PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke
dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat
menjadi strangulasi kemudian mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan
kematian. Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada anak.
Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan penanganan
segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka
morbiditas(1-6).
Intususepsi pertama kali digambarkan oleh Paul Barbette di Amsterdam pada tahun
1674. Jonathan Hutchinson melaporkan operasi pertama intususepsi yang berjalan
sukses terhadap anak usia 2 tahun pada tahun 1873 (7). Literatur lain menyebutkan
Wilson merupakan yang pertama sukses dalam melakukan terapi pembedahan
intususepsi pada tahun 1831(2). Di tahun 1876, Harald Hirschprung menggambarkan
pendekatan sistematik dengan reduksi hidrostatik. Di Amerika Serikat, Ravitch
mempopulerkan penggunaan reduksi barium enema untuk mengatasi intususepsi (7).
Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara
berkembang, demikian juga di banyak negara maju (8). Irish (2011) menyebutkan
insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup (2). Berdasarkan usia,
intususepsi paling banyak dialami oleh anak usia kurang dari 1 tahun dengan puncak
usia 4-8 bulan(8,9). Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling banyak mengalami
intususepsi dengan rasio yang berbeda di masing-masing wilayah dimana rasio lakilaki dan perempuan untuk wilayah Asia adalah 9:1. Berdasarkan keterkaitan kejadian
intususepsi dengan musim, didapatkan hasil penelitian yang bervariasi di masingmasing wilayah di dunia(8). Intususepsi dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman
dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan musim dingin (2).
Berdasarkan penelitian epidemiologi intususepsi di Singapura tahun 1997-2004,
insidensi intususepsi mengalami penurunan dan tidak terkait dengan musim(9).
Gejala klasik yang paling umum (85%) dari intususepsi adalah nyeri perut yang
sifatnya muncul secara tibatiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama
beberapa menit. Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan
usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan
puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan memperberat
gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh intususepsi dan akan meningkatkan morbiditas
dan
mortalitas(2,9).
Di negara maju, outcome dari pasien dengan intususepsi memiliki prognosis yang
lebih baik karena diagnosis yang tegak secara dini diikuti dengan prosedur terapi yang
kurang invasif seperti reduksi barium enema. Sebaliknya, di negara berkembang,
banyak anak dengan intususepsi dilaporkan mengalami keterlambatan untuk
mendapatkan terapi definitif(10). Tertundanya diagnosis yang berlanjut menjadi
nekrosis usus, diikuti dengan terapi reduksi operasi, memiliki angka fatalitas yang
tinggi, misalnya 18% di Nigeria, 20% di Indonesia(11) dan hingga 54% di Ethiopia(9).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh van Heek et al (1996) angka kematian
anak-anak dengan intususepsi di pedesaan Indonesia jauh lebih tinggi daripada di
perkotaan di Indonesia atau di Belanda, mungkin karena pengobatan yang terlambat,
yang menghasilkan lebih banyak pasien yang menjalani operasi dalam kondisi fisik
yang buruk(11). Mortalitas intususepsi meningkat secara signifikan (lebih dari 10 kali)
pada pasien intususepsi yang baru datang berobat setelah 48 jam sejak onset gejala
dibandingkan dengan pasien intususepsi yang datang berobat sejak 24 jam onset
gejala(8).
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter umum yang
nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan mengenali gejala awal
dari intususepsi sehingga dapat melakukan tindakan sesegera mungkin untuk
memperbaiki keadaan umum pasien kemudian merujuk ke spesialis bedah yang tepat
sehingga berdampak pada menurunnya angka morbiditas dan mortalitas dari
intususepsi.
2. Tujuan
Setelah membaca referat ini, diharapkan panitra klinik mampu mengenal gejala
intususepsi serta memberikan penatalaksanaan yang tepat baik terapi pendahuluan
maupun rujukan pada pasien sehingga dapat berperan menurunkan angka morbiditas
dan
mortalitas
ketika
terjun
ke
masyarakat
sebagai
dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Definisi
Intususepsi
Intususepsi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke
dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat
berakhir dengan strangulasi(1-4). Umumnya bagian yang proksimal (intususeptum)
masuk
ke
bagian
distal
(intussussipien)(6).
2.
Epidemiologi
Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian besar negara
berkembang, demikian juga di banyak negara maju (8). Di Afrika, tidak ada penelitian
yang melaporkan angka kejadian dari intususepsi. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan
Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di
India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang
menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4
bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena intususepsi per tahun. Di
Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan
didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun (8). Irish
(2011) menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran
hidup(2).
Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia anak(12). Di Afrika, insiden puncak intususepsi
muncul antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan (8).
Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya
di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio
perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan
perempuan
berkisar
antara
1,4:1
sampai
4:1(8).
Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil
penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia(8). Intususepsi
dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim
panas, dan pertengahan musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak
munculnya gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas(2). Di Afrika,
insidens intususepsi meningkat pada 2 musim yaitu akhir musim panas dan akhir
musim dingin. Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari infeksi saluran napas
dan diare. Di Asia, salah satunya India, insidens intususepsi dilaporkan meningkat
pada musim panas(8). Di Thailand insidens intususepsi meningkat antara bulan
September dan Januari dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan
musim dingin dan panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas
atas dan gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait
dengan
intususepsi(8).
3.
Etiologi
4.
Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun
tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infantile
idiophatic intussusceptions(13). Kepustakaan lain menyebutkan di Asia,
etiologi
idiopatik
dari
intususepsi
berkisar
antara
42-100%(8).
5.
Kausal
Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus
dapat menjadi penyebab intususepsi atau lead point seperti: inverted
Meckels
diverticulum,
polip
usus,
leiomioma,
leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus(13).
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan HenochSchnlein
purpura, trichobezoarsdengan Rapunzel
syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis
abdominal(2).
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak yang
berusia di atas enam tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang
biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal
yang
luas
dan
hipoksia
lokal(13).
6.
Patogenesis
7.
Faktor-faktor
yang
dihubungkan
dengan
terjadinya
intususepsi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi kadang-kadang terjadi
8.
Jenis
Intususepsi(13)
Jenis intususepsi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat,
pada
ileum
dikenal
sebagai
jenis
ileo-ileal.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut ileocaecal,
jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan intususepsi tunggal dimana
dindingnya
terdiri
dari
tiga
lapisan.
Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang
lebih lanjut disebut jenis intususepsi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileocolica atau colo-colica. Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (19811983) pada pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal
25%, ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.
9.
Gambaran
klinis
BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga yang
dijumpai
hanya
pada
saat
melakukan
colok
dubur.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat intususepsi sebagai suatu massa
tumor berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah atau kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat
peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang
disebut dances sign. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses
intususepsi(1-4,7,13).
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial
berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah,
sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan
gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi (13).
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi
hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai
muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran
pembuluh darah arteri. Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,
gangren,
perforasi,
peritonitis
umum,
shock
dan
kematian.
Pada
pemeriksaan
colok
dubur
didapati:
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti
portio
Bila
jari
ditarik,
keluar
darah
bercampur
lendir.
Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas.
Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak jelas
tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat mengalami prolaps
melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi, memiliki tonus yang
melemah,
sehingga
obstruksi
tidak
cepat
timbul (13).
Selain yang telah disebutkan di atas, dikenal juga suatu keadaan yang disebut dengan
intususepsi atipikal yaitu bila dalam kasus tersebut gagal dibuat diagnosis yang tepat oleh
seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter
dibandingkan
dengan
gejala
tidak
lazim
pada
penderita(13).
1. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium
dan
radiologi.
Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari (1-5,7,13) :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
menghilang
selama
10-20
menit,
kemudian
timbul
lagi
serangan
baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas,
kanan
bawah,
atas
tengah,
kiri
bawah
atau
kiri
atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh
karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi.
Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan
penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai bermain
sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang
bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air
besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi (13).
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah
diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini
membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk
membuktikan
apakah
kasus
tersebut
adalah
intususepsi(2).
1. Kriteria
1.
Mayor
Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti
dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama
sekali.
2.
3.
2. Kriteria
Minor
Berikut
1.
Bayi
2.
Nyeri
3.
Muntah
4.
Lethargy
5.
Pucat
6.
Syok
7.
Foto
ini
adalah
laki-laki
kurang
dari
tahun
abdomen
hipovolemi
abdomen
yang
pengelompokkan
menunjukkan
berdasarkan
abnormalitas
tingkat
tidak
pembuktian,
spesifik.
yaitu
Autopsi
Invagination
dari
usus
atau
lebih
kriteria
minor
1. Pemeriksaan
1.
Penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium(13,16)
Pemeriksaan
1.
Foto
Radiologi
polos
abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas,
bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid
level.
Dapat
terlihat free
air bila
terjadi
perforasi(13).
Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik
45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak
diindikasikan
jika
ada
fasilitas
USG(4).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et
al tahun 2008
dalam Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos
abdomen dengan posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan
untuk
diagnosis
atau
menyingkirkan
intususepsi(17).
3. Barium
enema
Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila
gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping,
coiled
spring
appearance(13).
4. Ultrasonografi
Abdomen
sebagai
tumpukan
lapisan
hipoekoik
dan
hiperekoik (2,3,4,6).
1. CT
Scan
Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG
yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus halus dapat terlihat pada CT maupun
USG,
dimana
sebagian
besar
kasus
ini
secara
klinis
tidak
signifikan (2).
1. Diagnosis
Banding(13)
2. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika dijumpai perubahan
rasa
sakit,
muntah
dan
perdarahan.
tidak
dijumpai
adanya
nyeri
di
perut
yang
hebat.
6. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada
colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada
intususepsi
didapati
adanya
celah.
7. Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan lini
pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang
lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan
distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan
yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter
untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat
dilakukan(2,16).
Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun
terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi
ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar
kemungkinan
kegagalan
dari
terapi
reduksi
tersebut (16).
1. Tindakan
Non
Operatif
Hydrostatic
Reduction
ini
adalah
tahapan
pelaksanaannya (2,4,16) :
1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat
diantara
pertengahan
bokong.
dengan
risiko
perforasi
dan
obstruksi
loop
tertutup.
4. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan
dipertahankan
sepanjang
reduksi
berlangsung.
5. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui
katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan
kasus
tanpa
komplikasi.
Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan
air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG.
Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG
dari
pelakunya(4).
Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan
reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan
waktu
perawatan
di
rumah
sakit(2,16).
Pneumatic
Reduction(16)
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897 dan
cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini
dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan
udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk
anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih
aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat
dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik.
Berikut
ini
adalah
langkah-langkah
pemeriksaannya:
dengan
kuat.
Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati
melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan
udara
Untuk
akan
dikeluarkan
melengkapi
prosedur
duluan
ini,
sebelum
foto
post
kateter
reduksi
dilepas.
(supine
udara
bebas.
1. Tindakan
Operatif
Apabila diagnosis intususepsi yang telah dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan
dengan terapi reduksi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan peritonitis
difusa,
maka
penanganan
operatif
harus
segera
dilakukan (16).
Prosedur
operatif(20):
Insisi
kulit.
Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang
dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa dibuat
sejajar, di bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada derajat intususepsi.
Diseksi
Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia
transversalis.
Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati dijangkau dari luka operasi
dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex bersamaan
dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu reduksi (Gambar 13).
Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum dari intususipien harus
dihindari, karena ini dapat dengan mudah mengakibatkan cedera lebih lanjut pada
usus
besar.
dinilai
dengan
hati-hati
(Gambar
14).
15).
Menutup
1. Komplikasi
Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat terjadi
adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat
menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan
1. Perawatan
pasca
Operasi(13)
Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna
selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine menghilang,
pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine ditandai dengan
menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi lunak, tidak
distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan turun secara
perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada
kasus
dengan
reseksi
perawatan
menjadi
lebih
lama.
1. Prognosis
Kematian disebabkan oleh intususepsi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak sekarang
jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan intususepsi tetap tinggi di
beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk datang ke pusat
kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala, dan memiliki tingkat
intervensi
bedah,
reseksi
usus
dan
mortalitas
lebih
tinggi(8).
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan
studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang ditangani
dalam waktu 24 jam setelah onset pertama(8). Angka rekurensi dari intususepsi untuk reduksi
nonoperatif
dan
operatif
masing-masing
rata-rata
5%
dan
1-4% (2).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang harus dikenali dengan cepat
dan tepat serta penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis
akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Oleh sebab itu, para calon
dokter umum diharapkan bisa mempersiapkan diri minimal mengetahui teori terkait
intususepsi mulai dari definisi sampai pada penatalaksanaan awal sebagai bekal jika
suatu
waktu
menghadapi
kasus
ini
di
lapangan.
KEPUSTAKAAN
1.
2.
3.
Wyllie R. Ileus, adhesi, insusepsi dan obstruksi lingkar tertutup in Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Behrmen, Kliegmen, Arvin editors. 15th ed. Vol 2. EGC: Jakarta.
1999. p.1319.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The
epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann
Acad Med Singapore 2006;35:674-9.e
10.
http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/006/6710-05500475.jpg
http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/CAP/Case05/Images/Case05
.01.jpg
15.
http://dynamic.psu.ac.th/kidsurgery.psu.ac.th/Pediatric
%20surgery/KID/Atlas/Images/E/E5/DSC01002.jpg
16.
Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW. III, Murphy JM,
Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang & Kan JH. Radiographic evaluation of
18.
http://onradiology.blogspot.com/2011_02_01_archive.html
19.
http://www.erpocketbooks.com/er-ultrasounds/other-ultrasounds/
20.