Anda di halaman 1dari 7

PERAN PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Oleh : Rismawati. R
Nim.
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagaian besar penduduknya
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan ini dapat dilihat dari
sebagian besar penggunaan lahan diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50%
dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian.
Tidak hanya itu saja sektor pertanian juga menjadi sektor andalan (basic sector) dan
sangat berpotensi untuk peningkatan perekonomian bangsa. Akan tetapi, potensi yang
diberikan Tuhan ini tidak bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia.
Bahkan saat ini kondisi pertanian Indonesia makin terpuruk, akibat adanya pola
arah kebijakan yang salah. Sektor pertanian menjadi sektor yang terpinggirkan,
terkalahkan oleh sektor-sektor lainnya seperti Industri dan Manufaktur. Adanya orientasi
pembangunan yang salah dan tidak berkelanjutan ini, telah mengakibatkan pembangunan
pertanian yang terasa stagnan, tidak adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan
kondisi, ketahanan pangan bangsa Indonesia ini semakin diperparah dengan dibanjirinya
bangsa ini dengan komoditas pertanian import seperti gandum, beras, kedelai, jagung,
kacang tanah, gula pasir, buah-buahan, sayuran, sapi dan beberapa produk daging
(Husodo, 2003). Jika hal ini terus berlanjut, maka ketahanan pangan (food
security) bangsa ini akan rentan dan mengalami ketergantungan dengan negara lain.
Apabila hal ini tidak diatasi, maka dikhawatirkan bangsa yang dikenal dengan
sebutan gemah ripah loh jinawi ini eksistensi, harkat dan martabatnya terjajah dan tidak
bernilai harganya. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional saat ini pengembangan
ekonomi berbasis pertanian merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan secara
kompleks dan berkesinambungan.
Pembangunan pertanian tidak hanya dilakukan secara tataran teoritis dan praktis
saja, akan tetapi juga faktor-faktor pendukung lainnya dalam pembangunan seperti
pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi sebagai suatu tataran
tertinggi pendidikan, tentu sangat berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Sehingga faktor lembaga pendidikan ini sangat patut untuk dilibatkan dalam suatu
kemitraan guna pengembangan pertanian.
Suatu sistem di dalam institusi pendidikan tinggi ini, hendaknya mengajarkan
bidang ilmu pertanian secara komplek. Mahasiswa tidak hanya diajarkan sistem budidaya
tanaman saja, akan tetapi juga pengembangan ilmu, teknologi dan manajamen dengan

berbasis sumberdaya alam potensi bangsa Indonesia. Selain upaya perbaikan kurikulum,
perlu juga dilakukan arah perbaikan pola penyelenggara pendidikan untuk lebih
berkompetensi dan menganut konsep good agriculture education. Dengan demikian,
institusi pendidikan tinggi pertanian ini akan mampu mencetak kader-kader generasi
muda yang bermutu dan siap untuk melakukan pembangunan pertanian guna peningkatan
kesejahteraan bangsa. Akhirnya kualitas pendidikan tinggi pertanian merupakan salah
satu faktor pendukung penting untuk membawa pertanian Indonesia menuju gerbang
kemajuan.
B. Kondisi Pendidikan Tinggi Pertanian Saat ini
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20, Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif dan mandiri. Sementara itu, tujuan lebih
khusus dari pendidikan tinggi menurut PP No.60 tahun 1999 adalah menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional
dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Dengan melihat kondisi pertanian Indonesia yang saat ini memprihatinkan baik
dilihat dari berbagai aspek (hulu, hilir dan onfarm) sangatlah ironis. Produktivitas baik
input maupun output dalam hal mutu dan kualitas terus mengalami gejala
yang stagnanisasi serta peningkatan yang kurang berarti (leveling off). Tanda-tanda
seperti ini menunjukkan bahwa selama ini institusi pendidikan tinggi pertanian belum
mampu mendorong sektor pertanian dalam arti luas menjadi sektor unggulan (leading
sector).
Banyak dari perguruan tinggi di Indonesia khususnya Fakultas Pertanian, yang
mencetak
lulusan
peserta
didiknya
kurang
memiliki
kualitas
baik
secara internal maupun eksternal. Malahan banyak lulusan yang kurang memahami
spesifikasi bidang pertanian, sehingga tidak sedikit para lulusan yang bekerja di
lingkungan yang tidak ada kaitannya, baik langsung maupun tidak langsung dalam
pengembangan dunia pertanian.
Kondisi seperti di atas mungkin berkaitan dengan kurikulum pendidikan tinggi
pertanian secara umum yang tidak menanamkan sikap dan sifat kesadaran militansi
Mahasiswa untuk menghargai sektor pertanian sebagai suatu sektor yang sangat vital bagi

kemajuan bangsa Indonesia. Kurikulum pendidikan nasional yang selama ini bersifat bias
kota (urban bias) dan pandangan terhadap sektor pertanian yang rendah. Sehingga saat
ini, trend yang berkembang di masyarakat mahasiswa adalah mendapatkan dan bekerja di
sektor non-pertanian di perkotaan yang cenderung lebih menguntungkan, resiko kecil dan
lebih terlihat modern. Image seperti inilah yang menyebabkan sampai saat ini, terjadi
intensitas urbanisasi cenderung meningkat di perkotaan seperti di Jakarta, Surabaya,
Semarang, Yogyakarta dan Bandung.
Selain itu secara khusus, kurikulum yang dikembangkan dalam program-program
studi kurang mendekatkan mahasiswa dengan kegiatan-kegiatan lapangan seperti di
industri ataupun masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan selama ini hanya
berkutat dan berorientasi pada perkuliahan dan praktikum di dalam kelas dan
laboratorium. Bentuk pendidikan seperti ini hanya mendorong mahasiswa untuk
berorientasi pada nilai saja dan terbiasa dengan pekerjaan di atas kertas (tataran
konseptual), sementara dalam tataran praktikal pada umumnya sangat lemah. Oleh karena
itu, tidak heran jika banyak mahasiswa yang merasa kaget dan kurang mampu untuk
terjun langsung ke lapangan guna melakukan pengembangan pertanian secara praktis.
Oleh karena di dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang kurang
berorientasi di lapangan, maka topik-topik penelitian yang diselenggarakan oleh
pendidikan tinggi (dosen dan mahasiswa) kurang kreatif. Tidak mengherankan jika hasilhasil penelitian selama ini jauh dari penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat atau
tidak dapat dipakai sebagai dasar pengembangan aspek pertanian di lapangan. Penelitianpenelitian itu hanya masuk sebagai sumber pustaka di perpustakaan tanpa berkembang
dalam tataran praktisnya. Penelitian yang tidak terinspirasi oleh permasalahan di lapang
ini, sulit untuk dilakukan tahapan praktikal teknologi pengabdian masyarakat. Kalaupun
teknologi sudah mulai dipraktekkan, hal ini masih membutuhkan uji lapangan berikutnya
yang terkadang antara teori teknologi dan tataran praktis teknologi lapang tidak sejalan.
Sehingga kondisi ini menyebabkan terjadi perbedaan gap yang cukup besar antara
kampus dan masyarakat. Konsep tridharma peguruan tinggi sebagai bentuk upaya dunia
kampus sebagai agent of change dalam memberikan kontribusi nyata ke masyarakat tidak
terlaksana secara optimal. Unsur tridarma yang terdiri dari pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat saling terpisah satu sama lain (mutual exclusive).
C. Good Agriculture Education Sebagai Paradigma Baru Dunia Pendidikan Pertanian
Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang sama pentingnya dengan
sektor pertanian. Sektor pendidikan ini mengemban tugas yang sangat vital untuk
mengembangkan sumberdaya manusia agar dapat memiliki dan mampu bersaing dalam

hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), seni serta mampu mengamalkannya bagi
kesejahteraan manusia sehingga dapat meningkatkan harkat bangsa Indonesia di
masyarakat dunia sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang berperadaban. Oleh karena itu,
pendidikan pertanian di Indonesia ini mengemban tugas yang penting untuk dapat
mengembangkan dan mengaplikasikan IPTEK yang berkaitan mulai dengan pemrosesan
hasil sumber daya alam secra lesatri dan berkelanjutan (sustainable) sampai pada tahapan
distribusi sehingga dapat menyejahterakan masyarakat.
Di era globalisasi saat ini, sistem pendidikan pertanian mengalami segmentasi pendidikan
yang penuh dengan persaingan. Mobilitas tenaga kerja pendidikan, baik tenaga kerja
pendidik maupun hasil lulusan pendidikan tinggi dapat melampui batas-batas negara.
Sehingga pendidikan yang tidak mampu bersaing akan tentu akan mengalami degredasi
secara kompleks, tidak hanya sistemnya saja tapi juga berimbas pada pengembangan
aplikasi lapang (pertanian). Sistem pendidikan pertanian Indonesia yang selama ini
bersifat konvensional; hanya pada tataran teoritis konseptual, lemah dalam tataran praktis
harus dirubah dengan membuat sebuah paradigma baru menjadi sistem pendidikan good
agriculture education.
Good agriculture education ini merupakan suatu sentuhan paradigma baru dunia
pendidikan pertanian untuk menjadikan sistem pendidikan tani lebih berkompetensi pada
pengembangan IPTEK bagi pengelolaan dan pembudidayaan alam tropika yang lestari.
Dengan demikian diharapkan akan mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang
mempunyai integritas tinggi dan siap untuk melakukan pengembangan
IPTEK. Sistem good agriculture education ini, dengan metodenya akan mampu
menjembatani antara dunia kampus dan tataran praktis lapang sehingga pendidikan tinggi
lebih berkompetensi dan siap bersaing.
Sistem good agriculture education ini merupakan suatu perubahan paradigma pendidikan
pertanian, yang harus dilakukan sebagai kebutuhan dasar bagi kemajuan pertanian. Sudah
saatnya, sistem pendidikan pertanian konvensional ditinggalkan karena terbukti selama
ini sudah banyak lulusan pertanian yang kurang mampu dan berkompeten di bidangnya.
Sehingga sampai saat ini, pertanian Indonesia sulit mengalami perkembangan. Bahkan
image yang beredar, pertanian identik dengan keterbelakangan, masuk kuliah di fakultas
pertanian itu tidak bergengsi dan malah menambah jumlah pengangguran.
Sehubungan dengan itu, maka perlu dilakukan perubahan paradigma pendidikan ke
arah good agriculture education untuk mencapai output berupa sistem pendidikan yang
berkompeten, peningkatan mutu dan pembangunan pertanian. Untuk mencapai hal itu
diperlukan suatu proses perubahan paradigma dalam bentuk tataran praktisnya, berikut
penjelasannya :

1. Pendidikan tinggi pertanian yang berkompetensi


Untuk mengembangkan kompetensi pendidikan tinggi haruslah memperhatikan
tiga pertimbangan dasar (basic consideration) yaitu a) kepentingan bangsa dan
negara, b) visi akademik (academic vision), c) kebutuhan pasar kerja (market
demand). Hubungan ketiga pertimbangan dasar tersebut hasruslah saling terkait.
Sebagai negara yang mempunyai sumberdaya alam melimpah dan jumlah
penduduk yang banyak diperlukan suatu karakteristik ilmu pengetahuan yang
mengembangkan visi ilmu pertanian Indonesia yang beriklim tropika. Diperlukan
suatu pengembangan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan karakteristik dan potensi
sumberdaya alam Indonesia. Dan hal ini dipakai sebagai dasar untuk menciptakan
atau menentukan dan menerapkan teknologi dalam hal budidaya, pengelolaan,
teknologi penanganan dan pengolahan hasil pertanian, sosial-ekonomi serta
manajamen yang berbasiskan pertanian.
Selain itu untuk meningkatkan potensi ini perlu dilihat dari faktor kebutuhan
pasar, hal ini sebagai pertimbangan untuk menentukan arah pendidikan tinggi agar
mampu menjawab persoalan-persoalan pasar yang sedang berkembang.
Memunculkan pikiran kritis melalui arah market demand ini berguna untuk
mendorong timbulnya ide kreatif guna penyelesaian persoalan yang dihadapi bangsa
Indonesia.
Tantangan yang dihadapi pendidikan pertanian, haruslah mampu menghasilkan
lulusan yang mempunyai kombinasi kompetensi sebagai berikut :
a. Kompetensi akademik yaitu kemampuan metodologis keilmuwan dalam rangka
penguasaan dan pengembangan IPTEK.
b. Kompetensi profesional yaitu wawasan, perilaku dan kemampuan untuk
menerapkan IPTEK dalam pembangunan secara profesional. Dengan kompetensi
profesioanal ini diharapkan dapat dimiliki para lulusan perguruan tinggi pertanian
sehingga menjadi tenaga dan pakar pembangunan pertanian yang andal.
c. Kompetensi kecendekiaan, yaitu kepekaan para lulusan pendidikan tinggi
pertanian terhadap masalah yang sedang dihadapi di lingkungan masyarakat.
Untuk menghasilkan lulusan seperti itu, diperlukan reorientasi sistem pendidikan
termasuk kurikulum yang tepat dan dukungan proses belajar mengajar yang bermutu.
Keterkaitan dan kerjasama antara lembaga pendidikan tinggi dengan dunia lapang
usaha sangatlah diperlukan untuk menjamin kesesuaian antara lulusan dengan
kebutuhan lapang. Dengan demikian, akan dihasilkan sumberdaya manusia yang

mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan (skills) yang
menjadikan dirinya selalu berguna dalam menghadapi kompetensi global.
Selain itu seorang lulusan pendidikan tinggi pertanian, diharapkan tidak hanya
menjadi seorang job seeker, tetapi mampu menjadi seorang job creator. Jiwajiwa entrepeneurship sangat penting untuk diberikan bagi calon lulusan pertanian,
karena bidang pertanian ini sangatlah berprospek untuk dijadikan pengembangan
mulai dari sektor agribinis hulu, hilir dan on farm yang belum tersentuh secara
potensional.
Sementara itu dalam tataran ilmu pengetahuan, wawasan pengetahuan modern
hendaknya diberikan kepada peserta didik. Wawasan ini adalah bentuk pengetahuan
pertanian modern yang saat ini berkembang seperti globalisasi, penyeragaman
standar-standar, perdagangan bebas, lingkungan dan kesehatan. Isu-isu tersebut,
merupakan sebuah proses pembelajaran yang dapat diterapkan. Mahasiswa tidak
hanya mendapatkan bidang ilmu sesuai dengan jurusan ilmu yang dipilihnya, akan
tetapi juga ilmu-ilmu yang menunjang proses pembelajaran mereka.
Selain itu tidak lupa, dalam good agriculture education ini diperlukan suatu
peningkatan mutu pendidikan seperti dalam halnya suatu sistem pemerintahan yang
memiliki empat pilar utama yaitu otonomi, akuntanbilitas, akreditasi dan evaluasi.
Otonomi sebagai bentuk adanya perguruan tinggi (PT) Badan Hukum Miliki Negara
(BHMN) dalam penyelenggaraannya harus dilaksanakan secara akuntabel mulai
tataran kebijakan sampai pada tahapan implementation. Akuntabilitas ini mencakup
semua penyelenggaraan yang bersifat transparansi meliputi aspek administrasi,
penelitian, keuangan dan sebagianya. Sementara evaluasi dijadikan sebagai bahan
indikator untuk perbaikan kedepannya. Akreditasi juga menjadi faktor pendukung
untuk peningkatan mutu sebagai bentuk pengakuan (recognation) baik oleh instansi
dalam maupun luar negeri untuk mendapatkan pengakuan yang lebih luas.
2. Penguatan Pembangunan Pertanian
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian saat ini, tidak hanya terbatas
pada cara meingkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian saja, akan tetapi juga
cara memperluas keanekaragaman pangan/ diversifikasi untuk mewujudkan food
security, memperkokoh keterkaitan pertanian dengan industri (agroindustri) serta
perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian sehingga dapat berdampak positif bagi
kesejahteraan petani.
Untuk menghadapi tantangan seperti itu, perlu dicetak lulusan yang memiliki
militansi pertanian. Bentuk penelitian yang dilakukan, hendaklah berakar dari
permasalahan yang ditemui di lapangan (problem solving oriented). Keengganan para

sarjana untuk terjun langsung ke dunia lapang, menjadi faktor penghambat transfer
teknologi. Padahal masyarakat di lapang ini, sangat membutuhkan peran dari para
sarjana untuk mengatasi persoalan pertanian.
Untuk itu kerjasama dan pola kemitraan antara lembaga pendidikan tinggi,
masyarakat, industri, kelompok tani, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat
sangatlah diperlukan agar tercapainya transfer informasi yang nyata. Bentuk
kemitraan ini bersifat pertemanan (friendship), agar bentuk proses pembelajaran
secara langsung dapat bersentuhan dengan penyelesaian permasalahan dilapangan.
D. Penutup
Akhirnya peranan pendidikan tinggi sangatlah diperlukan untuk mendukung
pembangunan pertanian. Sistem perubahan paradigma dalam metode pendidikan tinggi
pertanian harus mulai dirubah dengan memberikan sentuhan-sentuhan paradigma baru
untuk membentuk sistem pendidikan yang lebih bermutu dan berkelanjutan (sustainable).
Paradigma baru ini disebut dengangood agricultre education, dimana konsep pendidikan
pertanian yang berorientasi pembangunan pertanian kedepan guna kesejahteraan
masyarakat. Dalam good agriculture education ini membutuhkan suatu bentuk
revitalisasi paradigma pendidikan baru yang meliputi perbaikan semua sektor dalam
sebuah institusi pendidikan tinggi. Tataran praktis good agricultre education ini adalah
pengarahan paradigma pada upaya pembentukan kompetensi dan mutu guna
menghasilkan output yang dapat membantu proses pembangunan pertanian yang saat ini
mengalami leveling off.

Anda mungkin juga menyukai