Anda di halaman 1dari 16

STRATEGI TRANSFUSI PADA PASIEN

DI PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNITS


Latar belakang
Ambang hemoglobin optimal untuk transfusi eritrosit pada anak-anak yang sakit kritis
belum diketahui. Kami berhipotesis bahwa strategi transfusi sel darah merah dengan
menghilangkan jumlah leukosit sebelum penyimpanan akan aman sama seperti strategi transfusi
secara bebas atau liberal, sebagai pencegahan komplikasi kerusakan multiorgan.
Metode
Dalam percobaan ini, kami mendata 637 anak , anak yang sedang sakit kritis yang
memiliki konsentrasi hemoglobin di bawah 9,5 g/dl dalam waktu 7 hari setelah masuk ke ICU .
Secara acak, kami membagi 320 pasien dengan ambang nilai hemoglobin sekitar 7 g/dl transfusi
sel darah merah (kelompok strategi restriktif/ kelompok restrictive-strategy) dan 317 pasien ke
ambang nilai hemoglobin sekitar 9,5 g/dl (kelompok liberal-strategy) .
Hasil
Konsentrasi hemoglobin dipertahankan pada tingkat rata-rata ( SD ) yaitu 2,1 0,2
g/dl lebih rendah pada kelompok restrictive-strategy dibandingkan kelompok liberal-strategy
(rata-rata nilai terendah, 8,7 0,4 dan 10,8 0,5 g/dl, masing-masing; P < 0,001). Pasien dalam
kelompok restrictive-strategy menerima lebih sedikit transfusi, yaitu sekitar 44% pasien;
sedangkan 174 pasien dalam kelompok ini (54%) sama sekali tidak menerima transfusi,
dibandingkan dengan 7 pasien ( 2 % ) pada kelompok liberal-strategy (P < 0,001). Kelompok
sindrom disfungsi multiorgan yang terdata baru atau yang telah berkembang secara progresif
(komplikasi utama) didapatkan pada 38 pasien dalam kelompok restrictive-strategy,
dibandingkan pada 39 pasien pada kelompok liberal-strategy (12 % pada kedua kelompok)
(penurunan risiko secara nyata pada kelompok restrictive-strategy, 0,4% ; Interval kepercayaan
95 % , -4,6 sampai 5,4). Terdapat 14 kematian di masing-masing kelompok dalam waktu 28 hari

setelah pengacakan. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam hasil lainnya,
termasuk efek samping.
Kesimpulan
Pada keadaan stabil, anak-anak yang sedang menderita sakit kritis yang memiliki
ambang batas konsentrasi hemoglobin sekitar 7 g/dl untuk transfusi sel darah merah dapat
menurunkan kebutuhan transfusi tanpa meningkatkan komplikasi.

Hingga 50 % anak-anak yang dirawat di intensive care unit (ICU) menerima transfuse
sel darah merah, namun anak-anak dengan kondisi stabil dapat mentolerir penurunan delivery
oksigen yang dihubungkan dengan anemia derajat sedang. Di satu sisi, transfusi yang
mengandung leukosit dapat menurunkan manfaat transfuse pada anak-anak tersebut dan mungkin
dapat mengakibatkan disfungsi multiorgan melalui stimulasi inflamasi yang diperantarai oleh
leukosit. Sebaliknya, anak-anak di ICU bisa mendapatkan keuntungan dari transfusi karena
delivery oksigen meningkat, seperti pada orang dewasa dengan awal syok septik stadium dini
dapat memberikan manfaat dari transfusi.
Sebuah penelitian secara acak yang melibatkan 838 pasien dewaasa yang sedang sakit
kritis menyatakan bahwa strategi pembatasan transfusi mungkin unggul untuk strategi transfusi
secara bebas. Tidak ada data dari uji coba yang ketat untuk dijadikan pedoman dalam pemberian
transfusi pada anak-anak yang sedang sakit kritis. Beberapa survei dari pediatric intensivists
baru-baru ini mendemonstrasikan variasi yang besar dalam tingkat dan pengamatan sehubungan
dengan transfusi sel darah merah.
Pengurangan jumlah leukosit secara umum, baru-baru ini diperkenalkan oleh banyak
negara, dapat menurunkan efek proinflamasi dari transfusi. Kami menyatakan bahwa strategi
pembatasan transfusi dengan pengurangan jumlah leukosit dalam transfusi sel darah merah
(yaitu, sel darah merah pertama kali disaring untuk menghilangkan leukosit dan kemudian
disimpan dengan cara biasa) dalam kondisi stabil, pada anak-anak yang sedang mengalami sakit
kritis tanpa menyebabkan perburukan disfungsi organ.

METODE
Pasien dan Daerah
Kami mendata pasien di 19 PICU diempat negara. Dalam kondisi stabil, anak dengan
sakit kritis antara 3 hari dan berusia 14 tahun yang memiliki setidaknya konsentrasi hemoglobin
9,5 g/dl atau kurang dalam pertama 7 hari setelah masuk ke PICU yang memenuhi syarat untuk
pendataan. Kondisi pasien dianggap stabil jika tekanan arteri sistemik tidak kurang dari 2 SD di
bawah normal sesuai dengan usia dan jika pengobatan kardiovaskular tidak meningkat selama
setidaknya 2 jam sebelum pendataan . Semua anak yang terdata berurut-urut dilakukan
pengacakan. Kriteria eksklusi tercantum pada Gambar 1. Protokol penelitian ini disetujui oleh
dewan etika penelitian di masing-masing lembaga yang ikut berpartisipasi, dan untuk semua
pasien, izin tertulis diperoleh dari orang tua atau wali anak.
Desain Penelitian dan Protokol Pengobatan
Pengacakan dilakukan secara terpusat, dengan data yang di-posting di Internet. Dalam
penelitian ini, Pasien dibagi dalam kelompok sesuai blok 2 atau 4 yang secara acak
didistribusikan atau dikelompokan berdasarkan center dan 3 kelompok umur (28 hari, 29-364
hari, dan > 364 hari). Dokter, perawat, dan staf penelitian tidak mengetahui cara pengacakan di
dalam blok.
Pada kelompok restrictive-strategy, ambang konsentrasi hemoglobin untuk transfusi
ditetapkan sekitar 7 g/dl, dengan kisaran target setelah transfusi adalah 8,5-9,5 g/dl. Pada
kelompok liberal-strategy , ambang konsentrasi hemoglobin sekitar 9,5 g/dl, dengan kisaran
target 11 - 12 g/dl. Pada kedua kelompok , sel darah merah ditransfusikan dalam waktu 12 jam
setelah nilai ambang telah dicapai. Transfusi sel darah merah diberikan sesuai dengan formula
yang dihitung berdasarkan berat badan pasien dan rata-rata konsentrasi hemoglobin dalam unit
sel darah merah. Hanya sel darah merah yang telah dihilangkan komponen leukositnya yang
dapat ditrasnfusi.
Kehadirian dokter diikutisertakan dalam strategi transfusi - sel darah merah untuk
setiap kelompok. Tidak ada protokol perawatan klinis lainnya yang digunakan dalam penelitian
ini. Protokol transfusi diterapkan dari awal hingga 28 hari perawatan di PICU atau sampai terjadi

kematian, tidak memandang syarat mana yang pertama terjadi. Protokol dapat dihentikan
sementara, sesuai dengan kebijaksanaan dokter yang hadir, selama periode aktif dan secara klinis
terjadi kehilangan darah secara signifikan, intervensi bedah, hipoksemia berat, atau
ketidakstabilan hemodinamik dan segera dilanjutkan setelah kondisi pasien tidak lagi memenuhi
kriteria suspensi tersebut. Kriteria tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran kepatuhan
terhadap protokol. Pemantauan dan pengumpulan data tidak berubah selama terdapat kriteria
suspensi. Staf klinis dan orangtua mengetahui tentang tugasnya selama dalam kelompok
penelitian, tetapi tim statistika dan sampel dalam penelitian dan komite pemantauan tidak
diberitahukan tentang tugas dalam penelitian ini.
Penilaian Dasar, Pemantauan, dan Pengukuran Dampak
Penilaian dasar dilakukan pada saat pengacakan. Konsentrasi hemoglobin , jumlah
transfusi sel darah merah, jenis obat yang diberikan, penggunaan ventilasi mekanis dan dialisis,
dan intervensi bedah dicatat setiap hari selama periode pemantauan 28 hari. Konsentrasi
hemoglobin diukur setidaknya sekali tiap 6 jam setelah transfusi - sel darah merah. Data
dikumpulkan oleh anggota peneliti yang terlatih.
Dampak utama adalah proporsi pasien yang meninggal selama 28 hari setelah
pengacakan, memiliki disfungsi dari dua atau lebih sistem organ ( disebut multiple organ
dysfunction syndrome, atau MODS) , atau memiliki MODS yang sedang berkembang, sebagai
bukti terjadinya perburukan satu atau lebih sistem organ, seperti yang didefinisikan oleh Proulx
et al. Kami juga mengumpulkan informasi mengenai dampak sekunder lainnya, yang termasuk
dalam skor setiap hari sesuai dengan penilaian Paediatircs Logistic Organ Dysfunction
(PELOD), sepsis, reaksi transfusi, infeksi nosokomial pada pernafasan, infeksi akibat pemakaian
kateter, efek samping, lama perawatan di ICU dan rumah sakit, dan kematian. Kami
menggunakan kriteria diagnostik yang tepat.

Analisis statistik
Kami memperkirakan bahwa kami akan memerlukan pendataan setidaknya 626 anakanak untuk mendeteksi pengurangan mutlak 10 persen dalam risiko disfungsi organ kasus baru
ataupun progresif dalam kelompok, diperlakukan sesuai dengan strategi pembatasan transfusi,
dengan nilai alpha secara keseluruhan 5 % dan kekuatan 90 %.
Salah satu analisis keselamatan yang direncakan dilakukan secara blind, data umum
dan keselamatan dipantau setelah 50 % pasien telah terdaftar. Hanya kematian yang tidak
terduga, efek samping, dan infeksi nosokomial yang dipertimbangkan, yang tidak dilakukan
analisis statistika. Dewan merekomendasikan untuk melanjutkan penelitian.
Kami membandingkan dua kelompok dengan jumlah transfusi per pasien dan proporsi
pasien yang tidak menerima transfusi sel darah merah setelah pengacakan. Kami menggunakan
analisis varians dengan pengukuran berulang untuk memperhatikan perbedaan konsentrasi
hemoglobin dari waktu ke waktu. Kemudian kami menghitung jumlah yang memerlukan
pengobatan untuk pencegahan setelah transfusi sel darah merah pada kelompok restriktif.
Analisis statistik untuk menilai dampak primer dilakukan dengan menggunakan
pendekatan pengobatan intensif. Kami menghitung interval kepercayaan 95% (CI) untuk
menurunkan risiko nyata pada pasien dengan MODS baru ataupun progresif. Kami
menyimpulkan bahwa strategi pembatasan transfuse tidak kalah baiknya dibandingkan dengan
strategi transfusi bebas atau liberal untuk transfusi sel darah merah jika batasan tertinggi untuk
CI adalah 95% untuk menurunkan risiko nyata dari dampak utama tidak melebihi 10% batas
keselamatan. Kami menggunakan kurva Kaplan-Meier dan tes log rank untuk membandingkan
waktu berkembangnya kegagalan sistem organ baru ataupun progresif dalam dua kelompok
tersebut. Kami menghitung odds ratio untuk efek pengobatan dengan menggunakan regresi
logistik; model multivariat termasuk usia, negara, dan skor sesuai penilaian Pediatrics Risk of
Mortality (PRISM). Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya hasil yang salah, kami juga
melakukan analisis tiap protokol dari dampak utama pada pasien yang memenuhi atau
melampaui 80% dari kesesuaian terhadap protokol untuk transfusi sel darah merah. Kesesuaian

didefinisikan sebagai proporsi hari setelah pengacakan yang setidaknya menggambarkan


konsentrasi hemoglobin sebagai batas ambang transfusi. diperlukan untuk mengobati untuk
mencegah satu transfusi - sel darah merah dalam kelompok terbatas.
Semua analisa dari dampak sekunder didasarkan pada prinsip pengobatan intensif.
Kami membandingkan skor PELOD harian, menggunakan skor awal terburuk, jumlah rata-rata
kejadian disfungsi organ tiap pasien, dan dampak sekunder lainnya yang tercantum di atas.
Variabel kontinyu dibandingkan dengan penggunaan Student t -test atau Wilcoxon rank - sum
test. Variabel kategori dianalisis dengan menggunakan uji chi square.
Kami meneliti subkelompok pasien yang berada di risiko potensial untuk efek samping
anemia, dikategorikan menurut diagnosi , usia, tingkat keparahan penyakit (seperti yang
diperkirakan dengan skor PRISM), negara, dan status penelitian (yaitu, apakah pasien telah
dihentikan sementara dari penelitian).
Data kontinyu dinyatakan sebagai rata SD . Kami melaporkan dua sisi yaitu CI 95
dan nilai-nilai P . Tidak ada penyesuaian nilai P yang dibuat untuk beberapa perbandingan. Data
dianalisis dengan software SAS, versi 9.1 (SAS Institute) .
HASIL
Pasien dan Pengobatan
Dari 26 November 2001, sampai 28 Agustus 2005, total 5399 anak yang memiliki
konsentrasi hemoglobin 9,5 g/dl atau kurang selama 7 hari pertama di ICU dan memenuhi
kriteria untuk dimasukkan dalam penelitian ini. Pada anak-anak tersebut, sekitar 4372 (81 %)
ditemukan setidaknya satu kriteria eksklusi (Gambar . 1). Untuk 379 dari sisa 1.027 pasien (37
%), orangtua atau wali anak menolak untuk memberikan persetujuan. Oleh karena itu kami
mengacak 648 anak-anak untuk dua kelompok penelitian. Dari mereka, 11 ( 2 % ) ditarik setelah
pengacakan, menyisahkan 637 pasien (320 pada kelompok restrictive-strategy dan 317 di
Kelompok liberal-strategy) menggunakan analisis pengobatan intensif . Pasien dalam dua
kelompok penelitian memiliki karakteristik yang serupa pada awalnya (Tabel 1)

INTERVENSI
Konsentrasi hemoglobin di waktu yang sama setelah dilakukan pengacakan menunjukkan
hasil yang sama pada kedua kelompok (8.0 1.0 vs 8.0 0.9 gr/dl). Terdapat perbedaan kadar
hemoglobin yang signifikan antara kedua kelompok setelah di transfusi pertama dan sebelum
dilakukan transfusi (6.7 0.5 vs 8.1 0.1 gr/dl) (Tabel 2). Konsentrasi hemoglobin
dipertahankan diatas kadar normal lebih dari 94%, dengan perbedaan rata-rata konsentrasi
hemoglobin sekitar 2.1 0.2 gr/dl antara kelompok restrictive-strategy dan kelompok liberalstrategy (rata-rata keseluruhan terendah masing-masing kelompok adalah 8.7 0.4 dan 10.8
0.5 gr/dl).

Protokol yang ada untuk sementara ditunda untuk 59 pasien yang terdiri dari 39 pasien
pada kelompok restrictive-strategy dan 20 pasien pada kelompok liberal-strategy (Tabel 2).
Secara keseluruhan, 301 transfusi diberikan pada kelompok restrictive-strategy, sedangkan pada
kelompok liberal-strategy diberikan 542 transfusi (terjadi penurunan sekitar 44% pada kelompok
restrictive-strategy P<0.001); terdata masing-masing pada kedua kelompok, 71 dan 61 transfusi
diberikan saat protokol transfusi dihentikan sementara.
Pada kelompok restrictive-strategy terdapat 174 pasien (54%) yang tidak menerima
transfusi sel darah merah, dibandingkan pada kelompok liberal-strategy yang hanya mempunyai
7 pasien (2%) yang tidak menerima transfusi sel darah merah. Anak-anak dikelompok
restrictive-strategy juga lebih sedikit yang menerima transfusi daripada anak-anak dikelompok
liberal-strategy (0.9 2.6 vs 1,7 2.2 transfusi per pasien, P < 0.001). Dengan protokol yang
ketat, dapat dicegah pemberian terapi transfusi satu sel darah merah untuk dua pasien. Tabel 2
menunjukkan intervensi bersama yang serupa pada kedua kelompok sebelum dan sesudah
pengacakan.
Hasil Utama
Jumlah pasien baru atau pasien progresif yang mengalami MODS (Multiple-OrganDysfunction Syndrome) setelah dilakukan pengacakan adalah 38 pasien dikelompok restrictivestrategy dan 39 pasien dikelompok

liberal-strategy (12% pada kedua kelompok). Risiko

pengurangan yang nyata sekitar 0.4% )95% CI, -4.6 sampai 5.5 pada kelompok restrictivestrategy); batasan paling tinggi adalah 95% CI tidak melebihi 10%.
Risiko MODS baru ataupun progresif meningkat sesuai dengan keparahan penyakit,
seperti yang dapatdilihat pada skor PRIMS (Paediatric Risk of Mortality), dikedua kelompok
(Tabel 3). Pada waktu dilakukan analisis untuk menilai MODS baru atau progresif didapatkan
rasio hazard sebesar 0.95 pada kelompok transfuse restrictive-strategy dibandingkan pada
kelompok liberal-strategy (95% CI, 0.65-1.49; P = 0.84).

Analisis Kedua
Tidak satupun pengukuran tingkat keparahan disfungsi organ menunjukkan hasil yang
berbeda secara signifikan antara kedua kelompok (Tabel 3). Jumlah kematian dalam 28 hari
setelah pengacakan dijumpai sama banyak pada kedua kelompok. Tidak ada perbedaan yang
signifikan yang diamati sehubungan dengan infeksi nosokomial, ventilasi mekanik, durasi rawat
inap di ICU atau reaksi transfuse sel darah merah. Terdapat 221 kasus efek samping yang

dijumpai pada pasien dikelompok restrictive-strategy dan 203 kasus efek samping pada pasien
dikelompok liberal-strategy (P = 0.44); dan terdapat masing-masing ditiap kelompok yaitu 28
pasien dan 22 pasien yang mengalami efek samping berat. Pasien dengan satu atau lebih efek
samping terdapat pada 97 pasien pada kelompok restrictive-strategy dan 90 pasien pada
kelompok liberal-strategy (P = 0.59), dan 19 masing pada tiap kelompok yang memiliki satu
atau lebih efek samping berat (P = 0.98).
Kami juga melakukan analisis per-protokol untuk menilai hasil utama. Hampir 99%
pasien memenuhi 80% kriteria kepatuhan, dan hasil dari analisis per-protokol hanya berbeda
sedikit dari analisis lainnya (risiko pengurangan yang nyata pada kelompok restrictive-strategy,
0.8%; 95% CI, -4.3-5.9).

DISKUSI

Kami menemukan bahawa dibandingkan dengan kelompok transfusi liberal-strategy,


kelompok restrictive-strategy dengan ambang kadar hemoglobin sekitar 7 gr/dl menghasilkan
96% pengurunan jumlah pasien yang telah menerima transfusi dan 44% penurunan jumlah
penerima transfusi sel darah merah, tanpa kenaikan rerata jumlah pada pasien MODS baru dan
progresif, pasien stabil ataupun pada pasien kritis. Juga tidak terdapat perbedaan klinis yang
berarti pada kedua kelompok pada hasil kedua.
Penelitian kami menunjukkan bahwa strategi restriktif transfusi aman dilakukan pada
pasien anak yang kondisinya stabil saat perawatan di ICU dan bahwa strategi tersebut sama
amannya dengan strategi transfusi liberal. Namun, hasil pada orang dewasa yang mengalami
sakit kritis berbeda dari hasil yang didapat pada anak. Pada uji coba dua strategi transfusi pada
orang dewasa yang mengalami sakit kritis, rata-rata tingkat perburukan kegagalan organ dan
komplikasi lainnya secara signifikan lebih tinggi dengan menggunakan strategi transfusi liberal.
Pada penelitian ini juga menunjukkan kematian pasien dewasa lebih tinggi pada kelompok
liberal-strategy daripada kelompok restrictive-strategy, sedangkan jumlah kematian sama pada
pasien anak dikedua kelompok (14 pasien ditiap kelompok).
Perbedaan antara hasil kami dan peneliti lainnya pada sampel pasien dewasa mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keadaan kritis pada orang dewasa mungkin lebih
rentan dibandingkan keadaan kritis pada anak akibat dari transfusi sel darah merah yang
merugikan. Kedua, uji coba pada pasien dewasa tidak menggunakan sel darah merah yang
mengandung leukosit, seperti yang dilakukan pada penelitian kami. Leukosit yang ikut
ditransfusi dalam komponen sel darah merah dapat membahayakan pasien yang rentan akibat
dihasilkannya sitokin dan respon cepat inflamasi. Dua uji coba acak yang melibatkan pasien
dewasa yang memiliki penyakit vaskular atau yang telah menjalani operasi jantung menunjukkan
tingkat penurunan disfungsi organ pada pasien yang menerima transfusi sel darah merah yang
mengandung leukosit. Selain itu, dua uji coba sebelum dan setelah mengevaluasi program
reduksi leukosit menunjukkan penurunan rata-rata episode demam pada lebih dari 14.000 pasien
dewasa dan penurunan rata-rata bronchopulmonary dysplasia post-transfusi, retinopathy of
prematurity, dan necrotizing enterocolitis pada bayi prematur. Oleh karena itu, pada penelitian
kami, penurunan jumlah leukosit dapat membantu mencegah efek berbahaya dari transfusi,
khususnya pada kelompok liberal-strategy.

Tiga uji coba yang lebih kecil pada sampel anak juga telah menilai berbagai strategi
transfusi. Dalam penelitian yang melibatkan 147 pasien anak yang menjalani operasi jantung,
menunjukkan kadar hematokrit sekitar 21% selama tindakan cardiopulmonary bypass yang
dihubungkan dengan perkembangan saraf yang memburuk, dibandingkan dengan kadar
hematokrit sekitar 27%.
Dalam subkelompok pasien pada sebuah penelitian melibatkan 100 bayi prematur yang
secara acak dilakukan transfusi dengan strategi restriktif dan liberal, menunjukkan adanya risiko
perdarahan otak intraparenkim, periventricular leukomalacia, dan apnea lebih tinggi pada
kelompok restrictive-strategy. Pada penelitian yang mengikutsertakan 451 bayi prematur yang
secara acak dilakukan strategi transfusi secara restriktif dan liberal, menunjukkan rata-rata
mortalitas dan morbiditas berat sekitar 2.6% lebih tinggi pada kelompok restrictive-strategy ,
tetapi perbedaannya tidak signifikan. Dari laporan yang diterbitkan, tidak jelas apakah sel darah
merah yang menjalani pengurangan jumlah leukosit dilakukan pada tiga penelitian anak.
Untuk meminimalisir potensi bias yang terjadi, kami menyembunyikan data perawatan,
memastikan pasien di-follow-up dengan lengkap dan menilai keadaan klinis secara objektif.
Kami kehilangan 11 pasien yang di-follow-up (2%), rata-rata terendah cukup untuk mencegah
terjadinya bias yang disebabkan jumlah sampel yang terlewati. Meskipun terdapat berbagai pola
latihan sebelum penelitian ini, tingkat kepatuhan dalam mengikuti penelitian ini melebihi 97%
pada kedua kelompok. Kesimpulan terkait dengan hasil klinis yang berasal dari penelitian ini
diperkuat oleh konsistensi dari pengamatan pada kedua hasil dan seluruh subkelompok utama.
Kami telah mencatat data dari kelompok restrictive-strategy, terdapat suspensi yang secara
signifikan menjelaskan protokol ambang batas transfusi, yang mungkin menunjukkan
kegelisahan para dokter saat mengetahui pasiennya mempunyai konsentrasi hemoglobin yang
rendah. Suspensi yang ada merupakan hasil dari keadaan acute respiratory distress syndrome,
perburukan syok, atau meningkatnya perdarahan tetapi tidak menyebabkan komplikasi.
Meskipun meningkatnya jumlah suspensi, kami tetap melaporkan penurunan yang signifikan
jumlah sel darah merah yang ditransfusikan pada kelompok restrictive-strategy.
Pada penelitian ini hanya memiliki sedikitnya satu batasan. Walaupun mortalitas dapat
terjadi pada hasil penelitian dengan sampel orang dewasa yang mengalami sakit kritis, rata-rata

mortalitas rendah terjadi pada sekitar 4% sampel anak kami tidak akan membuat design
penelitian dengan menggunakan kekuatan yang cukup untuk mendeteksi perubahan yang berarti
dalam menilai tingkat mortalitas. Dalam perawatan keadaan kritis, kegagalan organ merupakan
dampak yang terjadi secara signifikan. Kami menggunakan data mortalitas dan data
perkembangan kegagalan organ baru atau progresif, yang harus berhubungan dengan intensivist
pediatrik.
Kesimpulannya, kami menemukan bahwa strategi transfusi restriksi dapat dengan aman
mengurangi tingkat paparan sel darah merah dalam transfusi pada pasien anak yang kritis.
Meskipun strategi transfusi suspensi diizinkan dalam kondisi tertentu. Kami tidak dapat
mendeteksi perbedaan yang bermakna dalam hasil klinis, secara keseluruhan dan diantara semua
subkelompok telah diperiksa. Kami merekomendasikan strategi transfusi restriktif pada pasien
anak yang kondisinya stabil di ICU. Rekomendasi ini, bagaimanapun, tidak berlaku untuk bayi
prematur, orang dewasa, pasien dengan penyakit arteri koroner, atau anak-anak dengan
hipoksemia berat, hemodinamik tidak stabil, perdarahan aktif, atau penyakit jantuk sianotik.

Anda mungkin juga menyukai