Anda di halaman 1dari 6

Interpretasi

III. Interpretasi
Dalam menentukan sebuah besaran tertentu dari anomali Bouguer yang telah diperoleh, perlu
adanya proses lanjutan yaitu interpretasi terhadap data tersebut. Interpretasi gayaberat secara
umum dibedakan menjadi dua yaitu interpretasi kualitatif dan kuantitatif
a. Interpretasi Kualitatif
Interpretasi kualitatif dilakukan dengan mengamati data gayaberat berupa anomali Bouguer.
Anomali tersebut akan memberikan hasil secara global yang masih mempunyai anomali
regional dan residual. Hasil interpretasi dapat menafsirkan pengaruh anomali terhadap
bentuk benda, tetapi tidak sampai memperoleh besaran matematisnya. Misal pada peta
kontur anomali Bouguer diperoleh bentuk kontur tertutup maka dapat ditafsirkan sebagai
struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin). Dengan interpretasi ini dapat dilihat
arah penyebaran anomali atau nilai anomali yang dihasilkan.
b. Interpretasi Kuantitatif
Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil interpretasi kualitatif
dengan membuat penampang gayaberat pada peta kontur anomali. Teknik interpretasi
kuantitatif mengasumsikan distribusi rapat massa dan menghitung efek gayaberat kemudian
membandingkan dengan gayaberat yang diamati. Interpretasi kuantitatif pada penelitian ini
adalah analisis model bawah permukaan dari suatu penampang anomali Bouguer dengan
menggunakan metoda poligon yang diciptakan oleh Talwani. Metoda tersebut telah dibuat
pada software GRAV2DC.
Metoda yang digunakan dalam pemodelan gayaberat secara umum dibedakan kedalam dua
cara, yaitu pemodelan ke depan (forward modelling) dan inversi (inverse modelling). Prinsip
umum kedua pemodelan ini adalah meminimumkan selisih anomali perhitungan dengan
anomali pengamatan, melalui metoda kuadrat terkecil (least square), teknik matematika
tertentu, baik linier atau non linier dan menerapkan batasanbatasan untuk mengurangi
ambiguitas. Menurut (Talwani, 1959), pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat
model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat
diwakili oleh suatu poligon bersisi- dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi
poligon :

Sumber: http://geofisika.upnyk.ac.id/?page_id=192

JURNAL: INTERPRETASI SESAR MATANO BERDASARKAN


PEMODELAN TOPOGRAFI DAN ANOMALI GAYA BERAT
MENGGUNAKAN METODE FILTERING MATRIKS ELKINS
Admiral Musa Julius1

Jurusan Geofisika, Akademi Meteorologi dan Geofisika


ABSTRAK

Aplikasi pada bidang geofisika berupa pengukuran gravitasi yang dilakukan di


lapangan dalam jangka waktu tertentu, memiliki tujuan untuk mendeteksi
perubahan kondisi bawah permukaan bumi. Pulau Sulawesi merupakan salah
satu pulau di Indonesia yang berada pada zona pertemuan antara tiga lempeng
besar: lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia.
Perkembangan tektoniknya yang berlangsung sejak zaman Tersier hingga
sekarang membuat Pulau Sulawesi merupakan daerah teraktif di Indonesia. Hal
ini menyebabkan Pulau Sulawesi mempunyai fenomena geologi yang kompleks
dan rumit, sehingga banyak terdapat patahan-patahan besar yang aktif. Untuk
mengetahui keberadaan struktur patahan di bawah permukaan, dilakukan
analisis data gayaberat. Dalam hal ini dilakukan analisa pemisahan anomali
residual nilai gravitasi yang diukur di sekitar wilayah sesar Matano, dengan
koordinat batas penelitian dari koordinat lintang 2LS 2.75LS dan koordinat
bujur dari 121BT 122BT, dengan filtering dengan matriks Elkins Pengolahan
data memperlihatkan bahwa, daerah Sulawesi tengah dan selatan teridentifikasi
jelas adanya sesar Matano. Tidak hanya melalui data anomaly gaya berat, posisi
sesar juga bisa diamati melalui pemodelan data elevasiatau topografi.
Kata Kunci : Bouguer Anomaly, Topografi, Matriks Elkins.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gravitasi merupakan salah satu cabang ilmu Geofisika. Indikasi adanya gravitasi adalah
bila suatu benda dijatuhkan dari ketinggian tertentu maka benda itu akan selalu jatuh ke
bawah. Fenomena gravitasi dapat diterangkan dengan menggunakan sifat-sifat fisis dan
dibantu dengan beberapa disiplin ilmu.
Metode gravitasi merupakan metode untuk mengukur gaya yang disebabkan oleh tarikan
massa didalam bumi. Metode gravitasi didasarkan pada variasi-variasi kecil percepatan
gravitasi yang diukur dipermukaan tergantung dari ketidakteraturan batuan yang berbeda
berat jenisnya pada kedalaman yang dangkal di kulit bumi, letak geografis, ketinggian yang
berbeda -beda, adanya variasi rapat massa dan pengaruh benda -benda langit. Pengaruh
variasi variasi kecil percepatan gravitasi perlu dikoreksi untuk memperoleh anomali
gravitasi. Interpretasi data anomali gravitasi digunakan untuk memberikan informasi yang
berkaitan dengan keadaan dan letak batuan yang tersembunyi dibawah permukaan, sehingga
dapat memberi jawaban terhadap masalah seperti identifikasi patahan, melokalisir sumber
daya air, energi, dan mineral yang akhir-akhir ini sangat dibutuhkan.
Wilayah Sulawesi dipercaya merupakan wilayah yang kompleks mengenai tatanan
tektoniknya. Contohnya, bagian utara pulau Sulawesi tersusun dari beberapa lempeng mikro
yang saling mendesak dan cenderung membentuk rotasi pada beberapa bloknya. Didesak oleh
lempeng makro di sekitarnya, blok-blok yang dinamis ini kerap mengalami gempabumi besar
dan berpotensi terjadi tsunami. Bagi beberapa ilmuwan, Wilayah Sulawesi tidak hanya
menarik sebagai objek penelitian karena mempunyai himpunan bebatuan dari segala jenis dan
tingkatan umur yang kompleks, mempunyai beberapa sumber daya alam yang melimpah,

tetapi juga mempunyai kondisi kegempaan yang sangat fenomenal. Sebagai tahap
pendahuluan dilakukan interpretasi data anomali gravitasi daerah Sulawesi tengah dan
Sulawesi tenggara untuk identifikasi patahan di daerah tersebut.
Berikut ini tampilan kenampakan sesar di Sulawesi:

1.21.2 Permasalahan
Wilayah Indonesia bagian timur merupakan zona geodinamika yang kompleks
sebagai akibat dari tumbukan dan konvergensi tiga lempeng utama yang ada di bumi kita
(triple junction), yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik. Pada
level micro plate yang lebih detail lagi kita dapat melihat adanya tumbukan antara blok sunda
bagian tenggara dengan blok sula yang membentuk pulau Sulawesi sekarang ini. Akomodasi
tumbukan diantaranya adalah Sesar Palu Koro pada batas barat daya, Sesar Matano pada
batas selatan, dan subduksi di bawah lengan utara Sulawesi (Palung Sulawesi) pada batas
utara. Aktivitas tektonik regional ini menyebabkan terjadinya berbagai bahaya dan bencana
alam seperti fenomena gempa bumi, erupsi vulkanik, tsunami, dan longsoran tanah yang
merupakan fenomena destruktif bagi kehidupan manusia.
Menurut data yang diunduh dari usgs.gov, gempa yang dihasilkan dari sesar matano
menunjukkan jumlah yang signifikan. Berikut data gempa yang tercatat di usgs.gov.
Data Episenter Wilayah Sesar Matano (LINTANG 20LS-2.750LS ; BUJUR 1210BT-1220BT)

Mengurangi Ambiguitas Dalam Pemodelan Gaya Berat


Untuk Geologiawan
B Setyanta / 20 January 2012

Share

Delicious

Digg

Stumble Upon

Facebook

twitter

Model geologi bawah permukaan hasil interpretasi anomali gayaberat memberikan hasil yang
tidak unik yaitu untuk satu penampang anomali gayaberat dapat memberikan hasil yang
bermacam-macam (sifat ambiguity). Sifat ambiguitas ini terjadi untuk semua metode medan
potensial, yang digunakan pada hampir semua metode geofisika, termasuk pada metode gaya
berat di mana model yang bermacam-macam memiliki atau berasal dari kurva dan pola data
yang sama. Hal ini terjadi karena sifat integralisasi dari gravitasi itu sendiri hal ini dapat
dibuktikan bahwa dari suatu kurva anomaly dapat diinterpretasikan menjadi bermacammacam model tanpa merubah kurvanya.
Untuk mengurangi ambiguitas dari hasil interpretasi anomaly gayaberat maka seorang
geologiawan dapat melakukan beberapa analisa seperti : melakukan koreksi rapat massa latar
(back ground density), penentuan kedalarnan benda dengan analisa panjang gelombang
(analisis spectrum), analisa frekuensi teknik gradient vertical, teknik gradient horizontal,
semuanya bersifat matematik. Disamping itu ambiguitas juga dapat dikurangi dengan teknik
non matematik yang meliputi pengkorelasian dengan data geologi, data bor, data geomagnet,
kegempaan dan pengetahuan kontruksi tektonik daerah yang bersangkutan sebagai acuan.
Mengurangi ambiguitas dengan membuat penampang rapat massa untuk menentukan back
ground density yang tepat dalam reduksi gaya berat menggunakan metoda Nettleton (1976,
dalam Sobari & Setyanta, 1995) telah diterapkan pada penelitian gaya berat Cekungan
Sulawesi Selatan (Sobari & Setyanta, 1995,). Hasil perhitungan pada penampang
menunjukkan bahwa rapat massa rata-rata yang paling tepat adalah 2, I gr/cc bukan 2,67 gr/cc
yang selama ini digunakan dalam reduksi gaya berat pada umumnya (Gambar 2). Metoda
Nettleton 1976 ini juga diterapakan di Blok
Babo, Papua oleh Untung, dkk. (1992) yang menghasilkan reduksi rapat massa sebesar 2,4
gr/cc untuk daerah tersebut. Penampang gaya berat bawah permukaan yang dihasilkan
ternyata lebih mencerminkan kondisi geologinya. Hal serupa juga dilakukan oleh Sudarman
(1976) dalam penyelidikan panas bumi di Bali dengan menggunakan back ground density
sebesar 2,3 gr/cc dalam perhitungan reduksinya.
Mengurangi ambiguitas dalam interpretasi geologi bawah permukaan juga dapat dilakukan

dengan metoda analisa panjang gelombang (analisa spektrum). Di daerah Muara Wabau,
Kalimantan, yang miskin data geologi, metoda ini menghasilkan estimasi ketebalan batuan
Tersier 0,51 km dan ketebalan batuan PraTersier 4,2 km, yang dialasi oleh Kerak Kontinen
Granitan (Setyanta & Setiadi, 2006, Gambar 3). Sedangkan dalam penentuan jenis sesar,
secara matematik Telford, dkk. (1976) telah membuat model lengkung anomaly sebagai
acuan yang dapat digunakan dalam interpretasi adanya sesar naik di daerah Beoga, Papua
(Setyanta & Widijono, 2009, Gambar 4). Keberadaan sesar dalam model penampang juga
dapat didukung oleh data kegempaan, di mana mekanisme vocal gempa dapat menentukan
jenis sesar yang menjadi sumber gempa. Model semacam ini terlihat pada penampang
geologi bawah perrnukaan hasil analisis gaya berat dan kegempaan daerah Cekungan Aru
memperlihatkan struktur graben (Setyanta, 2010, Garnbar 5).
Data bor yang dilewati penampang gaya berat adalah konstrain yang paling bagus dalam
mengunci ketebalan suatu lapisan pada model penampang sehingga ketebalan maupun jenis
batuan secara dua dimensi tidak menyimpang. Sebagai contoh pembuatan penampang
geologi bawah perrnukaan daerah Teluk Bone, Sulawesi, yang dipandu oleh data borBBA-IX
memperlihatkan ketebalan batuan sediment Tersier maksimum sekitar 3800 meter dan
minimum 900 meter (Siagian & Widijono, 2009, Gambar6).
Penggunaan data geomagnet pada pembuatan model gaya berat membantu memisahkan
antara dua lapisan yang mempunyai rapat massa hampir sama tetapi kerentanan magnetnya
kontras seperti antara lapisan batuan vulkanik yang kerentanan magnetnya relatip lebih tinggi
dengan lapisan batulempung. Data geomagnet juga dapat dipakai untuk menentukan arah
perlapisan . Penggunaan data geomagnet ini terbukti menghasilkan model penampang bawah
permukaan yang dapat memperlihatkan batuan vulkanik yang tertutup oleh endapan alluvial
di daerah Merauke (Tim Airborne Papua, 2011). Hal ini dilakukan karena kedua lapisan
batuan tersebut mempunyai rapat massa yang hampir sama sehingga dalam model gaya berat
susah dipisahkan. Di daerah Pegunungan Meratus yang tektoniknya cukup komplek data
geolamgnet membantu memperkirakan arah penunjaman yaitu ke arab utara-timur (Setyanta
& Setiadi, 2006)
Namun demikian pengetahuan geologi secara umum daerah penelitian adalah hal terpenting
untuk mengurangi ambiguitas dalam interpretasi di samping pemahaman kaidah-kaidah
mengenai gaya berat. Keadaan tersebut muncul manakala terjadi perbedaan antara
interpretasi geologi dan interpretasi gaya berat mengenai sesuatu hal. Sebagai contoh
mengenai Kepulauan Mayu di Laut Maluku, menurut interpretasi geologi kepulauan tersebut
terbentuk oleh pematang basaltic kerak samudera namun dari nilai anomaly gaya berat belum
mencerminkan suatu refleksi dari kerak samudera karena hanya sekitar 65 mGal,
kemungkinan hanya fragmen-fragmen ofiolit yang terangkat atau sebab lain (Setyana &
Setiadi, 2011).
http://psg.bgl.esdm.go.id/geosains/234-mengurangi-ambiguitas-dalam-pemodelan-gayaberat-untuk-geologiawan

Anda mungkin juga menyukai