Anda di halaman 1dari 9

Mudah Jatuh pada Lansia

1.

Pendahuluan
Menua (= menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri-mengganti diri dan mempertahankan


struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
Menurut Nugroho (2008), menua atau menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang
jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak
proporsional. Sehingga masalah-masalah sering terjadi pada lansia, baik masalah kesehatan,
gizi, atau yang lain, termasuk mudah jatuh.

2. Pembahasan
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor yang berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya berjalan,
kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan dizzines, serta faktor
ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan
kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
Perdefenisi, jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata,
yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di
lantai/tempat yang lebih rendah dengan arau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Rouben,
1996).

2.1. Faktor Resiko


Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan
ditentukan atau dibentuk oleh:
a.

Sistem Sensorik

Pada sistem ini, yang berperan adalah penglihatan dan pendengaran. Semua gangguan atau
perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Begitu pula, semua penyakit
telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran yang selanjutnya akan berpengaruh pada
resiko terjadinya jatuh.
b.

Sistem Saraf Pusat (SSP)

SSP akan memberikan respons motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP
seperti stroke, parkinson, hodrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan
menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik
(Tinetti, 1992).
c.

Kognitif

Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya resiko jatuh.


d.

Muskuloskeletal

Faktor ini berperan besar pada terjadinya jatuh lanjut usia (faktor murni). Gangguan
muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan hal ini berhubungan dengan
proses menua yang fisiologis, misalnya:
Kekakuan jaringan penyambung
Berkurangnya massa otot
Perlambatan konduksi saraf
Penurunan visus / lapang pandang
Kerusakan proprioseptik
Semua itu menyebabkan:
Penurunan Range of Motion (ROM) sendi
Penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas
Perpanjangan waktu reaksi
Goyangan badan
Kerusakan persepsi dalam.
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek,
penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan
lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia
susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian
tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.
Secara singkat, faktor resiko jatuh pada lansia itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.
a)

Faktor Instinsik, misalnya:

Gangguan jantung dan/atau sirkulasi darah

Gangguan sistem susunan saraf

Gangguan sistem anggota gerak

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Gangguan psikologis

Gangguan gaya berjalan

b)

Faktor Ekstrinsik, misalnya:

Cahaya ruangan yang kurang terang

Lingkungan yang asing bagi lanjut usia

Lantai yang licin

Obat-obatan yang diminum (diuretik, antidepresan, sedatif, anti-psikotik, alkohol, dan

obat hipoglikemi)

2.2. Penyebab Jatuh pada Lansia


Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara lain:
a.

Kecelakaan (merupakan penyebab utama)

v Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.


v Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua,
misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada di rumah tertabrak, lalau jatuh.
b.

Nyeri kepala dan/atau vertigo

c.

Hipotensi orthostatic:

v Hipovolemia / curah jantung rendah


v Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
v Pengaruh obat-obat hipotensi
d.

Obat-obatan

v Diuretik / antihipertensi
v Antidepresan trisiklik
v Sedativa
v Antipsikotik
v Obat-obat hipoglikemik
v alkohol

e.

Proses penyakit yang spesifik, misalnya:

v Aritmia
v Stenosis
v Stroke
v Parkinson
v Spondilosis
v Serangan kejang
f.

Idiopatik (tidak jelas sebabnya)

g.

Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):

v Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba


v Terbakar matahari
2.3. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti berikut ini:
a.

Perlukaan (Injury)

b.

Perawatan Rumah Sakit

c.

Disablitas

d.

Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan

e.

Mati

2.4. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi
jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan. Usaha pencegahan ini
anatara lain:
a.

Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor instrinsik resiko
jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus
dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar,
tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang sulit djilihat.
b.

Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan garakan
pindah tempat , pindah posisi. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat,
apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita
mengangkat kaki denganbenar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah
lansia cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya harus dikoreksi bila terdapat
kelainan / penurunan.
c.

Mengatur / mengatasi situasional.

Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan


lingkungan, seperti pada bagian sebelumnya. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik
dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lansia.

LANSIA DENGAN NYERI


1. PENDAHULUAN
Ketika seseorang merasakan nyeri hebat, ia biasanya mencari pertolongan medis tidak hanya
karena ia ingin meredakan nyeri, tetapi juga karena ia meyakini bahwa nyeri menandakan
penyakit yang serius. Persepsi ini menyebabkan kecemasan, yang pada akhirnya
meningkatkan nyeri pasien.
Intervensi yang digunakan untuk mengatasi nyeri dapat mencakup tindakan farmakologi,
dukungan emosional,tindakan kenyamanan, dan teknik kognitif untuk mendistraksi pasien.
Nyeri hebat biasanya membutuhkan analgesic opioat. Tindakan invasive, seperti analgesic
yang dapat dikontrol pasien (patient Controlled Analgesia, PCA) dan analgesa epiduraljuga
dapat diperlukan.
Ketika memilih intervensi untuk membantu pasien mengatasi nyeri, perhatikan hal-hal
berikut ini :
Pilih intervensi farmakologis yang tepat untuk tingkat nyeri pasien.
Antisipasi efek merugikan akibat pengguanaan obat, khususnya pada lansia, dan atasi efek
merugikan tersebut dengan cepat.
Lakukan pengkajian status pasien secara berkala dan seksama untuk menentukan
pendekatan yang optimal untuk mencapai kenyamanan.
Nyatakan dan bahas pentingnya factor-faktor psikososial mengenai persepsi nyeri pasien
dan maknanya.

Ungkapkan rasa empati dan perhatian terhadap pasien yang mengalami nyeri.
Nyeri adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia. Studi secara konsisten
menunjukkan nyeri yang tidak ditangani dengan baik. Kurang dari 1% dari 4000 makalah
tentang nyeri yang diterbitkan setiap tahunnya memfokuskan pada lansia. Studi ayang ada
secara konsisten menunjukkan bahwa penanganan nyeri adalah suatu masalah. Penggunaan
analgesic menurun seiring bertambahnya usia, dan lansia menambah sejumlah kecil nyeri
pada saat masuk ke klinik. Suatu studi pada penghuni rumah perawatan lansia melaporkan
bahwa 83% mengalami nyeri, banyak berada pada tingkat berat.
Terdapat beberapa alasan mengapa nyeri dan kurangnya masalah penanganan nyeri dapat
menjadai masalah bagi lansia. Pertama, prevalensi kondisi yang menyakitkan dan penyakit
sering terjadi pada usia tua. Nyeri arthritis terjadi pada lebih dari setengah jumlah seluruh
lansia dengan osteoartriris yang menyebabkan lebih banyak nyeri kronis daripada kondisi
yang lain. Jenis nyeri lain yang sering terjadi pada lansia adalah sakit kepala,nyeri punggung
bagian bawah, dan nyeri tajam dan menusuk, nyeri neuropatik terbakar (misalnya fantom
ekstremitas, neuropati diabetes, neuralgia pascaherpetik, neuralgia trigeminal, dan kausalgia).
Mungkin sulit bagi beberapa pasien untuk mengomunikasikan nyerinya karena nyeri adalah
perasaan subyektif. Lansia mungkin segan untuk mengatakan bahwa mereka mengalami
nyeri, dan jika ya, laporannya sering tidak ditanggapi oleh pemberi perawatan kesehatan yang
salah mempercayai bahwa lansia tidak dapatmerasakan nyeri atau tidak mampu untuk
menilainya.
Lansia tidak memberitahukan tentang nyeri mereka karena beberapa alasan : mereka
menyuakai dokternya dan tidak ingin mengecewakannya, mereka tidak terbiasa mengeluh,
dan mereka percaya bahwa nyeri adalah gagian normal dari penuaan.
Lansia mungkin menghadapi beberapa stressor, seperti ketidakamanan financial, tidak adanya
orang yang mendukung, penolakan, penyakit kronis, keterbatasan mobilitas, dan menurunnya
ketajaman penglihatan dan pendengaran. Mereka juga dapat merasa takut dengan pengobatan
nyeri dan potensial efek samping dan memiliki ketakutan yang berlebihan untuk mengalami
adiksi. Stressor-stresor tambahan ini dapat menimbulkan peningkatan ansietas.
Nyeri itu sendiri dapat memiliki dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien. Efek
nyeri dapat menyebabkan penurunan aktivitas, isolasi sosial, gangguan tidur, dan depresi.
2. SIFAT PENGALAMAN NYERI
Nyeri Akut dan Kronis

Nyeri dapat akut atau kronis. Nyeri akut terjadi akibat cedera akibat jaringan-jaringan
(misalnya: pembedahan, inflamasi, trauma) dan memberitahukan pada orang tersebut bahwa
pertolongan diperlukan. Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung dari satu detik sampai
biasanya kurang dari 3 bulan. Nyeri akut memiliki penyabab yang dapat diidentifikasi, yaitu
awitan kejaaian yang berlangsung dalam waktu pendek dan tiba-tiba, terbats dan menurun
seiring dengan penyembuahan. Hal tersebut biasnya disertai dengan ansietas.
Penatalaksanaan nyeri akut pada lansia hamper sama denag yang terjadi pada pasien yang
lebih muda. Nyeri akut biasnya menurun setelah penyebabnya ditangani dengan pengobatan,
istirahat, pembedahan, panas atau dingin, atau imobilisasi.
Nyeri kronis sering terjadi pada lansia. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung lebih dari
3 bulan. Penyebabnya mungkin diketahui persisten atau progresif (misalnya arthritis
rheumatoid atau kanker) atau tidak diketahui atau sulit untuk ditemukan.
Perawat memiliki peran yang penting dalam mambantu menanganu nyeri pasien. Salah satu
cara yang paling sederhana adalah untuk mempercayai pasien dan mengakui bahwa nyeri
tersebut nyata. Dukungan harus diberikan untuk menunjukkan bahwa perawat mencoba untuk
memahami nyeri tersebut.
Lansia cenderung mengalami nyeri kronis, tetapi perwat harus menyadari bahwa kedua tipe
nyeri tersebut dapat terjadi pada orang yang sama, dan setiap tipe memerlukan penanganan
khusus.
3. ASPEK-ASPEK PSIKOSOSIAL DARI NYERI
Bagian dari respons nyeri yang dibangkitkan oleh otak merupakan suatu komponen
emosional. Karena pengalaman nyeri seseorang bersifat alamiah dan unik, lansia dapat
merasa sendirian dan cemas. Mereka merasa takut kalau nyeri tersebut tidak akan pernah
pergi, jika hal itu terjadi, nyeri akan kembali lagi. Ansietas mereka mungkin dikombinasikan
dengan depresi, karenanya akan mengganggu kendali nyeri lebih lanjut. Selain itu, lansia
sering mengalami berbagai kehilangan yang membuat mereka merasa berduka: keamanan
ekonomi, teman-teman dan keluarga yang dapat mendukung,kemandirian, kesehatan,
kekuatan, dan kenyamanan tubuh. Mereka bisa merasa tidak bedaya untuk mengendalikan
nyeri dan dampaknya pada kehidupan mereka. Masalah lain yang dapat mempersulit
penatalaksanaan nyeri adalah penyalit kronis, regimen obat multiple dan efek-efek yang
berkaitan denagn penuaan pada kimia otak, termasuk penurunan kadar opiat endogen.
Lansia mungkin mengalami konfusi karena penurunan aliran darah otak, efek obat, dan nyeri.
Mungkin terdapat deficit memori yang dapat terganggu oleh pengobatan sendiri dan deskripsi

nyeri yang akurat. Kejadian nyeri sebelumnya dapat juga memiliki efek pada pengalaman
nyeri saat ini. Lansia memiliki akumulasi berbagai memori tentang kejadian-kejadian yang
menyakitkan.
Lansia dengan nyeri kronis dapat menjadi tidak bersahabat atau menyiksa diri. Banyaknya
stressor ini sering memengaruhi hubungan interpersonal secara berlawanan. Keluarga dan
teman-teman dapat menarik diri, demikian juga pasien tersebut. Anggota keluarga perlu di
bantu untuk memahami seperti apa nyeri yang dirasakan, untuk membantu pasien bicara
tentang perasaan-perasaan ini dan menemukan cara untuk mengendalikannya.
Perawat dapat membantu pasien-pasien yang mengalami nyeri ini secara sederahan hanya
dengan menggunakan keterampilan interpersonal yang baik. Mendengarkan pasien lansia
dapat memperkuat kemampuan koping mereka. Beriakan dukungan pada pasien untuk tetap
seaktif mungkin. Informasi untuk membantu pasien-pasien ini mencapai beberapa
pengendalian terhadap nyeri yang mereka rasakan. Peran perawat adalah untuk membantu
pasien lansia yang mengalami nyeri mempertahankan kenyamanannya semaksimal mungkin
dan mempertahankan kualitas kehidupan yang baik.
STRATEGI RELAKSASI
Latihan-latihan ini dirancang untuk membuat seseorang yang cemas, stress menjadi relaks.
Latihan ini dapat mengurangi nyeri secara efektif dengan cara melawan komponen stress.
Strategi relaksasi termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, dan pengobatan.
Perawat dapat dengan mudah mengajarkan pasien untuk melakukan bentuk latihan relaksasi
yang sederhana seperti nafas dalam dan memfokuskan pada suatu objek. Bentuk relaksasi
singkat ini dapat efektif untuk mengontrol nyeri jangka pendek, dan nyeri tipe procedural.
Untuk tekhnik relaksasi yang lebih mendalam, perawat harus mewawancarai orang tersebut
untuk menentukan strategi apa yang akan dipilih dan tepat. Perawat perlu untuk
memerhatikan orientasi realitas orang tersebut, mood, dan motivasinya, yang krusial untuk
mencapai keberhasilan.
Pasien dan keluarga harus diajarkan tentang pentingnya untuk tetap aktif. Melakukan latihan
isometric dan latihan tentang gerak aktif dan pasif, bersama-sama dengan penggunaan
potongan kayu atau barang logam untuk meningkatkan aktifitas akan menambah kesehatan
fisik dan mental klien.
Karena lansia kaya akan pengalaman hidup, tekhnik distraksi yang sederhana dapat dilakukan
dengan cara meminta pasien untuk mengingat masa-masa bahagia di masa lalu, denagn
melihat album foto, dan dengan menceritakan cerita-cerita dalam kaset rekaman. Teknik

apapun yang aman dan mudah untuk dilakukan sendiri oleh pasien sanagt bermanfaat untuk
penatalaksanaan nyeri dan dapat membantu perawat dalam merawat pasien lansia yang
mengalami nyeri.
3. PENCEGAHAN TERSIER
Perawat Sebagai Advokat Dan Edukator Pasien
Posisi perawat dalam merawat lansia yang mengalami nyeri meliputi menjadi model peran
untuk orang lain untuk memeriksa sikap dan prasangka pasien pada nyeri. Perawat menjadi
advokat dengan mengajarkan kepada lansia dan keluarganya untuk mengharapkan
pengurangan nyeri yang adekuat. Perawat harus mengetahui sumber-sumber yang tersedia
untuk nyeri dan penatalaksanannya untuk membantu lansia yang mengalami nyeri.
Nyeri bukan dan tidak boleh menjadi bagian normal dar penuaan. Melalui advokasi dan
pengajaran, upaya perawat dan upaya berbagai pihak untuk mengurangi nyeri adalah langkah
pertama dalam melawan masalah nyeri pada lansia.

Anda mungkin juga menyukai