PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap hari pastinya kita menggunakan Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sehari-hari
kita. Baik untuk berbicara, menulis, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Tapi sekarang ini telah
banyak perubahan yang ada. Baik dari segi pengaruh luar yaitu perkembangan global dan
juga dari masyarakat Indonesia sendiri.
Sekarang ini pun dari bidang pendidikan, anak-anak playgroup sudah diajarkan
menggunakan bahasa luar negeri seperti Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan Bahasa
Jepang dan masih banyak yang lainnya. Belum lagi setelah tingkat SD, SMP, SMA dan
seterusnya, makin banyak bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
Ini dianggap sebagai kebutuhan modal, juga sebagai tolak ukur kemajuan individuindividu di masa depan. Tapi ini mempunyai pengaruh secara langsung dan tak langsung,
yaitu bahasa asing menjadi bahasa sehari-hari agar terbiasa dan juga sebagai alat latih untuk
memperlancar pengucapan, pendengaran dan penulisan.
Cukup memprihatinkan, karena fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari
Warga Negara Indonesia menjadi tergeser. Karena bahasa asing, menjadi bahasa pergaulan,
menjadi jembatan dalam persaingan global dan juga salah satu syarat dalam dunia pekerjaan.
Tak dipungkiri pentingnya mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik
bila kita tetap menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Maka dari itu
untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana
perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari
berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk
kita didalamnya.
SISTEMATIKA PEMBAHASAN
1)
2)
3)
4)
BAB II
LANDASAN TEORI
I Tsing
Menurutnya,,Bahasa Melayu (diistilahkan Kwen Lun) memegang peranan penting di
datang dari semua penjuru kawasan yang dikuasainya. Beberapa dari mahasiswa bahka
datang dari kerajaan-kerajaan tetangga Champa dan Kamboja. Bahasa pengantar pada
perguruan tinggi itu dan pusat-pusat pendidikan lainnya adalah bahasa melayu kuno atau
lingua franca Kwen Lun.
bahasa para saudagar itu. Itulah sebabnya maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi
Kerajaan Sriwijaya.
Glosari Pigafetta
Menunjukkan bahwa Bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia bagian barat telah
menyebar ke bagian timur Kepulauan Nusantara pada waktu itu. Bahkan, pada tahun 1865
pemerintah kolonial Belanda mengangkat Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua
mendampingi Bahasa Belanda. Hal ini mengisyaratkan bahwa peranan Bahasa Melayu
sebagai lingua franca tidak dapat diabaikan begitu saja.
Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu, sebuah Bahasa Austronesia yang digunakan
sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern,
paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan
istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif,
dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai
bahasa yang digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam
keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan
Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu
Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak
pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa
pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu.
Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta,
dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia
pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga
bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau
dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas
beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia
akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di
Republik Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau.
Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang
berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami
budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau
Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai,
dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang
terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia
sebagailingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh
misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun
1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris.
Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara
kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat
patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti
pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan
kebangsaan. Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan)
lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan
pada zaman Penjajahan Jepang.
3.2 Perkembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Peristiwa-peristiwa Penting
Perinciannya sebagai berikut:
1. Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi Bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen
dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan
yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan
buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam
perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan
mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
4. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang
menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana dan kawan-kawan.
5. Pada tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo.
Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan
Indonesia saat itu.
6. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
7. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan
Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
8. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November 1954
juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
3.3
Perkembangan
Bahasa
Indonesia
Berdasarkan
Prasasti-prasasti
3) Kota Kapur (686 Masehi) dan prasasti Karang Brahi. Prasasti Kota Kapur di Pulau
Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi, keduanya bertahun 686 Masehi atau 608
Saka, isinya hampir sama, yaitu permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk
keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para penghianat dan orang-orang
yang memberontak kedaulatan raja. Juga berisi permohonan keselamatan bagi mereka
yang patuh, taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.
4) Gandasuli (832 Masehi)
5) Bogor (942 Masehi), dan
6) Pagaruyung (1356) (Abas, 1987: 24)
Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu Kuno yang bahasanya merupakan
campuran antara bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta.
Jika berbagai prasasti tersebut bertahun pada zaman Sriwijaya, bisa disimpulkan
bahwa Bahasa Melayu Kuno pada zaman itu telah berperan sebagai lingua franca. Atau, ada
kemungkinan sebagai bahasa resmi pada zaman Sriwijaya. Kesimpulan ini diperkiat oleh
keterangan I Tsing tentang bahasa itu bahwa bersama dengan Bahasa Sanskerta, Bahasa
Melayu (diistilahkan Kwen Lun) memegang peranan penting di dalam kehidupan politik dan
keagamaan di negara itu (Sriwijaya).
3.4 Perkembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Catatan-catatan Penting
Selain berbagai prasasti tersebut, terdapat pula beberapa catatan yang bisa dijadikan
sumber informasi tentang asal-usul bahasa Melayu. Sejarah kuno negeri Cina turut
membuktikan tentang keberadaan bahasa Melayu tersebut. Pada awal masa penyebaran
agama Kristen, pengembara-pengembara Cina yang berkunjung ke Kepulauan Nusantara
menjumpai adanya berbagai lingua franca yang mereka namai Kwen Lun di Asia Tenggara.
Salah satu di antara Kwen Lun itu oleh I Tsing diidentifikasi di dalam Chronicle-nya sebagai
bahasa Melayu.
Untuk keperluan perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, Traktat
London (Perjanjian London) 1824 antara Pemerintah Inggris dan Belanda merupakan
tonggak sejarah yang sangat penting. Sebab, pada traktat itu antara lain berisi kesepakatan
pembagian dua wilayah, yaitu:
1) Semenanjung Melayu dan Singapura besera pulau-pulau kecilnya menjadi kekuasaan
kolonial Inggris; dan
2) Kepulauan Nusantara (Kepulauan Sunda besar: pulau-pulau Sumatera, Jawa, sebagian
Borneo/kalimantan, dan Sulawesi; Kepulauan Sunda kecil: pulau-pulau Bali,
7
bahasa
Melayu
sebelum
Traktat
London
ini
dapat
sebabnya maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi Kerajaan Sriwijaya. (Humaidy,
1973 dan Alisjahbana dalam Fishman, 1974).
Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat kegiatan hajat manusia dan
pusat administrasi kerajaan dan daerah-daerah taklukannya. Sriwijaya juga merupakan
pusat pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan. Abas (1987) mengulangi apa yang
pernah ditulis oleh Gregoris F. Zaide, seorang ahli sejarah Filipina terkemuka,
mengenai kejayaan Kerajaan Sriwijaya pada era itu:
The Empire of Sriwijaya (Sri-Vishaya) emerged from the ashes of the maritime
colonialism of Pallawa from 8th ventury to 1377 AD. Founded by Hindunized Malays,
it was basucally Malayan in might, Hindunistic in culture, and Buddhistic in religion.
The empire was so named after the capital, Sri-Vishaya, Sumatra . At the height of its
power under the Shailendra dynasty, it included Malaya , Ceylon , Borneo, Celebes,
the Philippines , and part of Formosa , and probaly exercised sovereignty over
Cambodia and Champa ( Annam ). (Zaide, 1950: 36)
Menurut Mees (1954) Sriwijaya mendirikan suatu perguruam tinggi Buddha yang
mahasiswanya datang dari semua penjuru kawasan yang dikuasainya. Beberapa dari
mahasiswa bahka datang dari kerajaan-kerajaan tetangga Champa dan Kamboja.
Bahasa pengantar pada perguruan tinggi itu dan pusat-pusat pendidikan lainnya adalah
bahasa melayu kuno atau lingua franca Kwen Lun.
3.6 Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan-kerajaan Melayu (abad ke-12
sampai dengan abad ke-19 Masehi):
Pemakaian bahasa Melayu yang dipengaruhi bahasa Sansekerta telah mendominasi
Kerajaan Sriwijaya. Hal ini jelas terlihat pada berbagai inskripsi batu bertulis yang ditemukan
pada berbagai tempat di Sumatra. Tetapi, dalam era berikutnya, yaitu era Kerajaan-kerajaan
Melayu yang muncul dari abad ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi, bahasa yang
dipakai tidak lagi dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Raja-raja yang berkuasa pada saat itu
berketurunan Melayu.
Era ini dapat dibagi menjadi dua sub-era, yaitu sub-era Kerajan Bintan dan Tumasik,
dan sub-era Kerajaan Melayu Riau. Selanjutnya, sub-era Kerajaan Melayu Riau ini dibagi
lagi menjadi tiga periode, yaitu periode Kerajaan Malaka, periode Kerajaan Johor, dan
periode Kerajaan Riau dan Lingga. Sekali lagi, pembagian menjadi periode-periode ini sangat
penting karena berkaitan dengan perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia .
Sebagaimana kita ketahui dari uraian di atas, bahwa sesuai dengan ikrar Sumpah
Pemuda tanggal 28Oktober 1928, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan
sesuai dengan bunyi UUD 45, BabXV, Pasal 36 Indonesia juga dinyatakan sebagai bahasa
negara. Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesiamempunyai kedudukan baik sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif
bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya,yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya
Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebutdi dalam kedudukan yang
diberikan.
1. Bahasa Nasional
Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
memiliki empat fungsi. Keempat fungsi tersebut ialah sebagai:
1.lambang identitas nasional,
2.lambang kebanggaan nasional,
3.alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya
dan bahasa yang berbeda-beda, dan
4.alat perhubungan antarbudaya dan daerah.
2. Bahasa Negara
Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai:
1.bahasa resmi negara,
2.bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
3.bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan
4.bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi
Fungsi Bahasa
Fungsi utama bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau
sarana untuk menyampaikan informasi (fungsi informatif).
Tetapi, bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau
mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:
a. untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
b. untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindahindahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.
c. .sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan
kebahasaan.
d. untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah
manusia, selama kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu
sendiri (tujuan filologis)
11
12
bahasa yang baku. Hal ini akan menimbulkan keinginan remaja untuk mempelajari
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Bahasa Indonesia sebenarnya sumbernya dari bahasa Melayu
2. Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi
3. Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928
4. Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah
digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu
sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.
5. Perkembangan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan telah melalui berbagai
perkembanagan
13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/8489370/PENGGUNAAN_BAHASA_INDONESIA_DALAM_K
EHIDUPAN_SEHARIHARI_MASYARAKAT_SUNDA_MAKALAH_Diajukan_Untuk_Me
menuhi_Salah_Satu_Tugas_Mata_Kuliah_Bahasa_Indonesia
http://kbbi.web.id/
http://galerymakalah.blogspot.com/2013/04/bahasa-indonesia-di-kalangan-remaja.html
http://annarevinurutami.blogspot.com/2013/04/pengaruh-bahasa-gaul-dalamperkembangan_2.html
14