Anda di halaman 1dari 7

TEGANGAN LEKAT BAJA TULANGAN

(POLOS DAN ULIR) PADA BETON


Sunarmasto1
Abstract: The loosing of bond strength between concrete and reinforcement cause
failure in the reinforced concrete structure. To preve this failure, it needed an
observation of bond strength between concrete and reinforcement. The bond strength
is needed to plan the development length, so that the orce endured of reinforcement
and concrete is balance. This research is done by applying an experiment method in
laboratory using two kinds of reinforcements, bar and deformed. Reinforcements were
buried in cylinder concrete which its diameter and high was 150 mm and 300 mm. The
diameter of reinforcement were 8 mm, 10 mm, 12 mm, 16
and 19 mm. Bond
strength can be measured by dividing the force which was needed to pull out the
reinforcement.The result of this research showed that eformed has bigger bond
strength than bar reinforcement.
Keywords: concrete, reinforcement, strength.

PENDAHULUAN
Beton sangat banyak digunakan secara luas
sebagai
bahan
bangunan.
Banyaknya
penggunaan beton dalam suatu konstruksi
menuntut upaya penciptaan mutu yang baik.
Usaha
yang
serius
terhadap
upaya
pengembangan teknologi perlu didukung
dengan penelitian guna menyempurnakan
kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh
suatu bahan bangunan.
Ditinjau dari segi kekuatan, beton mempunyai
keunggulan-keunggulan antara lain relatif kuat
menahan gaya tekan, mudah pengerjaan dan
perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan
kebutuhan,
tahan
terhadap
perubahan
cuaca,lebih tahan terhadap api dan korosi serta
memiliki kuat desak yang tinggi.
Namun demikian, beton juga memiliki
kelemahan secara struktural yaitu kuat tarik
yang rendah, sifat yang getas, sehingga
terbatas
dalam penggunaannya.
Untuk
menahan gaya tarik, beton diberi baja tulangan
sehingga struktur beton merupakan kombinasi
dari beton dan baja atau disebut beton
bertulang. Salah satu persyaratan dalam
struktur beton bertulang adalah adanya lekatan
antara tulangan dan beton sehingga apabila
struktur beton diberikan beban tidak akan
1

terjadi selip antara baja tulangan dan beton,


asalkan tersedia panjang penyaluran yang
cukup.
Hilangnya lekatan antara beton dan baja
tulangan
pada struktur mengakibatkan
keruntuhan
total pada
balok.
Untuk
menghindari hal tersebut perlu ditinjau nilai
kuat lekat beton dan baja tulangan agar
diperoleh keseimbangan gaya antara baja
tulangan dan beton, yaitu gaya -gaya yang
dapat ditahan antara baja tulangan dan beton
sama dengan gaya yang dapat ditahan baja
tulangan pada batas leleh.

Di lapangan ada dua macam baja tulangan


yaitu baja tulangan polos dan baja tulangan
ulir yang digunakan untuk konstruksi
bangunan, oleh karena itu diperlukan
penelitian untuk mencari nilai kuat lekat baja
tulangan polos dan baja tulangan ulir pada
beton bertulang, untuk mengetahui sejauh
mana perbedaan tegangan lekat antara kedua
jenis tulangan tersebut.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan
diatas,
dapat
dirumuskan
permasalahan, yaitu berapa nilai tegangan
lekat antara beton dan baja tulangan, baik baja
tulangan ulir maupun baja tulangan polos.

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebe as Maret

Sunarmasto, Tegangan Lekat Baja Tulangan (Polos dan Ulir) Pada Beton

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tegangan lekat antara beton dan baja tulangan,
baik baja tulangan polos maupun baja tulangan
ulir.
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR
TEORI
1. Tinjauan Pustaka
Beton pada dasarnya adalah campuran dua
bagian yaitu agregat dan pasta. Pasta terdiri
dari semen portland dan air, yang mengikat
agregat (pasir dan kerikil/batu pecah) menjadi
suatu massa seperti batuan, ketika pasta
tersebut mengeras akibat reaksi kimia antara
semen dan air (Paulus ,1989:5).
Salah satu dasar anggapan yang digunakan
dalam perancangan dan analisis struktur beton
bertulang ialah bahwa ikatan antara baja dan
beton yang mengelilinginya berlangsung
sempurna tanpa terjadi penggelinciran atau
pergeseran. Berdasarkan atas anggapan
tersebut dan juga sebagai akibat lebih lanjut,
pada waktu komponen struktur beton bertulang
bekerja menahan beban akan timbul tegangan
lekat yang berupa shear interlock pada
permukaan singgung antara batang tulangan
dengan beton (Istimawan, 1994:181).
Bahan
kombinasi
beton
bertulang
dimungkinkan karena adanya beberapa sifat
yang baik di dalam kerjasama antara beton dan
baja tulangan. Sifat yang terpenting adalah
beton dan baja mempunyai tegangan lekat dan
tegangan lentur yang cukup besar. Tegangan
lekat timbul antara baja dan beton jika baja
ingin berubah tempat terhadap beton. Gaya
tarik dan tekan pada baja menimbulkan
tegangan lekat di tempat kontak baja dan
beton. Jika tegangan lekat melalui suatu nilai
batas/baja berubah tempat atau bergeser,
perubahan tempat ini menimbulkan tegangan
luncur untuk menahan penggeseran (Rooseno,
1954:36).
Suatu persyaratan dasar dalam konstruksi
beton bertulang adalah adanya lekatan (bond)
diantara tulangan dan beton sekelilingnya, ini
berarti di bawah beban kerja tidak terjadi selip
(slip) dari baja tulangan relatif terhadap beton
sekeliling. Sekalipun terjadi pemisahan yang
menyeluruh dari tulangan dan beton pada

hampir keseluruhan panjang, suatu balok dapat


saja terus memikul beban selama tulangan
tidak
terlepas
pada
ujung-ujungnya.
Pengangkeran mekanis dari ujung tulangan
dapat digunakan untuk mendapatkan integritas
dari sistem, atau dimana mungkin, tulangan
harus
diangkerkan
dengan
jalan
menanamkannya melewati titik dimana beban
menimbulkan tarik maksimum, dengan jarak
yang cukup untuk mengembangkan kapasitas
tarik penuh dari batang tulangan (Wang,
1993:197).
Kuat lekat merupakan kombinasi kemampuan
antara baja tulangan dan beton yang
menyelimutinya dalam menahan gaya -gaya
yang dapat menyebabkan lepasnya lekatan
antara batang tulangan dan beton (Winter,
1993).
Gaya
lekat
terus
meningkat
seiring
bertambahnya diameter tulangan, hal ini
disebabkan karena gaya lekat merupakan luas
bidang singgung dikalikan dengan tegangan
lekat
penjangkaran.
Rumus
tersebut
menerangkan bahwa diameter yang lebih besar
mempunyai luas permukaan yang lebih besar
juga, sehingga gaya yang dibutuhkan untuk
menarik keluar juga semakin besar.
Agar beton bertulang dapat berfungsi dengan
baik sebagai bahan komposit dimana batang
baja tulangan saling bekerja sama sepenuhnya
dengan beton, maka perlu diusahakan supaya
terjadi penyaluran gaya yang baik dari suatu
bahan ke bahan yang lain. Untuk menjamin hal
ini perlu ada lekatan yang baik antara beton
dengan tulangan, dan penutup beton yang
cukup tebal. Baja tulangan dapat menyalurkan
gaya sepenuhnya melalui ikatan baja di dalam
beton hingga suatu kedalaman tertentu yang
dinyatakan dengan panjang penyaluran (Vis ,
199 3:66).
Percobaan pull-out
dapat
memberikan
perbedaan yang baik antara efisien lekatan
berbagai jenis permukaan tulangan dan
panjang penanamannya (embedment length),
akan tetapi hasilnya belum memberikan
tegangan lekat sesungguhnya pada struktur
rangka. Pada percobaan ini beton mengalami
tekan dan baja mengalami tarik, dimana beton
dan baja di sekelilingnya mengalami tegangan
yang sama (Nawy,1990:398).

77

GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

dengan beton di sekelilingnya.


3. Efek kualitas beton dan kekuatan tarik dan
tekannya.
4. Efek
mekanis
penjangkaran
ujung
tulangan.
5. Diameter tulangan.
Kuat lekat antara beton dan baja tulangan akan
berkurang apabila mendapat tegangan yang
tinggi karena pada beton terjadi retak-retak.
Hal ini apabila terus berlanjut akan dapat
mengakibatkan retakan yang terjadi pada beton
menjadi lebih lebar dan biasanya bersamaan
dengan itu akan terjadi defleksi pada balok.
Dalam hal ini fungsi dari beton bertulang
menjadi hilang karena baja tulangan telah
terlepas dari beton. Meskipun demikian,
penggelinciran yang terjadi antara baja
tulangan dan beton di sekelilingnya, kadang
tidak mengakibatkan keruntuhan balok secara
menyeluruh. Hal ini disebabkan karena ujungujung baja tulangan masih berjangkar dengan
kuat, sekalipun telah terjadi pemisahan di
seluruh batang baja tulangan.

Gambar 1. Panjang penyaluran baja


tulangan pada suatu struktur
2. Dasar Teori
Tegangan
lekat merupakan
kombinasi
kemampuan antara baja tulangan dan beton
yang menyelimutinya dalam menahan gayagaya yang dapat menyebabkan lepasnya
lekatan antara baja tulangan dan beton
(Winter , 1993)
Pada penggunaan sebagai salah satu komponen
bangunan, beton selalu diperkuat dengan
batang baja tulangan yang diharapkan baja
dapat bekerja sama dengan baik, sehingga hal
ini akan menutup kelemahan yang ada pada
beton yaitu kurang kuat dalam menahan gaya
tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan
untuk menahan gaya tekan.

Dasar utama teori panjang penyaluran adalah


dengan memperhitungkan suatu baja tulangan
yang ditanam di dalam massa beton. Sebuah
gaya F diberikan pada baja tulangan tersebut.
Gaya ini selanjutnya akan ditahan antara baja
tulangan dengan beton di sekelilingnya.
Tegangan lekat bekerja sepanjang baja
tulangan yang tertanam di dalam massa beton,
sehingga total gaya yang harus dilawan
sebelum batang baja tercabut keluar dari massa
beton adalah seban ding dengan luas selimut
baja tulangan yang tertanam dikalikan dengan
kuat lekat antara beton dengan baja tulangan.

Menurut Nawy (1986), kuat


lekat antara baja tulangan dan
beton yang membungkusnya
dipengaruhi oleh faktor :
1. Adesi antara elemen beton
dan bahan penguatnya yaitu
tulangan baja.
2. Efek gripping (memegang)
sebagai akibat dari susut
pengeringan
beton
di
sekeliling tulangan, dan
saling geser antara tulangan

78

Gambar 2. Panjang penyaluran baja tulangan

Sunarmasto, Tegangan Lekat Baja Tulangan (Polos dan Ulir) Pada Beton

panjang penyaluran:
Ld =

f y .d b

4m

dengan:

(Sumber : R. Park and T. Paulay.1974)

Gambar 3. Tegangan lekat pada baja tulangan ulir


Mengacu pada Gambar 2, dapat dirumuskan
gaya tarik yang dapat ditahan oleh lekatan baja
tulangan dengan beton. Untuk menjamin
lekatan antara baja tulangan dan beton tidak
mengalami kegagalan, diperlukan adanya
syarat panjang penyaluran. Agar terjadi
keseimbangan antara gaya horisontal,maka
beban (N) yang dapat ditahan sama dengan
luas penampang baja dikalikan dengan kuat
lekat:
P = Ld . p . d .
Dengan mendistribusikan nilai P = fs.Ab maka
didapat persamaan :

Ab . fs = Ld . p .d .
Agar terjadi keseimbangan, pada perencanaan
selalu bertujuan dicapainya tegangan leleh (f y)
pada baja, sehingga fs dalam persamaan diubah
menjadi fy.

Ab . fy = Ld . p .d .
Kemudian dengan mengganti nilai A b dengan

p 2
d
4

(untuk satu batang bulat) didapat

fy = tegangan
baja leleh (MPa)
db = diameter
baja tulangan (mm)
Ld =
panjang
penyaluran (mm)
= tegangan
lekat (MPa)

Rumus yang digunakan untuk menghitung


tegangan lekat lekat baja tulangan ulir berbeda
dengan baja tulanngan polos karena bentuk
permukaannya. Baja ulir dapat meningkatkan
kapasitas lekatan karena penguncian dua ulir
dan beton di sekelilingnya. Tegangan lekat
yang terjadi diantara dua ulir adalah gabungan
dari beberapa tegangan di bawah ini :
1. Tegangan lekat yang dihasilkan dari
adhesi di sepanjang permukaan baja
tulangan.
2. Tegangan lekat permukaan.
3. Tegangan lekat yang bekerja
di
permukaan beton silinder yang berbatasan
dengan baja tulangan ulir.
Hubungan antara tegangan dan gaya dapat
dilihat dari rumus :

T = p .db' (b + c).u a + p

db"2 d b'2
f b p .db" .c.u c
4

Tegangan lekat yang dihasilkan dari adhesi di


sepanjang permukaan baja tulangan sangat
kecil dibandingkan dengan tegangan lekat
permukaan yang mengelilingi ulir, sehingga

(Sumber : R. Park and T. Paulay.1974)

Gambar 4. Mekanisme kerusakan antara baja tulangan ulir dan beton

79

GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

u a dapat diabaikan untuk tujuan praktis.


Hubungan antara dua komponen penting
tegangan
lekat,
fb
danu c
dapat
disederhanakan menjadi:
1. Karena b 0,1 c
2. Karena a 0,05 d b' , luas permukaan dari
salah satu ulir adalah :

d b"2 d b'2

p .d b .a

Keterangan gambar:
1. Untuk Gambar (a) ? a/c > 0,15
2. Untuk Gambar (b) ? a/c < 0,10
Dari Gambar 4 didapat rumus:
T = p .d b .a. f b p .d b .c.u c
maka :

uc

a
fb
c

dengan :

T = beban (N)
a = jarak antara puncak ulir dengan
b
c
db

d
d

'
b
"
b

tulangan (mm)
= lebar puncak ulir (mm)
= jarak antar ulir (mm)
= diameter nominal (mm)
= diameter dalam (mm)
= diameter luar (mm)

f b = tegangan lekat/kuat lekat permukaan


(MPa)
u a = tegangan
lekat/kuat
lekat
di
sepanjang permukaan baja (MPa)
u c = tegangan lekat/kuat lekat baja
tulangan ulir dan beton (MPa)
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
metode eksperimental laboratorium. Pada
penelitian ini digunakan benda uji silinder
dengan penanaman baja polos dan baja ulir
diameter 8 mm, 10 mm, 12 mm, 16 mm dan 19
mm, sedangkan proporsi campuran 1:2:3
dengan fas 0,48. Perawatan sampel mengalami
tiga tahap, yaitu direndam, ditutup dengan
karung goni dan diangin-anginkan. Sampel
terdiri dari dua kelompok yaitu untuk

80

pengujian dengan kuat desak dan pengujian


untuk kuat lekat yaitu dengan bond pullout
test.
Tahap Penelitian
Tahap Persiapan
Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan
yang dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan
terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan
dengan lancar.
Tahap Pengujian Bahan
Jenis bahan yang akan diuji untuk keperluan
penelitian ini ada tiga macam, yaitu pasir,
kerikil, dan baja tulangan. Pemeriksaan baja
tulangan berupa uji tarik baja sampai putus,
sedangkan pemeriksaan agregat dilakukan
untuk mengetahui kondisi jenuh kering muka
atau SSD (Saturated Surface Dry ), berat
satuan, berat jenis, penyerapan air, kadar
umpur, kadar zat organik, gradasi dan
kekerasannya.
Pembuatan Benda Uji
Langkah-langkah pembuatan
tersebut adalah sebagai berikut :

benda

uji

a) Membuat adukan beton.


b) Campuran dimasukkan ke dalam alat
aduk dan diaduk sampai merata.
c) Untuk mengetahui kuat tekan beton
dibuat benda uji silinder dengan diameter
150 mm, tinggi 300 mm masing-masing
sebanyak 5 buah untuk beton normal.
d) Untuk keperluan penelitian kuat lekat
dibuat benda uji silinder beton dengan
diameter 150 mm, tinggi 300 mm, di
bagian tengah ditanam baja tulangan.
e) Setelah berumur 28 hari dilakukan
pengujian kuat tekan dan pull out dengan
menggunakan Universal Testing Machine .
Pengujian Tegangan Lekat
Pengujian kuat lekat (bond pull out test)
dilakukan dengan menggunakan Universal
Testing Machine (UTM) terhadap benda uji
yang telah berumur 28 hari dengan cara
menarik baja tulangan yang tertanam dalam
silinder beton kemudian mencatat gaya yang
dibutuhkan.

Sunarmasto, Tegangan Lekat Baja Tulangan (Polos dan Ulir) Pada Beton

ANALISIS DATA
Dari uji bahan di laboratorium, bahan beton
seperti pasir, kerikil dan air memenuhi syarat
sebagai bahan pembentuk beton, sedangkan
beton dan baja tulangan juga memenuhi syarat
sebagai material struktur.
Selanjutnya akan ditampilkan uji pull out, baik
untuk baja tulangan polos maupun baja
tulangan ulir, seperti terlihat pada table berikut
ini.
Tabel 1. Uji pull out baja polos
Diameter
baja
(mm)
8
10
12
16
19

P maksimum
rerata (N)

Tegangan
lekat (MPa)

6000
14787
21520
26470
36150

1,958
3,267
3,279
2,665
2,811

Tabel 2. Uji pull out baja ulir


Diameter
baja (mm)
8
10
12
16
9

P maksimum
rerata (N)
6150
17225
34500
50100
50375

Tegangan
lekat (MPa)
5,150
6,962
6,202
5,051
4,326

Dari kedua table di atas terlihat bahwa


tegangan lekat pada baja ulir jauh lebih besar
dibanding tegangan lekat pada baja polos
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan analisa data tentang
tegangan lekat baja polos dan baja ulir dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Tegangan lekat baja tulangan ulir jauh
lebih besar dibandingkan dengan
tegangan lekat pada tulangan polos.
2. Perbedaan tegangan lekat pada kedua
jenis baja tulangan ini adalah karena
pada baja tulangan ulir terdapat
takikan pada permukaan baja, hal ini
akan menambah kekuatan lekatan
antara baja dan beton.
Dari hasil penelitian dan analisa data tentang
tegangan lekat dapat disarankan sebagai
berikut:

1. Perlu diteliti tegangan lekat baja


tulangan ulir dengan berbagai kualitas
beton.
2. Perlu diteliti tegangan lekat baja
tulangan ulir dengan berbagai jenis
beton, misalnya beton ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1971, Peraturan Beton Bertulang
Indonesia
1971
N.I-2,
1979,
Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik, Yayasan Lembaga
Penyelidikan
Masalah
Bangunan,
Bandung.
Anonim, 1991, SK SNI T-15-1990-03 Tata
cara Pembuatan Rencana Campuran
Beton Normal, Departemen Pekerjaan
Umum, Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan, Bandung.
Anonim, 1991, SK SNI T-15-1991-03 Tata
cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Bangunan
Gedung,
Departemen
Pekerjaan Umum, Yayasan Lembaga
Penyelidikan
Masalah
Bangunan,
Bandung.
Istimawan Dipohusodo, 1999, Struktur Beton
Bertulang , Gramedia, Jakarta.
Murdock,L.J and Brook, K.M., (alih bahasa:
Stepanus Hendarko), 1991, Bahan dan
Praktek Beton, Erlangga, Jakarta.
Nawy, E.G., (alih bahasa : Bambang
Suryatmojo), 1998, Beton Bertulang
Suatu Pendekatan Dasar . Refika
Aditama, Bandung
Park, R. and Paulay, T., 1975, Reinforced
Concrete Structures , John Wiley and
Sons. Inc., New York.
Paulus Nugraha , 1989, Teknologi Beton,
Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Rooseno, 1965, Beton Tulang,


Pembangunan Djakarta, Jakarta.

P.T.

Tri Mulyono, 2004, Teknologi Beton , Andi


Offset, Jogyakarta
Vis, W.C. & Kusuma Gideon, Dasar -dasar
Perencanaan
Beton
Bertulang.
Erlangga, Jakarta.

81

GEMA TEKNIK - NOMOR 2/TAHUN X JULI 2007

Wang, C.K. & Salmon, C.G., (alih bahasa :


Binsar Hariandja), 1986, Desain Beton
Bertulang , Edisi Keempat. Erlangga,
Jakarta.
Winter G., and Nilson, A.H., 1993,
Perencanaan Struktur Beton Bertulang,
Pradnya Paramita, Jakarta

82

Anda mungkin juga menyukai