Anda di halaman 1dari 31

Lahan-lahan di kawasan ini umumnya telah mengalami degradasi yang

sebagian besar disebabkan oleh proses pemasaman. Penyebab lain dari


penurunan produktivitas lahan di kawasan ini antara lain adalah penurunan
permukaan tanah (subsidence), genangan (water logging), polusi lingkungan
perairan oleh asam-asam organik dan anorganik serta unsur beracun seperti besi
(Fe2+), dan keracunan (toxicity) oleh unsur bersifat racun bagi tanaman. Untuk
tidak terjadi proses degradasi yang berkelanjutan, maka lahan-lahan di kawasan
ini perlu tindakan konservasi.
Kawasan ini dicirikan dengan telah dibangunnya jaringan irigasi/drainase.
Untuk lahan dengan tanah sulfat masam, mempertahankan tinggi muka air di
atas lapisan pirit merupakan strategi yang bisa dilakukan untuk mempertahankan
tanah dalam kondisi tereduksi dan mencegah terjadinya pemasaman akibat
oksidasi pirit. Pengelolaan air sekaligus dapat difungsikan sebagai tindakan
konservasi tanah.
Untuk menghindari kerusakan lahan yang berkelanjutan, sistem
pengelolaan lahan harus didasarkan pada tipologi lahan dan tipe luapan. Pada
dasarnya sawah merupakan alternatif yang sangat memungkinkan untuk
mempertahankan tanah dalam kondisi tergenang dan reduktif. Namun demikian,
bervariasinya tipologi lahan pada setiap kawasan dengan tipe luapan yang
berbeda berimplikasi pada pola pengelolaan yang berbeda. Widjaja-Adhi et al.
(1992) mengetengahkan alternatif sistem pengelolaan rawa pasang surut
berdasarkan tipologi lahan dan tipe luapan (Tabel 8.2).

Sebagian besar proyek-proyek reklamasi yang telah dimulai sejak tahun


1970-an dilaksanakan dengan membangun saluran-saluran drainase berdimensi
besar. Sebagai contoh, sistem drainase garpu di Kalimantan Selatan memiliki
panjang saluran primer 1 sampai 2 km yang bercabang menjadi 2 saluran
sekunder dengan panjang 8 sampai 12 km. Di ujung saluran sekunder dilengkapi
kolam yang berukuran 300 m x 300 m. Jarak antara 2 saluran sekunder
mencapai 3 sampai 4 km. Setiap saluran sekunder dilengkapi dengan saluran
tersier yang berjarak 200 m. Hal ini berakibat pada tingkat drainase yang berlebih
(over drain) yang sangat potensial untuk tereksposenya pirit hingga teroksidasi
menjadi masam. Kebakaran hutan juga merupakan penyebab degradasi lahan di
kawasan rawa pasang surut. Kebakaran hutan ini, selain menyebabkan hilangnya
sebagian besar vegetasi juga menipisnya lapisan gambut yang semakin berisiko
terhadap tereksposnya lapisan pirit ke permukaan, karena pada umumnya tanah
sulfat masam dijumpai di bawah lapisan gambut.
Sekali pirit terekspos ke permukaan, oksigen akan masuk ke dalam tanah
dan pirit akan teroksidasi. Inilah awal rusaknya lahan rawa akibat kemasaman
tanah dan air yang meningkat, dan munculnya unsur-unsur yang bersifat racun
ke lingkungan perairan. Kandungan besi (Fe2+), aluminium (Al3+), ion hidrogen
(H+) dan sulfat (SO4
2-) pada lahan yang didrainase lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan yang tidak/belum didrainase (Gambar 8.12). Hal ini memberikan
implikasi bahwa setelah lahan direklamasi dengan membangun sistem dan
jaringan drainase akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan tanah
dan air. Total SO4
2- yang tercuci (leached) dari lahan yang didrainase 3,34
mol/m2/tahun, sebanding dengan 1,17 mol FeS2/m2/tahun atau 140 g pirit/m2/
tahun. Pada lahan yang tidak didrainase, total SO 4
2- yang tercuci 1,18 mol FeS2
/m2/tahun yang sebanding dengan 0,59 mol FeS2/m2/tahun atau 71 g pirit/m2/
tahun.

8.5. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI KONSERVASI


DAN REHABILITASI LAHAN RAWA
8.5.1. Kendala
Berbagai kendala dan kompleksnya permasalahan di lahan rawa pasang
surut menjadikan hambatan dalam pengembangan teknologi konservasi dan
rehabilitasi lahan. Selain faktor biofisik lahan, kendala lain menyangkut kondisi
sosial ekonomi masyarakat petani dan minimnya kelembagaan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan lahan di kawasan ini. Secara rinci, faktor-faktor
tersebut adalah (a) dominannya tanah bermasalah (gambut dan sulfat masam)
dengan berbagai dampak pengelolaannya, (b) permodalan petani yang sangat
minim untuk mengkonservasi, merehabilitasi dan mengelola lahan, (c)
keterbatasan tenaga kerja, (d) kelembagaan penunjang yang minim, dan (e)
kesadaran petani dalam mengkonservasi, merehabilitasi dan mengelola
lahannya.
a. Tanah bermasalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam bahasan degradasi lahan rawa, sekali
proses pemasaman terjadi, maka kualitas lahan akan makin memburuk yang
ditandai dengan turunnya pH tanah dan air, munculnya unsur bersifat racun bagi
tanaman, makin tidak tersediaanya unsur hara penting bagi tanaman seperti
fosfor dan kalium, dan kualitas air minum yang juga makin buruk. Penurunan
permukaan tanah (subsidence), khususnya pada lahan gambut makin
mempersulit petani dalam mengelola lahannya. Permasalahan ini muncul
sebagai dampak dari dibangunnya sistem drainase dengan dimensi besar.
Pengalaman buruk dalam pengembangan lahan gambut sejuta hektar (PLG) di
Kalimantan Tengah adalah contoh yang harus dijadikan pelajaran yang berharga.
Saluran drainase dengan ukuran sangat besar dibangun menembus kawasan
gambut sangat dalam yang seharusnya dikonservasi. Sebagai dampaknya
adalah lepasnya asam-asam organik di perairan yang lebih dikenal dengan black
water stream. Dampak lain sudah barang tentu hilangnya sebagian besar
vegetasi alami dan biota. Untuk mengurangi permasalahan tersebut diperlukan
biaya yang besar dan waktu yang tidak bisa singkat.
Dalam berbagai kasus, pembangunan sistem drainase merupakan hal
yang tidak bisa dihindarkan. Pengalaman reklamasi lahan rawa pasang surut
untuk alokasi masyarakat transmigran sejak Pelita I, menunjukkan bahwa sistem
drainase diperlukan untuk mempercepat pematangan tanah, sehingga mampu
menopang bangunan rumah dan infrastruktur lain. Namun demikian, pengalaman
juga menunjukkan bahwa kelebihan laju drainase (over drainage) tidak bisa
dihindarkan karena sistem drainase yang dibangun dengan dimensi besar. Selain
untuk bangunan dan infrastruktur, pembangunan sistem drainase juga
memberikan peluang untuk pengelolaan lahan rawa pasang surut yang ditanami
tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang tanah) dan tanaman tahunan (kelapa
dan kelapa sawit).
b. Modal
Pada umumnya petani di lahan rawa pasang surut adalah petani-petani
yang mengelola lahannya untuk tanaman semusim, khususnya padi sawah dan
tanaman palawija sebagai tanaman kedua. Di era pemerintah menyediakan
fasilitas kredit, kredit usahatani (KUT) adalah yang paling utama diperoleh petani,
meskipun realisasi kredit tersebut tidak seperti yang telah direncanakan dan
diharapkan oleh petani. Skim kredit ini untuk memenuhi sarana produksi yang
meliputi pupuk, obat-obatan dan biaya pengolahan tanah, tidak ada yang
dialokasikan untuk tindakan konservasi dan rehabilitasi lahan. Hal inilah yang
menyebabkan sulitnya implementasi teknologi konservasi dan rehabilitasi di
lahan rawa.
c. Tenaga kerja
Tidak seperti di Jawa, petani-petani transmigran di lahan rawa memiliki 2
ha lahan pengelolaan. Kepemilikan lahan ini umumnya tidak sebanding dengan
tenaga kerja yang tersedia, yang sebagian besar telah tercurah pada kegiatan
penyiapan lahan, pemupukan, pengendalian hama dan panen. Hampir tidak ada

tenaga kerja khusus untuk tindakan konservasi dan rehabilitasi lahan. Kalaupun
tersedia, umumnya dengan upah yang relatif mahal. Khusus untuk tindakan
pengelolaan air di tingkat tersier sebagai salah satu kegiatan rehabilitasi lahan
dilakukan secara bergotong-royong dan waktunya tidak sebanyak yang harus
dicurahkan ke lahan masing-masing

d. Kelembagaan
Operasionalisasi tindakan konservasi dan rehabilitasi lahan mengalami
berbagai kendala. Khusus mengenai pengelolaan air, operasionalisasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi dan drainase serta bangunan air umumnya tidak
optimal, bahkan sebagian tidak terealisasi. Hal ini berakibat pada makin buruknya
kondisi saluran dan bangunan air yang menghambat sirkulasi air dari saluran ke
lahan yang dikelola. Untuk lahan dengan tipe luapan A, kondisi ini berdampak
pada makin buruknya kondisi drainase.
Salah satu kelembagaan yang dibentuk Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah (Depkimpraswil, dulu Departemen Pekerjaan Umum) adalah
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang memiliki wewenang untuk
operasionalisasi jaringan irigasi dan drainase, umumnya sudah tidak berfungsi.
Operasionalisasi jaringan tata air lebih banyak dilakukan oleh kelompok tani
sebagai suatu rangkaian kegiatan sistem usahatani. Namun demikian, kelompok
tani ini hanya menangani operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan tata air di
tingkat tersier, sedangkan untuk tingkat primer dan sekunder dikelola oleh
Depkimpraswil. Terbatasnya dana operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan
tata air berdampak pada makin buruknya fungsi jaringan tersebut di dalam upaya
konservasi dan rehabilitasi lahan.
e. Kesadaran (awareness) petani
Dari hasil penelitiannya di Delta Pulau Petak Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah Tengah, Subagyono et al. (1992) melaporkan bahwa
kesadaran petani di dalam menangani tata air sebagai suatu tindakan rehabilitasi
lahan sangat rendah. Kondisi yang sama dijumpai juga di lahan rawa pasang
surut di Sumatera Selatan. Keterlibatan petani di dalam operasionalisasi sistem
pengelolaan air terbatas pada lahan mereka masing-masing. Kegiatan
operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan tata air di tingkat tersier jarang sekali
dilakukan.

9.7. KENDALA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS


Selain memiliki prospek yang baik, pengembangan agribisnis di lahan
pasang surut juga menghadapi berbagai kendala sosial ekonomi dan dukungan
eksternal yang terkait antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
untukkeberhasilan dan keberlanjutan pengembangan agribisnis di lahan pasang surut
harus diupayakan semaksimal mungkin pemecahan kendala tersebut.
9.7.1. Kendala sosial ekonomi petani
Kendala sosial ekonomi pengembangan agribisnis di daerah pasang surut
yang umumnya dihuni oleh penduduk lokal atau sebagai daerah transmigrasi
meliputi : (1) rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani, (2) masih
kuatnya adat budaya tradisional, dan (3) terbatasnya tenaga kerja. Hal ini
menyebabkan sulit dan lambannya adopsi teknologi baru oleh petani. Untuk
mendukung keberhasilan pengembangan usahatani atau agribisnis, maka petani
atau buruh tani sebagai pelaksana dalam subsistem produksi perlu ditingkatkan
kemampuan dan partisipasi aktifnya melalui berbagai upaya termasuk
sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan.
9.7.2. Kendala dukungan eksternal
Dukungan eksternal yang menjadi kendala dalam pengembangan usaha
agribisnis di lahan pasang surut mencakup : (1) terbatasnya infrastruktur atau
prasarana penunjang terutama jaringan tata air dan perhubungan serta air

bersih, (2) rendahnya aksesibilitas lokasi, dan (3) belum berkembang dan
berfungsinya secara baik kelembagaan agribisnis terutama penyediaan sarana
produksi, keuangan atau permodalan, pengelolaan pasca panen, pemasaran
hasil, sistem informasi dan penyuluhan. Sarana dan prasarana transpotasi di
daerah pasang surut terbatas dan umumnya berupa transportasi air, sedangkan
pasar hanya dimiliki oleh wilayah yang sudah lama dibuka dan
perkembangannya pun sangat lamban.
Lembaga keuangan formal untuk perkreditan maupun penyimpanan uang
umumnya belum tersedia di wilayah pasang surut sehingga fasilitas perkreditan
dan mobilitas dana sulit berkembang. Keadaan transpotasi dan pemasaran yang
demikian akan menghambat penyaluran sarana produksi dan pemasaran hasil
pertanian. Lembaga penyuluhan seperti Balai Informasi dan Penyuluhan
Pertanian sebagai penyedia informasi dan penyebaran teknologi pertanian
walaupun ada, tetapi sarana dan prasarananya umumnya terbatas serta
kemampuan tenaga penyuluhnya relatif masih rendah.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki kawasan gambut yang sangat luas yaitu 19 juta hektar atau 10 persen luas
wilayah negara. Delapan puluh sembilan persen diantaranya berupa lahan gambut yang
sebagian besar terletak di Papua Barat, Sumatera, dan Kalimantan. Lahan-lahan basah tropis ini
secara alami tertutup rapat oleh vegetasi hutan dan seringkali memiliki jenis kayu bernilai tinggi
(Suyatno, 2004).
Lahan gambut adalah salah satu sumberdaya alam yang tersebar di Sumatera Selatan.
Penggunaan lahan gambut untuk sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan telah dilakukan
sejak beberapa tahun lalu. Guna menjaga keberadaan dan kelestarian lahan gambut sangat
diperlukan pengetahuan karateristik, potensi dan peranan lahan gambut baik untuk kehidupan
manusia, lingkungan dan kondisi lingkungan global pada saat ini dan masa mendatang.
(Subagjo, 2002).
Untuk menjaga keberadaan dan kelestarian lahan gambut tersebut maka harus di kembangkan
lahan yang berbatasandengangambut seperti lahan kering atau lahan penyangga gambut,
misalnya mengembangkan tanaman hortikultura, perkebunan, dan pangan. Tujuan
dikembangkannya lahan yang berbatasandengan gambut tersebut supaya masyarakat tidak
memasuki kawasan lahan gambut, maka untuk itu dapat diberikan beberapa alternatif tanaman
untuk dapat dikembangkan pada lahan penyangga gambut atau lahan kering disekitar gambut
dan yang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya.
Pemanfaatan lahan kering yang berbatasan dengan gambut mempunyai keuntungan yang
sangat besar di samping untuk penghasil berbagai komoditas pertanian dan dapat juga
mengalihkan perhatian masyarakat untuk tidak memanfaatkan lahan gambut.

Lahan kering dalam keadaan alamiah memiliki kondisi antara lain peka terhadap erosi, terutama
bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutup vegetasi, tingkat kesuburannya rendah, air
merupakan faktor pembatas dan biasanya tergantung dari curah hujan serta lapisan olah dan
lapisan bawahnya memiliki kelembaban yang amat rendah.
Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan,
hortikultura maupun tanaman perkebunan. Pengembangan berbagai komoditas pertanian di
lahan kering merupakan salah satu pilihan strategis untuk meningkatkan produksi dan
mendukung ketahanan pangan nasional.
Berdasarkanpermasalahan dan potensi yang ada maka perlu dilakukan suatu kegiatan untuk
mengetahui kualitas sifat fisik dan kimia tanah serta menduga potensi lahan tersebut agar dapat
dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan tanaman pertanian, baik tanaman pangan,
hortikultura maupun tanaman perkebunan disekitar areal Desa Belanti Kecamatan SP Padang
Kabupaten Ogan Komering Ilir.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi sifat fisik dan kimia tanah serta
mengevaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman pertanian, baik tanaman
pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan pada lahan yang berbatasan dengan gambut
Di Desa Belanti Kecamatan SP Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Survai Tanah dan Evaluasi kesesuaian Lahan
Tanah sebagai tubuh alam yang bebas menduduki sebagian besar permukaan bumi mampu
menumbuhkan tanaman, karena memiliki sifat-sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad
hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam reliefdan dalam jangka waktu tertentu.
(Darmawijaya, 1997).
Kegiatan perencanaan tata guna tanah, faktor tanah merupakan salah satu sumber daya fisik
yang sangat penting. Oleh karena itu, sifat-sifat tanah yang menentukan potensi
penggunaantanah perlu diungkapkan dengan teliti dengan melakukan survai tanah di lapangan,
dibantu dengan analisis tanah di laboratorium.
Survai tanah dimaksudkan untuk mendapatkan suatu gambaran tentang potensi dari suatu lahan
dengan tingkat ketelitian tertentu. Berdasarkan tingkat ketelitiannya kegiatan survai tanah
berhubungan dengan pemetaan tanah.

Tujuan survai tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan
tanah yang sama atau hampir sama sifatnya kedalam satuan peta tanah yang sama serta
melakukan interpretasi kesesuaian tanah dari masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk
penggunaan-penggunaan tanah tertentu (Hardjowigenoet al., 1999).
Peta tanah suatu daerah menunjukan tingkat heterogenitas tanah yang dibagi menjadi beberapa
satuan unit pemetaan. Daerah yang mempunyai jenis tanah yang hampir sama, dikelompokan
dalam satuan unit pemetaan dengan keterangan yang dijelaskan dalam legenda (Purbayantiet
al., 1998).
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi-potensi suatu lahan untuk penggunaanpenggunaan tertentu. Pada dasarnya evaluasi lahan membutuhkan keterangan yang
menyangkut tiga aspek yaitu : lahan, penggunaan lahan, dan aspek ekonomis. Data tentang
lahan dapat diperoleh dari kegiatan survei sunberdaya alam, termasuk survei tanah. Survei
sumberdaya lahan akan menyajikan berbagai keterangan dalam bentuk faktor-faktor lingkungan
yang dipetakan (Sitorus, 1985).
Kegiatan evaluasi lahan meliputi interpretasi dan survai dasar tentang iklim, bentuk lahan, tanah
dan vegetasi serta aspek lahan lainnya yang diperlukan untuk berbagai tipe penggunaan lahan.
Hal tersebut dikarenakan sifat lingkungan fisik yang mencakup iklim, tanah, topografi atau
bentuk wilayah, hidrologi dan persyaratan penggunaan tertentu akan menentukan potensi suatu
wilayah untuk pengembangan pertanian.
Dalam evaluasi lahan, sifat-sifat lingkungan fisik dan kimia suatu wilayah dirinci dalam kualitas
lahan dan setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu karakteristik lahan, yang umumnya
memiliki hubungan satu sama lainnya. Karakteristik lahan adalah sifat-sifat tanah yang dapat
diukur atau diduga. Kualitas lahan adalah sifat tanah yang kompleks dan berperan pada
penggunaan lahan yang spesifik (CSR/FAO, 1983).
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu yang ditinjau dari
sifat-sifat tanah sesuai dengan usaha tani atau komoditas yang produktif. Evaluasi kesesuaian
lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah. Inti evaluasi lahan adalah
membandingkan persyaratan yang diminta oleh jenis penggunaan lahan yang akan diterapkan
dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara
ini, maka akan diketahui potensial lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk jenis penggunaan
lahan tersebut. Evaluasi kesesuaian lahan ini menghubungkan masing-masing satuan peta
dengan penggunaan lahan tertentu.
Setelah melakukan kegiatan evaluasi lahan, maka dapat dilakukan klasifikasikesesuaian lahan
untuk suatu usaha pertanian berdasarkan kriteria yang dimiliki lahan tersebut. Klasifikasi

kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan


kesesuaian atau kemampuannya untuk tujuan penggunaan tertentu (Hardjowigenoet al., 1999).
Menurut CSR/FAO (1983), bahwa dalam evaluasi lahan berdasarkan survai secara
reconnaissance terdapat 15 karakteristik lahan yang dikelompokkan menjadi kualitas lahan yang
biasa digunakan :
Tabel 1. Kualitas lahan menurut CSR/FAO (1983).

Simbol
t

Kualitas Lahan
Regim temperatur

Karakteristik Lahan
-Temperatur rata-rata tahunan

Ketersediaan

-Bulan kering ( < 75 mm )

Kondisi Perakaran

-Curah hujan rata-rata tahunan (mm)

Retensi

-Kelas drainase tanah

Ketersediaan unsur hara

-Tekstur tanah (permukaan)

Tingkat keracunan

-Kedalaman perakaran (cm)

Kondisi fisik lingkungan

-KTK tanah
-pH tanah (permukaan)
-Nitrogen total
-P2O5 tersedia
-K2O tersedia
-Salinitas mmhos/cm (subsurface)
-Kemiringan lereng (%)
-Batuan permukaan
-Batuan tersingkap

Menurut CSR/FAO (1983), sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari tiga kategori, yaitu :

1.Kesesuaian lahan tingkat order, yaitu menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak
sesuai untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tingkat order ini terbagi dua, yaitu :
a. Order N (tidak sesuai), yaitu lahan yang memiliki faktor pembatas sedemikian rupa sehingga
penggunaannya secara lestari untuk tujuan tertentu.
b.OrderS(sesuai), yaitu lahan yang dapat digunakan dalam waktu yang tak terbatas untuk suatu
penggunaan tertentu tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya
lahannya.
2.Kesesuaian lahan tingkat kelas, yang merupakan pembagian lebih lanjut dari order dan
menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari order. Kesesuaian tingkat kelas ini terdiri dari
lima kelas, yaitu :
a.Kelas S1 (sangat sesuai), yaitu lahan yang tidak memiliki pembatas yang besar untuk
pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata
berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.
b. Kelas S2 (cukup sesuai), yaitu lahan yang memiliki pembatas-pembatas yang agak besar
untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi
produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.
c. Kelas S3 (hampir sesuai), yaitu lahan yang memiliki pembatas-pembatas yang besar untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi
produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukkan yang diperlukan.
d. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini), lahan ini memiliki pembatas yang lebih besar, tetapi
masih memungkinkan untuk diatasi, namun tidak dapat diperbaiki dengan biaya normal.
e. Kelas N2 (tidak sesuai unttuk selamanya), yaitu lahan yang memilikipembatas permanen yang
mencegah segala kemungkinanpenggunaan jangka panjang.
B.Karakteristik Kesesuaian Lahan
Berdasarkan kriteria CSR/FAO (1983), ada beberapa karateristik lahan yang dapat menjadi
faktor pembatas dalam menentukan kelas lahan, diantaranya regim temperatur (t), ketersediaan
air (w), Retensi unsur hara (f), kondisi perakaran (r), ketersediaan unsur hara (n) dan tofografi
(s). Untuk secara rincinya akan diuraikan sebagai berikut.
1. Temperatur (t)

Temperatur merupakan faktor utama yang mempengaruhi tahap perkembangan suatu tanaman
mulai dari periode penanaman sampai dengan panen. Untuk dataran rendah di Indonesia, ratarata temperatur harian lebih dari 200C dan bukan merupakan faktor pembatas yang nyata dalam
batas pertumbuhan yang tersedia (Bunting, 1991).
Faktor iklim khususnya temperatur faktor alam yang tidak dapat diberikan masukan input untuk
merubahnya dalam meningkatkan kesesuaian lahan untuk pengembangan lahan pertanian
disuatu daerah.
2. Ketersediaan Air (w)
Air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah atau karena keadaan
drainase yang kurang baik. Kelebihan atau kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Ketersediaan air dalam tanah tergantung dari banyaknya curah hujan atau air irigasi,
kemampuan menahan air, besarnya evapotranspirasi dan tingginya muka air tanah.Air
diperlukan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan proses metabolisme seperti, transpirasi,
asimilasi, pengangkutan unsur hara dan hasil fotosintesis dari daun keseluruh bagian tanaman.
Air diperlukan tanaman dapat berasal dari tanah, air harus tersedia pada saat tumbuhan
memerlukannya. Ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman ditentukan oleh iklim (curah
hujan) air yang diabsorbsi oleh tanaman tidak melalui air yang mengalir secara bebas melainkan
berdifusi kedalam akar tanaman (Hakimet al, 1986).
Curah hujan merupakan unsur yang sangat besar pengaruhnya terhadap ketersediaan air dalam
tanah. Hal ini berpengaruh pula terhadap pola tanam, khususnya bila tidak tersedia namun tidak
semua hujan yang jatuh pada permukaan tanah adalah efektif karena ditentukan oleh intensitas
hujan, sifat fisik tanah, tofografi dan jenis tanaman yang dibudidayakan.
Hujan merupakan satu-satunya sumber yang praktis pada persediaan air yang segar yang dapat
diperbaharui untuk penggunaan pada bidang pertanian, industri dan domestik (Schwabet al,
1992).
3. Retensi Unsur Hara
Retensi hara merupakan kemampuan untuk memegang dan melepaskan hara, dalam retensi
hara ini dipengaruhi oleh: a). Reaksi Tanah dan b). Kapasitas tukar kation (KTK).
a.Reaksi Tanah

Reaksi tanah menunjukan sifat kemasaman atau alkalinitas yang dinyatakan dengan nilai
pH. Nilai pH menunjukan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi
kadar ion H+di dalam tanah, maka semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H + dan
ion-ion lain, ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+.
pada tanah-tanah yang masam, jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedangkan pada tanah
alkalis kandungan OH-lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH-, maka
tanah bereaksi netral yaitu mempunyaipH = 7.
Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pH-nya dengan menambahkan kapur ke dalam
tanah, sedangkan untuk tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH-nya dengan penambahan
belerang (Hardjowigeno, 1995).
b.Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kation ialah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg++, K+ dan sebagainya. Di dalam tanah, kationkation tersebut terlarut dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation
(dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100
gram) dinamakan Kapasitas Tukar Kation. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan
menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah (Hardjowigeno, 1995).
Menurut Indranada (1994), KTK dipengaruhi oleh jenis dan jumlah koloid. Jenis mineral liat dan
kadar bahan organik tanah juga sangat menentukan nilai kapasitas tersebut. KTK pada tanahtanah tropika jugatergantung pada pH tanah.
Nilai KTK beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Nilai KTK itu sendiri
dipengaruhi oleh : 1). Reaksi tanah, 2). Tekstur tanah dan jumlah koloid, 3). Jenis mineral liat, 4).
Bahan organik, 5). Pengapuran serta pemupukan (Nyakpaet al, 1988).
4. Kondisi Perakaran
a.Drainase Tanah
Drainase adalah suatu tanda dari kondisi basah dan kering suatu tanah. Drainase tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk tofografi, struktur, permeabilitas dan keberadaan
atau ketersediaan air yang berasal dari curah hujan, rembesan atau aliran permukaan yang
berasal dari daerah yang lebih tinggi. Drainase yang baik memungkinkan difusi oksigen dari akar
tanaman, juga akan berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme aerobik dalam tanah, yang
akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara (Hakimet al., 1986).

Menurut Darmawijaya (1997), drainase tanah adalah kecepatan perpindahan air dari suatu
bidang lahan, baik berupa run-off maupun peresapan air ke dalam tanah. Drainase merupakan
faktor penting yang mempengaruhi penggunaan tanah, kesuburan dan produktivitas tanah.
Tingkat drainase tanah alami dipengaruhi oleh kecepatan perkolasi air melalui tanah, aerasi dan
bagian tanaman khusus. Komposisi udara dalam tanah tergantung pada aerasi. Pada drainase
yang baik tanah memiliki kelembaban dan kandungan karbondioksida lebih tinggi dari atmosfer,
aerasi yang terbatas di dalam tanah dan drainase tanah yang jelek, atau pada kondisi tergenang
maka kandungan oksigen akan menurun, dan kecepatan difusi ke akar tanaman terbatas. Pada
tanah yang mempunyai drainase yang sangat tinggi maka kehilangan unsur hara melalui
pencucian juga akan meningkat (Bunting, 1981).
b.Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara pasir, debu, dan liat yang dinyatakan
dalam bentuk persen. Tekstur tanah tersebut dapat menunjukkan kasar halusnya tanah. Dalam
klasifikasi tanah tingkat famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam sebaran butir yang
merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah (Harjowigeno, 1995).
Tekstur tanah mempunyai pengaruh yang penting terhadap kemampuan tanah dalam menahan
air, infiltrasi, laju pergerakan air (perkolasi), dan juga peredaran air dalam tanah (aerasi). Dengan
demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan
perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam pemupukan.
Tanah terdiri dari butir-butir tanah sebagai ukuran. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm
disebut bahan kasar (kerikil sampai batu). Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan
menjadi pasir (2 mm 50 ), debu (50 - 2 ) dan liat (kurang dari 2 ).
c.Kedalamam Efektif
kedalaman efektif adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapat ditembus oleh air
tanaman, menyimpan cukup air dan hara. Air tanah yang dangkal, lapisan padat yang sulit
ditembus akar, batuan atau bahan induk tanah, adanya butir-butir atau lapisan krikil adalah
contoh faktor penghambat perkembangan akar tanaman, kedalaman efektif yang ideal adalah
lebih dari 100 cm (Hardjowigeno, 1995).
Menurut Sarief (1993), akar akan menghisap hara yang larut dalam air pada kedalaman tanah
tertentu, tergantung pada perkembangan dan kedalaman penetrasi akar. Pada perkembangan
akar yang tidak normal akibat adanya rintangan dalam menembus tanah, maka unsur hara yang
terdapat jauh di bawah jangkauan daya isap akar tidak dapat diserap.

Menurut Hardjowigeno (1995), kedalaman efektif adalah kedalaman sampai kerikil, yang
dikelompokkan sebagai berikut :
K0=dalam:> 90 cm
K1=sedang:90 50 cm
K2=dangkal:50 25 cm
K3=sangat dangkal:< 25 cm
5. Ketersediaan Unsur Hara
Ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah terdapat dalam bentuk tersedia, tidak tersedia
dan bentuk cadangan. Unsur hara tersedia adalah unsur yang ada dalam bentuk kimia yang
dapat diserap oleh akar tanaman. Persediaan cadangan hara dalam tanah bergabung dalam
mineral batuan tidak tersedia untuk tanaman, tetapi secara potensial ada dalam bentuk tersedia.
Unsur hara tidak tersedia merupakan unsur yang tidak dapat diserap oleh akar tanaman.
Untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur
hara di dalam tanah. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman berjumlah 16, yang terbagi 9
unsur makro dan 7 unsur mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang lebih banyak
dibutuhkan bagi tanaman sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan oleh tanaman lebih sedikit
(Hakimet al,. 1986). Kedua golongan ini harus berada dalam keadaan yang seimbang, sehingga
tanah menjadi subur dalam hal tersebut akan berdampak bagi tanaman.
Menurut Hardjowigeno (1985), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan
unsur hara yaitu, jumlah hara yang ada di dalam tanah, bentuk hara tersebut berada, dan
kemampuan sistem vegetasi tanah untuk mensuplai hara selama periode akhir dari tanaman.
Ketersediaan unsur hara tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam
tanah. Unsur hara makro dan unsur hara mikro harus berada dalam keadaan seimbang. Sisa
tanaman juga akan menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Keberadaan bahan
organik di dalam tanah akan menunjang aktivitas mikroorganisme tanah, sehingga tanah akan
menjadi subur dan unsur hara yang di perlukan oleh tanaman akan menjadi tersedia. Dengan
demikian, maka tanaman akan dapat tumbuh dengan baik.
6. Topografi
Faktor topografi yang dinilai adalah kecuraman lereng. Lereng yang lebih curam memerlukan
banyak tenaga dan biaya yang cukup besar dalam pengolahannya. Topografi sangat

mempengaruhi kondisi drainase dan permukaan air pada daerah yang kemiringannya besar
sering terjadi erosi tanah. Akibatnya tanah-tanah pada kemiringan yang besar akan memiliki
solum yang tipis, kandungan bahan organik yang rendah bila dibandingkan dengan tanah-tanah
bergelombang dan datar.
Faktor lereng yang dinilai adalah faktor kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng.
Pengelolaan tanah pada lereng yang lebih curam memerlukan tenaga dan biaya yang besar
daripada daerah datar (Hardjowigenoet al,. 1999).
Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan. Dua unsur
topografi yang berpengaruh adalah panjang lereng dan kemiringan lereng (Arsyad, 1989).
Menurut Hardjowigeno (1995), faktor topografi yang dinilai adalah kemiringan lereng. Tanah yang
bergelombang dengan bentuk yang seragam dan lerengnya panjang akan terdapat perbedaan
yang penting dalam syarat-syarat pengelolaan tanah, dibandingkan dengan tanah yang
mempunyai kecuraman lereng yang sama tapi dalam bentuk tidak seragam dan lerengnya
rendah.
Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang berakumulasi diatasnya menjadi lebih
besar dan kemudian semua akan turun dengan volume dan kecepatan yang meningkat.
C.Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan
1.Tanaman Pangan
Tanaman pangan merupakan salah satu jenis tanaman pokok yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari. Pengembangan usaha tanaman pangan mempunyai
keuntungan yang sangat besar, disamping untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, tanaman
pangan jugadapat meningkatkan ketahanan pangan nasional.Kebutuhan akan pangan dari
tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Produksi
pangan dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan sehingga impor bahan pangan perlu
dilakukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tanaman pangan adalah perluasan
areal tanam.
Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang
harus terpenuhi dalam upaya mewujudkan insan yang berharkat dan bermartabat serta sumber
daya manusia yang berkualitas.Sumber daya manusia merupakan unsur terpenting dan
sekaligus tujuan utama pembangunan nasional karena sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan yang pada akhirnya mampu
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat serta dapat mengurangi atau

menghapuskan kemiskinan. Kualitas sumber daya manusia dimaksud antara lain sangat
ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya, sehingga segala daya dan upaya perlu
dikerahkan secara optimal agar pangan yang aman, bermutu dan bergizi tersedia secara
memadai serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
2.Tanaman Hortikultura
Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peran yang penting dalam sektor
pertanian, baik dari sisi sumbangan ekonomi nasional, pendapatan petani, penyerapan tenaga
kerja maupun berbagai segi kehidupan masyarakat. (Deptan, 2007).
Prospek pengembangan komoditas hortikultura di masa mendatang cukup menggembirakan
karena permintaan yang cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan berkembangnya industri hulu dan hilir yang mendukung potensi serapan pasar di dalam dan
luar negeri. Selanjutnya suatu fenomena dalam kehidupan masyarakat menunjukkan bahwa
meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan juga mendorong peningkatan kesadaran
masyarakat akan komoditas hortikultura.(Deptan, 2007).
Pengembangan usaha agribisnis hortikultura mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
komoditas pertanian lainnya. Pertama dalam satuan luas lahan yang kecil dapat memberikan
keuntungan besar. Kedua, dapat memberikan jaminan pendapatan yang tinggi, jangka panjang
dan berkelanjutan, seperti pada pengusahaan tanaman buah-buahan, maupun tanaman
sayuran.Dalam upaya memenuhi kebutuhan akan produk hortikultura, diperlukan usaha
peningkatan produksi yang mengarah kepada peningkatan efisiensi usaha atau produktivitas,
mutu produk, keanekaragaman produk dan kontinuitas. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
penguasaan dan aplikasi ilmu dan teknologi, pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
dan optimal, pelaksanaan kegiatan dalam skala usaha yang layak, peningkatan kualitas dan
kemampuan sumber daya manusia dalam manajemen usaha, serta peningkatan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dan swasta dalam melaksanakan agribisnis hortikultura.( Deptan, 2007).
3.Tanaman Perkebunan
Pada umumnya tanaman perkebunan merupakan tanaman yang menguntungkan selama
diusahakan dengan baik dan benar. Namun demikian untuk memperoleh keuntungan yang lebih
tinggi diperlukan pengelolaan yang baik dan efisien melalui penerapan teknologi yang tepat dan
sesuai dengan kekhususan lokasi.
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting dalam pengembangan pertanian baik ditingkat
nasional maupun regional. Pertumbuhan dan produksi tanaman perkebunan dipengaruhi oleh

banyak faktor, baik faktor dari luar maupun faktor dari tanaman itu sendiri. Dimana faktor ini
saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya.
Tanaman perkebunan memiliki keunggulan dibandingkan tanaman semusim dalam upaya
melestarikan sumber daya tanah. Vegetasi tanaman perkebunan dapat berfungsi melindungi
tanah dari daya rusak butir-butir air hujan yang menyebabkan hancurnya lapisan olah tanah
serta menghindari terjadinya erosi. Tanaman perkebunan dapat diusahakan pada tingkat
kecuraman lahan yang bervariasi 0 % - 50 %. Tetapi pada tingkat kecuraman yang lebih dari 45
% tidak dianjurkan menanam tanaman perkebunan. (Balai Informasi Pertanian, 1997).
III. PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan pada lahan yang berbatasan dengan gambut di desa Belanti
Kecamatan SP Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir. Sedangkan Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium kimia tanah dan fisika tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya, pelaksanaan penelitian ini berlangsung dari bulan November 2007 sampai dengan
Januari 2008.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) sampel tanah, 2) Peta
wilayah penelitian, 3). Bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Kompas, 2) meteran, 3) Parang, 4)
Pisau lapangan, 5) cangkul, 6) GPS, 7) Munsell Soil Color Chart,

alat-alat analisis tanah di

laboratorium 9) bor belgie 10) kertas label 11) kantong plastik12) karet dan 13) Alat-alat tulis.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan peta
kerja berskala 1 : 10.000 denganluas areal penelitian 10 ha. Penentuan titik pengamatan di
lakukan dengan sistem grid atau jalur dengan jarak 100 x 100 m. Jumlah titik pengamatan
sebanyak 10 titik dengan pengeboran dilakukan sampai kedalaman 120 cm. Contoh tanah
komposit diambil pada kedalaman 0 - 30 cm untuk analisis dilaboratorium.
Faktor pembatas yang menjadi kriteria penilaian adalah temperatur (suhu rata-rata tahunan),
ketersediaan air (bulan kering dan curah hujan), kondisi media perakaran (drainase, tekstur,
kedalaman efektif), rentensi hara (KTK, pH tanah), hara tersedia (N-total,

P2O5 tersedia,, K2O). Dari data karakteristik lahan kemudian dilakukanmatching (pencocokan)
dengan penetapan tingkat kesesuaian lahan berdasarkan kriteria CSR/FAO (1983) untuk
tanaman hortikultura, pangan, dan perkebunan.
D. Cara Kerja
1. Sebelum Pekerjaan Lapangan
1. Telaah pustaka, yaitu meliputi studi kepustakaan dan pengumpulan data awal tentang lahan
sekaligus membaca berbagai literatur yang berkaitan dan mendukung judul penelitian ini.
2.Persiapan alat dan bahan, yaitu mempersiapkan alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam
kegiatan lapangan maupun analisis di laboratorium.
3.Pengadaan peta lokasi.
2. Pekerjaan Lapangan
a.Survai Pendahuluan
Sebelum melakukan survai utama, akan di lakukan survai pendahuluan yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi umum lokasi penelitian. Survai pendahuluan meliputi kegiatan :
1. Melakukan observasi daerah penelitian untuk mendapatakan informasi dan data tentang
kondisi daerah penelitian.
2. Penentuan titik-titik pengambilan contoh tanah.
b.Survai Utama
Survai utama meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan pengeboran tanah pada daerah yang telah ditentukan
2. Pengambilan contoh tanah untuk di analisis di laboratorium.
3. Setelah Pekerjaan Lapangan
Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini :
1. Pengolahan data primer dari lapangan berupa drainase, kedalaman efektif,serta data dari
hasil analisis laboratorium berupa tekstur tanah, pH tanah, KTK,N-total, P 2O5 tersedia, dan K2O.

2.Pengolahan data sekunder(iklim), terutama curah hujan dan suhu.


3.Melakukan pencocokan (matching) karakteristik lahan dengan syarat tumbuhbeberapa
tanaman pangan (padi gogo, jagung), hortikultura (jeruk dan cabe) dan perkebunan (kelapa
sawit, karet,) pada lahan yang berbatasan dengan gambut berdasarkan kerangka acuan dari
CSR/FAO (1983).
4.Penulisan laporan penelitian.
E.Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan meliputi : 1). Data primer yang terdiri dari data lapangan (drainase,
dan kedalaman efektif) dan data hasil analisis laboratorium (tekstur tanah, pH tanah, KTK, Ntotal, P2O5 tersedia, dan K2O), 2). Data sekunder berupa data iklim (curah hujan dan suhu).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Belanti merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sirah Pulau Padang,
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai luas wilayah
secara keseluruhan kurang lebih 2.000 ha.
Jarak Desa Belanti dari kota kecamatan yaitu 2 km, dari Ibukota Kabupaten sekitar 24 km, dan
Desa Belanti ini berada pada ketinggian sekitar 16 meter diatas permukaan laut. Secara
geografis Desa Belanti ini terletak antara 10405525 sampai dengan 10405861 BT dan
0302216 sampai dengan 0302451 LS.
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai daerah yang diteliti perlu diketahui keadaan
daerah seperti keadaan iklim dan topografi. Masing-masing keadaan umum daerah tersebut
diuraikan sebagai berikut :
1. Iklim
Data iklim yang digunakan adalah rerata suhu udara tahunan dan rerata curah hujan
bulananselama 10tahun (1998 2007) yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG) Kenten.
Berdasarkan data rerata curah hujan bulanan dapat ditentukan jumlah bulan basah dan bulan
kering serta curah hujan tahunan. Rerata suhu udara tahunan dan rerata curah hujan tahunan

beserta jumlah bulan kering merupakan data yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi lahan
berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983).
a. Suhu Udara
Berdasarkandata sepuluh tahun (1998 2007), lokasi penelitian memiliki suhu 26,99 oC. Suhu
udara terendah selama sepuluh tahun ini terdapat pada tahun 2000, yaitu 26,52 oC, sedangkan
suhu tertinggi pada tahun2006, yaitu 27,34 oC.. Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat
dari permukaan laut, jarak dari pantai dan dapat juga dipengaruhi oleh distribusi hujan yang
terdapat pada suatu daerah.Data suhu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rerata Suhu Udara Tahunan selama 10Tahun (1998 2007).

Tahun
1998

Rerata Suhu Tahunan (oC)


26,88

1999

26,67

2000

26,52

2001

26,92

2002

27,10

2003

26,99

2004

27,28

2005

27,22

2006

27,34

2007
Rerata

27,03
26,99

Sumber : Stasiun Klimatologi Kenten Untuk Daerah SP. Padang (2008).


b. Curah Hujan
Curah hujanper tahun yang dihitung selama 10 tahun (1998 2007) pada lokasi penelitian adalah
2.293 mm. Besarnya curah hujan tahunan dan bulanan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada
Tabel 3dan Tabel 4.

Tabel 3. Rerata Curah hujan Tahunan Selama 10 Tahun (1998 2007).

Tahun
1998

Jumlah Curah Hujan Tahunan (mm)


2.614

1999

2.873

2000

2.547

2001

3.261

2002

2.150

2003

1.781

2004

2.040

2005

2.099

2006

2.069

2007
Rerata

1.499
2.293

Sumber : Stasiun Klimatologi Kenten untuk Daerah SP. Padang (2008).


Tabel 4. Rerata Curah Hujan Bulanan Selama 10 Tahun (1998 2007).

Bulan
Januari

Rerata Curah Hujan Bulanan (mm)


248,7

Februari

187,5

Maret

259,5

April

265,1

Mei

169,2

Juni

112,1

Juli

221,1

Agustus

84,6

September

92,5

Oktober

186,6

November

279,5

Desember
Rerata
Bulan Basah
Bulan kering

286,9
199,4
12
0

Sumber : Stasiun Klimatologi Kenten Untuk Daerah SP. Padang (2008).


Total curah hujan rata-rata bulanan (mm/tahun) selama periode 1998 2007 adalah 199,4 mm.
Bulan kering dapat ditentukan dengan melihat curah hujan bulanan yang kurang dari 75 mm,
sehingga dari data diatas dapat diketahui bahwa tidak terdapat bulan kering.
c. Bulan Basah dan Bulan Kering
Berdasarkan data curah hujan bulanan (Tabel 3) yang didapat, dengan mengacu pada CSR/FAO
(1983), lokasi penelitian memiliki bulan basah sebanyak dua belas bulan dan tidak memiliki
bulan kering. Dimana rerata curah hujan bulanan tertinggi pada bulan Desember, yaitu 286,9
mm, rerata curah hujan terendah pada bulan Agustus, yaitu 84,6 mm dan rerata curah hujan
selama 10 tahun terakhir adalah 199,4 mm.
2. Topografi
Secara umum lokasi penelitian memiliki lereng 0 3 % yang tergolong datar. Lokasi penelitian
merupakan lahan kering yang tergenang pada saat musim penghujan, dan sebagian hanya
tergenang pada saat luapan air yang sangat tinggi.
B.Karakteristik Tanah pada Lokasi Penelitian
1. Kondisi Perakaran
Kondisi perakaran tanah yang akan dibahas yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman
pangan, perkebunan dan hortikultura di bawah ini adalah drainase tanah, tekstur tanah dan

kedalaman efektif yang akan di nilai dengan membandingkan dengan kriteria penilaian
kesesuaian lahan oleh CSR/FAO (1983).
a. Drainase Tanah
Berdasarkan pengamatan langsung di lokasi penelitian, kondisi drainase pada lokasi penelitian
memiliki kelas drainase tanah buruk sampai sangat buruk. Hal ini dapat dilihat dari kondisi tanah
yang kedalamannya kurang dari 120 cm terdapat genangan air.
Pada lahan yang berdrainase buruk, air berada pada posisi kapasitas jenuh sehingga akar sulit
menyerap unsur hara dan dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman pangan,
perkebunan dan hortikultura.
b. TeksturTanah
Berdasarkan hasil analisis terhadap 10 sampel tanah di lapangan, tekstur tanah di lokasi
penelitian adalah lempung liat berpasir, lempung berliat dan liat. Tekstur tanah yang sesuai
dilokasi penelitian yaitu dominan lempung liat berpasir akan membantu pertumbuhan akar
tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura karena pada tekstur tanah ini pergerakan air dan
udara masih dapat tersirkulasi dengan baik, sehingga tidak menghambat pertumbuhan akar.
Tekstur tanah tergolong ke dalam salah satu kriteria kesesuaian lahan yang tidak dapat
diperbaiki (tidak dapat diberi input), maka keadaan tekstur tanah ini sangat dipertimbangkan
dalam hal penilaian tingkat kesesuaian lahan, karena dapat menjadi faktor pembatas.
c. Kedalaman Efektif
Kedalaman efektif merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diperbaiki dan sangat
berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman, karena menyangkut kemampuan akar dalam
berkembang.
Kedalaman efektif merupakan dalamnya lapisan tanah dimana perakaran tanaman dapat
tumbuh dengan baik dan bebas berkembang. Kedalaman efektif di lokasi penelitian ini
mempunyai nilai rata-rata > 120 cm, karena tidak ditemukannya lapisan pembatas atau krokos.
Berdasarkan kriteria kelas kesesuaian lahan menurut CSR/FAO (1983), kedalaman perakaran
tergolong kelas kesesuaian S1(sangat sesuai) baik tanaman pangan, perkebunan dan
hortikultura.
Tabel5.Data Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah di Lokasi Penelitian

No.

Kode

Pasir

Liat (%) Debu

Kelas

Kelas Drainase Kedalaman

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

T1 L1
T2 L1
T3 L1
T4 L1
T5 L1
T6 L1
T7 L1
T8 L1
T9 L1
T10L1

(%)
17,77
28,60
18,42
18,94
20,34
18,07
22,09
15,11
27,93
3,45

61,97
41,58
46,79
46,48
57,85
57,91
45,91
62,85
46,27
72,76

(%)
20,26
29,82
34,79
34,58
21,81
24,02
32,00
22,04
25,80
23,79

Tekstur
Lb
Lb
L
Lb
Llb
Llb
L
L
Lb
Lb

Sangat buruk
Sangat buruk
Sangat buruk
Sangat buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk

Efektif
>120
>120
>120
>120
>120
>120
>120
>120
>120
>120

Keterangan :
Lb = Lempung berliat,L = Liat,danLlb = Lempung liat berpasir.
2. Retensi Hara
Retensi hara atau daya menahan unsur hara yang diamati pada daerah penelitian, yaitu
kapasitas tukar kation (KTK) dan pH tanah. KTK dan pH tanah merupakan salah satu faktor
pembatas dalam menilai kelas kesesuaian lahan untuk pangan, hortikultura dan
perkebunan. Penjelasan KTK dan pH tanah di lokasi penelitian selengkapnya dijelaskan sebagai
berikut :
a. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang erat hubungannya dengan kesuburan
tanah. Tanah dengan KTK yang tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih
banyak dibandingkan tanah dengan KTK yang rendah (Hardjowigeno, 1995).
Hasil analisis di laboratorium menunjukan nilai KTK di lokasi penelitian berkisarantara 17,40
26,54 me/100g yang tergolong sedang sampai tinggi. Data KTK selengkapnya disajikan pada
tabel 7.
b. Kemasaman Tanah (pH)
Berdasarkan hasil analisis kesuburan tanah yang didapat dari laboratorium, lokasi penelitian
memiiliki pH antara 4,37 5,05, yang tergolong sangat masam sampai masam (Tabel 6),
berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983).

Reaksi tanah (pH tanah) merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur hara. Pada umumnya unsur hara akan mudah tersediapada pH tanah
mendekati netral, karena pada pH tersebut unsur hara mudah larut dalam air (Hardjowigeno,
1995).
Tabel6.Hasil analisis pH di lokasi penelitian

No
1

Kode
T1 L1

pH
4,89

Kriteria
masam

T2 L1

4,83

masam

T3 L1

4,71

masam

T4 L1

5,05

masam

T5 L1

4,53

masam

T6 L1

4,80

masam

T7 L1

4,92

masam

T8 L1

4,48

sangat masam

T9 L1

4,37

sangat masam

10

T10 L1

4,52

masam

Sumber : Laboratorium Kesuburan tanah, Kimia dan Biologi Tanah FP UNSRI (2008).
3.Ketersediaan Unsur Hara
Unsur-unsur yang dinilai yaitu unsur Nitrogen dalam bentuk N-total tanah (%), unsur Fosfor
dalam bentuk P2O5 tersedia (ppm) dan unsur Kalium dalam bentuk K2O tersedia (me/100g)
adalah sebagai berikut :
a. N-total Tanah
berdasarkan hasil analisis laboratorium, didapat kan nilai N-total yang tergolong rendah sampai
sedang, dengan kisaran 0,12 0,29 %, penilaian ini berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut
kerangka acuan CSR/FAO (1983) diketahui bahwa titik pengamatan yang memiliki nilai N-total

terkecil pada titik pengamatan T7 L1, yaitu 0,12 %, sedangkan nilai terbesar pada titik
pengamatanT5 L1, yaitu 0,29 %. Data kandungan N-total selengkapnya dapat dilihat padaTabel 7.
Unsur hara nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup
besar, namun unsur hara ini mudah tercuci terutama pada daerah dengan curah hujan yang
cukup tinggi, sehingga membatasi ketersediaannya dalam tanah. Unsur hara nitrogen di lokasi
penelitian tergolong rendah sampai sedang. Hal ini dapat terjadi karena contoh tanah ini diambil
pada bulan Desember yang termasuk dalam musim penghujan, sehingga kemungkinan unsur
hara nitrogen telah banyak hilang karena tercuci.
b. P Tersedia
berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO (1983), bahwa kandungan fosfor di lokasi penelitian
tergolong sedang sampai sangat tinggi, dengan kisaran17,52ppm 93,78ppm (Tabel 7).
Dari data pada Tabel 7 diketahui bahwa titik pengamatan yang memiliki nilai terkecil, yaitu
17,52ppmpada titik pengamatan T7 L1 dan nilai terbesar yaitu93,78ppm pada titik pengamatan
T1 L1.
c. K Tersedia
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, didapatkan nilai K2O yang tergolong rendah sampai
sangat tinggi, dengan kisaran 0,15 2,32 me/100g, berdasarkan kerangka acuan CSR/FAO
(1983). Dari data pada Tabel 7.
Diketahui bahwa titik pengamatan yang memiliki nilai terkecil yaitu, 0,15 me/100g pada titik
pengamatan T7 L1 dan nilai terbesarnya yaitu, 2,32 me/100g pada titk pengamatan T5 L1. Data
selengkapnya mengenai kandungan K-tersedia ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel7. Hasil analisis N, P, K dan KTK tanah di lokasi penelitian.

No

Kode

N-total

P2O5 Bray

K2O
(me/100g)

KTK

T1 L1

(%)
0,22 s

(ppm)
93,78 st

0,39 s

22,19 s

T2 L1

0,18 r

30,57 t

0,23 r

17,40 s

T3 L1

0,17 r

19,92 s

0,31 s

21,75 s

T4 L1

0,26 s

24,39 s

0,23 r

22,19 s

T5 L1

0,29 s

36,07 st

2,32 st

18,49 s

T6 L1

0,19 r

28,17 t

0,23 r

20,23 s

T7 L1

0,12 r

17,52 s

0,15 r

17,40 s

T8 L1

0,21 s

26,45 t

0,31 s

23,49 s

T9 L1

0,22 s

25,42 t

0,23 r

18,49 s

10

T10 L1

0,26 s

38,82 st

0,39 s

26,54 t

Sumber : Laboratorium Kesuburan, Kimia dan Biologi Tanah FP UNSRI (2008).


Keterangan : r : rendah, s : sedang, t : tinggi dan st : sangat tinggi,
C. Penilaian Kesesuaian Lahan
1. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi
Dari hasil pengumpulan data dilapangan dan hasil analisis dilaboratorium maka diperoleh
kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian terbagi empat yaitu S1r 1f2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan
retensi hara yaitu pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini
hampir terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang
dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara tanah. S1r 1f2n2 (sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaranyaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, retensi
hara yaitu pH tanah yang masam sampai sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu
P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 3 dan 9. S1r1n2 (sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk dan ketersediaan unsur
hara yaitu P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1r 1f2n2,3 (sangat sesuai namun
masih dibatasi oleh kondisi perakaranyaitu drainase tanah yang buruk, retensi hara yaitu pH
tanah yang masam dan ketersediaan unsur shara yaitu P2O5-tersedia dan K2O-tersedia) terdapat
pada titik pengamatan 7.
Untuk mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input dengan memperbaiki sistem
drainase tanah melalui pembuatan saluran drainase, meningkatkan pH tanah melaluipengapuran
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan melalui pemupukan. Hasil pencocokan
(matching) dapat dilihat pada lampiran ..

2. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jagung


Dari hasil pengumpulan data dilapangan dan hasil analisis dilaboratorium maka diperoleh
kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian terbagi lima yaituS1r 1f2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan
retensi hara pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir
terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi
faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara tanah. S1r1f2n1,3 (sangat sesuai namun masih dibatasi
oleh kondisi perakaranyaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, rentensi hara yaitu
pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total dan K 2O-tersedia) terdapat
pada titik pengamatan 2, 6 dan 7. S1r1n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi
perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2Otersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1r 1f2n1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh
kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang
masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada titik pengamatan 3.
S1r1f2n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang
buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2Otersedia) terdapat pada titik pengamatan 9.
Untuk mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input dengan memperbaiki sistem
drainase tanah melalui pembuatan saluran drainase, meningkatkan pH tanah melaluipengapuran
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan melalui pemupukan. Hasil pencocokan
(matching) dapat dilihat pada lampiran ..
3. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit
. Dari hasil pengumpulan data dilapangan dan hasil analisis dilaboratorium maka diperoleh
kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian terbagi lima yaituS1r 1f2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan
retensi hara pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir
terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi
faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara tanah. S1r1f2n1,3 (sangat sesuai namun masih dibatasi
oleh kondisi perakaranyaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, rentensi hara yaitu
pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total dan K 2O-tersedia) terdapat
pada titik pengamatan 2, 6 dan 7. S1r1n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi
perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2Otersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1r 1f2n1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh
kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang
masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada titk pengamatan 3.

S1r1f2n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang
buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2Otersedia) terdapat pada titik pengamatan 9.
Untuk mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input dengan memperbaiki sistem
drainase tanah melalui pembuatan saluran drainase, meningkatkan pH tanah melaluipengapuran
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan melalui pemupukan. Hasil pencocokan
(matching) dapat dilihat pada lampiran ..
4. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet
. Dari hasil pengumpulan data dilapangan dan hasil analisis dilaboratorium maka diperoleh
kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian terbagi tiga yaituS1w 1r1f2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh ketersediaan air yaitu curah hujan rata-rata tahunan, kondisi perakaran yaitu
drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan retensi hara pH tanah yang masam sampai
sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir terdapat pada semua titik pengamatan namun
ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara tanah.
S1w1r1n2(sangat sesuai namun masih dibatasi oleh ketersediaan air yaitu curah hujan rata-rata
tahunan, kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk, ketersediaan unsur hara
yaitu P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1w1r1f2n2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh ketersediaan air yaitu curah hujan rata-rata tahunan, kondisi perakaran yaitu
drainase tanah yang buruk sampai sangat buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang masam
sampai sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu P2O5-tersedia) terdapat pada titik
pengamatan 3, 7 dan 9.
Untuk mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input dengan memperbaiki sistem
drainase tanah melalui pembuatan saluran drainase, meningkatkan pH tanah melaluipengapuran
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan melalui pemupukan. Sedangkan untuk faktor
pembatas ketersediaan air yaitu curah hujan rata-rata tahunan tidak dapat diubah atau diperbaiki
sehingga kesesuaian akhir tanaman karet adalah S1 dan S1w 1 (sesuai namun masih dibatasi
oleh curah hujan rata-rata tahunan). Hasil pencocokan (matching) dapat dilihat pada lampiran ..
5. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jeruk
Dari hasil pengumpulan data dilapangan dan hasil analisis dilaboratorium maka diperoleh
kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian terbagi lima yaituS1r 1f2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan
retensi hara pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir
terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi
faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara tanah. S1r1f2n1,3 (sangat sesuai namun masih dibatasi

oleh kondisi perakaranyaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, rentensi hara yaitu
pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total dan K 2O-tersedia) terdapat
pada titik pengamatan 2, 6 dan 7. S1r1n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi
perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2Otersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1r 1f2n1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh
kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang
masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada titk pengamatan 3.
S1r1f2n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang
buruk, retensi hara yaitu pH tanah yang sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2Otersedia) terdapat pada titk pengamatan 9.
Untuk mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input dengan memperbaiki sistem
drainase tanah melalui pembuatan saluran drainase, meningkatkan pH tanah melaluipengapuran
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan melalui pemupukan. Hasil pencocokan
(matching) dapat dilihat pada lampiran ..
6. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Cabai
Dari hasil pengumpulan data dilapangan dan hasil analisis dilaboratorium maka diperoleh
kesesuaian lahan aktual lokasi penelitian terbagi lima yaituS1r 1f2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan
retensi hara pH tanah yang masam) pada kesesuaian lahan ini hampir terdapat pada semua titik
pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan
unsur hara tanah. S1r1f2n1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi perakaranyaitu
drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, rentensi hara yaitu pH tanah yang masam dan
ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada titik pengamatan 2, 3, 6 dan 7. S1r 1 (sangat
sesuai namun masih dibatasi oleh kondisi perakaran yaitu drainase tanah yang sangat buruk)
terdapat pada titik pengamatan 4.
Untuk mencapai kesesuaian lahan potensial diperlukan input dengan memperbaiki sistem
drainase tanah melalui pembuatan saluran drainase, meningkatkan pH tanah melaluipengapuran
dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dengan melalui pemupukan. Hasil pencocokan
(matching) dapat dilihat pada lampiran ..
V.KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan lapangan serta hasil analisis laboratorium dapat
disimpulkan bahwa :

1.Hasil analisis baik dilapangan dan dilaboratorium menunjukkan bahwa kecuraman lereng pada
lokasi penelitian yakni datar hingga landai, drainase tanah buruk sampai sangat buruk, rata-rata
curah hujan tahunan 2.293 mm/tahun, rata-rata curah hujan bulanan 199,4 mm/bulan dengan
tidak memiliki bulan kering, kedalaman efektif > 120 cm, tekstur tanah terdiri dari tiga kelas yaitu
lempung berliat, liat dan lempung liat berpasir. Untuk retensi hara (f) pH tanah berkisar antara
4,37 5,05 dan KTK tanah berkisar antara 17,40 me/100g 26,54 me/100g, sedangkan untuk
ketersediaan hara (n) N-total berkisar antara 0,12 % - 0,29 %, untuk P 2O5-tersedia berkisar
antara 17,52ppm 93,78ppm, dan K2O-tersedia berkisar antara 0,15 me/100g 2,32 me/100g.
2.Penilaian kesesuaian lahan aktual secara dominan dilokasi penelitian untuk tanaman padi
terbagi empat yaitu S1r1f2 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat
buruk sampai buruk dan pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan
ini hampir terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang
dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara. S1r 1f2n2 (sangat sesuai namun masih dibatasi
oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, pH tanah yang masam sampai sangat
masam dan ketersediaan unsur yaitu P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 3 dan 9.
S1r1n2 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk dan
ketersediaan unsur hara P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1r1f2n2,3 (sangat
sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang buruk, pH tanah yang masam dan
ketersediaan unsur hara yaitu P2O5-tersedia dan K2O-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 7.
Kesesuaian lahan aktual tanaman jagung terbagi lima yaituS1r 1f2 (sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan pH tanah yang masam
sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir terdapat pada semua titik pengamatan
namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara.
S1r1f2n1,3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai
buruk, pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total dan K 2O-tersedia)
terdapat pada titik pengamatan 2, 6 dan 7. S1r 1n3(sangat sesuai namun masih dibatasi oleh
drainase tanah yang sangat buruk dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2O-tersedia) terdapat
pada titik pengamatan 4. S1r1f2n1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang
sangat buruk, pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada
titik pengamatan 3. S1r1f2n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang
buruk, pH tanah yang sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu K 2O-tersedia) terdapat
pada titik pengamatan 9. Kesesuaian lahan aktual tanaman kelapa sawit terbagi lima yaitu
S1r1f2 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai
buruk dan pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir
terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi
faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara. S1r1f2n1,3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh
drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur

hara yaitu N-total dan K2O-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 2, 6 dan 7. S1r1n3 (sangat
sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk dan ketersediaan unsur
hara yaitu K2O-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1r1f2n1 (sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk, pH tanah yang masam dan ketersediaan unsur
hara yaitu N-total) terdapat pada titk pengamatan 3. S1r1f2n3 (sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh drainase tanah yang buruk, pH tanah yang sangat masam dan ketersediaan unsur
hara yaitu K2O-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 9. Kesesuaian lahan aktual tanaman
karet terbagi tiga yaitu S1w1r1f2 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh ketersediaan air yaitu
curah hujan rata-rata tahunan, drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan pH tanah
yang masam sampai sangat masam) pada kesesuaian lahan ini hampir terdapat pada semua
titik pengamatan namun ada beberapa titik pengamatan yang dibatasi faktor lain yaitu
ketersediaan unsur hara. S1w1r1n2(sangat sesuai namun masih dibatasi oleh ketersediaan air
yaitu curah hujan rata-rata tahunan, drainase tanah yang sangat buruk, ketersediaan unsur hara
yaitu P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 4. S1w1r1f2n2(sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh ketersediaan air yaitu curah hujan rata-rata tahunan, drainase tanah yang buruk
sampai sangat buruk, pH tanah yang masam sampai sangat masam dan ketersediaan unsur
hara yaitu P2O5-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 3, 7 dan 9. Kesesuaian lahan aktual
tanaman jeruk terbagi lima yaituS1r 1f2 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah
yang sangat buruk sampai buruk dan pH tanah yang masam sampai sangat masam) pada
kesesuaian lahan ini hampir terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik
pengamatan yang dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara. S1r 1f2n1,3(sangat sesuai
namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, pH tanah yang
masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total dan K2O-tersedia) terdapat pada titik
pengamatan 2, 6 dan 7. S1r1n3 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang
sangat buruk dan ketersediaan unsur hara yaitu K2O-tersedia) terdapat pada titik pengamatan 4.
S1r1f2n1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk, pH tanah
yang masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada titk pengamatan 3.
S1r1f2n3(sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang buruk, pH tanah yang
sangat masam dan ketersediaan unsur hara yaitu K2O-tersedia) terdapat pada titk pengamatan
9. Kesesuaian lahan aktual tanaman cabai terbagi lima yaitu S1r 1f2 (sangat sesuai namun masih
dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk dan pH tanah yang masam) pada
kesesuaian lahan ini hampir terdapat pada semua titik pengamatan namun ada beberapa titik
pengamatan yang dibatasi faktor lain yaitu ketersediaan unsur hara. S1r 1f2n1(sangat sesuai
namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk sampai buruk, pH tanah yang
masam dan ketersediaan unsur hara yaitu N-total) terdapat pada titik pengamatan 2, 3, 6 dan 7.
S1r1 (sangat sesuai namun masih dibatasi oleh drainase tanah yang sangat buruk) terdapat pada
titik pengamatan 4.

3.Kesesuaian lahan potensial untuk tanaman padi yaitu S1 (sangat sesuai), untuk tanaman
jagung yaitu S1 (sangat sesuai), untuk tanaman kelapa sawit yaitu S1 (sangat sesuai), untuk
tanaman karet memiliki dua kesesuaian yaitu S1 (sangat sesuai) dan S1w 1 (sangat sesuai
namun masih dibatasi oleh ketersediaan air yaitu rata-rata curah hujan tahunan), untuk tanaman
jeruk yaitu S1 (sangat sesuai), untuk tanaman cabai yaitu S1 (sangat sesuai).
B.Saran
Berdasarkan penilaian kesesuaian yang diperoleh, bahwa pada daerah penelitian dapat
diusahakan untuk budidaya tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura dengan pemberian
masukan (input) pada faktor-faktor pembatas yang ada, seperti : penambahan pupuk N, P dan K
serta penambahan kapur.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press. Bogor.
Balai Informasi Pertanian. 1997. Konservasi Lahan Melalui Tanaman PerkebunanBalai Informasi
Pertanian. Departemen Pertanian. Kalimantan Timur.
Bunting, E. S. 1991. Assesment of The Effect on Yield of Variation in Climate and soil
Characteristics For Twenty Crops Spesies. Center of Soil Research. Bogor. Indonesia.
CSR/FAO. 1983. Reconnaissance Land Resource Surveys 1 : 250.000 Scale Atlas Format
Procedures. Ministry of Agriculture Government of Indenesia UNDP and FAO. Bogor.
Departemen Pertanian, 2001. Propinsi Jawa Barat.
Departemen Pertanian, 2007. Petunjuk Teknis Perluasan Areal Hortikultura.Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
DIKUTI DARI http://skripsidownloadgratis.blogspot.com/2012/06/file-arsip-skripsi-downloadskripsi.html

Anda mungkin juga menyukai