Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
Asam Jawa (Tamarindus indica L.) termasuk dalam family polongpolongan (Caesalpiniceae) yang berasal dari Afrika Timur, termasuk
tumbuhan tropis yang merupakan tanaman berbuah sepanjang tahun. Di
Indonesia tanaman ini sebagian tumbuh liar seperti di hutan-hutan
savana (El-Siddig, etal., 2006).

Gambar 1. Asam Jawa (sumber: foto pribadi)

Gambar 2. Asam Jawa (sumber: foto pribadi)


Morfologi tanaman asam jawa menurut hasil penelitian El-siddiq,
et al. (2006) secara umum berupa pohon berperawakan besar, tinggi
sampai 30 meter dan memiliki diameter hingga 2 meter. Kulit batang
kasar dan memecah, beralur-alur vertikal dan berwarna coklat keabuabuan. Tajuknya rindang, melebar dan membulat. Daun majemuk
menyirip genap, panjang 5-13 cm dan terletak berseling. Anak daun
lonjong menyempit, 8-16 pasang, tepi rata, pangkal membundar, ujung
1

membundar sampai sedikit berlekuk. Bunga kupu-kupu dengan 4


kelopak buah dan mahkota 5 buah. Mahkota kuning keputihan dengan
urat-urat merah coklat, panjang sampai 1,5 cm. Buah polong, panjang
sampai dengan 14 cm dan lebar sampai dengan 4 cm (Soemardji,
2007), berbiji sampai 10 butir. Kulit buah (eksokarp) mengeras
kecoklatan. Daging buah (mesokarp) putih kehijauan ketika muda,
merah kecoklatan ketika masak, lengket dan rasanya asam manis. Biji
mengkilap, keras, coklat kehitaman (El-Siddig, et al., 2006).
Kandungan bahan aktif terpenting dari buah asam jawa adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi buah Asam Jawa
Komposisi pangan
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Fosfor (mg)
Bagian dapat dimakan %

Kadar
239,00
2,80
0,60
62,50
74,00
0,60
30,00
0,34
2,00
31,40
113,00
48,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)


Warna asli daging asam jawa adalah kuning kecoklat-coklatan.
Akibat pengaruh pengolahan, warnanya berubah menjadi kehitamhitaman. Pulp buah asam yang masak mengandung air sekitar 63,368,6%, bahan padat total 31,3-36,6%, protein 1,6-3,1%, lemak 0,270,69%, sukrosa 0,1-0,8%, selulosa 2,0-3,4%, dan abu 1,2-1,6%. Abu
dari tanaman asam tersusun atas kalium, silikon, natrium, fosfor, dan
kalsium. Asam tartarat merupakan komponen asam yang paling utama
dalam pulp. Kandungan asam dalam pulp asam berkisar antara 8-16%,
sedangkan asam lainnya hanya sekitar 3% dari berat pulp (Rukmana,
2005).
Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (1985), tanaman asam jawa
berada di daerah yang beriklim tropis menghasilkan buah sepanjang
2

tahun. Pada bulan Juli Agustus bunga akan muncul dan akan
berkembang menjadi buah. Buah asam jawa akan matang sekitar bulan
Juni September.
B. Asam sitrat dari Tumbuhan
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang terdapat pada daun dan
buah tumbuhan terutama jeruk atau sitrus. Struktur asam sitrat yaitu (asam 2
hidroksi 1, 2, 3-Propanatrikarboksilat) merupakan asam dengan molekul
yang bergugus fungsi ganda yaitu satu gugus hidroksil dan tiga gugus
karboksil (Maryati, 2006).
Asam sitrat juga dapat bersifat sebagai chelating agent atau sekuestran,
sehingga ion pada asam sitrat atau ion sitrat dapat berikatan dengan ion
logam karena asam sitrat memiliki tiga gugus COOH (Alpatih et al, 2010).
Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat yang tersebar di alam.
Struktur asam sitrat :

Gambar 2.3 Struktur Kimia Asam Sitrat


(Sumber: Puspita, 2012)

Secara kimia asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainnya. Jika
dipanaskan di atas suhu 175oC, maka asam sitrat akan terurai dan
melepaskan karbondioksida dan air (Alpatih, 2010).
Asam sitrat adalah pelarut protik hidrofilik (polar) seperti air dan etanol.
Asam sitrat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga
bisa melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula
maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur
dan iodin, termasuk Pb di dalamnya (Pudjiadi, 2005).
Asam sitrat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, timbal,
magnesium, seng, dan cadmium, yang membentuk gas hidrogen dan garamgaram sitrat (logam sitrat). Asam sitrat bercampur dengan mudah dengan
3

pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana.
Sehingga sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam sitrat ini
digunakan sebagai pelarut logam berat. Logam Pb yang telah masuk ke
dalam tubuh dapat mengikat gugus aktif yang esensial bagi tubuh. Namun
dengan adanya suatu senyawa kimia tertentu yang mampu berikatan dengan
suatu logam dan membentuk kompleks, maka dampak toksik logam dapat
dihindarkan (Pudjiadi, 2005).
C. Tinjauan Ikan Bader Putih (Barbonymus gonionotus)
Ikan Bader putih berasal dari Kelas Actinopterygii, Subkelas
Neopterygii,

Divisi

Teleostei,

Subdivisi

Ostariclopeomorpha

(Otocephala), Superordo Ostariophysi, Ordo Cypriniformes, Superfamili


Cyprinoidea,

Famili

Barbonymus,

Specific

Cyprinidae,
name

Subfamili

gonionotus,

Barbinae,

Spesies

Genus

Barbonymus

gonionotus (Nelson, 2006).


Ikan Bader merupakan salah satu ikan asli Indonesia terutama
pulau Jawa. Ikan Bader memiliki nama ilmiah Puntius javanicus.
Namun, berubah menjadi Puntius gonionotus, dan terakhir berubah
menjadi Barbonymus gonionotus (Amri dan Khairuman, 2008).
Sinonim dari nama Barbonymus gonionotus adalah Puntius
gonionotus, Barbus gonionotus, Barbodes gonionotus , Puntius
javanicus, Barbus javanicus, Barbus koilometopon, Puntius viehoeveri.
Untuk nama lokal Ikan Bader Putih yang digunakan di Indonesia yaitu
Bader putihan, Bader, Keputihan, Putihan dan Tawes (Kottelat et al.,
1993).

Gambar 3. Ikan Barbonymus gonionotus (sumber: Chheng, 2005)

Morfologi ikan tersebut secara umum adalah bentuk badan agak


panjang dan pipih dengan punggung meninggi, kepala kecil, moncong
meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil
4

atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5 buah dan 3-3
buah di antara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya
sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak
gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan
yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau
kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip
dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna orange terang. Sirip
dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang (Kottelat et al., 1993). Untuk
panjang tubuh Ikan Bader putih maksimal 45 cm dengan berat sampai
dengan 2100 gram (Chheng,2005).
Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke
ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan
sangat kecil, memanjang dari tilang mata sampai ke moncong dan dari
dahi ke antara mata. Sirip dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang, 33 sisik antara gurat sisi dan awal sirip perut (Kotelat et al., 1993).
Ikan Bader dalam habitat aslinya adalah ikan yang berkembang
biak di sungai, danau dan rawa rawa dengan lokasi yang disukai adalah
perairan dengan air yang jernih dan terdapat aliran air, mengingat ikan
ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup
di perairan tawar dengan suhu tropis 22 28C, serta pH 7. Ikan ini
dapat ditemukan di dasar sungai mengalir pada kedalaman hingga lebih
dari 15 m, rawa banjiran dan waduk. Ikan Bader adalah termasuk ikan
herbivore atau pemakan tumbuhan (Kotelat et al., 1993).
Ada beberapa indikator yang mempengaruhi pertumbuhan
yaitu faktor jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen
terlarut, kualitas air, umur dan ukuran oksigen serta kematangan gonad.
Selain itu, ikan-ikan yang berumur mudah lebih cepat pertumbuhan
panjangnya dari ikan-ikan yang berumur tua (Effendie, 1997).
D. Logam Berat
Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi
yang tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang
berbahaya karena dapat terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi adalah
peningkatan konsentrasi zat kimia dalam tubuh mahluk hidup dalam waktu

yang cukup lama, dibandingkan dengan konsentrasi zat kimia yang terdapat
di alam (Panggabean, 2008). Berdasarkan data dari United State
Environmental Protection Agency (2005) logam berat yang merupakan
polutan perairan yang berbahaya adalah antimon (Sb), arsen (As), kadmium
(Cd), kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni),
selenium (Se), kobalt (Co), dan seng (Zn).
Sumber utama kontaminan logam berat adalah berasal dari udara dan
air yang mencemari tanah. Kandungan alamiah logam pada lingkungan
dapat berubah-ubah, tergantung pada kadar pencemaran oleh ulah manusia
atau perubahan alam. Kandungan logam tersebut dapat meningkat apabila
semakin meningkatnya limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan
perindustrian yang masuk ke lingkungan (Agustina, 2010).
Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal
yang terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002 % dari jumlah seluru
kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008). Selain
dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa
inorganik dan organik. (Darmono, 2001).
Timbal adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang
lazim terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineralmineral lain terutama seng dan tembaga. Penggunaan Pb terbesar adalah
dalam industri baterai kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan
komponen-komponennya. Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan,
cat dan pestisida. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air, maupun tanah
(Sunu, 2001).
Timbal yang masuk ke dalam perairan sebagai dampak dari
aktivitas kehidupan manusia ada bermacam bentuk. Di antaranya adalah air
buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan timbal, air
pertambangan biji timah hitam, dan buangan sisa industri baterai. Buangan
tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak-anak sungai untuk
kemudian dibawa terus menuju lautan (Palar, 2008). Dampak kontaminasi
timbal yaitu terjadi gangguan sistem saraf, kerusakan fungsi otak, kerusakan

DNA dan kromosom, reaksi alergi, menghasilkan ruam kulit, kelelahan dan
sakit kepala (Agustina, 2010).
Timbal adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang
bisa berasal dari tindakan yang mengonsumsi makanan, minuman, atau
melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar timbal, kontak lewat kulit,
kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Timbal bersifat kumulatif.
Mekanisme toksisitas timbal berdasarkan organ yang dipengaruhinya
(Widowati, 2008) adalah:
1. Sistem haemopoietik; menghambat sistem pembentukan hemoglobin
(Hb) sehingga menyebabkan anemia.
2. Sistem saraf; menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi,
halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.
3. Sistem urinaria; menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of Henle,
serta menyebabkan aminosiduria.
4. Sistem gastro-intestinal; menyebabkan kolik dan konstipasi.
5. Sistem kardiovaskular; menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas
atau janin belum lahir menjadi peka terhadap timbal. Ibu hamil yang
terkontaminasi timbal bisa mengalami keguguran.
7. Sistem endokrin; mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi
adrenal.
8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
Mekanisme keracunan terbagi menjadi dua fase yaitu fase kinetik
dan fase dinamik. Pada fase kinetik, baik toksikan maupun protoksikan akan
mengalami proses terjadinya peningkatan daya racun yang sangat tinggi dan
peristiwa penghapusan daya racun yang dibina oleh suatu zat atau senyawa.
Fase dinamik merupakan proses lanjut dari fase kinetik. Pada fase ini bahan
beracun yang tidak bisa dinetralisir tubuh kan beraksi dengan senyawasenyawa hasil dari proses biosintesa seperti enzim, protein, asam inti, lemak,
dan lan-lain. Hasil dari reaksi yang terjadi bersifat merusak terhadap prosesproses biomolekul dalam tubuh (Palar, 2008).
Bahan beracun atau atau toksikan bersifat inhibitor terhadap
enzim. Apabila terjadi reaksi antara bahan beracun dengan enzim, maka
enzim akan terhalang sehingga mempengaruhi proses metabolisme tubuh.
7

Selanjutnya akan merusak seluruh sistem kerja enzim dalam tubuh (Palar,
2008).
Logam berat memiliki daya racun terhadap organisme pada
kondisi yang berbeda. Logam berat ini mengakibatkan kematian pada
beberapa biota perairan jika konsentrasi logam berat pada perairan tersebut
tinggi yang artinya jumlah logam yang terlarut dalam badan perairan telah
melebihi ambang batas. Selain itu, jumlah yang sedikit logam juga dapat
membunuh organisme hidup dengan akumulasi logam berat pada tubuh
organisme sehingga lama kelamaan melebihi batas toleransinya (Palar,
2008).

E. Kali Rolak Surabaya dan Pencemarannya


Kali Surabaya adalah bagian dari Daerah Aliran Sungai Brantas
yang mengalir sepanjang 41 km mulai dari DAM Mlirip di Mojokerto
melewati wilayah Gresik, Sidoarjo, dan berakhir di DAM Jagir Surabaya
(Arisandi, 2003). Kali Surabaya kemudian bercabang menjadi 2 anak
sungai, yaitu Kali Mas dan Kali Jagir Surabaya. Kali Surabaya merupakan
sumber kehidupan berbagai jenis biota sungai dan menjadi salah satu
sumber bahan baku PDAM untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat
kota Surabaya (Febryanto, dkk., 2011).
Pencemaran Kali Surabaya menjadi salah satu contoh kasus
permasalahan pencemaran air yang mendapat perhatian banyak pihak dan
telah menjadi isu nasional, karena kualitas air Kali Surabaya mempunyai
multifungsi yang sangat vital dalam menunjang pembangunan daerah yaitu
sebagai : sumber baku air minum, industri, pertanian dan sarana rekreasi.
Sementara itu kualitas airnya cenderung mengalami penurunan (Masduqi,
2006). Beberapa industri seperti industri tekstil, pelapisan logam,
peleburan logam dan kertas yang terdapat di DAS Brantas bagian hilir
berpotensi menghasilkan limbah sebagai sumber polutan logam berat di
Sungai Surabaya (Fitriyah, dkk., 2013). Pencemaran yang dihasilkan dari
logam berat sangat berbahaya karena bersifat toksik, logam berat juga

akan terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses gravitasi


(Rochayatun, dkk., 2006:36).
Pada dasarnya pencemaran air umumnya disebabkan oleh sampah
yang langsung dihasilkan oleh manusia. Peningkatan jumlah penduduk
menimbulkan masalah sampah dan limbah cair domestik. Banyak limbah
yang dibuang begitu saja tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu
menyebabkan pencemaran air (Haryanto, 2008).
Kali Rolak Surabaya yang merupakan bagian dari kali Surabaya
telah dinyatakan positif tercemar logam berat timbal. Pencemaran logam
timbal (Pb) di Kali Surabaya daerah Rolak Surabaya menyebabkan
kualitas air sungai menurun dimana sungai Rolak kawasan Gunungsari
terpapar logam timbal sebesar 0,393 ppmsementara ambang batas Pb
berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air untuk Mutu Air Kelas III sebesar 0,03 ppm
(Dewi, dkk., 2010).
F. Penyerapan Logam Berat oleh Ikan Bader Putih
Masuknya logam berat pada tubuh ikan bisa melaui insang dan
saluran makanan. Ikan bernafas melalui insang. Semakin banyak logam
yang mencemari perairan maka semakin banyak pula logam yang terhirup
oleh ikan melalui insang. Pada insang terdapat protein fungsional berupa
enzim karbonik anhidrase dan ATP ase. Fungsi enzim enzim anhidrase
adalah untuk menghidrolisis CO2. Fungsi ini dapat terganggu apabila
posisi Zn pada enzim anhidrase tergantikan oleh unsur logam lain.
Terganggunya fungsi enzim pada insang maka menyebabkan pula
terganggunya fungsi insang sebagai alat respirasi (Darmono, 2008).
G. Penurunan Logam Berat Timbal
Armanda (2009), proses pengikatan logam merupakan proses
keseimbangan pembentukan ion kompleks logam dengan sekuestran
(senyawa pengkelat). Sekuestran potensial yang banyak terdapat di alam
adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dan asam jawa (Tamarindus
indica L.). Asam jawa mengandung 15% asam sitrat dan belimbing wuluh

mengandung asam organik dominan yaitu asam oksalat dan asam askorbat
dalam jumlah yang tinggi.
Asam sitrat disebut dengan chelating agent yang merupakan
pengikat logam untuk menurunkan kadar logam berat timbal. Asam sitrat
bersifat sekuestran sehingga ion sitrat dapat berikatan dengan ion logam
(Alpatih, 2010). Asam sitrat dapat menyebabkan logam kehilangan sifat
ionnya sehingga dapat mengurangi kadar logam Kadmium pada kerang
(Darmono, 2001). Asam sitrat merupakan asam organik yang larut dalam air
dengan citarasa yang sangat asam dan banyak digunakan dalam industri
pangan yang fungsinya dapat menginaktifkan beberapa enzim dan mengikat
elemen dalam larutan mikroelemen. Asam sitrat juga dapat membentuk
kompleks dalam logam (Meidianasari, 2010).
H. Kerangka Berpikir
Asam Jawa (Tamarindus indica L.) termasuk dalam family
polong-polongan (Caesalpiniceae) yang berasal dari Afrika Timur, termasuk
tumbuhan tropis yang merupakan tanaman berbuah sepanjang tahun. Di
Indonesia tanaman ini sebagian tumbuh liar seperti di hutan-hutan savana
(El-Siddig, etal., 2006).
Armanda (2009), proses pengikatan logam merupakan proses
keseimbangan pembentukan ion kompleks logam dengan sekuestran
(senyawa pengkelat). Sekuestran potensial yang banyak terdapat di alam
adalah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dan asam jawa (Tamarindus
indica L.). Asam jawa mengandung 15% asam sitrat. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Salamah (1997) perendaman dengan asam jawa dengan
konsentrasi 5% selama 30 menit dapat menurunkan kadar Pb pada ikan
Manyung sebesar 23,684%.
Berdasarkan penelitian pendahuluan Ulfah (2013) di Balai
Penelitian dan Konsultasi Industri Surabaya didapatkan hasil bahwa Ikan
Bader di Kali Surabaya tercemar timbal sebesar 1,68 mg/kg. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa kadar logam berat timbal yang terdapat pada Ikan
Bader di Kali Surabaya telah melebihi ambang batas maksimum pencemaran

10

logam berat dalam pangan yang telah ditetapkan Badan Standar Nasional
Indonesia yaitu tidak boleh lebih dari 0,4 mg/kg.
Pencemaran logam timbal di Kali Surabaya daerah Rolak
menurut Dewi, dkk (2010), menyebabkan kualitas air sungai menurun
dimana perairan tersebut terpapar logam timbal sebesar 0,393 ppm.
Sementara ambang batas timbal berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk Mutu Air
Kelas III sebesar 0,03 ppm.
Oleh karena itu dilakukan cara untuk menurunkan kadar logam
timbal yang ada pada daging Ikan Bader dengan menggunakan filtrat asam
jawa dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30% serta lama perendaman 30
menit dan 60 menit karena dalam filtrat daging buah asam jawa matang
mengandung asam sitrat yang berguna sebagai pengikat logam. Hal ini
dikarenakan larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein
serta timbal merupakan logam yang dapat larut dalam lemak. Dalam
Asam Jawaperendaman
sebagai agent
logam
karena mengandung
% asam sitrat
denganpengkhelat
konsentrasi dan
lama perendaman
yang berbeda 15
dengan
larutan asam maka lemak akan membentuk emulsi halus yang larut dan di
dalam larutan asam sehingga dengan melarutnya lemak secara tidak
langsung akan menurunkan kandungan timbal pada daging Ikan Bader Putih

Peneliti menggunakanyang
filtrat
jerukaman
siam
konsentrasi
10%, 20%, 30% deteksi waktu 30 detik dan 6
akhirnya
dikonsumsi
masyarakat.

ng akan direndam filtrat asam jawa adalah Ikan Bader Putih di Kali Rolak Surabaya yang terbukti te

Bader Putih akan menyebabkan Hidrogen pada larutan asam berkompetisi dengan ion logam menim

11

Penurunan kadar logam berat timbal yang ada pada Ikan Bader Putih .

I. Hipotesis
Berdasarkan

latar

belakang

dan

kajian

pustaka

dapat

dikemukakanhipotesis sebagai berikut :


1. Ada pengaruh berbagai konsentrasi filtrat asam jawa terhadap
penurunan kadar logam berat timbal pada Ikan Bader Putih.
2. Ada pengaruh lama perendaman filtrat asam jawa terhadap penurunan
kadar logam berat timbal pada Ikan Bader Putih.
3. Ada presentase penurunan kadar logam berat timbal pada Ikan Bader
Putih di Kali Surabaya dengan menggunakan berbagai konsentrasi dan
lama perendaman filtrat asam jawa.

12

Anda mungkin juga menyukai