PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan, yang berdasarkan pengalaman telah
dimanfaatkan oleh nenek moyang kita untuk memenuhi keperluan hidupnya
antara lain sebagai obat. Walaupun efek secara umum dari sebagian obat
tradisional telah dapat dirasakan manfaatnya. Namun, pembuktian secara ilmiah
perlu dilakukan (Anonim, 1981). Penggunaan obat tradisional secara umum
dinilai relatif lebih aman dari pada pengobatan modern. Hal ini disebabkan karena
obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat
modern (Anonim, 2007). Sebagian besar obat tradisional yang telah
dikembangkan melalui seleksi alamiah dalam pemakaiannya ternyata belum
memenuhi persyaratan ilmiah. Agar pemakaian obat tradisional dapat
dipertanggungjawabkan perlu dilakukan penelitian baik untuk mencari komponen
aktifnya maupun untuk menilai efektivitas dari keamanannya (Anonim, 1993)
Salah satu tumbuhan yang ada di Indonesia yaitu Jambu Biji. Daun dari jambu
biji sering digunakan untuk pengobatan diare. Adapun kandungan kimia yang
terdapat dalam daun jambu biji antara lain : asam psidiloat, asam ursolat, asam
krategolat, asam oleanolat, asam guaiavolat, quercetin dan minyak atsiri
(Sudarsono dkk., 2002).
Quercetin adalah senyawa flavonoid kelompok flavonol terbesar. Flavonoid
adalah salah satu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian
zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana klasifikasi dan deskripsi tumbuhan jambu biji (Psidium
guajava L.)
3
1.2.2. Apa saja kandungan yang terdapat dalam tumbuhan jambu biji (Psidium
guajava L.)
1.2.3. Bagaimana proses ekstraksi dari tumbuhan jambu biji (Psidium guajava
L.)
1.2.4. Bagaimana cara identifikasi senyawa yang terdapat pada tumbuhan jambu
biji (Psidium guajava L.)
1.2.5. Bagaimana sintesis dari flavonoid pada tumbuhan jambu biji (Psidium
guajava L.)
1.3.
Tujuan
1.3.1. Mengetahui klasifikasi dan deskripsi tumbuhan jambu biji (Psidium
guajava L.)
1.3.2. Mengetahui kandungan yang terdapat dalam tumbuhan jambu biji
(Psidium guajava L.)
1.3.3. Mengetahui dan memahami proses ekstraksi dari tumbuhan jambu biji
(Psidium guajava L.)
1.3.4. Mengetahui dan memahami cara identifikasi senyawa yang terdapat pada
tumbuhan jambu biji (Psidium guajava L.)
1.3.5. Mengetahui dan memahami sintesis dari flavonoid pada tumbuhan jambu
biji (Psidium guajava L.)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Psidium Jenis : Psidium guajava L.
2.1.2. Deskripsi Tanaman
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang
gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang
cukup banyak. Tanaman jambu biji (P. Guajava L.) ditemukan pada
ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga
sepanjang tahun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m,
percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin,
berwarna coklat kehijauan.
Jambu biji (P. Guajava L.) tersebar meluas sampai ke Asia Tenggara
termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India dan Sri Lanka. Jumlah dan
jenis tanaman ini cukup banyak, diperkirakan kini ada sekitar 150 spesies
di dunia. Tanaman ini (P. Guajava L.) mudah dijumpai di seluruh daerah
tropis dan subtropis. Seringkali ditanam di pekarangan rumah. Tanaman
ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Di Jawa sering
ditanam sebagai tanaman buah, sangat sering hidup alamiah di tepi hutan
dan padang rumput.
Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri dari
tangkai (Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai.
Dilihat dari letak bagian terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun
jambu biji (P. Guajava L.) berada ditengah-tengah dan memiliki bagian
jorong karena perbandingan panjang : lebarnya adalah 1,5 - 2 : 1 (13 - 15 :
5,6 - 6 Cm). Daun jambu biji (P. Guajava L.) memiliki tulang daun yang
5
menyirip yang mana daun ini memiliki 1 ibu tulang yang berjalan dari
pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun dari ibu tulang ke
samping,keluar tulang-tulang cabang, sehingga susunannya mengingatkan
kita pada susunan sirip ikan. Jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul,
pada
umumnya
warna
daun
bagian
atas
tampak
lebih
hijau
jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk selindris dan
tidak menebal pada bagian tangkainya
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi,
terutama quercetin. Senyawa tersebut bermanfaat sebagai antibakteri,
kandungan pada daun Jambu biji lainnya seperti saponin, minyak atsiri,
tanin, anti mutagenic, flavonoid, dan alkaloid.
Pada umumnya daun jambu biji (P. Guajava L.) digunakan untuk
pengobatan seperti diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan
anak, kadar kolesterol darah meninggi, sering buang air kecil, luka,
sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dan demam berdarah.9
Berdasarkan hasil penelitian, telah berhasil diisolasikan suatu zat
flavonoid dari daun jambu biji yang dapat memperlambat penggandaan
(replika) Human Immunodeficiency Virus (HIV) penyebab penyakit AIDS.
Zat ini bekerja dengan cara menghambat pengeluaran enzim reserved
transriptase yang dapat mengubah RNA virus menjadi DNA di dalam
tubuh manusia.
2.2.
tanaman jambu biji selain mengandung tanin, juga mengandung zat lain seperti
asam ursolat, asam lat, asam guajaverin, minyak atsiri dan vitamin (Thomas,
1989). Daun-daun jambu biji memiliki kandungan zat-zat penyamak (psiditanin)
sekitar 9%, minyak atsiri berwarna kehijauan yang mengandung eganol sekitar
0,4%, damar 3%, minyak lemak 6%, garam-garam mineral dan flavonoid.
Menurut Direkbusarakom (1997) et al. dalam Sipahutar (2000) Tanaman
jambu biji banyak digunakan sebagai obat. Tanaman tersebut bersifat anti diare,
anti radang (inflamasi), dan menghentikan pendarahan (hemostatik). Daun
segarnya dapat digunakan untuk pengobatan luar pada luka akibat kecelakaan,
pendarahan akibat benda tajam, dan borok (ulcus) di sekitar tulang. Pengujian
daun jambu biji pada beberapa patogen yang menyerang ikan dan udang
menunjukan bahwa daun jambu biji dapat digunakan untuk pengobatan terhadap
virus dan bakteri pada hewan yang hidup di air (akuatis) seperti infeksi Yellow
Head Virus (YHV) pada udang black tiger dan infeksi A.hydropila pada jenis ikan
lele. Hasilnya menunjukan bahwa daun jambu biji lebih efektif untuk pencegahan
infeksi bakteri pada jenis catfishdi bandingkan pencegahan infeksi YHV pada
udang.
2.3.
maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI (1986)
ekstraksi daun jambu biji bisa dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol
encer hingga cairan yang menetes terakhir tidak berasa.
Ekstrak daun jambu biji setelah diujikan terhadap bakteri Vibrio cholerae pada
Minimum Inhibitor Consentrate (MIC) menunjukan bahwa ekstrak tersebut
bersifat bakterisida dan bukan bakteriostatik ( Rahim et al., 2010). Menurut
Qadan et al. (2005) ekstrak daun jambu biji terdapat senyawa tanin, triterpen,
dan flavonoid glikosida yang mempunyai aktivitas antimikroba. Menurut
Metwally et al. (2010), flavonoid yang terkandung pada ekstrak daun jambu biji
meliputi 5 macam yaitu quercetin, quercetin--0--L-arabinofuanoside, quercetin-0--D-arabinopyranoside, quercetin--0--D-glucoside, dan quercetin--0--Dgalactoside.
2.4.
Angka Rf berjangka antara nol koma nol dan hanya ditentukan dua desimal.
hRf adalah angka Rf dikalikan factor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka nol
sampai 100, tetapi karena angka Rf mempunyai fungsi sejumlah faktor, angka ini
dianggap sebagai petunjuk saja, harga hRf lah yang dicantumkan untuk
menunjukan letak suatu senyawa pada kromatogram (Stahl, 1985).
2.5.
Biosintesis Flavonoid
air. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus
flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air.
Dilaporkan sebagai antioksidan , flavonoid berpotensi lebih kuat dibandingkan
dengan vitamin C dan E
Biosintesis merupakan proses pembentukan suatu metabolit (produk
metabolisme) dari molekul yang sederhana hingga menjadi molekul yang lebih
kompleks yang terjadi pada organisme hidup (Neumann et al. 1985). Metabolisme
pada makhluk hidup dapat dibagi menjadi metabolisme primer dan sekunder.
Metabolisme primer menghasilkan metabolit primer sedangkan metabolisme
sekunder menghasilkan metabolit sekunder.
Biosintesis flavonoid sudah mulai diteliti sejak tahun 1936. Pada awalnya para
peniliti mengkaitkan C6-C3-C6dari flavonoid merupakan hasil dari fenil
propanoid. Tetapi selama bertahun-tahun diperoleh teori sintesis flavonoid dan
telah dibuktikan di laboratorim.
Biosintesis flavonoid secara alami diturunkan dari asam shikimat dan asam
pirufat yaitu senyawa yang diturunkan dari karbohidrat (hasil fotosintesis
tanaman) melalui glikolisis. Kerangka dasar senyawa flavonoid sangat spesifik
sehingga mudah dikenal. Struktur molekul senyawa ini tergolong sederhana
sehingga identifikasi strukturnya mudah ditentukan. Kerangka dasar senyawa ini
mempunyai atom karbon sebanyak lima belas (C 15), terdiri dari dua inti fenol (C6)
yang dihubungkan oleh satu unit tiga karbon (C3). Ke lima belas atom karbon
pada kerangka dasar tersebut secara umum ditulis C 6-C3-C6 dan dibagi menjadi
empat tipe yaitu khalkon, flavan, isoflavan, dan auron. Antara satu tipe dengan
tipe yang lain hanya dibedakan oleh unit C3, seperti terlihat pada gambar
10
Sebagian
besar flavonoid alami pada tumbuhan mengikat gula dan disebut flavonoid
glikosida dan yang lainnya (sebagian kecil) tidak mengikat gula disebut flavonoid
aglikon. Flavonoid glikosida larut di dalam pelarut polar (air dan alkohol) dan
mudah terhidrolisis menjadi aglikon yang tidak larut di dalam pelarut polar.
Flavonoid dibagi menjadi sebelas golongan didasarkan pada perbedaan struktur
C3 dan posisi cincin B pada unit C 3 yaitu flavon, glavonol, isoflavon, flavanon,
flavanonol, isoflavanon, khalkon, dihidrokhalkon, auron, antosianidin dan flavan
Secara umum sintesis flavonoid terdiri dari dua jalur yaitu jalur poliketida,
dan jalur fenil propanoid. Jalur poliketida ini merupakan serangkaian reaksi
kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat. Sedangkan jalur fenilpropanoid atau
biasa disebut jalur shikimat
1. Jalur poliketida
Reaksi yang terjadi pada jalur ini diawali dengan adanya reaksi antara
asetilCoA dengan CO yang akan menghasilan malonat CoA. Setelah itu
malonatCoA akanbereaksi dengan asetilCoA menjadi asetoasetilCoA.
AsetoaseilCoA yang terbentuk akan bereaksi dengan malonatCoA dan
reaksi ini akan berlanjut sehingga membentuk poliasetil. Poliasetil yang
terbentuk akan berkondensasi dan berekasi dengan hasil dari jalur
fenilpropanoid akan membentuk suatu flavonoid. Jenis flavonoid yang
terbentuk dipengaruhi dari bahan fenilpropanoid
2. Jalur Fenilpropanoid
Jalur ini merupakan bagian dari glikolisis tetapi tidak memperoleh suatu
asam piruvat melainkan memperoleh asam shikimat. Reaksi ini
11
melibatkan eritrosa dan fosfo enol piruvat. Asam shikimat yang terbentuk
akan ditransformasikan menjadi suatu asam amino yaitu fenilalanin dan
tirosin. Fenilalanin akan melepas NH3 dan membentuk asam sinamat
sedangkan tirosin akan membentuk senyawa turunan asam sinamat karena
adanya subtitusi pada gugus benzennya
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia.
Indriani S.2006.Aktifitas Antioksi dan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava
L.).J.II.Pert.Indon,11(1).
13
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/14/jhptump-a-belladwise-661-2-babii.pdf
https://www.scribd.com/mobile/doc/146435944
http://pdm-mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/ijc/article/download/377/394
http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/viewFile/33/pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/1675/3/BAB%20II.pdf
14