Anda di halaman 1dari 12

Rijal abror

Demam berdarah dengue


Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
ditandai

oleh

hemokonsentrasi

(peningkatan

plasma

yang

hematokrit)

atau

penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue


shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok (Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
Anamnesis
Identitas pasien
Nama Lengkap : Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 3 th
Suku Bangsa : Agama:Pekerjaan : Alamat : Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama

: panas tinggi sejak 5 hari yang lalu SMRS

Keluhan tambahan :

batuk pilek sejak 2 hari SMRS


1 hari SMRS mulai BAB cair
Timbul bercak kemerahan

Riwayat penyakit sebelumnya


Riwayat penyakit keluarga
Riwayat social ekonomi
Riwayat lingkungan tempat tinggal

Pemeriksaan fisik
Inspeksi
petekie
Auskultasi
Bising paru jantung
Palpasi
Pembesaran organ
Perkusi
Batas paru jantung
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka

demam

dengue

adalah

melalui

pemeriksaan

kadar

hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk


melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma
biru.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit:
dapat

dapat

normal

atau

menurun.

Mulai

hari

ke-3

ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit)

disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya


peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.

Hemostasis: Dilakuka n pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, DDimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan

atau kelainan pembekuan darah.


Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila


akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14,
pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Uji III: Dilakuka n pengambilan bahan pada hari pertama serta saat
pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan
surveilans. (WHO, 2006)
Diagnosis

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell


culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
(Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik
yang lebih rumit, saat

ini tes serologis

yang

mendeteksi adanya

antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun


IgG.
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal ini di bawah ini dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :


-

Uji bendung positif.

Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan
gusi),
-

mukosa

(tersering

epistaksis

atau

perdarahan

atau perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).


Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
-

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

Diagnosis banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat
kesesuaian klinis dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya
dan leptospirosis.
Etiologi dan factor resiko
etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus

dengue,

yang

termasuk

dalam

genus

Flavivirus,

keluarga

Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri


6
dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 .
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis
dan West Nile virus (Suhendro, Nainggo lan, Chen)

Factor resiko

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi


virus dengue yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu
tempat ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO,
2000).

epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan
bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas
dan tempat penampungan air lainnya).
Patofisiologi

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih


diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :


a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut
antibody dependent enhancement (ADE);
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c) Monosit

dan

makrolag

opsonisasi antibodi.

berperan

Namun

proses

dalam

fagositosis

fagositosis

ini

virus

dengan

menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;


d) Selain

itu

aktivitasi

komplemen

menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

oleh

kompleks

imun

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous


infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti

lain;

menyatakan

bahwa

infeksi

virus

dengue

menyebabkan

aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi


sehingga virus bereplikasi

di

makrofag.

Terjadinya

infeksi

makrofag

oleh

virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi


limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui
aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya
kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :


1) Supresi sumsum tulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran

sumsum tulang

pada

fase

awal

infeksi (<5

hari)

menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir


tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.
Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia.
Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody
VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
tromobosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang


menyebabkan

disfungsi

endotel.

Berbagai

penelitian

menunjukka n

terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.
Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur
ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi
factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex)
(Price, Wilson,
2006).

Penatalaksanaan Campak
Terapi pada campak bersifat suportif, terdiri dari:
a. pemberian cairan yang cukup, misal air putih, jus buah segar, teh, dll
untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas dan berkeringat
karena demam.
b. kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
kesadaran dan adanya komplikasi
c. suplemen nutrisi
d. antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
e. anti konvulsi apabila terjadi kejang
f. anti piretik bila demam, yaitu non-aspirin misal acetaminophen.
g. vitamin A
h.anti virus
Masalah yang sering terjadi pada anak dengan campak adalah:
a.

Hipertermia

b.

Kurang nutrisi

c.

Risiko komplikasi
Pasien campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan, pengobatan bersifat

simtomatik dengan

pemberian

antipiretik,

antitusif,

ekspektoran,

dan

antikonvulsan bila diperlukan. Indikasi rawat inap untuk penderita campak


yaitu hiperpireksia (suhu >39C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau
adanya komplikasi.
Beberapa

anak membutuhkan

suplemen

vitamin A. Anak-anak

dengan

defisiensi vitamin A lebih mudah untuk terkena infeksi, termasuk campak.


WHO merekomendasikan vitamin A untuk semua anak dengan campak
disetiap

negara

dimana

defisiensi

vitamin

menjadi

masalah

dan

berhubungan dengan angka kematian. Serum dengan konsentrasi vitamin A


yang rendah ditemukan pada anak-anak dengan campak yang berat.Terapi
vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negara-negara berkembang
terbukti berhubungan dengan penurunan angka kejadian morbiditas dan
mortalitas.
Dosis 6 bulan 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis tunggal > 1 tahun :
200.000 IU per oral sebagai dosis tunggal. Ulangi dosis hari berikutnya dan
minggu ke-4 bila didapatkan keluhan oftalmologi sehubungan dengan defisiensi
vitamin A
Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara
in vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat
dan penderita dewasa yang

immunocompromissed. Namun penggunaan

ribavirin ini masih dalam tahap penelitian dan belum digunakan untuk penderita
anak.

Anda mungkin juga menyukai