Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam reformasi di bidang keuangan negara, perubahan yang signifikan adalah
perubahan di bidang akuntansi pemerintahan. Perubahan di bidang akuntansi pemerintahan ini
sangat penting karena melalui proses akuntansi dihasilkan informasi keuangan yang tersedia bagi
berbagai pihak untuk digunakan sesuai dengan tujuan masing-masing. Karena begitu eratnya
keterkaitan antara keuangan pemerintahan dan akuntansi pemerintahan, maka sistem dan proses
yang lama dalam akuntansi pemerintahan banyak menimbulkan berbagai kendala sehingga
belum

sepenuhnya

mendukung

terwujudnya good

governance dalam

penyelenggaraan

pemerintahan (Simanjuntak, 2012).


Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka Pemerintah Pusat akan
menerapkan akuntansi berbasis akrual. Pasal 12 dan 13 UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa pendapatan dan belanja dalam APBN dicatat
menggunakan basis akrual. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa basis akrual dapat
memberikan informasi keuangan yang lebih lengkap daripada basis lainnya. Selain itu, laporan
keuangan berbasis akrual juga menyediakan informasi mengenai kegiatan operasional
pemerintah, evaluasi efisiensi dan efektivitas serta ketaatan terhadap peraturan.
Penerapan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan telah diatur bahwa Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013, dinyatakan tidak berlaku mulai tanggal 1 Januari
2015. Ini berarti pada tahun 2015 setiap entitas pelaporan dan entitas akuntansi pada pemerintah
pusat akan mulai menerapkan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah.
Satuan Kerja pada pemerintah pusat sebagai entitas akuntansi yang menjadi bagian dari Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat tentunya memegang peranan penting
dalam menyediakan data dan informasi yang lengkap dan benar demi tercapainya kualitas
Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Basis Akuntansi Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah


Saat ini pemerintah pusat masih menggunakan Akuntansi Berbasis Kas Menuju Akrual
atau Cash Toward Accrual (CTA) dalam menyusun laporan keuangan pemerintah. Basis
akuntansi ini merupakan suatu pendekatan unik yang dikembangkan oleh Indonesia untuk dapat
menyajikan empat laporan keuangan pokok yang diamanatkan Undang-Undang (UU) dan
disesuaikan dengan kondisi (peraturan, sistem, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya
Manusia) di Indonesia yang sampai dengan tahun 2004 masih menggunakan pembukuan
tradisional (single entry) berbasis kas, belum menggunakan akuntansi modern (double entry)
sehingga sangat sulit atau bahkan tidak mungkin bila bila langsung menerapkan akuntansi
modern berbasis akrual. Basis CTA relatif tidak dikenal di negara-negara lain, yang merupakan
pendekatan transisi dari kas menuju akrual yang berhasil. Basis CTA ini pada dasarnya
merupakan suatu pendekatan Basis Akuntansi Modified Accrual, sistem akuntansi dan aplikasi
komputer yang digunakan dan dikembangkan sendiri.
Dengan penyusunan laporan keuangan dengan akuntansi berbasis CTA, pemerintah pusat
saat ini sudah dapat menyediakan laporan keuangan sebagaimana diamanatkan UU,
Kementerian/Lembaga juga telah dapat mengimplementasikan relatif cukup baik dan telah cukup
baik menyediakan informasi akrual walaupun secara periodik dan dengan usaha-usaha tambahan
yang tidak berdasarkan sistem.
Namun ada beberapa hal yang belum bisa dipenuhi dengan akuntansi CTA. Hal pertama
adalah laporan keuangan berbasis kas menuju akrual belum memperlihatkan kinerja pemerintah
secara keseluruhan, saat ini hanya fokus pada sumber daya keuangan berupa kas (financial
assets). Laporan keuangan juga tidak menggambarkan beban keuangan yang sesungguhnya,
karena beban yang diakrualkan (misalnya beban penyusutan, beban penyisihan piutang tak
tertagih, dan beban yang terutang lainnya) tidak diinformasikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran maupun laporan lainnya, hanya memberikan gambaran parsial bukan menyeluruh
tentang keuangan negara sesuai maksud UU 17 Tahun 2003. Selain itu laporan keuangan

berbasis CTA juga kurang memberikan rekam jejak atas perubahan nilai ekuitas pemerintah,
karena setiap transaksi terkait aset dan kewajiban akan langsung membebani ekuitas. Dengan
demikian informasi akrual hanya dapat disajikan secara periodik yaitu pada saat pelaporan
(semester dan tahunan). Bila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi hak dan kewajiban maka
diperlukan usaha-usaha tambahan yang tidak berdasarkan sistem (by system).
Integrasi dengan SPAN juga sangat sulit dilakukan. SPAN menggunakan Commercial Off
The Shelf(COTS) yaitu Oracle Finance yang menyediakan sistem berdasarkan pilihan hanya
basis kas atau basis akrual, tidak untuk Modified Accrual sehingga bila menggunakan Kas
Menuju Akrual tetap menggunakan aplikasi yang dikembangkan sendiri seperti yang ada saat ini.
Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN) merupakan Sistem Informasi yang
menggabungkan beberapa fungsi, seperti Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran,
Manajemen Kas, Akuntansi dan Pelaporan dalam satu sistem aplikasi. Sistem Informasi
Keuangan Negara mengintegrasikan kegiatan mendokumentasikan setiap transaksi keuangan dan
mendukung penyajian laporan keuangan dan managerial. SPAN didesain dengan relasi yang baik
antara pemilihan software, hardware, SDM, prosedur, kontrol, dan data dan operasi terotomasi
secara penuh serta bermuara pada database yang terpusat. SPAN bertujuan meningkatkan
efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan
perbendaharaan negara, menyempurnakan proses bisnis dan pemanfaatan teknologi informasi
keuangan negara yang terintegrasi, memberikan informasi yang komprehensif dan tepat waktu
tentang posisi keuangan pemerintah pusat, dan memudahkan pengambilan keputusan dalam
manajemen keuangan pemerintah.
Basis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi atau peristiwa
akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi
tersebut, tanpamemperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Basis
akrual digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan ekuitas dana. Akuntansi berbasis akrual
merupakaninternational best practice dalam pengelolaan keuangan modern yang sesuai dengan
prinsip New Public Management (NPM) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan.
Akrual basis mendasarkan konsepnya pada dua pilar yaitu:

A. Pengakuan pendapatan :
Saat pengakuan pendapatan pada basis akrual adalah pada saat pemerintah mempunyai
hak untuk melakukan penagihan dari hasil kegiatan pemerintah. Dalam konsep basis akrual,
mengenai kapan kas benar-benar diterima menjadi hal yang kurang penting. Oleh karena itu,
dalam basis akrual kemudian muncul estimasi piutang tak tertagih, sebab penghasilan sudah
diakui padahal kas belum diterima.
B. Pengakuan biaya/beban :
Pengakuan biaya/beban dilakukan pada saat kewajiban membayar sudah terjadi.
Sehingga dengan kata lain, pada saat kewajiban membayar sudah terjadi, maka titik ini dapat
dianggap sebagaistarting point munculnya biaya/beban meskipun biaya tersebut belum dibayar.
Dibandingkan akuntansi berbasis kas dan CTA, akuntansi berbasis akrual memiliki kelebihan
antara lain:

Dengan memenuhi azas semakin baik informasi, maka semakin baik keputusan
menghasilkan Laporan Keuangan yang lebih baik untuk tujuan pengambilan keputusan
karena pengalokasian sumber daya dapat diketahui lebih akurat

Penilaian kinerja yang lebih akurat dalam satu tahun pelaporan karena penilaian
kesehatan keuangan dikaitkan pada kinerja organisasi pemerintah

Dapat menyajikan nilai aset, kewajiban dan ekuitas yang lebih baik

Pengukuran penilaian biaya/beban suatu program/kegiatan yang lebih baik

Sesuai Reformasi Manajemen Keuangan pemerintah yang diamanatkan oleh UU

Sesuai dengan international best practices, termasuk untuk kebutuhan Government


Finance Statistics-2001 (GFS 2001) yang berbasis akrual

Mengakumulasi kewajiban pembayaran pensiun

Menyelaraskan/meratakan belanja modal dengan akuntansi penyusutan

Mewaspadai risiko default hutang yang akan jatuh tempo bersanksi denda

Memungkinkan perundingan dan penjadwalan utang yang mungkin tak mampu dibayar
di masa depan yang masih jauh, tanpa tergesa-gesa

Permintaan hair cut apabila posisi keuangan terlihat tidak tertolong lagi menjadi masuk
akal di mata negara/lembaga donor

Memberi gambaran keuangan lebih menyeluruh tentang keuangan negara dari sekadar
gambaran kas

Mengubah perilaku keuangan para penggunanya menjadi lebih transparan dan akuntabel

Sedangkan kelemahan yang perlu diperhatikan adalah akuntansi berbasis akrual relatif lebih
kompleks dibanding basis akuntansi kas maupun basis CTA, sehingga membutuhkan Sumber
Daya Manusia (SDM) pengelola keuangan dengan kompetensi akuntansi yang memadai.

2.2 Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual


Perubahan basis akuntansi dari CTA menjadi akrual membawa dampak terhadap
perubahan tahapan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang dihasilkan. Seiring dengan
penerapan basis akrual untuk pelaporan keuangan, penyusunan anggaran tetap dilakukan dengan
menggunakan basis kas. Hal ini berarti proses pelaporan penganggaran akan menghasilkan
laporan realisasi anggaran yang tetap mengunakan basis kas, sedangkan untuk pelaporan
keuangan lainnya akan menggunakan basis akrual.
Dalam rangka implementasi SAP berbasis akrual sebagaimana diamanatkan di dalam UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, beberapa langkah yang telah dan akan dilakukan
dalam rangka penerapan akuntansi berbasis akrual di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tahun 2010 :

Mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan akuntansi berbasis akrual,

Menyiapkan dan menetapkan SAP berbasis akrual,

Menyiapkan Rencana Implementasi SAP berbasis akrual.

Tahun 2011

Menyiapkan peraturan dan kebijakan untuk penerapan akuntansi berbasis akrual,

Menyusun proses bisnis dan sistem akuntansi untuk penerapan akuntansi berbasis akrual

Tahun 2012

Mengembangkan Sistem Akuntansi dan pedoman yang akan digunakan dalam penerapan
akuntansi berbasis akrual,

Melaksanakan capacity building berupa training dan sosialisasi SAP berbasis akrual
kepada seluruh stakeholders yang terlibat,

Mengembangkan teknologi informasi termasuk sistem aplikasi yang akan digunakan.

Tahun 2013

Melakukan uji coba implementasi Konsolidasi LK, penyempurnaan sistem dan capacity
building,

Penyusunan peraturan yang berkaitan

Tahun 2014

Implementasi secara paralel penerapan basis CTA dan akrual dalam Laporan Keuangan,
tetapi Laporan Keuangan yang diberi opini oleh BPK adalah yang berbasis CTA.

Konsolidasi Laporan K/L dan BUN dengan basis akrual,

Evaluasi dan finalisasi sistem yang akan digunakan

Tahun 2015

Penerapan implementasi penuh akuntansi berbasis akrual di Indonesia. Laporan


Keuangan yang diberi opini adalah yang berbasis akrual.

Perbedaan utama antara Basis Kas Menuju Akrual dengan Basis Akrual adalah pada basis
pengakuan pendapatan dan biaya. Sebagaimana dijelaskan pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan biaya pada basis kas dilakukan berdasarkan masuk dan keluarnya kas, sementara
basis akrual berdasarkan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas
diterima atau dibayarkan.
Sedangkan unsur laporan keuangan pemerintah berbasis akrual terdiri dari:

Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan
Laporan Perubahan SAL

Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan Operasional (LO) disusun untuk
melengkapi pelaporan dan siklus akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan LO,
Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Catatan Atas Laporan Keuangan

Jenis-Jenis Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan :


Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan
yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam suatu periode tertentu.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menyajikan informasi kenaikan atau
penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan hanya disajikan
oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan
konsolidasi.
Neraca

Neraca merupakan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

Laporan Operasional
Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi
berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional,
Laporan

Perubahan

Ekuitas,

dan

Neraca

mempunyai

keterkaitan

yang

dapat

dipertanggungjawabkan. LO menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional


keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit
operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode
sebelumnya.
Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas (LAK) adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan informasi
penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Tujuan LAK untuk memberikan informasi
mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi
serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. LAK wajib disusun dan disajikan hanya
oleh unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum.
Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) menyajikan informasi kenaikan atau penurunan
ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE menyediakan informasi
mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau
penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Laporan Keuangan dan oleh karenanya setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan

Catatan atas Laporan Keuangan. CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas
nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan
Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang
diharuskan

dan

dianjurkan

oleh

Pernyataan

Standar Akuntansi

Pemerintahan

serta

pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan
keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. CaLK bertujuan
untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan dan penyediaan pemahaman yang lebih baik
atas informasi keuangan pemerintah

2.3 Tantangan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Di Pemerintahan Indonesia


Sampai saat ini penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut belum terealisasi dengan
maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi akrual telah diterbitkan. Hal ini
merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus dilakukan secara cermat dengan persiapan
yang matang dan terstruktur.
Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju basis akrual agar dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya
dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja
masih banyak menghadapi hambatan, apalagi lagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi
berbasis akrual (Simanjuntak, 2010).
Beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di pemerintahan Indonesia yang dapat
diidentifikasi yaitu:
1. Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System (Simanjuntak, 2010) dan
(Bastian,2006)
Adanya kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa
penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi
dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern
yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Dalam rangka mendukung penerapan basis akuntansi akrual, penggunaan teknologi yang
andal amat diperlukan guna mendukung keberhasilan pengolahan data baik pada masa transisi
maupun pada masa penerapan basis akrual secara penuh. Persiapan di bidang teknologi informasi
terutama diarahkan untuk pengembangan sistem akuntansi. Pengembangan sistem akuntansi
berbasis akrual membutuhkan suatu sistem akuntansi untuk mengakomodasinya. Kementerian
Keuangan telah mengembangkan :

SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara). Sistem SPAN telah diluncurkan
pada tanggal 19 Agustus 2013.

SAKTI

(Sistem

Akuntansi

Tingkat

Instansi).

Sistem

ini

telah

dilakukan

tahapan Integration Testdan piloting system direncanakan Tahun 2014.


2.

Komitmen dari Pimpinan


Ritonga (2010) dalam Halim (2012 menyatakan harus ada komitmen dan dukungan

politik dari para pengambil keputusan dalam pemerintahan, karena upaya penerapan akuntansi
berbasis akrual memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama, bahkan lebih lama dari masa
periode jabatan presiden, gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPR/DPRD.
Menurut Simanjuntak (2010) dan Bastian (2006), dukungan yang kuat dari pimpinan
merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan
penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya
komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima
dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Kejelasan perundang-undangan mendorong penerapan
akuntansi pemerintahan dan memberikan dukungan yang kuat bagi para pimpinan
kementerian/lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
3.

Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten


Ritonga (2010) dalam Halim (2012) mengatakan dibutuhkan dukungan Sumber Daya

Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan. Penyiapan dan
penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi

pemerintahan. Selain itu, menurut Simanjuntak (2010) dan Bastian (2006), pada saat ini,
kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya upaya untuk menerapkan akuntansi
pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius
menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya
memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan.
Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk
memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.
Training kepada stakeholders diperlukan untuk menguatkan komitmen, penguatan
kompetensi SDM dan meminimalisasi risiko ketidakandalan data keuangan. Berdasarkan peta
pemangku kepentingan, maka training kesiapan implementasi basis akrual dibagi ke dalam 3
(tiga) level, yaitu Level Penentu Komitmen dan Politis, Level Manajerial dan Level Teknis.
Secara umum, melalui Program Integrasi Sosialisi/Training ini diharapkan semua pemangku
kepentingan memahami dan mendukung implementasi basis akrual dan bersama-sama
mengupayakan pencapaian opini terbaik pada LKKL dan LKPP Tahun 2015.
4.

Resistensi Terhadap Perubahan


Dalam setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem

yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan
dan dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga penerapan
akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa ada resistensi.
Kompleksitas akuntansi akrual dapat menimbulkan resistensi di K/L, khususnya bagi para pelaku
akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. Adanya resistensi dari lembaga legislatif untuk
mengadopsi penganggaran akrual. resistensi ini seringkali akibat dari terlalu kompleksnya
penganggaran akrual.
Blondal

(2003)

sebagaimana

dikutip

oleh

Boothe

(2007)

dalam

Halim

(2012),mengatakan bahwa kesulitan penerapan anggaran berbasis akrual di pemerintahan adalah


terkait Anggaran akrual diyakini beresiko dalam disiplin anggaran. Keputusan politis untuk
membelanjakan uang sebaiknya ditandingkan dengan ketika belanja tersebut dilaporkan dalam
anggaran. Hanya saja, basis kas yang dapat menyediakannya. Jika sebagian besar proyek belanja
modal, misalnya, dicatat dan dilaporkan pada beban penyusutan, akan berakibat meningkatkan

pengeluaran untuk proyek tersebut (Blondal (2003) sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007)
dalam Halim (2012),
5.

Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dan dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan

penerapan akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan
keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan menyadari penggunaan atas penerimaan
pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan
dukungan yang positif diharapkan masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan
akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
6.

Pendanaan
Dalam rangka pelaksanaan pelatihan akrual, Pemerintah membutuhkan dana yang sangat

besar dengan mempertimbangkan jumlah satuan kerja ( 24.000) yang tersebar di seluruh
Indonesia, kelompok stakeholders (pemangku kepentingan) serta jenis komunikasi dan
pelatihan yang dibutuhkan untuk berbagai level. Untuk itu, selain dana yang berasal dari APBN,
Pemerintah juga mendapat komitmen untuk bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat
dan lembaga internasional, seperti dari Australia melalui program GPF-AIP dan Bank Dunia.
7.

Penerapan akuntansi akrual dapat berakibat terhadap penurunan ekuitas sebagai akibat

penyusutan dan amortisasi, dimana hal ini akan tercermin dalam nilai buku yang disajikan
laporan keuangan pemerintah.
8.

Penerapan akuntansi berbasis akrual dapat berakibat pada penurunan kualitas laporan

keuangan (opini audit LKKL dan LKPP menurun), hal ini dimungkinkan terjadi bila pemerintah
kurang mengantisipasi dampak penyusunan laporan keuangan berbasis akrual yang jauh lebih
kompleks.
Dari beberapa permasalahan tersebut, salah satu poin penting dalam penerapan akuntansi
berbasis akrual adalah juga harus diterapkan anggaran berbasis akrual. Anggaran berbasis akrual
ini sulit diterapkan di organisasi pemerintahan karena sangat kompleks. Dalam akuntansi
anggaran mensyaratkan adanya pencatatan dan penyajian akun operasi sejajar dengan
anggarannya. Pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan ini dengan membangun Sistem

Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), yaitu suatu sistem yang berbasis teknologi
informasi ditujukan untuk mendukung pencapaian prinsip-prinsip pengelolaan anggaran tersebut.
Seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran,
manajemen dokumen anggaran, manajemen komitmen pengadaan barang dan jasa, manajemen
pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas dan pelaporan diintegrasikan ke
dalam SPAN. Perubahan yang signifikan tersebut menuntut perbaikan pada proses bisnis yang
dijalankan dan perubahan pola pikir para pihak yang terlibat pada proses bisnis tersebut, baik
pengguna langsung dari Departemen Keuangan (internal), maupun dari kementerian/lembaga
(eksternal).

2.4 Peluang yang Dimiliki


Dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual pemerintah memiliki peluang antara lain sebagai
berikut:
1. Amanat UU No. 17/2003 dan UU No. 1/2004 serta rekomendasi BPK dalam penerapan
akuntansi berbasis akrual
2. Komitmen yang tinggi dari pimpinan penyelenggaran negara
3. Pengalaman dalam mengembangkan dan menyusun sistem akuntansi dan aplikasi laporan
keuangan berbasis Kas Menuju Akrual
4. Pengalaman dalam menyiapkan SDM bidang akuntansi dan pelaporan keuangan melalui
Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP)
5. Tersedianya SDM dalam jumlah yang cukup yang memahami akuntansi berbasis CTA
6. Pengalaman Kementerian Keuangan dalam pembinaan dan penyebarluasan bidang
akuntansi dan keuangan kepada seluruh kementerian negara/lembaga
7. Lebih efektifnya pengambilan keputusan yang telah mendapatkan informasi yang lebih
komprehensif
8. Adanya komitmen bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat dan lembaga
internasional, seperti dari Australia melalui program GPF-AIP dan Bank Dunia.

2.5 Langkah-Langkah Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual


Dengan berbagai permasalahan dan tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual dalam
pemerintahan indonesia seperti yang telah disebutkan diatas, maka pemerintah harus berupaya
semaksimal mungkin agar penerapannya dapat berjalan dengan baik dan optimal demi
terciptanya tata kelola pemerintahan (good governance) yang lebih transparan dan akuntabel.
Diharapkan gambaran operasional pemerintah yang lebih transparan serta pendapatan dan
belanja pemerintah dapat dialokasikan secara tepat setiap saat. Sehingga dalam hal ini diperlukan
strategi pemerintah untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual.
Dalam rangka penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut, pemerintah dalam hal ini
Kementerian Keuangan telah menetapkan peraturan-peraturan teknis yang akan dijadikan acuan
pelaksanaan. Peraturan-peraturan itu antara lain:
1. PMK No. 213/PMK.05/2013 Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat
2. PMK No. 214/PMK.05/2013 Tentang Bagan Akun Standar
3. PMK No. 215/PMK.05/2013 Tentang Jurnal Akuntansi Pemerintah Pada Pemerintah
Pusat
4. PMK No. 219/PMK.05/2013 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat
Selain itu dapat dilakukan langkah-langkah untuk mendukung persiapan penerapan akuntansi
berbasis akrual antara lain:
1. Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang memadai untuk dapat digunakan oleh
berbagai pihak dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
2. Menentukan

daerah

percontohan

di

setiap

regional

sebagai

upaya

menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah dapat memfokuskan pada


beberapa daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat digunakan oleh seluruh daerah.
3. Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Hal tersebut dapat digunakan untuk menyerap
input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait penerapan akuntansi basis akrual.

4. Sosialisasi dan pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi pimpinan
level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan sosialisasi dan pelatihan
untuk meningkatkan skill pelaksana, membangun kesadaran (awareness), dan mengajak
keterlibatan semua pihak.
5. Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis akrual

secara penuh.

Anda mungkin juga menyukai