PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia, maka Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu gangguan pernapasan yang
semakin sering dijumpai di masa mendatang baik di negara maju ataupun di Negara
berkembang.
Pada akhir-akhir ini, PPOK merupakan penyakit terbesar penyebab
morbiditas dan mortalitas di beberapa negara, dan prevalensi ini nampak jelas
semakin meningkat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991, PPOK merupakan
penyebab keempat kematian setelah penyakit jantung, kanker, dan penyakit
serebrobskular, dimana angka mortalitas meningkat 33% dibanding pada tahun
1979. Antara 1979-1993, kematian akibat PPOK naik hingga 50%. Diperkirakan
jumlah penderita PPOK hampir 14 juta orang, dimana 12,5 juta diantaranya karena
bronkitis kronis, dan 1,65 juta karena emfisema. Pada 2000, kasus kunjungan pasien
PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan
perawatan rumah sakit dan 119.000 orang meninggal.
Definisi
Menurut WHO yang dituangkan dalam Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Diseases (GOLD) tahun 2001 dan di update tahun 2005, Chronic
Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) atau penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang dikarakterisir oleh adanya obstruksi
saluran pernapasan yang tidak reversible sepenuhnya. Sumbatan aliran udara ini
umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paruparu terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
Di Indonesia morbiditas PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat
ke enam berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI
1992. Prevalensi PPOK di Indonesia saat ini masih cukup banyak, dan diperkirakan
meningkat di waktu yang akan dating dengan makin tingginya angka harapan hidup
dan faktor risiko yang cukup luas. Sebagai contoh, menurut data Surkenas tahun
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Anamnesis (tanggal 16 November 2010)
Identifikasi
o Nama
: Tn. AP
o Usia
: 52 tahun
o Jenis kelamin
: Laki-laki
o Alamat
: Musi II, Palembang
o Pekerjaan
: Pedagang
o
o
o
o
Agama
Tgl Pemeriksaan
Ruang rawat
MRS tanggal
:
:
:
:
Islam
16 November 2010
RA
16 November 2010
Keluhan Utama :
Sesak yang bertambah hebat sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
2 tahun SMRS, os mengeluh ada batuk berdahak, dahak warna putih,
jumlah sendok teh setiap batuk. Demam (-), sesak (-), nyeri dada (-). Os
membeli OBH, batuk os berkurang.
7 bulan SMRS, os mengeluh mulai timbul sesak, sesak timbul bila os
beraktifitas ringan yang dan berkurang bila beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca, emosi, atau posisi. Demam (-), nyeri dada (-), jantung berdebar-debar
(-), tidur dengan 1 bantal, bengkak di kaki, perut, atau kelopak mata (-), batuk (+)
dahak (+), dahak berwarna putih, jumlah 1 sendok teh setiap batuk, dan paling
hebat waktu pagi hari. Nafsu makan biasa, penurunan berat badan (-), BAB dan
BAK biasa. Os tidak berobat ke dokter, namun hanya membeli obat OBH, batuk
dirasa berkurang.
2 bulan SMRS, os mengeluh mulai sesak bertambah, sesak masih dirasa os
walaupun sedang beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, emosi, ataupun
posisi tidur. Demam (-), nyeri dada (-), jantung berdebar-debar (+), tidur dengan 1
bantal, bengkak di kaki, perut, atau kelopak mata (-), batuk (+) dahak (+), dahak
berwarna putih, jumlah 1 sendok teh setiap batuk, dan paling hebat waktu pagi
hari. Nafsu makan turun, penurunan berat badan (+), 5 kg. BAB dan BAK biasa.
Os berobat ke dokter umum, diberi OBH, prednisone, dan obat tablet yang os lupa
namanya. Keluhan os rasakan berkurang.
1 hari SMRS, os mengaku tiba-tiba sesak hebat, sesak menetap bahkan
saat os beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi. Demam (+) tidak terlalu
tinggi, nyeri dada (+) di seluruh dada seperti ada yang menekan, jantung berdebardebar (+), bengkak kaki (-), batuk (+) dahak (+), dahak berwarna putih, jumlah 1
sendok makan setiap batuk. BAB dan BAK biasa. Os berobat ke dokter yang biasa
merawat os, dokter memberikan obat suntik dan oksigen, kemudian os langsung
dirujuk ke RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Dada
:
:
:
:
:
:
o Paru-paru
:
- Inspeksi :
- Palpasi
:
- Perkusi
:
- Auskultasi :
:
: Iktus kordis tidak terlihat.
: Iktus kordis tidak teraba.
: Batas atas ICS 2 LPS kiri, bawah ICS 4 LMC kiri, kiri ICS 4
LPS kiri, kanan ICS 4 LS kanan.
Auskultasi : bunyi jantung menjauh, HR: 98x/m, murmur & gallop sulit
dinilai.
o Abdomen
:
- Inspeksi :
- Palpasi
:
- Perkusi
:
- Auskultasi :
o Genitalia
:
o Ekstrimitas :
Hb
Ht
Leu
LED
Trombosit
Diff Count
BSS
Uric acid
Ureum
Creatinine
Natrium
Kalium
: 18,4 g/dl
: 50 vol%
: 8.300/mm3
: 10 mm/jam
: 467.000/mm3
: 0/2/0/52/ 38/8
: 85 mg/dl
: 5,5 mg/dl
: 13 mg/dl
: 1,2 mg/dl
: 137 mEq/L
: 3,8 mEq/L
(12-18 g/dl)
(40-48 vol%)
(5000-10.000/mm3)
(10 mm/jam)
(200.000-500.000/mm3)
(0-1/1-3/2-6/50-70/20-40/2-8)
(3,5-7,1 mg/dl)
(15-39 mg/dl)
(0,9-1,3 mg/dl)
(135-155 mEq/L)
(3,5-5,5 mEq/L)
RESUME
Pasien bernama Tn AP, laki-laki, usia 52 tahun datang ke bagian emergensi
penyakit dalam RSMH dengan keluhan utama sesak yang bertambah sejak 1hari yll.
Dari Anamnesis diketahui bahwa pasien telah mengalami sesak sejak 7 bulan yll dan
semakin progersif. Sebelum sesak timbul, pasien mengeluhkan adanya batuk berdahak
yang telah pasien alami sejak 2 tahun yll dan bertambah berat hingga sekarang, dahak
berwarna putih, dengan jumlah 1 sth hingga 1 sdm. Demam juga dikeluhkan pasien
terjadi 1 hari yll dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.
Riwayat merokok pasien (+), dimana pasien telah merokok sejak 20 tahun lalu,
dengan jumlah 1 bungkus/hari. Pasien juga mengaku bahwa pasien pernah menderita
TBC 10 tahun yll dan minum OAT hingga dinyatakan sembuh oleh dokter atas dasar
yang pasien tidak ketahui.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sesak dengan laju
pernapasan 36 x/menit dan nadi 112 x/menit. Terdapat kecendrungan barrel chest
berdasarkan diameter anteroposterior (27 cm) dan transversal (35 cm), dengan perkusi
dada didapatkan hipersonor pada kedua lapang paru dan batas jantung yang menyempit
(Batas atas ICS 2 LPS kiri, bawah ICS 4 LMC kiri, kiri ICS 4 LPS kiri, kanan ICS 4 LS
kanan). Dari auskultasi paru didapatkan bunyi napas vesikuler yang menurun pada
kedua lapang paru, waktu ekspirasi yang memanjang, dan adanya ronkhi kasar halus di
kedua lapang paru. Sedangkan dari auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang
menjauh. Dari palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 1 jbac.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan adanya kecendrungan ke arah
polisitemia dimana Hb pasien (18,0 g/dl) dan Ht (50 vol%) berada diatas normal.
Pemeriksaan rontgen paru mengonfirmasi diagnosis PPOK dimana ditemukan
pelebaran sela iga, corakan bronkovaskular yang meningkat, dan hiperaerasi paru. EKG
mengeksklusi sementara kemungkinan kelainan jantung dimana dari hasil EKG hanya
didapatkan sinus takikardi.
D. Daftar Masalah
- Sesak yang progresif
- Batuk berdahak sputum mukoid
- Demam yang tidak terlalu tinggi
E. Diagnosis Kerja
Penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut derajat sedang
F. Rencana Pemeriksaan
- Spirometri
- Analisis gas darah
- Kultur dan resistensi MO sputum
- BTA
- EKG
G. Diferential Diagnosis :
Sindrom Obstruktif Pasca Tuberculosis (SOPT)
Tuberkulosis kasus kambuh
Gagal jantung kronik
H. Penatalaksanaan
Farmakologi:
- Nebulizer salbutamol
- Aminophilin 2 amp (gtt x/mnt)
- Dexamethason 3x1 amp
- Ceftriaxone 2x1 IV
- Ambroxol syrp 3x2c
Non-farmakologi
- Istirahat
- Oksigen 3-5 L
- Diet NB
- IVFD D5%
- Edukasi pasien
I. Prognosis
Dubia ad vitam
Dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
J. Follow Up
Tanggal 16 November 2010
-
Kel
sulit tidur.
sedang.
Sens
= CM
TD
= 130/90 mmHg
- O2 5L
Nadi
= 112 x/mnt
- IVFD D5%
RR
= 36 x/mnt
Temp
= 37,5C
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
Kepala
- Nebulizer salbutamol
Leher
Cor
- Diet NB
Pulmo
Abd
Ext
Th/ - Istirahat
PL: Spirometri
AGD
Kultur & resistensi MO sputum
BTA
Ro thorax ulang
EKG ulang
Kel
sulit tidur.
-
Sens
= CM
TD
= 120/70 mmHg
- O2 3L
Nadi
= 94 x/mnt
- IVFD D5%
RR
= 24 x/mnt
Temp
= 36,9C
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
Kepala
Leher
Cor
- Diet NB
Pulmo
Abd
Ext
Th/ - Istirahat
Kel
sulit tidur.
-
Sens
= CM
Th/ - Istirahat
TD
= 120/70 mmHg
- O2 3L
Nadi
= 94 x/mnt
- IVFD D5%
RR
= 20 x/mnt
Temp
= 36,9C
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
Kepala
Leher
Cor
- Diet NB
Pulmo
Abd
Ext
Kel
sulit tidur.
-
Sens
= CM
Th/ - Istirahat
TD
= 120/70 mmHg
- O2 3L
Nadi
= 94 x/mnt
- IVFD D5%
RR
= 20 x/mnt
Temp
= 37,0C
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
Kepala
Leher
Cor
- Diet NB
Pulmo
Abd
Ext
Kel
Sens
= CM
Th/ - Istirahat
TD
= 120/70 mmHg
- O2 3L
Nadi
= 94 x/mnt
- IVFD D5%
RR
= 20 x/mnt
Temp
= 37,0C
- Ceftriaxone 2x1 gr IV
Kepala
Leher
Cor
- Diet NB
Pulmo
Abd
Ext
Kel
Sens
= CM
Th/ - Istirahat
TD
= 120/70 mmHg
- IVFD D5%
Nadi
= 94 x/mnt
RR
= 18 x/mnt
Temp
= 36,7C
Kepala
- Diet NB
Leher
Cor
Pulmo
Abd
Ext
PL: Spirometri
AGD
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Penanganan Gawat Darurat
Pertolongan pertama pada saat pasien sesak napas sangatlah penting untuk
menjaga adekuasi oksigen ke jaringan dan mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi. Penentuan etiologi dari sesak napas harus dikesampingkan dulu karena
kasus sesak dapat berkembang ke arah perburukan dengan sangat cepat.
Adapun beberapa dampak dari sesak yang mungkin dapat terjadi pada os:
-
nafas. Diketahui os dalam keadaan gelisah, napas cepat (RR 36x/menit) dan dalam
serta terlihatnya penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Temuan ini menunjukan
kita bahwa os sedang berusaha mengompensasi kondisi hipoksemia berat. Oleh
karena itu kita harus cepat aware dan mengambil tindakan yang cepat dan tepat
untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul. Adapun langkah-langkah yang
dapat kita lakukan untuk os meliputi:
1. Oksigenasi
Tujuan dari pemberian oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan
dan meminimalkan asidosis respiratori. Oksigenasi adalah tindakan awal yang
mudah dan tepat sasaran. Usaha os untuk memenuhi oxygen demand akan sangat
terbantu bilamana oksigen tersebut dapat kita berikan. Pertanyaan selanjutnya
adalah berapa kadar oksigen yang kita berikan, dan dengan alat apa kita
memberikan oksigen tersebut ke pasien ?
Indikasi dari pemberian oksigen harus jelas. Oksigen yang diberikan harus
diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar mendapat manfaat terapi
dan menghindari toksisitas. Selain itu perlu dipertimbangkan apakah pasien hanya
membutuhkan terapi oksigen jangka pendek (short term oxygen therapy) atau terapi
oksigen jangka panjang (long term oxygen therapy). Pada bagian ini kita akan lebih
focus ke penggunaan terapi oksigen jangka pendek, sedangkan terapi oksigen
jangka panjang akan dibahas kemudian.
Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan pada
pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut, di antaranya pneumonia, PPOK
eksaserbasi akut, asma bronchial, gangguan kardiovaskular, emboli paru. Pada
keadaan tersebut, oksigen harus diberikan dengan adekuat. Pemberian oksigen yang
tidak adekuat akan menimbulkan cacat dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen
harus diberikan dengan FiO2 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi
membaik dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan
dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila
diperlukan, oksiegn harus diberikan secara terus-menerus.
Untuk pedoman indikasi terapi oksigen pendek telah ada rekomendasi dari
The American College of Chest Physicians dan The National Heart, Lung dan
Blood Institute yang ditunjukan tabel berikut:
Tabel 1. Indikasi Terapi Oksigen Akut Jangka Pendek
Indikasi yang sudah direkomendasikan:
-
Cara pemberian oksigen dibagi dalam 2 jenis yaitu sistem arus rendah dan
sistem arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian.
Alat oksigen arus rendah di antaranya kanul nasal, topeng oksigen, reservoir mask,
kateter transtracheal, dan simple mask. Alat oksigen arus tinggi di antaranya venturi
mask dan reservoir nebulizer blenders.
Pada eksasarbasi akut, oksigenasi sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60
mmHg atau Sat O2 > 90%, dengan evaluasi ketat hiperkapni. Alat yang diapat
digunakan adalah sungkup (venturi mask) 24%, 28%, atau 32% dan sebaiknya
adalah sungkup rebreathing untuk mencegah retensi CO2. Pemasangan pulse
oxymetry dianjurkan untuk memantau kadar Sat O2, AGD dilakukan secara
periodic guna memantau kadar PaO2 dan PaCO2 untuk melihat keberhasilan
oksigenasi ataupun kemungkinan telah terjadinya retensi CO2, serta memantau
keseimbangan asam-basa yang juga penting dalam me-maintain kondisi os.
Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan
dengan noninvasive positive pressure ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil
utama
yang
sering
digunakan
adalah:
-2
agonis,
antikolinergik, dan metilxantin. Obat tadi dapat diberikan secara monoterapi atau
kombinasi. Pemberian secara inhalasi (MDI) lebih menguntungkan dari pada cara
oral atau parenteral karena efeknya lebih cepat pada organ paru dan efek
sampingnya minimal. Pemberian secara MDI lebih disarankan dari pada pemberian
cara nebulizer. Obat dapat diberikan sebanyak 4-6 kali, 2-4 hirup sehari.
Bronkodilator
kerja
cepat
(fenoterol,
salbutamol,
terbutalin)
lebih
sering digunakan untuk penanganan PPOK bisa dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2. Daftar Obat yang Umum Dipakai pada PPOK
Obat
Inhaler (g)
Nebulise
r (mg/ml)
Antikolinergik
Ipratropium brom
40-80 (MDI)
0,25-0,5
Tiotropium
18 (DPI)
-2 agonis
Fenoterol
Salbutamol
Terbutalin
Procaterol
Formoterol
Salmeterol
100-200 (MDI)
100-200
(MDI & DPI)
250-500 (DPI)
10
12-24
(MDI & DPI)
50-100
(MDI & DPI)
0,5-2,0
2,5-5,0
5-10
Oral (mg)
6-8
24
2-4
2,5-5
0,25-0,5
200
100-400
Glukokortikosteroid sistemik
Prednison
5-60 (pil)
Glukokortikosteroid inhaler
Beklometason
10-2000mg
Triamsinolon
200/80 (MDI)
75/15 (MDI)
Budenosid
Flutikason
4,5/80, 160
(DPI) (9/320)
(DPI)
4-6
4-6
4-6
6-8
12
12
Metilxantin
Aminofilin
Teofilin SR
Metilprednison
Lama kerja
(jam)
4-6
12-24
4,8,16
(pil)
0,2-0,4
0,2 ;
0,25 ; 0,5
40
1,25/0,5
0,75-4,5
6-8
6-8
Salmeterol/Flutikasone
4. Glukokortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intra
vena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metal prednisolon
atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat >20% dan minimal 250 mg. Jika VEV<50% prediksi, dapat diberikan 40
mg prednisolon (oral) per hari selama 10-14 hari bersamaan dengan pemberian
bronkodilator. Budenosid nebulizer bisa dipakai untuk pengobatan yang nonasidosis.
5. Antibiotik
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotika yang digunakan:
-
B. Identifikasi Pasien
Jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan tempat tinggal penting untuk diketahui
karena penyakit tertentu memiliki kecendrungan dari segi ini. Pada kasus PPOK
pengaruh segi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tempat tinggal adalah sebagai
berikut:
Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada
pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia
menderita gangguan genetic berupa defisiensi 1 antitripsin, namun kejadian ini
hanya dialami < 1% pasien PPOK. Pada pasien yang menderita PPOK pada usia
dibawah 50 tahun ada kecendrungan untun asma atau SPOT (sindroma
obstruktif pasca tuberkulosis) sebagai etiologi.
Pada kasus, diketahui os berusia 52 tahun, maka kecendrungan
asma
ataupun
SPOT
dapat
disingkirkan
terlebih
dahulu
dan
3.
Pengaruh obat-obatan yang dimakan atau injeksi dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas
yang mengakibatkan terjadinya sesak.
4. Penyakit saluran nafas
a. Asma
d. Sumbatan laring
b. Bronchitis kronis
e. Tertelan benda asing
c. Emfisema
5. Penyakit parenkimal
a. Pneumonia
syndrome
b. Gagal jantung kongestif
d. Pulmonary infiltrate with
c. Adult respiratory distress
eosinophilia
6. Penyakit vascular paru
a. Emboli paru
c. Hipertensi paru primer
b. Kor pulmonale
d. Penyakit veno-oklusi oparu
7. Penyakit pleura
a. Pneumotoraks
c. fibrosis
b. Efusi pleura, hemotoraks
8. Penyakit dinding paru
a. Trauma
c. Kelainan tulang
b. Penyakit neurologist
9. Sesak napas akan terjadi akibat luasnya kerusakan jaringan paru, didapatkan pada penyakit paru
yang sudah lanjut. Sedangkan pada penyakit yang baru tidak akan dijumpai gejala ini.
10. Sumber penyebab dispnea termasuk:
a. Reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernapasan, paru, dan dinding dada
Dispnea terjadi jika tegangan yang bertambah tidak cukup besar untuk satu
panjang otot
b. Kemoreseptor untuk tegangan O2 dan CO2
c. Peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya sesak nafas
d. Ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi
1)Dypnea metabolik : paru-paru mengkoreksi keadaan asidosis metabolik (diabetes
ketoasidosis, gagal ginjal, anemia, asidosis laktat).
2)Eksersional : aktivitas fisik
3)Pulmoner : penyakit pada paru, pada otot atau tulang yang melibatkan thorax,
kelainan neurologik.
4)Othopnea : gagal jantung
5)Nocturnal : bronkospasme yang terjadi pada pagi hari.
11.
12.
(selama 2 tahun) berdahak berwarna putih dengan jumlah sdt. Apakah suatu batuk
produktif ataupun tidak, apa warna sputum, dan jumlah sputum yang dibatukan dapat
mengarahkan kita kerarah etiologi batuk ini, namun kepentingan klinis dari batuk ini
adalah hubungannya dengan keluhan sesak yang dialami os yang mungkin dapat
menjadi petunjuk ke mana arah diagnosis os.
13.
14.
15.
terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produkproduk ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.
17. Etiologi tergantung dengan warna dari phlegm.
1) Pada orang sehat atau dengan flu biasa warnannya jernih.
2) Phlegm yang berwarna kuning menandakan respon imun dan merupakan tanda infeksi.
3) Phlegm berwarna hijau atau kecoklatan menandakan infeksi. Warna kehijauan atau kuning
tua/kecoklatan atau phlegm dengan bintik kecoklatan merupakan tanda pneumonia atau
perdarahan internal.
4) Jaika phlegm berwarna coklat merupakan tanda biasa karena merokok karena adanya resin yang
dikeluarkan dari tubuh.
5) Phlegma yang berasosiasi dengan perokok bila berwarna coklat keabuan, mungkin bercampur
dengan debu atau partikel asing karena kerusakan pada silia memungkinkan terkena PPOK.
6) Jika berwarna merah mungkin menunjukkan penyakit setius seperti tuberculosis dan kanker
paru.
18.
Tampilan
Kental, transluen, putih keabu-abuan
Seperti jelly buah kismis (merah bata)
Warna karat (warna air buah plum)
Merah muda, berbusa
Warna ikan salmon/ kuning pucat
Sputum mukopurulen; kuning, kehijauan,
21.
23.
25.
27.
29.
31.
33.
Kemungkinan penyebab
Pneumonia atipikal; asma
Klebsiella pneumonia
Pneumonia pneumokokal
Edema paru
Pneumonia stafilokokus
Pneumonia bakteri; bronchitis
akut/ knonik
35.
Anaerob oral (aspirasi), abses
paru, bronkiektasis
36.
Infeksi
38. Common cold (infeksi virus saluran napas atas, sinus infection, pneumonia, whooping
cough).
Non-infeksi
39. Flare up dari: bronchitis, emphysema, asma, dan alergi terhadap lingkungan.
2.
Kronik (>3 minggu), klasifikasi berdasarkan lokasi dengan respect pada paru-paru:
Iritan dari lingkungan, ex: rokok, debu, bulu binatang, polusi industri, dll.
Uncommon : kanker, sarcoidosis, diseases of the lung tissue, and congestive heart
failure with chronic fluid build-up in the lungs
Kondisi di dalam rongga dada (di luar paru), seperti kanker, paertumbuhan
abnormal lymph node, pembesaran abnormal aorta.
Penyebab digestivus
40. Gastroesophageal reflux (GERD) : terjadi katika asam lambung naik ke esophagus.
Kondisi abnormal ini menyebabkan iritasi pada esophagus dan laring yang menyebabkan
refleks batuk.
41.
42.
Glottis terbuka
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
Kriteria perokok:
Sangat berat : > 31 batang/hari, 5 menit setelah bangun pagi harus merokok
Berat : 21 30 batang/hari, 6 30 menit setelah bangun pagi harus merokok.
Sedang : 11 20 batang/hari, 31 60 menit setelah bangun pagi harus
merokok
Ringan : 10 batang/hari,60 menit setelah bangun pagi harus merokok.
63.
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
64.
66.
2)Nikotin
o
3)Tar
o
4)Cadmium
o
67.
68. Gambar
69.
70.
Batuk
Timbulnya kanker
Perubahan epitel yang dulunya epitel pseudostratifed collumner cilia menjadi karsinoma
bronkogenik invasive.
Inflamasi
Atrophi
Metaplasia squamosa
Kerusakan jaringan peribronkiolar alveoli pada perokok yang mengalami emfisema paru
Imunologis
Rasa bahagia
Lipolisis
Keguncangan
Kesigapan
Performance
Mengurangi kegelisahan
Meningkatkan metabolisme
Irritable
Rasa lapar
Rasa kelemahan
Rasa mengantuk
Gangguan tidur
Sulit konsentrasi
Ketagihan nikotin
Gelisah
Asap rokok
(gas + partikelpartikel)
Setiap
hembusan
terdapat 10 radikal
bebas
hidroksida(OH)
Kerusakan silia
Sampai ke
alveolus
Meru
Modifik
(oksidan)
sak
asi anti
dindi
elastas
ng
e pd
alveol
sal.nafa
Kerus
Tdk terjadi
us
s
akan
hambatan pd
paren
neutrofil &
Penuru
kim
makrofag
Reaksi
nan
inflamasi
elastic
Udara di
recoil
paru2
overinf
sulit
asi
keluar/em
fisema
partikulat
Penigkatan
iritasi pd
mukosa
bronkus
Kerusakan
jar.interstitia
l paru
risiko 30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan
merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20%
perokok akan mengalami PPOK.
Kanker kandung kencing 40 %
Jantung koroner 25 %
Stroke 18 %
Dari anamnesis, kita sudah dapat menduga diagnosis os yang mengarah pada
PPOK, namun terdapat suatu tanda yang cukup penting bagi penegakan diagnosis ini.
Diketahui bahwa os telah mengalami sesak dalam jangka waktu yang cukup lama,
namun satu hari SMRS sesak napas os tiba-tiba menghebat, diketahui sebelumnya
terdapat demam yang mendahului serangan sesak ini.
Bila kondisi PPOK stabil tidak menimbulkan sesak yang berat dan mendadak,
maka ada kemungkinan suatu kondisi eksaserbasi dari PPOK ini sendiri dapat
dicetuskan oleh berbagai sebab salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan, yang
hiperaerasi, efusi, atau adanya masa, namun dari perkusi paru diketahui bahwa hal
ini disebabkan oleh kondisi hiperaerasi. Waktu ekspirasi yang memanjang
menunjukan adanya obstruksi jalan napas bawah yang menyebabkan pengeluaran
udara lebih sulit dari biasa, hal ini dapat disebabkan oleh reaksi peradangan pada
bronkeolus. Ronkhi kasar halus menunjukan bahwa penyempitan jalan napas ini
(oleh inflamasi atau produk sekret) terjadi pada cabang bronkus yang kecil.
Sedangkan dari auskultasi jantung terdengar bunyi jantung yang menjauh.
denyut jantung yang melemah, namun dari pemeriksaan torak sebelumnya ditambah
dengan tidak adanya pulsus parvus, maka sudah dapat dipastikan bahwa kecinya
suara jantung ini akibat dari kondisi hiperaerasi yang membuat jantung menjauh
dari dinding dada.
Dari palpasi abdomen didapatkan hepar yang teraba 1 jbac.
pembesaran hati, yang dapat mengarah pada hepatitis, hepatoma, dll; atau 2)
terdorongnya hati kebawah oleh paru. Dari pemeriksaan sebelumnya dan dari
anamnesis maka kemungkinan terjadinya pembesaran hati sangatlah kecil, dan
sebaliknya kemungkinan terdorongnya hati oleh karena kondisi hiperaerasi paru
sangatlah mungkin.
hati. Normalnya pada perkusi torak kanan, akan didapatkan redup pada ICS V yang
menunjukan batas atas hati, namun pada os perkusi redup tersebut ditemukan pada
ICS VI (dengan catatan pasien tidak dalam fase inspirasi). Hal ini membuktikan
bahwa pada os terabanya hati ini disebabkan oleh pendorongan mekanik paru dan
bukan merupakan kelainan pada organ tersebut.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (darah rutin dan kimia klinik)
kadar Hb dan Ht, dimana pada kasus ini os mengalami polisitemia. Kondisi
polisitemia ini adalah sekunder dari kondisi PPOK dimana produksi sel darah
EKG
Pemeriksaan
EKG
diperlukan
untuk
menyingkirkan
gangguan paru, pada os ditemukan adanya kelainan berupa pelebaran sela iga,
hiperaerasi, dan peningkatan corakan bronkovaskuler yang mengesankan
kondisi PPOK. Bila dari hasil foto torak tidak ditemukan kelainan apa-apa maka
diagnosis asma bronchial yang lebih dahulu dipikirkan.
Merupakan
pemeriksaan
faal
paru
yang
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%)
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
Deraja
t
COPD
Mild
Moder
ate
Severe
Very
severe
Normal FEV1/FVC
Kriteria
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. Uji faal paru setelah
Sputum BTA
mikroorganisme yang merupakan flora normal paru), dengan kata lain etiologi
dari demam ini kemungkinan oleh karena infeksi virus, sehingga menjadi
pertimbangan untuk penghentian antibiotika.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
Gambar
2. Klasifikasi PPOK
Tabel 6. Klasifikasi PPOK
Gejala
Tubuh
Penam
pakan
Pemer
iksaan fisik
Jantun
g
Darah
Rontg
en
E. K.
G.
Gemuk
Sianotik (biru)
Dada normal
Polisitemia sekunder.
Kurus
Kemerahan
Dada gembung
Polisitemia jarang.
PCO2 rendah.
Jantung
memanjang,
diafragma rendah dan hiperinflasi.
Mungkin
terdapat
P.
pulmonal.
Obstruksi
jalan
nafas
Uji
Faal Paru
irreversibel.
Kapasitas
paru
total
meningkat.
3. Epidemiologi
4. Faktor Risiko
Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat
merokok perlu diperhatikan :
Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif, bekas perokok.
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Hipereaktiviti bronkus
Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
5. Etiologi
dibedakan menjadi faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan
lingkungan antara lain:
Merokok
30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan
penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami
PPOK.
Pekerjaan
Para pekerja tambang emas dan batu bara, industry gelas dan keramik
yang terpapar debu silika atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu gandum,
toluene diisosianat, dan asbes mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja
ditempat selain yang disebutkan diatas.
Polusi Udara
Usia
pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia
menderita gangguan genetic berupa defisiensi 1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya
dialami < 1% pasien PPOK.
Jenis Kelamin
prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi.
6. Manifestasi Klinis
-
Batuk
Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
Osteoporosis
Depresi
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat
fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
a. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.
b. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada paru bagian bawah
c. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel
goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Gambar
Sindrom Obstruktif Paska Tuberkulosis
Kelainan obstruksi yang berhubungan dengan proses TB dikenal dengan
berbagai nama. Cugger (1955) menyebutnya emfisma obstruksi kronik. Martin dan Hallet
menggunakan istilah emfisema obstruksi difus. Bomberg dan Robin menyebutnya sebagai
emfisema obstruksi difus; Vargha dan Bruckner menyebutnya sindrom ventilasi obstruksi;
Tanuwtharj menyebutnya sirldronrobstruksi difus. Di Unit Paru RSUP Persahabatan Jakarta
kelainan obstruksi pada penderita TB paru didiagnosis sebagai TB paru dengan sindrom
obstruksi, sedangkan kelainan obstruksi pada penderita bekas
Patogenesis sindrom obstruksi difus pada penderita TB paru yang kelainan
1)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
Edukasi
Obat obatan
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Nutrisi
Rehabilitasi
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
a) Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit
kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi
dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di
rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena
memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan
dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
1.
2.
3.
4.
5.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi
sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada
setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel
Ringan
-
berhenti merokok
Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
-
b) Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek
panjang ( long acting ).
Golongan antikolinergik
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20%
dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
- Lini I :
amoksisilin makrolid
- Lini II :
sefalosporin
kuinolon
makrolid baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f.
Antitusif
Terapi Oksigen
Pada
PPOK
terjadi
hipoksemia
progresif
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi vasokonstriksi
Memperbaiki
neuropsikiatri
fungsi
oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas
kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat
daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di
rumah dibedakan :
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen
dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah
hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Adanya
pulmonal
pada
EKG,
G. Prognosis
Masa
hidup
(survival)
penderita
PPOM
faktor-faktor
yang
mempengaruhi prognosis:
1. Gangguan fungsionil inisial, VEP1.0 sering dijadikan parameter untuk menilai
prognosis, umumnya prognosis buruk, bila VEP1.0 mencapai 1.5 liter atau
kurang, dengan survival kurang lebih 10 tahun, menjadi 4 tahun pada VEP 1.0 1
liter dan 2 tahun pada VEP1.0 0,5 liter (Petty).
2. Adanya Cor pulmonale yang umumnya disertai dengan hipoksemia dan
hiperkapnia.
3. Kurang berat, lebih dari 20% (Rodman & Sterling). Penyebab kematian utama
(Rodman & Sterling)
Cor pulmonale (53%)
tahun
CPOD tahap mild dan moderate dapat dikontrol dengan baik melalui
pengobatan dan rehabilitasi pulmonal sedangkan untuk yang tahap berat
H. Komplikasi
Infeksi pernafasan : lebih sering menderita flu atau pneumonia
Tekanan darah tinggi pada arteri yang membawa darah ke paru
Gangguan jantung
Kanker paru
Depresi : karena sesak nafas membuat sulit untuk mengerjakan aktivitas seharihari
Bronkitis akut
Cor pulmonal
Aritmia