Pendahuluan
Tifus abdominalis atau demam tifoid merupakan infeksi demam sistemik
akut. Demam ini disebabkan oleh bakteri patogen enterik Salmonellae typhi yang
secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Sinonim demam tifoid dan
demam paratifoid : Typhoid fever dan paratyphoid fever, Enteric fever, Typhus
dan paratyphus abdominalis. Walaupun patogen kuat, kuman ini tidak bersifat
piogenik, namun bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan
eosinofil.
Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang
sehat yang dapat menjadi pembawa kuman. Infeksi umumnya disebarkan melalui
jalur fekal-oral dan berhubungan dengan higienis dan sanitasi yang buruk yaitu
melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang berasal dari tinja, kemih atau
pus yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya karena bakteri dapat
berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi melalui air atau
kontak langsung. Oleh karena itu pencegahan harus diusahakan melalui perbaikan
sanitasi lingkungan, kebiasaan makanan, proyek MCK (Mandi, Cuci, Kakus), dan
pendidikan kesehatan di puskesmas dan posyandu.
Oleh karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella
yang beradaptasi pada manusia maka sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada
karier manusia. Penyebab yang terdekat kemungkinan adalah air (jalur yang
paling sering) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Carrier
adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi
Salmonella typhi dalam feses dan urine selama > 1 tahun. Karier menahun
umumnya berusia lebih dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan, dan sering
menderita batu empedu. S. typhi sering berdiam di batu empedu, bahkan di bagian
dalam batu, dan secara intermiten mencapai lumen usus dan diekskresikan ke
feses, sehingga mengkontaminasi air atau makanan.
II.
Etiologi
Salmonella merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella
berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu
motil dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih
bentuk antigen H. S. typhi secara taksonomi dikenal sebagai Salmonella enterica,
subspesies enterica. Selain antigen H, ada 2 polisakarida antigen permukaan yang
membantu mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O
somatik yang terlibat dalam serogrouping (S. typhi termasuk serogrouping D) dan
antigen yang satu lagi adalah antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan
dengan resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan resistensi
terhadap aktivasi komplemen oleh jalur yang lain. / melindungi O antigen
terhadap fagositosis. Etiologi lainnya : Salmonella paratyphi A, B, C.
III. Patogenesis
Setelah tertelan inokulum yang sesuai, S. typhi melintasi sawar lambung
mencapai usus halus. Infeksi manusia secara eksperimental dengan strain Quailes
telah menyatakan bahwa 103 kuman tidak dapat menyebabkan penyakit
simtomatik tetapi 105 bakteri dapat menyebabkan gejala pada 27 persen relawan.
Dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan penyakit yang lebih sering, terutama
jika kuman menghasilkan antigen polisakarida kapsuler Vi. Kuman ditelan oleh
fagosit mononuklear, lalu bertahan hidup dan memperbanyak diri dalam sel
sehingga menimbulkan penyakit.
Masa inkubasi bervariasi dan tergantung pada ukuran inokulum dan keadaan
pertahanan pejamu. Variasi masa inkubasi antara 3 sampai 60 hari telah
dilaporkan.
Ketiadaan
antibodi
bakterisid
memungkinkan
kuman
untuk
difagositosis dalam keadaan hidup. Daya tahan dalam sel tergantung pada faktor
mikroba yang menunjang resistensi terhadap pembinasaan dan pada imunitas
yang diaktifkan oleh sel limfosit T pejamu, yang berada di bawah kendali genetik.
Ketergantungan dosis pada penyakit klinis tampaknya diatur oleh
keseimbangan antara perbanyakan diri bakteri dan pertahanan ekstraselular dan
intraseluar penjamu yang didapat. Jika jumlah bakteri intraselular melampaui
ambang batas kritis, bakteremia sekunder dapat terjadi dan menimbulkan invasi
pada kelenjar empedu dan Plaque Peyeri pada usus halus. Bakteremia yang
menetap menjadi penyebab demam yang menetap pada tifoid klinis, sementara
reaksi radang terhadap invasi jaringan menentukan pola pengungkapan klinis
(kolesistitis, perdarahan usus atau perforasi). Dengan invasi kelenjar empedu dan
Plaque Peyeri, kuman kembali masuk ke dalam lumen usus, dan dapat ditemukan
pada biakan feses pada awal minggu kedua penyakit klinis.
Pertumbuhan dalam ginjal menyebabkan biakan urin positif, tetapi dalam
jumlah yang jauh lebih kecil daripada biakan darah yang positif. Endotoksin
liposakarida pada S. typhi dapat menyebabkan demam, leukopenia dan gejala
sistemik lain, tetapi kejadian gejala ini pada individu yang dibuat toleran terhadap
endotoksin menunjang peranan untuk faktor lain, seperti sitokin yang dilepaskan
dari fagosit mononuklear yang terinfeksi, yang dapat memperantarai peradangan.
terminalis, hati, lien, bagian lain sistem RES kemudian masuk kembali ke
aliran darah menimbulkan bakteriemia II dan menyebar ke seluruh tubuh.
Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
adalah disebabkan oleh endotoksin Salmonella typhi yang berperan pada
patogenesis demam tifoid karena Salmonella typhi membantu terjadinya proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak dan
endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
IV. Patofisiologi
Pada
dasarnya
tifus
abdominalis
merupakan
penyakit
sistem
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal / distal, tetapi terkadang
bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi (Minggu I). Pada
permulaaan Plaque Payeri penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan
tampak seperti infiltrat atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu
pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada
di kolon sesuai dengan ukuran Plaque Payeri yang ada disana. Kebanyakan
tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan.
Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh
biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis.
gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang dapat hidup di darah. Infeksi
di sumsum tulang ditunjukkan dengan gambaran leukopenia disertai hilangnya sel
polimorfonuklear dan eosinofil dan bertambahnya sel mononuklear.
V.
Anamnesa Umum
100%
50%
50%
50%
50%
100%
75%
75%
> 60%
> 60%
40%
10
Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan
penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan
berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita
mengalami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Pada minggu
ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa
membesar lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan
suhu badan menurun dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis
dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kekambuhan ini
dapat ringan namun dapat juga berat, dan mungkin terjadi sampai dua atau tiga
kali.
11
Bradikardia relatif.
Hepatosplenomegali.
Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang
menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens
muskuler akibat rangsangan peritoneum.
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi
timpani. Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan
ampulanya kosong. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah dan
kurva suhu-denyut nadi menunjukkan tanda salib maut (Gambar 1-12).
12
VII. Laboratorium
Pemeriksaan
apus
darah
tepi
penderita
memperlihatkan
anemia
13
lebih tinggi, tetapi karena reaksi silangnya yang luas maka sulit untuk ditafsirkan.
Peninggian antibodi empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah kriteria
yang baik tetapi sedikit kegunaannya pada pasien yang sakit akut dan dapat
menjadi tidak bermanfaat akibat pengobatan antimikroba yang dini. Semakin dini
sediaan awal diambil, maka semakin mungkin ditemukan peningkatan yang nyata.
Antibodi Vi secara khas meningkat kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit,
dan kurang berguna pada diagnosis dini infeksi.
1. Leukosit.
Pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk demam tifoid karena
kebanyakan pada demam tifoid ditemukan jumlah leukosit dalam batas-batas
normal. Pada demam tifoid tidak ditemukan adanya leukopenia, tetapi kadangkadang dapat ditemukan leukositosis.
2. SGOT dan SGPT.
SGOT dan SGPT dapat meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah
demam tifoid sembuh, sehingga tidak memerlukan pengobatan.
3. Biakan darah.
Biakan darah (+) dapat memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah ()
tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan
darah tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
c. Vaksinasi di masa lampau.
d. Pengobatan dengan obat antimikroba.
4. Uji Widal.
14
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antibodi (aglutinin) dan antigen
yang bertujuan untuk menentukan adanya antibodi, yaitu aglutinin dalam
serum pasien yang disangka menderita demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Antibodi (aglutinin) yang spesifik terhadap Salmonella akan positif dalam
serum pada :
a. Pasien demam tifoid.
b. Orang yang pernah tertular Salmonella.
c. Orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid.
Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat
antibodi (aglutinin), yaitu :
a. Aglutinin O.
Aglutinin O adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen O
yang berasal dari tubuh kuman.
b. Aglutinin H.
Aglutinin H adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H
yang berasal dari flagela kuman.
c. Aglutinin Vi.
Aglutinin Vi adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi
yang berasal dari simpai kuman.
Dari ketiga aglutinin di atas, hanya aglutinin O dan aglutinin H yang
ditentukan titernya untuk menegakkan diagnosis.
15
Penyakit-penyakit tertentu.
Reaksi anamnestik.
Aglutinasi silang.
16
VIII. Penyulit
Penyulit pada tifus abdominalis dapat dikelompokkan dalam penyulit yang
langsung akibat gangguan di sistem retikuloendotelial dan penyulit tak langsung
karena adanya bakteremia. Penyulit yang langsung berupa perdarahan dan
perforasi tukak di ileum, kolesistitis akut dan kronik, hepatitis tifosa, osteomielitis
dan perdarahan pada otot yang rusak karena toksin kuman tifoid. Kerusakan otot
dapat menyebabkan abses terutama di otot paha dan otot perut. Peradangan di
jaringan limfe usus halus sering menyebabkan ileus paralitik. Osteomielitis
biasanya menyerang tibia, sternum, iga dan tulang belakang.
Perdarahan tukak tifus ditemukan pada kira-kira 5 % penderita, sedangkan
perforasi pada 3% dengan mortalitas tinggi. Komplikasi ini biasanya terjadi pada
minggu kedua atau ketiga. Beberapa keadaan ternyata disertai dengan resiko
17
tinggi terjadinya perdarahan dan perforasi, yaitu kadar albumin serum yang
rendah (< 2,5 gr%) yang menunjukkan gizi kurang, kadar obat yang tidak
memadai, banyak gerak, diet padat yang diberikan lebih dini, dan keadaan
penyakit berat, misalnya demam lebih dari tiga minggu. Pada keadaan toksik
kesadaran menurun dan bradikardia relatif yang berubah menjadi takikardia
merupakan tanda buruk yang mengarah ke syok toksik disertai miokarditis.
Untuk mengurangi kemungkinan komplikasi perdarahan dan/atau perforasi
usus, penderita dianjurkan mendapatkan diet cukup dan lunak sampai demam
hilang sama sekali. Penderita pun harus membatasi geraknya. Obat antitifus perlu
diberikan secara tepat dengan dosis yang memadai dan diminum secara teratur.
Gejala yang harus dicurigai sebagai tanda awal perforasi adalah tekanan
sistolik yang menurun, kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan
defens muskuler akibat rangsangan peritoneum. Diagnosis perforasi acap sukar
ditegakkan karena penderita sudah letargik dan somnolen. Perut yang kembung
dan tegang menyebabkan adanya rangsangan peritoneum tak jelas. Perdarahan
usus sering tampil sebagai anemia. Pada perdarahan hebat mungkin terjadi syok
hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar. Indikasi
laparotomi didasarkan atas jumlah perdarahan. Pada perforasi akut, sebaliknya
keadaan pasien tampak baik, tanda klasik dari perforasi muncul bila ditekan, tetapi
keadaan umum pasien akan menurun dengan cepat. Pasien biasanya respon
terhadap pengobatan konservatif dibandingkan dengan operasi. Pengobatan yang
konservatif yaitu dengan kloramfenikol, aspirasi gastrik yang bersamaan dengan
cairan dan elektrolit. Jika perforasi intestin dioperasi, angka kematiannya akan
lebih tinggi.
18
Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,
bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.
Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan ampulanya kosong.
Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu-denyut nadi
menunjukkan tanda salib maut. Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya udara
bebas di bawah diafragma, sering disertai gambaran ileus paralitik. Penyulit tak
langsung berupa infeksi fokal yang dapat terjadi pada setiap organ. Infeksi fokal
ini antara lain berupa tromboflebitis di v.femoralis, v.safena maupun sinus otak,
juga berupa nefritis, orkitis, parotitis dan bronkitis yang mudah berlanjut menjadi
pneumonia yang mungkin disusul empiem. Meningitis biasanya merupakan
lanjutan tromboflebitis di sinus otak.
19
IX.
Diagnosis banding
1. TBC milier.
2. TBC paru.
3. Meningitis TBC.
4. Efusi pleura.
5. Ricketsiosis (tifus).
IX. Diagnosis
Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gejala
klinik serta pemeriksaan laboratorium serologi. Bila didapati titer O yang tinggi
tanpa imunisasi sebelumnya, maka diagnosis demam tifoid dapat dianggap positif.
Diagnosis dapat dipastikan bila biakan dari darah, tinja, urin, sumsum tulang,
sputum atau eksudat purulen positif.
4 x (1 : 80)
4 x (1 : 160)
Demam tinggi dengan atau tanpa bronkitis, disertai keluhan sakit kepala dan
nyeri samar-samar di perut dapat disebabkan banyak penyakit seperti salmonelosis
pada umumnya, tuberkulosis diseminatus, malaria, demam dengue, bronkitits
akut, influenza dan pneumonia.
X.
Komplikasi
20
1. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus (bila gawat harus dilakukan pembedahan
- Perforasi usus (harus dilakukan pembedahan)
- Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
1. Darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, Sindroma uremia
hemolitik
2. Kadiovaskular : Syok septik, miokarditis, trombosis, tromboflebitis
3. Paru-paru : Empiema, pneumonia, pleuritis, bronkhitis
4. Hati dan kandung empedu : Hepatitis, kholesistitis
5. Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
6. Tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
7. Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer,
encephalopaty, Sindrome Guillian Barre, psikosis,
impairment of coordination, sindroma katatonia.
XI.
Terapi Obat
Kloramfenikol yang merupakan standar emas
Reaksinya nyata dalam 24 sampai 48 jam setelah dimulainya pengobatan
dalam dosis yang sesuai (3 sampai 4 g/hari pada orang dewasa atau 50 sampai
75 mg/kgBB per hari pada anak yang lebih muda). Obat diberikan per os
selama 2 minggu, dan dosis dapat dikurangi sampai 2 g/hari atau 30 mg/hari
21
jika pasien menjadi tidak demam, yang biasanya terjadi setelah hari kelima
pengobatan.
Amoksisilin (4 sampai 6 g/hari dalam empat dosis terbagi pada orang dewasa
atau 100 mg/kg per hari pada anak).
22
karena kemahiran plasmid menjadikan -laktamase yang tidak aktif dan enzim
kloramfenikol asetil transferase.
Di daerah dengan resistensi banyak obat ini merupakan masalah, seftiakson
atau 4-fluorokuinolon sebaiknya digunakan pada permulaan untuk orang dewasa
yang berusia lebih dari 17 tahun, dengan seftriakson sebagai pilihan terbaik untuk
anak-anak, sekurang-kurangnya sampai kuinolon baru dibuktikan aman untuk
anak-anak yang lebih muda.
Pemberian kortikosteroid, dapat dilakukan atas indikasi pasien demam tifoid
toksik, dengan dosis dan cara pemberian : oral atau perenteral dalam dosis yang
menurun secara bertahap
23
injury. Oleh karena itu, lemak dan protein digunakan sebagai sumber energi.
Akibatnya pada keadaan hipermetabolik, glukoneogenesis meningkat untuk
memenuhi kebutuhan energi sehingga pemecahan protein di otot juga meningkat
serta mempercepat proses lipolisis karena peningkatan energi expenditure.
Pada keadaan ini juga terjadi peningkatan hormon yaitu kortikoid,
katekolamin dan glukagon. Perubahan metabolik dan respon hormon pada
keadaan ini untuk menjaga kebutuhan organ vital. Keadaan perforasi usus akan
semakin meningkatkan katabolisme sehingga energi expenditurenya akan semakin
meningkat. Karena meningkatnya proses katabolisme dalam tubuh serta adanya
penurunan nafsu makan dan gangguan saluran pencernaan maka biasanya pasien
tifoid akan mengalami penurunan berat badan. Penurunan berat badan tersebut
dibarengi dengan penurunan massa otot (protein) dalam tubuh.
24
Pada tifoid dengan perforasi, traktus intestinal mengalami inflamasi dan iritasi
yang berat sehingga akan mempengaruhi absorbsi makanan.
Pada pasien tifoid juga akan terjadi penurunan nafsu makan sehingga terjadi
kekurangan gizi dan penurunan berat badan.
BEE (perempuan) = 65,51 + 9,56 (W) + 1,85 (H) 4,68 (A) kkal/hari
Keterangan :
25
Standard
25,3
23,2
90%
22,8
20,9
80%
20,2
18,6
70%
17,7
16,2
60%
15,2
13,9
26
27
Energi
Pada demam, basal metabolic rate (BMR) meningkat sehingga akan
meningkatkan kebutuhan energi (kalori) yang sebesar 50%. Kebutuhan kalori
pada saat puncak demam sulit untuk dipenuhi, walaupun demikian pemberian
tinggi kalori yang sering harus tetap diberikan. Istirahat juga akan
meningkatkan energi expenditure. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
meningkatkan intake energi. Setiap kenaikan 10C suhu akan meningkatkan
kebutuhan energi sebesar 13%. Tetapi pada awalnya, pasien hanya boleh
mengkonsumsi 1000-1200 kkal/hari. Setelah itu akan meningkat secara
bertahap pada masa sembuh dan adanya peningkatan kondisi.
Untuk mengetahui kebutuhan energi yang diperlukan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
TEE = BEE x faktor stress
Protein
Intake protein juga meningkat sampai 50% lebihnya dari kebutuhan seharihari. Hal tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan kehilangan protein
jaringan selama demam. Protein yang seharusnya diberikan adalah protein
yang nilai gizinya tinggi dan mudah dicerna seperti susu dan telur. Makanan
tinggi protein lebih disukai dibandingkan makanan yang biasa.
28
kurang lebih 4 gram nitrogen dikeluarkan melalui feses dan keringat setiap
harinya.
Karbohidrat
Intake karbohidrat yang bebas disarankan untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energi. Karbohidrat yang dapat dikonsumsi adalah karbohidrat
yang mudah dicerna dan diabsorbsi seperti starched, glukosa, madu dan sugar
cane. Glukosa yang kurang manis dan lebih mudah diabsorbsi lebih
diperlukan. Untuk starch, sereal dan sejenis sereal dimasak sangat halus atau
dijadikan puding.
Lemak
Lemak diperlukan untuk meningkatkan energi. Pada kasus diare, lemak harus
dihindari. Kualitas lemak lebih penting daripada kuantitasnya. Lemak dalam
bentuk mentega, minyak sayur, dan makanan yang digoreng harus dihindari
selama demam.
Mineral
29
Vitamin
Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan vitamin A, B dan C. Lebih lanjut
lagi, penggunaan antibiotik dan obat-obatan akan mempengaruhi sintesis
vitamin B di usus. Jadi, supplemen vitamin harus diberikan bersamaan dengan
obat lain.
Cairan
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dikarakteristik oleh demam
akut. Pada demam seharusnya diberikan cairan yang banyak yaitu 3-4
liter/hari untuk mengganti kehilangan cairan pada saat demam yang berupa
keringat dan pengeluaran urin. Susu, air gula, sup, jus buah, teh dan air putih
dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Serat
Karena pada tifoid terjadi injuri pada traktus digestive maka segala bentuk
makanan yang membahayakan dan irritan bagi traktus digestive harus
dihindari. Makanan yang dianjurkan untuk pasien tifoid adalah makanan yang
rendah serat karena tidak merangsang saluran cerna. Macam diet rendah serat
dapat terlihat dalam lampiran.
Karena demam tifoid berhubungan dengan inflamasi pada intestinal, diet
seharusnya bebas dari rasa pedas dan serat. Refine sereal, telur, kentang rebus,
puding serta bubur seharusnya diberikan pada pasien tifoid dengan inflamasi
intestinal (perforasi).
30
Jus buah, sup dan air putih dalam jumlah yang banyak (2,5 sampai 5 liter )
Air gandum
Air kelapa
Puding
Makanan yang mengandung protein yang nilai biologisnya tinggi seperti telur,
daging yang lembut, ikan, daging unggas.
Makanan yang rendah serat seperti sereal, buah dan sayuran yang lembut dan
lunak dan kentang rebus
Mentega
Minyak sayur
Pastrie
Cream sup
31
1. Pasien akan kehilangan nafsu makan dan makanan yang diberikan harus
menimbulkan selera tergantung dari apa yang disuka dan tidak disukai pasien.
2. Hari pertama sampai ketiga, makanan yang harus diberikan makanan cair dan
diberikan sesering mungkin dalam jumlah yang sedikit. Kemudian bila terjadi
peningkatan kondisi, makanan dengan porsi yang besar dapat diberikan.
3. Kalori yang tinggi, protein yang tinggi, cairan, vitamin dan mineral yang tidak
terbatas harus diberikan.
4. Intake cairan harus bebas diberikan untuk menganti kehilangan dari keringat
dan urin. Susu, air gula, jus buah, sup dan air dapat memenuhi kebutuhan
tersebut.
5. Protein yang diberikan harus mempunyai nilai gizi yang tinggi dan mudah
dicerna seperti susu dan telur.
6. Makanan yang berlemak, makanan yang berserat tinggi dan makanan yang
pedas adalah makanan yang sulit dicerna, oleh karena itu harus dihindari.
7. Demam meningkatkan kebutuhan vitamin A, asam askorbat, kalsium, fosfor,
sodium dan vitamin B kompleks.
Contoh meal planning satu hari untuk pasien tifoid :
Personal data
Umur
Jenis kelamin
Aktivitas fisik
Kebiasaan makan
Kondisi fisik
10 tahun
Laki-laki
Bed rest
Tidak vegetarian
Masa penyembuhan dari demam tifoid
2420 kkal
81 gram
600 g retinol
32
Vitamin C
40 mg
Food plan
Meal
Early morning
Breakfast
Mid morning
Lunch
Tea time
Dinner
XVI.
Menu
Biskuit susu
Bubur
Telur rebus
Sandwich
Sup tomat
Daging yang lembut dan bayam yang
direbus
Kentang
Ice cream
Campuran sayuran dan daging
Mie ayam
Puding apel
Prognosis
Prognosis tergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,
DAFTAR PUSTAKA
33
Almatsier, Sunita Dr. M.Sc. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Behrman, RE; Vaughan, VC: Nelson Textbook of Pediatrics. WB Saunders
Philadelphia 2002, 540
Braunwald, Eugene, MD., et al. 2004. Harrisons Principles of Internal Medicine
16th Edition. New York : McGraw Hill Medical Publishing Division.Shils,
Maurice. M. D. Sc.d. 1994. Modern Nutritional in Health and Disease 9 th
Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Watkins.
Rampengan TH, Laurentz IR. 1993. Penyakit infeksi tropik pada anak. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Shils, Maurice. M. D. Sc.d. 2006. Modern Nutritional in Health and Disease 10 th Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Watkins.
Sjamsuhidayat, R. de Jong, Wim. 1997. Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
LAMPIRAN
34
Makanan Cair
Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental.
Makanan ini diberikan pada pasien yang mengalami gangguan mengunyah,
menelan dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya
kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna serta
pra dan pasca bedah. Makanan ini dapat diberikan secara oral atau parenteral.
Menurut konsistensinya makanan cair terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Makanan cair jernih
Makanan cair jernih adalah makanan yang disajikan dalam bentuk cairan
jernih pada suhu ruang dengan kandungan sisa (residu) minimal. Jenis cairan
yang diberikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis operasi yang
dijalani. Makanan ini rendah nilai gizinya karena hanya mengandung
karbohidrat. Bahan makanan yang boleh diberikan antara lain teh, sari buah,
sirop, air gula, kaldu jernih serta cairan yang mudah dicerna, seperti cairan
yang mengadung maltodekstrin.
2. Makanan cair penuh
Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk cair atau semicair pada
suhu ruang dengan kandungan serat minimal. Makanan ini dapat diberikan
langsung atau sebagai peralihan dari makanan cair jernih ke makanan cair
kental.
Macam makanan cair penuh :
Makanan cair penuh penuh dapat diberikan melalui oral, pipa atau enteral
(NGT = Naso Gastric Tube), secara bolus atau drip (tetes).
35
36
Makanan Lunak
Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah,
ditelan, dan dicerna dibandingkan makanan biasa. Indikasi pemberian makanan
lunak yaitu pada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi
37
dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, pasien dengan kesulitan
mengunyah dan menelan.
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Bahan Makanan
Sumber karbohidrat
Dianjurkan
Beras ditim,
Tidak Dianjurkan
dibubur; Nasi digoreng;
soun,
hunkwe
dibuat
Sumber protein hewani
madu.
Daging,
singkong;
direbus;
roti;
tepung
sagu,
tapioka,
ubi;
beras
maizena,
dibubur
puding;
atau
gula;
ikan,
ayam, Daging
dan
ayam
dan
berurat
daging,
ayam,
dipanggang;
direbus,
diceplok
air, banyak
duri
seperti
ditumis, kacangan
digoreng;
banyak
serat
38
banyak
dan
dimasak seperti
daun
singkong,
panjang
muda,
muda,
oyong
buncis genjer,
muda rebung;
pare,
krokot,
sayuran
yang
dan wortel.
mentah.
Buah segar dihaluskan Buah banyak serat dan
atau dipure tanpa kulit menimbulkan gas seperti
seperti pisang matang, nanas, nangka masak dan
pepaya, jeruk manis dan durian; buah lain dalam
jus buah (pada pasien keadaan
yang
utuh
kecuali
jus
buah
tidak
diberikan).
Dalam jumlah terbatas : Cabe dan merica.
garam, gula, pala, kayu
manis, asam, saos tomat,
Minuman
cuka, kecap.
Sirop, teh dan kopi encer, Minuman
yang
39
Selingan
kopi.
Kue kacang, kue kenari,
Es krim, puding.
terlalu gurih.
Dianjurkan
Bubur disaring;
dibakar;
Tidak dianjurkan
roti Beras tumbuk,
beras
tepung- tepung-tepungan
yang
40
dibubur.
Daging empuk, hati, Daging berserat kasar,
ayam,
ikan
halus;
telur
diceplok;
udang
minuman.
Tahu ditim dan direbus, Kacang-kacangan seperti
susu kedelai
kacang
tanah,
merah,
kacang
kacang
hijau,
kedelai,
kacang
tolo,
kacang
tempe
dan
Sayuran
Sari sayuran
oncom
Sayuran dalam keadaan
Buah-buahan
Sari buah
utuh
Buah
utuh
Teh dan kopi kental,
Minuman
dalam
keadaan
mengandung soda
Bawang, cabe,
jahe,
41
Diet sisa rendah II merupakan makanan peralihan dari diet sisa rendah I ke
makanan biasa. Makanan yang diberikan dalam bentuk cincang atau lunak.
Susu diberikan maksimal 2 gelas sehari. Lemak dan gula diberikan dalam
bentuk mudah dicerna. Bumbu kecuali cabe, merica dan cuka, boleh diberikan
dalam jumlah terbatas.
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
Bahan Makanan
Sumber karbohidrat
Dianjurkan
Tidak Dianjurkan
Beras
dibubur/ditim, Beras
ketan,
roti
bakar,
kentang tumbuk/merah,
wheat,
singkong,
beras
roti
jagung,
talas,
gurih.
Daging empuk, hati, Daging berserat kasar
ayam,
ikan
ditumis,
diawet;
daging
direbus,
dicampur
dalam
makanan
dan
minuman;
susu
merah
ditumis; kacang-kacang
serta
kering
42
Sayuran
seperti
kacang
tanah,
kacang
hijau,
kacang
dan
seperti
katuk,
daun
labu
siam, melinjo,
oyong,
semua
sayuran
ditumis
Semua sari buah; buah Buah-buahan
segar
pare
yang
yang
tidak
menimbulkan
seperti
dengan
buah
kulit
yang
nanas.
durian dan nangka.
Margarin, mentega dan Minyak
untuk
minyak dalam jumlah menggoreng,
terbatas
menumis,
Minuman
untuk hewani,
kelapa
lemak
dan
mengoles santan.
dan setup
Kopi, teh encer dan Kopi dan teh kental;
sirup
minuman
yang
43
Bumbu
Garam,
vetsin,
cuka,
salam,
laos,
kunyit,
kunci
dalam
jumlah terbatas.
44
45
46
47
48