A. IDENTITAS PASIEN
Tn. CS, laki-laki, 33 tahun, Islam, tidak bekerja, pendidikan terakhir SMK, tinggal
di Tanggamus, belum menikah diantar ke RS Jiwa Provinsi Lampung pada tanggal
9 Juli 2015 oleh orang tua pasien.
B. ANAMNESIS PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
Diperoleh dari rekam medik, autoanamnesis tanggal 13 Juli 2015 dan
alloanamnesis dari Tn.D (bapak kandung), usia 58 tahun, pendidikan terakhir
SD pada 13 Juli 2015.
1. KeluhanUtama
Mengamuk dan memukul ayah pasien tanpa alasan yang jelas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), pasien mengamuk dan
memukul ayah pasien. Pasien marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang
jelas.
Semakin hari, pasien terlihat suka berbicara sendiri tanpa lawan bicara
yang jelas, dan tertawa tanpa sebab yang jelas. Ketika ditanya oleh salah
satu keluarga, ia hanya menjawab tidak kenapa-kenapa.
Menurut keluarga, pasien memang sering mengamuk dan marah-marah
tanpa ada alasan yang jelas. Pasien membanting-banting gelas, memukul
pintu, dan melempar vas bunga.
Menurut pasien, terdapat sura-suara berasal dari luar tubuh yang
mengganggu dan kadang-kadang menyuruh untuk marah dan mengamuk.
Suara tersebut tidak jelas sumbernya dan bukan suara yang biasa pasien
kenal. Menurut pasien pula, terdapat bayangan yang kadang kadang
2 tahun dan
perkembangan pasien saat bayi dan balita sesuai dengan bayi dan
balita seusianya, tidak pernah mengalami gangguan.
c. Periode Masa Kanak-Kanak
Menurut keluarga, pasien tidak terlalu berbeda dari anak-anak yang
lainnya.
d. Periode Remaja
Pasien memiliki sifat penyendiri, pendiam dan jarang bercerita. Pasien
menghabiskan waktu sehari-hari di rumah.
e. Periode Dewasa
Riwayat Pendidikan
ibadah
keagamaan.
Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke-empat dari 6 bersaudara. Sejak lahir
hingga remaja, ia dirawat dan diasuh oleh kedua orang tuanya. Ia
hidup dalam keluarga yang memiliki status ekonomi yang kurang
dengan pemasukan yang tidak menentu, hanya cukup untuk
kehidupan sehari-hari.
Menurut keluarga, pasien memiliki hubungan yang baik dengan
kedua orang tua namun diakui oleh ayah pasien bahwa ia cukup
membatasi diri. Menurut keluarga pula, tidak pernah membedabedakan status kedudukan dalam keluarga.
GENOGRAM :
Laki-Laki
Perempuan
Pasien
Satu Rumah
C. STATUS MENTAL
I. Deskripsi Umum
1. Penampilan:
Seorang laki-laki memakai seragam RSJ Prov. Lampung, baju kaos motif
polos dan celana olahraga, perawakan sedang dengan berat badan cukup,
kulit kuning langsat, rambut pendek, tersisir rapi, kuku pendek dan cukup
bersih.
2. Kesadaran: Jernih.
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor: Saat wawancara pasien dalam keadaan
duduk, kontak mata baik dan pasien cukup tenang.
4. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif
5. Pembicaraan: Spontan, lancar, intonasi sedang, volume cukup, artikulasi
jelas, kualitas cukup, kuantitas cukup
II. KeadaanAfektif
1. Mood
2. Afek
3. Keserasian
: eutimia
: luas
: appropriate (serasi antara ekspresi dan suasana yang
dihayati).
III.GangguanPersepsi :
1. Halusinasi
: halusinasi auditorik, halusinasi visual
2. Ilusi
: tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi: tidak ada
IV. ProsesBerpikir :
1. Arus pikiran :
a. Produktivitas : banyak
b. Kontinuitas : koheren, mampu memberikan jawaban sesuai
pertanyaan.
c. Relevansi
: relevan
d. Hendaya berbahasa : tidak ditemukan
2. Isi pikiran
a. Waham ( - )
3. Kesadaran dan Kognisi
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : sesuai dengan
taraf pendidikan pasien
b. Daya konsentrasi : tidak baik
c. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) : baik
d. Daya ingat : jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, dan
jangka segera baik.
e. Pikiran abstrak : terganggu
4. Daya Nilai
a. Norma sosial
: baik
b. Uji daya nilai
: baik
c. Penilaian realitas : baik
5. Tilikan
Tilikan 1 (pasien menyangkal total terhadap penyakitnya).
6. Taraf dapat dipercaya
Pemeriksa memperoleh kesan bahwa jawaban pasien dapat dipercaya,
karena pasien konsisten dalam menjawab pertanyaan, jawaban pasien
sesuai dengan realita. Selain itu, terdapat jawaban yang sama dengan
keterangan yang diperoleh dari data pasien dalam rekam medik.
7
Terdapat halusinasi auditorik, tidak jelas suara siapa dan berasal dari mana, dan
halusinasi visual. Daya konsentrasi tidak baik. Penilaian abstrak terganggu.
Pada tahun 2012, pasien kembali marah, mengamuk dan mengancam orang lain
dengan pisau sehingga dibawa ke RSJ Provinsi Lampung. Gangguan tersebut
paling parah dalam delapan tahun terakhir. Pasien kemudian berobat jalan dan
mendapat terapi obat pink kecil yang diminum 3x1, obat kuning bulat diminum 1x
setengah, dan obat putih diminum 3x1. Setelah beberapa kali berobat jalan ke poli,
keluhan membaik, yaitu halusinasi berkurang dan marah dapat mulai dikendalikan.
Tetapi, karena merasa sudah sehat, pada tahun 2014 tidak kembali kontrol ke poli.
Kemudian timbul kembali marah, halusianasi auditorik, visual.
Pada Juli 2015 pasien kembali marah marah dan memukul ayah sehingga dibawa
ke RSJ Provinsi Lampung.
Saat wawancara,pasien dalam keadaan duduk, kontak mata baik dan pasien cukup
tenang. Pembicaraan spontan, lancar, intonasi sedang, volume cukup, kualitas
cukup, kuantitas cukup. Sikap pasien koperatif.
Pasien berbicara appropriate, serasi antara ekspresi dan suasana yang dihayati.
Memori segera, jangka pendek, menengah dan panjang baik. Orientasi tempat,
waktu dan orang baik.
F. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi yang bermakna serta
menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam
pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
ini mengalami gangguan jiwa.
Axis I ditetapkan berdasarkan data-data yang didapat memelalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan rekam medik, tidak ditemukan riwayat trauma kepala,
demam tinggi atau kejang sebelumnya ataupun kelainan organik. Tidak pernah
ada riwayat penggunaan zat psikoaktif. Hal ini dapat menjadi dasar untuk
9
G. EVALUASI MULTIAKSIAL
I. Aksis I : F 20.0 Skizofrenia Paranoid dengan Remisi Tak Sempurna
II. Aksis II
: Tidak ada Retardasi Mental maupun Gangguan Kepribadian
III. Aksis III
: Belum ada diagnosis
10
IV. Aksis IV
H. TERAPI
I. Psikofarmaka :
a. Haloperidol 3 x 5 mg
b. Triheksipenidil 3 x 2 mg
c. Clorpormazine 1 x 50 mg
II. PsikoterapiSupportif
a. Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati sehingga pasien menjadi lega.
b. Konseling memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan
memahami kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat teratur.
c. Sosioterapi : memberikan penjelasan pada keluarga pasien dan orang
sekitar pasien untuk memberikan dorongan dan menciptakan lingkungan
yang kondusif.
I. DAFTAR PROBLEM
1. Organobiologik: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna,
tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter.
2. Psikologik: Ditemukan hendaya dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik, dan visual.
3. Sosiologik: Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial pasien, butuh
sosioterapi.
J. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam
2. Quo ad functionam
3. Quo ad sanationam
: Bonam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
11
12
riwayat penyakit fisik. Oleh karena itu aksis III belum ada diagnosis. Axis IV
ditetapkan karena pasien memiliki stressor kuat. Masalah percintaan, yaitu putus
dengan kekasih membuat pasien mudah marah dan tersinggung. Pada pasien
memiliki masalah dalam hal perekonomian, karena hanya ayah dan ibu yang
bekerja sehingga hanya cukup untuk kebutuhan sehari hari. Axis V ditetapkan
dari penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya
menggunakan skala GAF (Global Assessment of Functioning). Pada saat
dilakukan wawancara, skor GAF 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik). GAF tertinggi selama
satu tahun terakhir adalah 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang).
14
LAMPIRAN
15
Mengamuk
dirasakan
Mengancam dengan
Penyendiri, murung,
pendiam
Bicara sendiri
Tertawa sendiri
Halusinasi auditori
Dilakukan rawat
inap ke-1 di RSJ
Prov. Lampung
pisau
Bicara sendiri
Tertawa sendiri
Halusinasi auditori
Halusinasi visual
sendiri, tertawa
sendiri, halusinasi
auditori, halusinasi
visual)
Mengamuk dan
memukul Ayah
Lampung
Dilakukan rawat
inap ke-2 di RSJ
Prov. Lampung
1982
0-1thn
THNTH
1985
1-3 thn
1992
3-12 thn
thnthn
2004
2012
22 thn
30 thn
Kontrol ke poli
tidak rutin
2015
33 thn
16
Pasien
(P)
: Iya bisa.
: Saya bisa manggil apa enaknya mas, bapak, atau nama saja?
: 33 tahun (benar).
: Pringsewu (benar).
: Belum dok.
: Gak apa-apain.
: Belum satu minggu dok, sama orang tua saya [Orientasi orang (+), memori
jangka pendek (+)].
: Enggak.
: Ga tau.
: Mas pernah nggak sedih, pingin sendiri aja, jauh dari kerumunan?
: Engga dok.
: Lupa dok.
: Yang saya ingat 4 macam aja dok. Itupun tidak teratur kontrol nya.
: Dapat 3 macam dok. Obat pink kecil yang diminum 3x1, obat kuning bulat
diminum 1x setengah, dan obat putih diminum 3x1.
: Suara suara berkurang dok, marahnya juga. Karna ngerasa sehat, saya ga
kontrol sekitar 1 atau 2 tahun.
: Enggak pernah.
: Enggak pernah.
: Kesel aja.
: Selama satu minggu di sini ada yang sedih, seneng. Kalo mas yang dirasain
apa?
: Biasa aja.
: Biasa aja.
: Dalam satu tahun terakhir mas pernah ngga seneng banget, sampe pingin
belanja, menghabiskan uang, pokoknya boros?
: Kalau dalam satu tahun terakhir ngerasa sedih, pingin sendiri aja, pingin jauh
dari orang, ga mau makan, ga mau tidur.
: Iya, kadang kadang ada yang bisikin saya, sama ada bayangan sekelebet
lewat.
: Engga kenal.
: Mas pernah ngga ngerasa jarinya tambah panjang? Atau telinga tambah
besar? Atau semacam itu?
: Engga pernah.
: Engga pernah.
19
: Mas coba ingat 3 benda. Meja, kursi, lemari. Nanti saya tanya lagi ya mas.
: Iya dok.
: sekarang kita main peribahasa ya mas. Apa arti besar pasak daripada tiang?
: delapan.
: Iya betul. Kalau saya bilang kurang artinya dikurang dua lagi ya mas.
: Iya dok.
: 93.
: Dikurang lagi?
: 85.
: di RSJ dok.
: Siang dok.
: Jadi kalau aku bisa bikin kesimpulan, mas ke sini karena marah dan mukul
bapak. Sempat lihat bayangan dan suara bisikan. Sampai hari ini juga masih
ada. Betul mas?
: Iya dok.
: Engga dok.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan
HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
21