawa polisi dan keluarganya ke Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Arga Makmur pada
jam 01.50 WIB dalam keadaan sadar dengan tekanan
darah seratus sepuluh per delapan puluh mmHg dan nadi
sembilan puluh lima kali per menit pada pemeriksaan
Visum Et Repertum bagian luar dijumpai luka robek
dikepala, ditangan kanan, ditangan kiri, dipaha kanan dan
dipaha
kiri
akibat
terkena
benda
dr. NOVITA
H. Prognosis
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad functionam
: Bonam
Quo ad sanam
: Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
terhadap manusia, baik hidup atau mati, ataupun bagian atau di duga bagian dari tubuh
manusia, yang dibuat atas sumpah/dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Rumusan yang jelas tentang pengertian visum et repertum telahdikemukakan pada
seminar forensik di Medan pada tahun 1981, yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang
dibuat dokter berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan
dokter, yang memuat pemberitaan tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan
pada benda bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan
keterampilan yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang
pemeriksaan tersebut.
3.2 Aspek Medikolegal Visum et Repertum
Sebenarnya nama visum et repertum tidak ditemukan di dalam KUHAP (Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana) maupun RIB (Reglemen Indonesia yang diperbarui),
melainkan hanya ditemukan dalam Staatsblad No. 350 Tahun 1937.
Pasal 1 Staatsblad No. 350 Tahun 1937 :
Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada
waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau
atas sumpah khusus, sebagai dmaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam
perkara-perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh
dokter pada benda yang diperkirakan.
10
Pasal ini menyebutkan bahwa keterangan ahli dapat diberikan pada waktu :
1. Di dalam persidangan, yaitu keterangan ahli ini disampaikan secara lisan langsung di
depan hakim (sidang pengadilan).
2. Sebelum persidangan, yaitu pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum. Ini berarti bahwa keterangan ahli tersebut dituangkan dalam bentuk laporan
pemeriksaan penyidik atau laporan pemeriksaan penuntut umum yang biasa dikenal
dengan Berita Acara Pemeriksaan.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya
dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan
atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat
diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat
menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa
manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti
yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau
penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa
atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal itu sesuai dengan pasal 180
KUHAP.
Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik adalah sanksi pidana, yang
disusun pada :
Pasal 216 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam
11
dengan pidana penjarapaling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
3.3 Peran dan Fungsi Visum et Repertum
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum menguraikan segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian
visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum
sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah
terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada
perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Bagi
penyidik
(Polisi/Polisi
Militer),
visum
et
repertum
berguna
untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa), keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal
untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu
perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit
tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.
3.4 Dasar Pengadaan Visum et Repertum
Berdasarkan adanya dugaan Polisi Penyidik terhadap kasus yang sedang ditangani
adalah akibat suatu tindak pidana, meliputi :
a. VeR Hidup
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Penganiayaan
3. Keracunan
4. Kecelakaan industri
5. Kejahatan seksual
6. Percobaan bunuh diri
b. VeR Jenazah
12
KUHAP. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan apa saja yang harus dan
boleh dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang
dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung jawab
profesi kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana menjamin
keabsahan korban sebagai barang bukti. Hal-hal yang merupakan barang bukti pada tubuh
korban hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan perkara pidananya. Sedangkan orangnya sebagai manusia tetap diakui sebagai subjek
hukum dengan segala hak dan kewajibannya. Dengan demikian, karena barang bukti tersebut
tidak dapat dipisahkan dari orangnya maka tidak dapat disegel maupun disita, melainkan
menyalin barang bukti tersebut ke dalam bentuk visum et repertum.
KUHAP tidak mengatur prosedur rinci apakah korban harus diantar oleh petugas
kepolisian atau tidak. Padahal petugas pengantar tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk
memastikan kesesuaian antara identitas orang yang akan diperiksa dengan identitas korban
yang dimintakan visumnya, seperti yang tertulis di dalam surat permintaan visum et repertum.
Situasi tersebut membawa dokter turut bertanggung jawab atas pemastian kesesuaian antara
identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et repertum dengan identitas korban
yang diperiksa.
Dalam praktik sehari-hari, korban perlukaan akan langsung datang ke dokter, baru
kemudian dilaporkan ke penyidik. Hal tersebut membawa kemungkinan bahwa surat
permintaan visum et repertum korban luka akan datang terlambat dibandingkan dengan
pemeriksaan korbannya. Sepanjang keterlambatan tersebut masih cukup beralasan dan dapat
diterima maka keterlambatan itu tidak boleh dianggap sebagai hambatan pembuatan visum et
repertum. Sebagai contoh, adanya kesulitan komunikasi dan sarana perhubungan, overmacht
(berat lawan) dan noodtoestand (darurat).
Adanya keharusan membuat visum et repertum perlukaan tidak berarti bahwa korban
tersebut, dalam hal ini adalah pasien, untuk tidak dapat menolak sesuatu pemeriksaan.
Korban hidup adalah pasien juga sehingga mempunyai hak sebagai pasien. Apabila
pemeriksaan tersebut sebenarnya perlu menurut dokter pemeriksa sedangkan pasien
menolaknya, maka hendaknya dokter meminta pernyataan tertulis singkat penolakan tersebut
dari pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin dilakukan, agar mencatatnya di
dalam catatan medis. Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat permintaan visum et
repertum harus mengacu kepada perlukaan akibat tindak pidana tertentu yang terjadi pada
waktu dan tempat tertentu. Surat permintaan visum et repertum pada korban hidup bukanlah
14
surat yang meminta pemeriksaan, melainkan surat yang meminta keterangan ahli tentang
hasil pemeriksaan medis.
3.7 Jenis dan Bentuk Visum et Repertum
Dengan konsep di atas, dikenal beberapa jenis visum et repertum, yaitu :
a. Visum et Repertum perlukaan (termasuk keracunan)
b. Visum et Repertum kejahatan susila
c. Visum et Repertum jenazah
d. Visum et Repertum psikiatrik
Jenis a, b, dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh / raga manusia yang dalam
hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa /
mental tersangka atau terdakwa tindak pidana. Meskipun jenisnya bermacam-macam, namun
nama resminya tetap sama, yaitu Visum et Repertum tanpa embel-embel lainnya.
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan-ketentuan umum sebagai
berikut :
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
b. Bernomor dan bertanggal.
c. Mencantumkan kata "Pro justitia" di bagian atas (kiri atau tengah).
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan.
f. Tidak menggunakan istilah asing. Bila tak dapat dihindari maka berikan pula
penjelasannya dalam bahasa Indonesia.
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas.
f. Berstempel instansi pemeriksa tersebut.
g. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.
h. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum (instansi). Apabila ada lebih dari satu
instansi peminta (misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM) dan keduanya
berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum
masing-masing "asli".
i. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan
sebaiknya hingga 30 tahun.
15
Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap. Di bagian atas tengah dapat
dituliskan judul surat tersebut, yaitu : Visum et Repertum. Bagian dari visum et repertum
antara lain :
1. Pro Justitia
Kata pro justitia yang diletakkan di bagian kiri atas menjelaskan bahwa visum
et repertum khusus dibuat untuk tujuan peradilan. visum et repertum telah dinyatakan
sebagai surat resmi dan tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat
bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Pendahuluan
Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum, melainkan
langsung dituliskan kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangakn penyidik
pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, tanggal dan pukul
diterimanya permohonan visum et repertum, identitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa,
alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat dilakukan pemeriksaan.
Uraian identitas korban sesuai dengan uraian identitas yang ditulis dalam surat
permintaan visum et repertum. Bila terdapat ketidak sesuaian identitas korban antara
surat permintaan dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa, dokter meminta
penjelasan pada penyidik.
3. Pemberitaan
Bagian ini berjudul Hasil Pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik
tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan
perkaranya,
tindakan
medik
yang
dilakukan
serta
keadaannya
selesai
d. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
(termasuk indera) merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan,
sehingga harus diuraikan denga jelas.
4. Kesimpulan
Bagian ini berjudul Kesimpulan dan Memuat hasil interpretasi yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter
pembuat visum et repertum, mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan
jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan (pada orang hidup) atau
sebab kematiannya (pada orang mati) yang dikaitkan dengan maksud dan tujuan
dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2
unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan
anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak
digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis
hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan visum et repertum adalah
pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak
tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu
pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan
hukum yang berlaku. Kesimpulan visum et repertum harus dapat menjembatani antara
temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan
bukanlah hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil
temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Kualifikasi luka diformulasikan dengan kata-kata yang sesuai dengan bunyi
ketentuan perundang- undangannya, misalnya :
Mengakibatkan sakit dan halangan dalam mela- kukan pekerjaannya selama ___
hari (atau untuk sementara waktu).
dan sebagainya.
18
"Pada korban anak perempuan ini ditemukan memar pada lengan bawah kanan
akibat kekerasan tumpul yang tidak mengakibatkan sakit atau halangan dalam
melakukan pekerjaannya."
Pada korban perempuan ini ditemukan luka terbuka di lengan bawah kiri akibat
kekerasan tajam yang mengakibatkan sakit yang membutuhkan perawatan jalan
selama lima hari."
Pada korban perempuan ini ditemukan memar jaringan otak akibat kekerasan
tumpul pada kepala yang mengakibatkan sakit dan halangan dalam melakukan
pekerjaannya selama empat hari."
Pada korban perempuan ini ditemukan luka terbuka pada dada kanan akibat
kekerasan tajam, yang mengakibatkan robeknya paru kanan dan perdarahan dalam
rongga dada, sehingga telah mengakibatkan ancaman bahaya maut baginya."
5. Penutup
Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku Demikianlah visum et
repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
Visum et repertum diakhiri dengan tanda tangan dokter pemeriksa atau pembuat
visum et repertum dan nama jelasnya. visum et repertum juga bisa ditanda tangani ganda,
yaitu oleh dua orang dokter pemeriksa, atau dokter pemeriksa dan dokter ahli kedokteran
forensik sebagai konsulen medikolegalnya, atau bahkan oleh lebih dari dua orang dokter.
Cara ini digunakan untuk meningkatkan nilai dari visum et repertum tersebut. Jangan
dilupakan pembubuhan stempel instansi dokter pemeriksa tersebut dan nomor induk pegawai
atau nomor registrasi prajurit atau nomor surat penugasan.
Contoh visum et repertum perlukaan dapat kita lihat seperti dibawah ini :
_____________________________________________________________________
19
: xxxx
Umur
: xx tahun
: xxxx
Agama
: xxxx
Alamat
: xxxx
HASIL PEMERIKSAAN:
1. Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban
mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian pemukulan pada kepala.----------2. Pada korban ditemukan : ------------------------------------------------------------------------------a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat senti
meter diatas batas dasar tulang, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, dinding luka kotor,
sudut luka tumpul, berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi
benjolan berukuran empat sentimeter kali empat senti meter.---------------------------------------b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak rata, dasar
jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali setengah
sentimeter dasar otot.--------------------------------------------------------------------------------------c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta nyeri pada
penekanan.---------------------------------------------------------------------------------------------------
20
d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera kepala
ringan.-------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan adanya
patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan atas kiri menunjukkan adanya patah tulang
lengan atas pada pertengahan.---------------------------------------------------------------------------4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan.-----------------5. Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.-------------------------------------KESIMPULAN :
Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan cedera
kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah tulang tertutup
pada lengan atas kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut telah mengakibatkan
penyakit/halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk sementara waktu.
Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan
keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Dokter Pemeriksa
___________________________________________________________________________
Kasus di atas dikualifikasikan sebagai luka derajat dua (sedang) karena luka tersebut
memerlukan perawatan, terdapat patah tulang dan mengenai organ vital yaitu kepala. Di
dalam kesimpulan sebaiknya tidak dituliskan derajat dua sebagai kualifikasi luka, melainkan
menuliskan sesuai dengan kalimat dalam KUHP sehingga akan memudahkan aparat penegak
hukum dalam membuat dakwaan. Berbeda halnya dengan kasus korban mati, pada kasus
korban hidup dokter diharapkan memahami kecederaan berdasarkan patofisiologi dan
biomekanika trauma. Gabungan pengukuran kecederaan secara anatomis dan fisiologis
merupakan pengukuran yang paling ideal dalam menetapkan kualifikasi luka.
21
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yangbersifat
mekanik, fisika dan kimia. Kekerasan akibat benda tumpul berdasarkan sifatnya termasuk kedalam kekerasan
yang bersifat mekanik. Luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul dapat berupa luka memar (kontusio,
hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka atau luka robek (vulnus laseratum).
a. Luka Memar
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan bawah kulit
(kutis) karena pecahnya pembuluh darah kapiler dan vena akibat kekerasan benda tumpul sewaktu seseorang
masih hidup. Apabila kekerasan benda tumpul terjadi pada jaringan ikat longgar, seperti pada daerah leher,
daerah mata atau pada orang yang sudah lanjut usia, maka luka memar yang terjadi kadang seringkali tidak
sebanding dengan kekerasan yang terjadi, dalam arti seringkali lebih luas; adanya jaringan ikat longgar
tersebut memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi. Umur luka
memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Padasaat timbul, memar berwarna
merah kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah empat sampai lima hari akan berwarna hijau yang
kemudian akan berubah menjadi kuning dalam waktu tujuh sampai sepuluh hari, dan akhirnya menghilang
dalam empat belas sampai lima belas hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan
waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
b. Luka Lecet
Luka lecet adalah luka yang superfisial, luka ini terjadi akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing. Luka lecet memiliki ciri-ciri bentuk
luka tidak teratur, tepi luka tidak rata, kadang-kadang ditemui sedikit perdarahan, permukaan tertutup oleh
krusta, warna kecoklatan merah, pada pemeriksaan mikroskopik terlihat adanya beberapa bagian yang masih
ditutupi oleh epitel dan reaksi jaringan (inflamasi). Sesuai mekanisme terjadinya, luka lecetdibedakan dalam 3
jenis:
Luka lecet gores (scratch)
Luka ini terjadi akibat oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit. Dari
gambaran kedalaman luka pada kedua ujungnya dapat ditentukan arah kekerasan datang.
Luka lecet serut (graze) / geser (friction abrasion)
Luka lecet serut merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
Sedangkan luka lecet geser merupakan luka lecet yang disebabkan karena tekanan linear pada
kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut.
22
dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam,
termasuk pasal mana kecederaan korban yang bersangkutan.
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352
(1) KUHP menyatakan bahwa penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai
penganiayaan ringan. Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh
sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau komplikasinya, maka luka tersebut
dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan
(sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang
penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati penyakit akibat
kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut.
Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur
dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan lukaluka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Luka
berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita
memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut.
Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan bahaya maut
masalah dalam penentuan luka derajat tiga, namun secara konseptual masih berbeda pendapat
untuk penetapan luka derajat satu dan dua. Variasi keputusan klinis dalam menentukan
kualifikasi luka tidak akan menguntungkan bagi pengambilan keputusan oleh para penegak
hukum dalam proses peradilan karena tidak memberikan kepastian pendapat mana yang akan
dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.
24
Rumusan delik penganiayaan menyebutkan antara lain bahwa luka derajat dua akan
terpenuhi bila pekerjaan atau jabatan korban menjadi terganggu. Walaupun masih terdapat
kontroversi dalam penentuan kualifikasi luka dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan
korban,
namun
pada
umumnya
para
dokter
cenderung
sepakat
untuk
tidak
kesehatan dan nyawa manusia ialah pembuatan visum et repertum, sehingga dokter harus
obyektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain
secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan. Oleh karena itu, pada waktu memberi
laporan pemberitaan dari visum et repertum harus sesungguh-sesungguhnya dan seobyektif25
obyektifnya tentang apa yang dilihat dan ditemukannya pada waktu pemeriksaan. Dengan
demikian, visum et repertum merupakan kesaksian tertulis. Visum et repertum sebagai
pengganti peristiwa yang terjadi harus dapat mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah
diperiksa dengan memuat semua kenyataan, sehingga akhirnya dapat ditarik suatu
kesimpulan yang tepat.
Visum et repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian karena
menggantikan sepenuhnya corpus delicti (tanda Bukti). Seperti diketahui, dalam suatu
perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan, serta membinasakan nyawa
manusia, maka si tubuh korban merupakan corpus delicti. Oleh karena itu, corpus delicti
yang demikian tidak mungkin disediakan atau diajukan pada sidang pengadilan dan secara
mutlak harus diganti oleh visum et repertum.
Maka,
sebagai
dokter
forensik
mempunyai
tugas
untuk
memeriksa
dan
mengumpulkan berbagai bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik seperti
yang dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum. Maka dari
itu, keterangan ahli berupa visum et repertum tersebut akan menjadi sangat penting dalam
pembuktian, sehingga visum et repertum akan menjadi alat bukti yang sah karena berdasarkan
sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan, sehingga akan
membantu para petugas kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dalam mengungkap suatu
perkara pidana.
3.11Kecelakaan Lalu lintas
Kecelakaan lalu-lintas adalah kejadian di mana sebuah kendaraan bermotor tabrakan dengan benda
lain dan menyebabkan kerusakan. Kadang kecelakaan ini dapat mengakibatkan luka-luka atau kematian
manusia atau binatang. Menurut WHO kecelakaan lalu-lintas menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta manusia
setiap tahunnya.
Faktor yang mempengaruhi kecelakaan
Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian
kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena
sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan
yang diberlakukan atau pula pura-pura tidak tahu.
26
Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana
seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus
tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan
technologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.
Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman didaerah
pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang
rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pemakai sepeda motor.
Faktor lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh,
jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja
secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan
kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama didaerah pegunungan.
3.12
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694
mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas
yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia.
Macam-macam Trauma
Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ apa yang
dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma bendatumpul. Ada tiga trauma yang
paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada. Trauma
kepala, terutama jenis berat, merupakan trauma yang memiliki prognosis (harapan hidup) yang buruk. Hal ini
disebabkan oleh karena kepala merupakan pusat kehidupanseseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang
mengatur seluruh aktivitas manusia, mulai dari kesadaran, bernapas, bergerak, melihat, mendengar, mencium
bau, dan banyak lagi fungsinya. Jika otak terganggu, maka sebagian atau seluruh fungsi tersebut akan
terganggu. Gangguan utama yang paling sering terlihat adalah fungsi kesadaran. Itulah sebabnya, trauma
kepala sering diklasifikasikan berdasarkan derajat kesadaran, yaitu trauma kepala ringan, sedang, dan berat.
Makin rendah kesadaran seseorang makin berat derajat trauma kepalanya. Gangguan otak bisa terjadi disertai
dengan adanya penurunan kesadaran, fraktur tengkorak, atau bengkak pada kulit kepala. Akan tetapi, tidak
27
jarang, bisa juga terjadi tanpa kelainan fisik yang tampak dari luar. Ada tidaknya kelainan otak ini
harus dipastikan. Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur
(patahtulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau ruda paksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen
tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari
dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang
dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping,
depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam
kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur
ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan
kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki
insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Adapun fraktur
vertebra, yaitu fraktur pada daerah tulang belakang. Fraktur ini cukup riskan karena di daerah tulang belakang
terdapat kumpulan saraf medulla spinalis yang merupakan lanjutan dari otak. Gangguan pada medulla spinalis
bisa menyebabkan kelumpuhan, baik lumpuh kaki, lumpuh tangan maupun kedua-duanya. Trauma yang
ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma dada atau toraks. Tercatat, seperempat kematian
akibat trauma disebabkan oleh trauma toraks.
3.13Undang-Undang Berkendaraan
Selama mengemudikan kendaraan di jalan, setiap pengemudi kendaraan bermotor memiliki
kewajiban seperti dalam pasal 23 ayat (1) UU No.14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
berikut:
(1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan,wajib :
a.Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar;
b.Mengutamakan keselamatan pejalan kaki;
c.Menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda coba
kendaraan bermotor, surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji;
d.Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat
lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir,
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, pengguna kendaraan bermotor, peringatan
dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan atau minimum.
28
Menurut pasal 27 ayat (1) bila terjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas maka pengemudi kendaraan
bermotor yang terlibat dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas,wajib:
a.menghentikan kendaraan;
b.menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;
c.melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat.
Sanksi pada pelanggaran pasal 27 ayat (1) terdapat pada pasal 63: Barang siapa
terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak
menghentikan kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi korban kecelakaan dan tidak melaporkan
kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat, sebagaimana diatur dalam pasal
27 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
6.000.000,- (enam juta rupiah)
Bila jatuh korban pada kecelakaan lalu lintas maka hal tersebut diatur dalam pasal 31sebagai berikut :
(1) Apabila korban meninggal, pengemudi dan/atau pemilik dan/atau pengusaha angkutan umum wajib
memberi bantuan kepada ahli waris dari korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya
pemakaman.
(2) Apabila terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban, bantuan yang diberikan kepada korban
berupa biaya pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
29
1.
Budi S., dkk. 2005. Visum et Repertum dan Perundang-undangan serta Pembahasan
Hukum Kesehatan Dalam Profesi Kedokteran. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas : Padang.
2.
3.
4.
Herkutanto. 2004. Kualitas Visum et Repertum Perlukaan di Jakarta dan Faktor yang
Mempengaruhinya. Majalah Kedokteran Indonesia : Jakarta.
5.
6.
Afandi D, dkk. 2008. The Quality of Visum et Repertum of The Living Victims In
Arifin Achmad General Hopital During January 2004-September 2007. Jurnal Ilmu
Kedokteran : Jakarta.
7.
8.
Afandi D. 2009. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Jurnal Ilmu Kedokteran :
Jakarta.
9.
Sampurna B, dkk. 2003. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum. Pustaka
Dwipar : Jakarta.
10.
11.
Herkutanto, dkk. 2005. Aplikasi Trauma RelatedInjury Severity Score (TRISS) untuk
Penetapan Derajat Luka dalam Konteks Medikolegal. JI Bedah Indonesia : Jakarta.
12.
13.
30