Anda di halaman 1dari 7

Home AKHLAK Serba Serbi Wasiat dalam Islam

Serba Serbi Wasiat dalam Islam

AKHLAK

Nasehat

Manajemen Qolbu

May 9, 2013

Setiap muslim sudah seharusnya memahami apa itu wasiat. Salah memahami wasiat, bisa berdampak fatal. Salah
berwasiat, bisa bernilai kedzaliman. Sebagai muslim yang baik, bagian ini wajib kita pahami, karena kita pasti akan
mati.
* Ditulis oleh: Ustad Aris Munandar, M.P.I.
Beberapa hari yang lewat saya bincang bincang dengan seorang yang berasal dari keluarga poligami. Artinya
ayahnya memiliki dua orang isteri dan dia anak dari ibu kedua. Dari ibu pertama sang ayah mendapatkan sembilan
anak, sedangkan dari ibu kedua dia mendapatkan lima orang anak. Sebelum sang ayah meninggal dunia dia
menuliskan wasiat berisi tata cara pembagian waris dari harta sang ayah. Anak anak dari ibu kedua diberi warisan
berupa dua lokasi sedangkan anak anak dari ibu pertama diberi warisan dari satu lokasi yang nilainya jauh lebih
besar dibandingkan nilai dua lokasi di atas.
Inilah contoh kasus wasiat yang tidak dibenarkan oleh syariat. Mengapa wasiat di atas tergolong wasiat yang
terlarang? Jawabannya bisa disimak di bawah ini.

Pengertian Wasiat

Kata Wasiat termasuk kosa kata bahasa arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya, bahasa
arab wasiat itu bermakna perintah yang ditekankan.
Wasiat dalam makna yang luas adalah nasihat yang diberikan kepada seorang yang dekat di hati semisal anak,
saudara maupun teman dekat untuk melaksanakan suatu hal yang baik atau menjauhi suatu hal yang buruk. Wasiat
dengan pengertian memberikan pesan yang penting ketika hendak berpisah dengan penerima pesan ini, biasanya
diberikan saat merasa kematian sudah dekat, hendak bepergian jauh atau berpisah karena sebab lainnya.
Sedangkan wasiat yang kita bahas kali ini adalah khusus terkait pesan yang disampaikan oleh orang yang hendak
meninggal dunia.
Wasiat jenis ini bisa bagi menjadi dua kategori:
Pertama, wasiat kepada orang yang hendak untuk melakukan suatu hal, semisal membayarkan utang, memulangkan
pinjaman dan titipan, merawat anak yang ditinggalkan, dst.
Kedua, wasiatkan dalam bentuk harta, agar diberikan kepada pihak tertentu dan pemberian ini dilakukan setelah
pemberi wasiat meninggal dunia.

Hukum Wasiat
Hukum wasiat tergantung pada kondisi orang yang menyampaikan wasiat. Berikut rinciannya:
1.

Menyampaikan wasiat hukumnya wajib untuk orang yang punya utang atau menyimpan barang titipan atau
menanggung hak orang lain, yang dikhawatirkan manakala seorang itu tidak berwasiat maka hak tersebut tidak
ditunaikan kepada yang bersangkutan.

2.

Berwasiat hukumnya dianjurkan untuk orang yang memiliki harta berlimpah dan ahli warisnya
berkecukupan. Dia dianjurkan untuk wasiat agar menyedekahkan sebagian hartanya, baik sepertiga dari total
harta atau kurang dari itu, kepada kerabat yang tidak mendapatkan warisan atau untuk berbagai kegiatan sosial.

3.

Berwasiat dengan harta hukumnya makruh jika harta milik seorang itu sedikit dan ahli warisnya tergolong
orang yang hartanya pas-pasan. oleh karena itu banyak sahabat radhiyallahu anhum, yang meninggal dunia
dalam keadaan tidak berwasiat dengan hartanya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allah itu bersedekah kepada
kalian dengan sepertiga harta kalian ketika kalian hendak meninggal dunia sebagai tambahan kebaikan bagi
kalian. (HR. Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani).
Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, Wahai manusia ada dua hal yang keduanya bukanlah hasil jerih payahmu.
Pertama, kutetapkan sebagian hartamu untukmu ketika engkau hendak meninggal dunia untuk membersihkan dan
mensucikanmu. Kedua, doa hamba hambaku setelah engkau meninggal dunia. (HR. Ibnu Majah, dhaif).

Demikian pula hadits yang yang mengisahkan Nabi mengizinkan Saad bin Abi Waqash untuk wasiat sedekah
sebesar sepertiga total kekayaannya [HR Bukhari dan Muslim].

Syarat Sah Wasiat


Pertama, terkait wasiat dalam bentuk meminta orang lain untuk mengurusi suatu hal semisal membayarkan utang,
merawat anak yang ditinggalkan maka disyaratkan bahwa orang yang diberi wasiat tersebut adalah seorang muslim
dan berakal. Karena jika tidak, dikhawatirkan amanah dalam wasiat tidak bisa terlaksana dengan baik.
Kedua, orang yang berwasiat adalah orang yang berakal sehat dan memiliki harta yang akan diwasiatkan.
Ketiga, isi wasiat yang disampaikan hukumnya mubah. Tidak sah wasiat dalam hal yang haram, semisal wasiat agar
diratapi setelah meninggal dunia atau berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada gereja atau untuk
membiayai acara bidah, acara hura hura atau acara maksiat lainnya.
Keempat, orang yang diberi wasiat, bersedia menerima wasiat. Jika dia menolak maka wasiat batal dan setelah
penolakan orang tersebut tidak berhak atas apa yang diwasiatkan.

Diantara Ketentuan Wasiat


Pertama, orang yang berwasiat boleh meralat atau mengubah ubah isi wasiat. Berdasarkan perkataan Umar,
Seseorang boleh mengubah isi wasiat sebagaimana yang dia inginkan. (Diriwayatkan oleh Baihaqi).
Kedua, tidak boleh wasiat harta melebihi sepertiga dari total kekayaan. Mengingat sabda Nabi kepada Saad bin Abi
Waqash yang melarangnya untuk berwasiat dengan dua pertiga atau setengah dari total kekayaannya. Ketika Saad
bertanya kepada Nabi, bagaimana kalau sepertiga maka jawaban Nabi, Sepertiga, namun sepertiga itu sudah
terhitung banyak. Jika kau tinggalkan ahli warismu dalam kondisi berkecukupan itu lebih baik dari pada kau
tinggalkan mereka dalam kondisi miskin lantas mereka mengemis ngemis kepada banyak orang. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Ketiga, Dianjurkan agar kurang dari sepertiga, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas, Andai manusia mau
menurunkan kadar harta yang diwasiatkan dari sepertiga menjadi seperempat mengingat sabda Nabi sepertiga akan
tetapi sepertiga itu banyak. (HR. Bukhari dan Muslim).
Keempat, yang terbaik adalah mencukupkan diri dengan berwasiat seperlima dari total kekayaannya, mengingat
perkataan Abu Bakar, Aku ridho dengan dengan apa yang Allah ridhoi untuk dirinya yaitu seperlima. (Syarh
Riyadhus Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 1/44).

Kelima, Larangan untuk berwasiat dengan lebih dari sepertiga itu hanya berlaku orang yang memiliki ahli waris.
Sedangkan orang yang sama sekali tidak memiliki ahli waris dia diperbolehkan untuk berwasiat dengan seluruh
hartanya.
Keenam, Wasiat dengan lebih dari sepertiga boleh dilaksanakan manakala seluruh ahli waris menyetujuinya dan
tidak mempermasalahkannya.
Ketujuh, tidak diperbolehkan [baca: haram] dan tidak sah, wasiat harta yang diberikan kepada ahli waris yang
mendapatkan warisan meski dengan nominal yang kecil, kecuali jika seluruh ahli waris sepakat membolehkannya,
setelah pemberi wasiat meninggal. Nabi shallallahu alaihi wa sallambersabda, Sesungguhnya Allah itu telah
memberikan kepada semua yang memiliki hak apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat harta
bagi orang yang mendapatkan warisan. (HR Abu Daud, dinilai shahih oleh al Albani).
Kedelapan, Jika wasiat harta untuk orang yang mendapatkan warisan itu ternyata hanya disetujui oleh sebagian ahli
waris karena sebagian yang lain menyatakan ketidaksetujuannya maka isi wasiat dalam kondisi ini hanya bisa
dilaksanakan pada bagian yang menyetujui isi wasiat namun tidak bisa diberlakukan pada bagian warisan yang tidak
menyetujuinya.

Penutup
Pada kasus wasiat di bagian prolog tulisan, wasiat tersebut termasuk wasiat terlarang, karena wasiat tersebut
menyebabkan aturan Islam dalam pembagian harta warisan tidak bisa dilaksanakan. Dalam aturan Islam semua anak
baik dari ibu pertama maupun dari ibu yang kedua memiliki hak yang sama atas harta peninggalan ayahnya.
Sehingga seharusnya seluruh harta milik ayah diinventaris dengan baik kemudian dibagikan kepada seluruh anak
yang ada, baik dari ibu pertama maupun ibu kedua. Kemudian dibagi dengan aturan Islam yaitu anak laki laki
mendapatkan dua kali lipat bagian anak perempuan. Allahu alam.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

baca versi HP | view by date | top hits | bidang | total 7.979.395 views

Wasiat Orang Tua Bertentangan Dengan Hukum Waris


Sat, 1 February 2014 05:20 - | Dibaca 7.729 kali | Bidang mawaris

Assalamu'alaikum..

Pak Ustadz yang dirahmati Alloh..

Saya dan saudara kandung yang lain tengah membahas tentang rumah peninggalan orang tua kami. Salah seorang kaka
meminta agar rumah dijual dan dibagikan warisannya.

Namun kakak saya yg lain tidak setuju karena beliau menerima wasiat dari ibu agar bila sepeninggal ibu, rumah itu tdk di
oleh anak-anaknya yg kurang beruntung.

Menurut kakak saya, dia tdk mau memikul tanggung jawab diakhirat nanti bila melanggar wasiat ibu kami (kebetulan kaka
menjual rumah dan membagi warisan. Karena menurutnya hukum waris akan gugur bila ada wasiat dari orang tua.
Mohon penjelasan dari pak ustadz terkait masalah ini. Terima kasih
Wassalamu'alaikum..
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dalam syariah Islam memang kita mengenal adanya hukum wasiat dan hukum waris sekaligus. Keduanya wajib dijalankan dengan s
dasar hukum dari Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma ulama.

Dalam implementasinya, syariat Islam juga mengatur pembagian wilayah untuk masing-masingnya. Kapan dan dimana berlakunya h
Dan kapan serta dimana harus diberlakukan hukum waris, juga sudah diatur sedemikian rupa. Sehingga antara wasiat dan waris tid
menerapkan syariah Islam dengan benar.
A. Hukum Wasiat

Kalau diurutkan berdasarkan periode pensyariatannya, nampaknya syariat Islam yang terkait dengan hukum-hukum wasiat lebih da
dimana hukum waris belum turun dan juga belum berlaku.

Sehingga di masa itu, segala hal yang terkait dengan harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, semuanya ditetapkan ber

Diwajibkan

atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
itu adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah : 180)

Dengan adanya ayat di atas, sebenarnya tidak terlalu salah-salah amat ketika di dalam keluarga ada yang selalu berupaya agar was
yang terkait dengan harta-harta milik beliau.

Dan pada saat ayat ini turun, berlaku hukum kewajiban untuk menjalankan wasiat. Dan siapa yang melanggar wasiat almarhum, ten
B. Perubahan Hukum di Masa Tasyri' (Proses Pensyariatan)

Hanya saja yang jadi masalah, syariat Islam itu turun berproses dan berangsur-angsur. Ada hukum-hukum yang awalnya sudah dite
masa tasyri' itu, Allah SWT punya kehendak untuk mengubah dan merevisinya dengan hukum yang turun kemudian.

Di dalam ilmu ushul fiqih, kita mengenalnya dengan istilah nasakh dan mansukh. Intinya, Allah SWT punya hak preogratif 100% unt
wajib berubah jadi sunnah, mubah, makruh bahkan haram. Dan bisa juga sebaliknya, yang tadinya haram bisa berubah jadi makruh

Contoh yang sederhana adalah hukum minum khamar. Awalnya di masa Mekkah yang 13 tahun itu, sama sekali tidak turun ayat ata
shahabat yang aslinya memang 'penggemar' khamar itu masih asik menenggak khamar.

Namun di masa Madinah, turunlah empat ayat yang berbeda di waktu yang berbeda, yang secara berangsur-angsur mengubahnya h
menjadi haram total. Bahkan peminum khamar dihukum cambuk 40 hingga 80 kali.

Contoh lain adalah nikah mut'ah alias kawin kontrak. Awalnya syariat Islam membolehkannya dan para shahabat nabi sendiri banya
berkehendak untuk menyempurnakan syariat-Nya. Sehingga pada bagian akhir periode tasyri', nikah mut'ah itu berubah status men

Contoh lainnya lagi adalah haramnya berizarah kubur di masa awal tasyri'. Kemudian pada bagian akhir, ziarah kubur diperbolehkan

Kesimpulannya bahwa selama masa tasyri' dengan rentang 23 tahun masa kenabian, banyak sekali hukum-hukum yang mengalami

prosesnya, tidak boleh menentang perubahan hukum yang telah Allah SWT tetapkan.
C. Hukum Waris

Hukum waris termasuk hukum-hukum yang turun kemudian, alias turun agak belakangan setelah sebelumnya Allah SWT memberla

Dengan turunnya ayat-ayat waris, maka sebagian dari hukum-hukum wasiat menjadi tidak berlaku. Dengan bahasa yang lebih mud
dengan hukum waris.

Jadi logika hukum kakak Anda itu agaknya terbalik. Kurang tepat kalau dikatakan bila ada wasiat maka hukum waris menjadi gugur.
namun bila wasiat ini bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi yaitu hukum waris, maka wasiat menjadi tidak berlaku.

Namun bila wasiat itu tidak bertentangan dengan hukum waris, maka wasiat itu wajib untuk tetap dijalankan.
Kalau sebelumnya aturan pembagian harta orang yang wafat ditetapkan dengan cara wasiat, maka dengan turunnya hukum waris, w
dihapuskan untuk selama-lamanya.
1. Hukum Waris Wajib Dijalankan

Turunnya ayat waris ini kemudian menetapkan bahwa ahli waris diharamkan menerima harta lewat jalur wasiat. Dan ketentuan yang
siapapun, termasuk oleh almarhum sendiri sebagai pemilik asli dari harta yang ditinggalkan.

Maka baik ahli waris, atau pun pewaris, semua harus tunduk dengan hukum Allah SWT yang baru. Dan ketentuan ini juga dilengkap
akan dimasukkan ke dalam neraka. Malah ada tambahan dari ancaman ini, yaitu masuk neraka dan tidak bisa keluar lagi alias abadi

Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya (hukum waris), niscaya Allah m
di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An-Nisa' : 14)
2. Ahli Waris Haram Menerima Wasiat

Dan juga menjadi ketentuan hukum syariat bahwa para ahli waris DIHARAMKAN untuk menerima harta secara jalur wasiat dari oran
Dasarnya adalah hadits Nabi SAW :

Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-masing haknya. Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan kepada ahli war

Jadi kesimpulannya, seorang pewaris sudah tidak lagi dibolehkan untuk membuat wasiat, bila para penerimanya adalah ahli warisny
kepada yang selain ahli waris.

Dan para ahli waris haram hukumnya menerima harta bila jalurnya lewat wasiat, karena bertentangan dengan hukum waris yang te
3. Wasiat Hanya Kepada Selain Ahli Waris Maksimal 1/3 Bagian

Ketika berwasiat kepada selain ahli waris, syariat Islam juga memberikan batasan maksimal yang boleh diwasiatkan, yaitu 1/3 bagia
tidak boleh diwasiatkan, karena sudah menjadi jatah bagi para ahli waris.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada Saad bin Abi Waqqash :

. : : . :

Dari Saad bin Abi Waqqash radhiallahuanhu dia berkata, Wahai Rasulullah, bolehkah aku mau berwasiat untuk menyerahkan selur
Aku berkata, Kalau setengahnya? Beliau bersabda, Tidak boleh. Aku berkata, Kalau sepertiganya? Beliau bersabda: Ya seper
Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam
dengan menengadahkan tangan-tangan mereka. (HR. Al-Bukhari Muslim)
D. Kelemahan Hukum Wasiat

Mungkin anda bertanya, kenapa Allah SWT menukar hukum wasiat yang sebelumnya berlaku dengan hukum waris? Apa hikmah di b

Tentu saja Allah SWT tidak menukar atau menasakh suatu hukum, kecuali demi kebaikan manusia sendiri. Di antara hikmahnya ada
banyak kelemahan, misalnya bisa saja seseorang yang kedudukannya bukan sebagai ahli waris dari almarhum, tetapi jadi berhak m
namanya disebut dalam surat wasiat.
Tentu ini sangat tidak adil, bukan?

Dan hal yang sebaliknya juga bisa terjadi, yaitu mungkin saja yang termasuk ahli waris malah tidak menerimanya, lantaran si pemil

Dari ketentuan ini, bisa disimpulkan bahwa penetapan harta warisan dengan cara wasiat ini semata-mata didasarkan pada faktor su

Dalam kasus nyata, bisa saja seorang ayah sebelum wafat mengatur seenak perasaannya sendiri, bagaimana cara pembagian harta
memberikan sejumlah harta tertentu kepada salah satu dari anaknya, sebagian mendapat jumlah yang lebih besar, sebagian lainnya
ada anak yang sama sekali tidak diberikan harta.

Maka anak yang pandai mengambil hati orang tua, tentu dia akan beruntung karena bisa dipastikan akan mendapat wasiat yang leb
dekat dengan orang tuanya, bahkan dibenci dan dimarahi, bisa-bisa tidak mendapatkan harta peninggalan serupiah pun.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA

http://www.konsultasisyariah.com/serba-serbi-wasiat-dalam-islam/
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1391208335&=wasiat-orang-tuabertentangan-dengan-hukum-waris.htm

6. Ustadz Aris Munandar, M.A. Beliau adalah sarjana S-2, Jurusan Fikih, Program Pascasarjana, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Beliau merupakan pengajar tetap di Pondok Pesantren Hamalatul Quran, Bantul.
Beliau dikenal sangat piawai dalam ilmu fikih dan ushul fikih. Saat ini, beliau aktif mengajar di
berbagai halaqah kajian di Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai