Anda di halaman 1dari 6

Ileus Paralitik

Definisi Ileus Paralitik


Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus merupakan
kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa
adanya obstruksi mekanik.

Etiologi Ileus Paralitik


Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis, dan
ketidakseimbangan

elektrolit

(hipokalemia,

hiperkalsemia,

hipomagnesemia,

hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,


antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali
yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72
jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor,

keadaan pascaoperasi adalah

keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau
ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi
mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi
terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi
usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus
terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus
merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus
juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus
meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah
sakit. Beberapa penyebab terjadinya ileus:
Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis

5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic
Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin
pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan (2) pada
tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron
sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat
menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun
tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat

eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu


transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide
lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan
ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang belakang.
Refleks panjang yang paling signifikan. Respon stres bedah mengarah ke generasi
sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan
ileus.
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti yang tercantum dibawah ini:
Neurogenik
Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi
persarafan splanknikus, pankreatitis. Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada
kulit dan usus pada operasi abdominal. Refleks inhibisi dari saraf efferent:
menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin.
Metabolik
Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi DM,
penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
Obat-obatan
Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin. Opioid menurunkan
aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus mienterikus. Selain itu,
opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat gerak peristaltik
terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi. Opioid: efek inhibitor,
blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos usus.
Infeksi/ inflamasi

Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya. Makrofag:


melepaskan proinflammatory cytokines (NO). Prostaglandin inhibisi kontraksi otot
polos usus.
Iskemia Usus
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam
usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam
mengemulsikan

substansi

lemak

sehingga

mudah

dicerna

dan

diabsorpsi.

Kolesistokinin juga menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu
disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu,
hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi
waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian
atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga
memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai
respons dari getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai
respons terhadap asam lemak dan asam amino.
Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang
berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus
akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak
ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan
perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut
kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali.

Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak
ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.

Anda mungkin juga menyukai