Anda di halaman 1dari 2

Dzat Yang Mencipta kita, sekaligus menjamin rizqi bagi penghidupan kita, adalah Pemilik,

Pemelihara, dan Pengatur segala urusan kita. Dialah Allah Subhanahu wa Taala, tiada sekutu
bagiNya. Maka bagaimana kiranya, jika anugrah dariNya justru kita gunakan untuk
mendurhakaiNya? Maka apa jadinya, jika dengan karuniaNya kita malah tenggelam dalam
maksiat dan dosa?
Sesungguhnya seseorang dihalangi dari rizqinya, demikian Rasulullah bersabda
sebagaimana dicatat oleh Imam Ahmad, Disebabkan dosa yang dilakukannya.
Ada beberapa keterangan ulama tentang dosa menghalangi rizqi ini, yang selaiknya kita
simak. Pertama, bahwa memang yang bersangkutan terhalang dari rizqinya, hingga ke bentuk
zhahir rizqi itu. Ini sebagaimana firman Allah tentang dakwah Nuh pada kaumnya.
Maka aku katakan kepada mereka, Mohonlah ampunan kepada Rabb kalian.
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepada kalian
dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian, dan mengadakan untuk
kalian kebun-kebun dan mengadakan di dalamnya sungai-sungai. (QS Nuh [71]: 10-12)
Maknanya, demikian ditulis Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirul Quranil Azhim, Jika kalian
bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya dan kalian senantiasa mentaatiNya,
niscaya Dia akan membanyakkan rizqi kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan
dari langit.
Selain itu, lanjut beliau, Dia juga akan mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi,
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian,
membanyakkan harta dan anak-anak kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya
terdapat bermacam-macam buah untuk kalian, serta mengalirkan sungai-sungai di antara
kebun-kebun itu untuk kalian.
Jika bertaubat menjadikan berlimpahnya bentuk rizqi, maka berdosa berarti membatalkan
semua itu. Ini pemahaman pembalikannya.
Keterangan yang kedua, bahwasanya yang dihalangi dari si pendosa adalah rasa nikmat yang
dikaruniakan Allah dari berbagai bentuk rizqi tersebut. Rizqi tetap hadir, tapi rasa nikmatnya
dicabut. Rizqi tetap turun, tapi rasa lezatnya dihilangkan. Maka, demikian menurut Imam
An Nawawi, Karena dosa yang menodai hatinya, hamba tersebut kehilangan kepekaan untuk
menikmati rizqinya dan mensyukuri nikmatnya. Dan ini adalah musibah yang sangat besar.
Hujjah bahwa semua bentuk rizqi itu tetap turun, ada dalam berbagai hadits Rasulillah. Ada
yang sudah kita sebut, demikian pula yang berikut ini:
Sesungguhnya Jibril mengilhamkan ke dalam hatiku, demikian sabda Rasulullah dalam
riwayat Imam Ath Thabrani dan Al Baihaqi, Bahwa tidak ada satu pun jiwa yang meninggal
kecuali telah sempurna rezekinya. maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam
mencari rezeki. Jangan sampai lambatnya rezeki menyeret kalian untuk mencarinya dengan
bermaksiat kepada Allah, karena apa yang ada pada sisi Allah tidak akan bisa diperoleh
dengan bermaksiat kepada-Nya.

Apa yang ada di sisi Allah, demikian lanjut Imam An Nawawi, Adalah ridhaNya yang
menjadikan rizqi itu ternikmati di dunia, berkah senantiasa, dan menjadi pahala di akhirat.
Maka memang ia tak dapat diraih dengan kemaksiatan dan dosa.
Adapun ayat dalam Surah Nuh, terusnya, Khithab dawahnya ditujukan kepada orang
kafir, yang meskipun mereka mengingkari Allah dan menyekutukanNya, tapi Allah tidak
memutus rizqi mereka secara mutlak. Akan tetapi, jika mereka beristighfar dan bertaubat,
sesungguhnya karunia yang lebih besar pastilah Allah limpahkan.
Menghimpun kedua catatan ini, amat jadi renungan sebuah kisah tentang Imam Hasan Al
Bashri. Pada suatu hari, seorang lelaki datang kepada beliau. Sesungguhnya aku, ujarnya
pada Tabiin agung dari Bashrah itu, Melakukan banyak dosa. Tapi ternyata rizqiku tetap
lancar-lancar saja. Bahkan lebih banyak dari sebelumnya.
Sang Imam tersenyum prihatin. Beliau lalu bertanya, Apakah semalam engkau qiyamullail
wahai Saudara?
Tidak, jawabnya heran.
Sesungguhnya jika Allah langsung menghukum semua makhluq yang berdosa dengan
memutus rizqinya, jelas Hasan Al Bashri, Niscaya semua manusia di bumi ini sudah habis
binasa. Sungguh dunia ini tak berharga di sisi Allah walau sehelai sayap nyamukpun, maka
Allah tetap memberikan rizqi bahkan pada orang-orang yang kufur kepadaNya.
Adapun kita orang mukmin, demikian sambung beliau, Hukuman atas dosa adalah
terputusnya kemesraan dengan Allah, Subhanahu wa Taala.
***
Lagi-lagi terrenungi, bahwa di lapis-lapis keberkahan, ini soal rasa. Semoga Allah
melimpahkan rizqiNya kepada kita, dan menjaga kita dari bermaksiat padaNya. Dengan
begitu, sempurnalah datangnya nikmat itu dengan kemampuan kita menikmati rasa lezatnya,
lembutnya, dan harumnya. Di lapis-lapis keberkahan, soal rasa adalah terjaganya kita dari
dosa-dosa.

sepenuh cinta, dinukil dari:


Lapis-Lapis Keberkahan, Setitis Rizqi

Anda mungkin juga menyukai