Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi
dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan
secara
dini.
Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita.
Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat
serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi
seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan respon cepat juga menjadi hal
yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat terkendali dengan
baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang
lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.
Prof. Tjandra mengatakan, ntuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit hipertensi,
sangat sederhana yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan tensimeter. Hipertensi
ditegakkan
bila
tekanan
darah
140/90
mmHg.
Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan harus
terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang
diinginkan,
maka
harus
diberikan
obat,
tambah
Prof.
Tjandra.
Sarana dan prasarana untuk diagnosis dan mengobati hipertensi, termasuk mendeteksi
kemungkinan terjadi kerusakan organ target atau komplikasi pada dasarnya sudah tersedia di
fasilitas
pelayanan
kesehatan.
Keberadaan Posbindu PTM setiap bulan dalam wadah Desa Siaga aktif di setiap kelurahan
sebenarnya sudah cukup untuk mewaspadai dan memonitor tekanan darah dan segera ke
Puskesmas/fasilitas
kesehatan
jika
tekanan
darahnya
tinggi.
"Melalui Puskesmas dan Posbindu PTM, masyarakat cukup mendapat kemudahan akses untuk
mendeteksi atau monitoring tekanan darah nya. Jika mampu membeli tensimeter sendiri untuk
memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik. Namun yang paling penting
adalah
meningkatkan
perilaku
hidup
sehat",
ujar
Prof.
Tjandra.
Keberadaan Posbindu PTM di masyarakat lebih tepat untuk mengendalikan faktor risiko
Penyakit Tidak Menular (obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, hiperglikemi, diet tidak sehat,
kurang aktifitas dan merokok). Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM dilakukan melalui
monitoring faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik. Kegiatan monitoring mencakup
kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah konsumsi sayur/buah dan lemak, aktifitas
fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan tekanan darah, dan kegiatan monitoring lengkap yaitu
memantau kadar glukosa darah, dan kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana dan
IVA. Tindak lanjut dini berupa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang cara mencegah dan
mengendalikan faktor risiko PTM dilakukan melalui penyuluhan / dialog interaktif secara massal
dan / atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat.
Kasus faktor risiko PTM yang ditemukan yang tidak dapat dikendalikan melalui konseling
dirujuk ke fasilitas pelayanan dasar di masyarakat (Puskesmas, Klinik swasta, dan dokter
keluarga) untuk tidak lanjut dini.
Hipertensi resisten
Penderita hipertensi resisten tidak merespon obat apapun lagi. Hipertensi dikatakan
resisten jika 3 jenis obat tidak sanggup menurunkan tekanan darah. Maka diperlukan 4
macam jenis obat untuk menurunkan tekanan darah.
PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO,
penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 104 mmHg, hipertensi
sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).
PENYEBAB
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )
1.
Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2.
Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b.
Ciri perseorangan
Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur bertambah
maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit
hitam lebih banyak dari kulit putih )
c.
Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang
tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain
misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ).
PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner &
Suddarth, 2002 ).
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )
1.
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2.
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan
pasien yang mencari pertolongan medis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
Pemeriksaan retina
3.
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4.
5.
6.
Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal
terpisah dan penentuan kadar urin.
7.
Patofisiologi
Hipertensi
Oleh Vitahealth
http://www.jurnas.com/news/70803/Prevalensi_Hipertensi_di_Indonesia_Ma
sih_Tinggi/1/Sosial_Budaya/Kesehatan
Hal inilah yang membuat, kasus hipertensi di Indonesia masih tinggi, kata dia.
Penelitian-penelitian membuktikan variabilitas tekanan darah ternyata tidak kalah
penting dalam memprediksi risiko hipertensi.
Namun, berbagai rekomendasi sebagai guideline dalam diagnosis dan pengelolaan
hipertensi, masih berdasarkan pengukuran tekanan darah klinis secara terisolasi,
kata Prof. Wiguno Prodjosudjadi MD, Phd dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Ia menganjurkan melakukan ambulatory BP monitoring (ABPM). Manfaat teknik dan
cara ini bisa memberikan profil tekanan darah dalam 24 jam. Director of
Cardiovascular for the UCSF Fresno at Stanford University, yang juga anggota
American Heart Association, Prof Prakash Deedwania mengatakan tujuan
pengobatan pada hipertensi adalah mengurangi resiko dan kerusakan organ.
Hal ini demi kualitas hidup pasien melalui kepatuhan pengobatan. Menurunkan
tekanan darah dan mengontrolnya sesuai target penurunan darah adalah salah satu
cara mengurangi risiko kematian, dan penyakit penyerta hipertensi, seperti
penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke, katanya.