Anda di halaman 1dari 4

Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat.

Taubat marupakan rahmat Allah yang


diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana
Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah
diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang
berbunyi: "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa
adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut)."

Di antara kita pernah berbuat kesalahan terhadap diri sendiri sebagaimana terhadap keluarga dan
kerabat bahkan terhadap Allah. Dengan segala rahmatnya, Allah memberikan jalan kembali kepada
ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Penyayang dan Maha Penerima
Taubat. Seperti diterangkan dalam surat Al Baqarah: 160 "Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang."

Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru
akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah
sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana firmanya dalam surat
Al-Baqarah: 222, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri."

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara, bahkan pintunya selalu terbuka luas tanpa penghalang
dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-
Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari: "SesungguhnyaAllah
membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada
malam hari sampai matahari terbit dari barat."

Merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus
melampai batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka dan sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya karena sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133, "Bersegaralah kepada ampunan dari
tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

Taubat yang tingkatannya paling tinggi di hadapan Allah adalah "Taubat Nasuha", yaitu taubat yang
murni. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Tahrim: 66, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bresamanya,
sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan
'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kamidan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu'".

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang
dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa
atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta
maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Apakah penyesalan itu taubat?",
"Ya", kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila
kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya".
Taubat Sejati

Tazkiyatun Nufus
4/10/2007 | 23 Ramadhan 1428 H | Hits: 10.621

Hidup tak ubahnya seperti menelusuri jalan setapak yang becek di tepian sungai nan jernih. Kadang orang tak sadar
kalau lumpur yang melekat di kaki, tangan, badan, dan mungkin kepala bisa dibersihkan dengan air sungai tersebut.
Boleh jadi, kesadaran itu sengaja ditunda hingga tujuan tercapai.

Tak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Selalu saja ada debu-debu lalai yang melekat. Sedemikian
lembutnya, terlekatnya debu kerap berlarut-larut tanpa terasa. Di luar dugaan, debu sudah berubah menjadi kotoran
pekat yang menutup hampir seluruh tubuh.

Itulah keadaan yang kerap melekat pada diri manusia. Diamnya seorang manusia saja bisa memunculkan salah dan
dosa. Terlebih ketika peran sudah merambah banyak sisi: keluarga, masyarakat, tempat kerja, organisasi, dan
pergaulan sesama teman. Setidaknya, akan ada gesekan atau kekeliruan yang mungkin teranggap kecil, tapi
berdampak besar.

Belum lagi ketika kekeliruan tidak lagi bersinggungan secara horisontal atau sesama manusia. Melainkan sudah
mulai menyentuh pada kebijakan dan keadilan Allah swt. Kekeliruan jenis ini mungkin saja tercetus tanpa sadar,
terkesan ringan tanpa dosa; padahal punya delik besar di sisi Allah swt.

Rasulullah saw. pernah menyampaikan nasihat tersebut melalui Abu Hurairah r.a. “Segeralah melalukan amal saleh.
Akan terjadi fitnah besar bagaikan gelap malam yang sangat gulita. Ketika itu, seorang beriman di pagi hari, tiba-
tiba kafir di sore hari. Beriman di sore hari, tiba-tiba kafir di pagi hari. Mereka menukar agama karena sedikit
keuntungan dunia.” (HR. Muslim)

Saatnyalah seseorang merenungi diri untuk senantiasa minta ampunan Allah swt. Menyadari bahwa siapa pun yang
bernama manusia punya kelemahan, kekhilafan. Dan istighfar atau permohonan ampunan bukan sesuatu yang
musiman dan jarang-jarang. Harus terbangun taubat yang sungguh-sungguh.

Secara bahasa, taubat berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah swt. dan diajarkan
Rasulullah saw. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah
dilakukan selama ini.

Rasulullah saw. pernah ditanya seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.”
(HR. Ibnu Majah) Amr bin Ala pernah mengatakan, “Taubat nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa
sebagaimana kamu mencintainya.”

Taubat dari segala kesalahan tidak membuat seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya. Justru, akan menambah
kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Karena Allah sangat mencintai orang-orang yang
bertaubat dan mensucikan diri. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara. Pintu taubat selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah
selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap
dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari. “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di
siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat.”
Karena itu, merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus
melampaui batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka. Dan sungguh, Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya
karena Dialah yang Maha Pengampun lagi Penyayang.
Orang yang mengulur-ulur saatnya bertaubat tergolong sebagai Al-Musawwif. Orang model ini selalu mengatakan,
“Besok saya akan taubat.” Ibnu Abas r.a. meriwayatkan, berkata Nabi saw. “Binasalah orang-orang yang melambat-
lambatkan taubat (musawwifuun).” Dalam surat Al-Hujurat ayat 21, Allah swt. berfirman, “Dan barangsiapa yang
tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang zalim.“

Abu Bakar pernah mendengar ucapan Rasulullah saw., “Iblis berkata, aku hancurkan manusia dengan dosa-dosa dan
dengan bermacam-macam perbuatan durhaka. Sementara mereka menghancurkan aku dengan Laa ilaaha illaahu
dan istighfar. Tatkala aku mengetahui yang demikian itu aku hancurkan mereka dengan hawa nafsu, dan mereka
mengira dirinya berpetunjuk.”

Namun, taubat seorang hamba Allah tidak cuma sekadar taubat. Bukan taubat kambuhan yang sangat bergantung
pada cuaca hidup. Pagi taubat, sore maksiat. Sore taubat, pagi maksiat. Sedikit rezeki langsung taubat. Banyak
rezeki kembali maksiat.
Taubat yang selayaknya dilakukan seorang hamba Allah yang ikhlas adalah dengan taubat yang tidak setengah-
setengah. Benar-benar sebagai taubat nasuha, atau taubat yang sungguh-sungguh. Taubat yang tingkatannya paling
tinggi di hadapan Allah adalah "Taubat Nasuha", yaitu taubat yang murni. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-
Tahrim: 66, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang
beriman bresamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kamidan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu'".

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang
dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau
kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf
kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Apakah penyesalan itu taubat?", "Ya", kata
Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci
perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya".p

Karena itu, ada syarat buat taubat nasuha. Antara lain, segera meninggalkan dosa dan maksiat, menyesali dengan
penuh kesadaran segala dosa dan maksiat yang telah dilakukan, bertekad untuk tidak akan mengulangi dosa.

Selain itu, para ulama menambahkan syarat lain. Selain bersih dari kebiasaan dosa, orang yang bertaubat mesti
mengembalikan hak-hak orang yang pernah dizalimi. Ia juga bersegera menunaikan semua kewajiban-kewajibannya
terhadap Allah swt. Bahkan, membersihkan segala lemak dan daging yang tumbuh di dalam dirinya dari barang
yang haram dengan senantiasa melakukan ibadah dan mujahadah.

Hanya Alahlah yang tahu, apakah benar seseorang telah taubat dengan sungguh-sungguh. Manusia hanya bisa
melihat dan merasakan dampak dari orang-orang yang taubat. Benarkah ia sudah meminta maaf, mengembalikan
hak-hak orang yang pernah terzalimi, membangun kehidupan baru yang Islami, dan hal-hal baik lain. Atau, taubat
hanya hiasan bibir yang terucap tanpa beban.

Hidup memang seperti menelusuri jalan setapak yang berlumpur dan licin. Segeralah mencuci kaki ketika kotoran
mulai melekat. Agar risiko jatuh berpeluang kecil. Dan berhati-hatilah, karena tak selamanya jalan mendatar.

Anda mungkin juga menyukai