Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung
Preseptor:
Hj. Ummie Wasitoh,dr., Sp.PD
Disusun Oleh :
Jeff Prasetia Papar
12100114067
Nita Andriani
12100114099
12100114032
BAB I
KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn. T
Usia
: 53 tahun
Alamat
: Panyingkiran,Majalengka
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Pekerjaan
: Petani
Status Pernikahan
: Sudah Menikah
Tanggal Masuk RS
: 06 Agustus 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 13 Agustus 2015
Keluhan Utama
Kencing merah kehitaman
Anamnesis Khusus
Pasien datang ke RSUD AL-Ihsan dengan keluhan kencing yang berwarna merah
kehitaman. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 1 tahun SMRS yang hilang timbul,
kencing kadang encer berwarna merah, encer berwarna putih dan kadang merah
menggumpal. Buang air kecil berwarna merah terutama dirasakan saat malam hari ketika
pasien tidur, pasien terbangun 2 jam sekali untuk buang air kecil. Keluhan disertai dengan
adanya rasa lemas, lesu, mudah cape, pusing, mual, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas
yang terasa sampai ke bagian dada, dan kadang disertai dengan sesak. Pasien juga
mengatakan bahwa wajahnya terlihat lebih pucat. Pasien merasa bahwa baju dan celana yang
dipakai terasa longgar, pasien mengaku berat badannya 1 tahun yang lalu sekitar 50 kg dan
berangsur turun menjadi 45 kg. Namun sekarang pasien belum sempat menimbang berat
badan kembali.
1
Pasien menyangkal adanya BAK yang tidak lancar, nyeri, busa maupun pasir yang
keluar ketika BAK, muntah, susah menelan, gusi berdarah, nyeri sendi, kebiruan pada kaki
dan tangan, mudah berdarah dan luka sulit sembuh ketika ada trauma dan gangguan buang air
besar.
Enam bulan SMRS pasien memeriksakan diri ke klinik swasta untuk dilakukan foto
rontgen. Karena saat itu pasien mengeluhkan kencing yang berwarna merah tanpa adanya
demam maupun nyeri pinggang. Hasil dari foto rontgen ditemukan adanya batu di ginjal
sebelah kanan. Pasien diminta untuk berobat ke dokter spesialis urologi namun pasien tidak
berobat.
Satu tahun SMRS pasien pernah dilakukan operasi batu ginjal sebelah kanan di RS
Majalengka yang diawali dengan keluhan nyeri pinggang kanan, kencing merah dan demam.
Pasien dirawat selama 22 hari dan dilakukan transfusi 11 labu sebelum dilakukan operasi.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
1. Keadaan Umum
Kesan sakit
Kesadaran
: Compos mentis
BB
: 45 kg, TB 162 cm
Status gizi
: Underweight
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
Respirasi
: 22x/menit
Suhu
: 35,4 oC
2. Tanda Vital
kepala
1. Rambut
2. Kulit wajah
: Tampak anemis
3. Mata
Letak
: simetris
Palpebrae
: edema (-)
Pupil
Sklera
: ikterik (-)
Konjungtiva
: anemis (+)
4. Telinga
Deformitas (-), sekret (-), Luka (-)
5. Hidung
Simetris
Deviasi septum (-)
Sekret (-/-)
Massa (-/-)
6. Mulut
Bibir
: Lembab, Sianosis(-)
Lidah
Faring
Tonsil
: Hiperemis (-)
: T1-T1,tenang
leher
o Kelenjar tiroid
o JVP
: 5+0 cmH2O
o KGB
thorax anterior
Inspeksi
o Bentuk dan gerak
: simetris
: tidak melebar
4
: -/-
o Jejas/kemerahan/jar.parut
: tidak ada
o Ictus Cordis
: tidak terlihat
Palpasi:
Sonor
Batas paru hepar ICS VI Linea Mid Clavicularis Dekstra, peranjakan 1 sela
Perkusi:
iga
Batas jantung:
kiri
atas
Auskultasi:
VBS kanan = kiri
Ronchi
: -/-
Wheezing
: -/-
thorax posterior
Inspeksi
Jejas/kemerahan/jar.parut (-)
Palpasi
: (+/-)
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
Ronchi
: -/-
Wheezing
: -/-
abdomen
Auskultasi: BU (+) 10x/menit, normal
Inspeksi
o Bentuk: datar
o Kulit: luka bekas operasi (+) , massa(-)
Palpasi
o Lembut
o Nyeri tekan : (+) kuadran kanan atas
o Nyeri tekan epigastrium : (-)
o Hepar tidak teraba membesar
o Lien tidak teraba membesar
6
Inguinal
Genital
: Tidak diperiksa
Refleks
Ekstremitas
Atas
Edema -/Anemis +/+
Sianosis (-)
Palmar eritema (-)
Liver nail (-)
Spoon nail (+)
Flapping tremor (-)
Hangat
CRT > 2 detik
Motor strength 5/5
Bawah
Edema -/Anemis +/+
Sianosis (-)
Palmar eritema (-)
Liver nail (-)
Spoon nail (+)
Flapping tremor (-)
Hangat
CRT > 2 detik
Motor strength 5/5
Resume
Pasien datang dengan keluhan utama kencing merah kehitaman yang hilang timbul
sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, kencing tersebut kadang encer berwarna merah,
encer berwarna putih dan kadang merah menggumpal. Buang air kecil berwarna merah
terutama dirasakan saat malam hari ketika pasien tidur, pasien terbangun 2 jam sekali untuk
buang air kecil. Keluhan disertai dengan adanya rasa lemas, lesu, mudah cape, pusing, mual,
rasa tidak nyaman pada perut bagian atas yang terasa sampai ke bagian dada, dan kadang
disertai dengan sesak. Pasien juga mengatakan bahwa wajahnya terlihat lebih pucat dan berat
badannya menurun. Pasien pernah dilakukan operasi batu ginjal 1 tahun yang lalu dengan
7
keluhan yang sama, riwayat transfusi 11 labu. Riwayat kaka pasien pernah mengalami
keluhan yang sama dengan pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, tanda vital dalam batas normal, underweight, kulit tampak anemis, konjungtiva
anemis, lidah pucat, tampak adanya luka bekas operasi pada perut bagian kanan, nyeri tekan
di regio kanan atas, ketok CVA (+/-), ekstremitas atas dan bawah anemis, CRT > 2s.
Usulan pemeriksaan
1. Pemeriksaan darah rutin : Hb, Ht, leukosit, diff. Count, trombosit,SADT.
2. Cek elektrolit (N,K,CA), Ferritin test, PT,APTT,GDS, MCV,MCH,MCHC.
3. Hams Test
4. Coombs test
5. Urin rutin (urinalisis):
1. kimia: makroskopik, warna, kejernihan, PH, BJ, albumin, glukosa, keton,
nitrit, darah samar urin
2. Mikroskopis: leukosit, eritrosit, sel epitel, batu urat, batu oxalate
6. Fungsi ginjal; ureum, kreatinin, periksa laju filtrasi glomerulus dan kreatinin urin.
7. Evaluasi sumsum tulang
8. RO Thorax
9. USG Abdomen
10. BNO abdomen
Hasil Lab
Tgl 06/08/2015 IGD
Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin
1,9
13.0 -18,0
Leukosit
11.100
3800-10600
Eritrosit
0,90
4.5-6.5
Hematokrit
6,4
40-52
Trombosit
406.000
150000-440000
Elektrolit
Natrium
127
134-146
Kalium
4,3
3.6-5.6
Ureum
55
10-50
Kreatinin
2,22
0.9-1.16
GDS
130
70-200
kalsium
1.04
1.16-1.35
Hemoglobin
4,2
13.0 -18,0
Leukosit
12000
3800-10600
Eritrosit
1.64
4.5-6.5
Hematokrit
12.6
40-52
Trombosit
351000
150000-440000
Hemoglobin
6.5
13.0 -18,0
Leukosit
10.700
3800-10600
Tgl 07/08/2015
Hematologi
Darah rutin
Eritrosit
2,44
4.5-6.5
Hematokrit
19,7
40-52
Trombosit
194.000
150000-440000
Warna urin
Light
Kuning
Kejernihan
Keruh
pH urine
< 5,5
4.8-7.5
>1.025
1.002-1.030
Glukosa urine
Negatif
Negatif
Keton urine
Positif negatif
Negatif
Nitrit urine
Negatif
Negatif
Urobilinogen
0.1
<1
Bilirubin urine
Negatif
Negatif
Darah samar
POS(+++)
Negatif
+1
Negatif
Leukosit
8-10
< 13.2
Eritrosit
Penuh
< 13,6
Epitel
POS 1
< 6.2
Kristal
Negatif
<0,270
Urine
Urin rutin
Kimia Urine
urine
urine
Protein urine
Mikroskopis
urine
10
Silinder
Negatif
<0.40
Jamur
Negatif
Negatif
Bakteri
Negatif
< 26.4
Tgl 10/08/2015
PT
9,50
12-19
APTT
24,3
27-42
INR
0,64
1-1.2
11
Tgl 11/08/2015
Pemeriksa Hasil
Nilai
an
rujukan
Hams test
Positif
negatif
Tgl 12/08/2015
Hemoglob 8,3
13,0-18.0
in
Tgl 13/08/2015
Ureum
135
10-50
Kreatinin
2,75
0.9-1.16
Hasil SADT
Eritrosit : Hipokrom anisopoikilositosis (target cell, pencil cell, tear drops),
Normoblast (+)
Leukosit : Jumlah meningkat, hipersegmentasi (+)
Trombosit : Jumlah cukup, giant trombosit (-), kelompok trombosit (+)
Kesan :
Susp.Anemia hemolitik dengan leukositosis e.c proses infeksi/inflamasi
Hasil foto polos abdomen
Kontur ginjal, psoas line, skeletal tak tampak kelainan. Tak tampak konkremen opaque
sepanjang tr.urinarius. Jumlah dan distribusi udara colon batas normal. Tampak sentinel loop.
Kesan : Tidak tampak kelainan
Hasil foto thoraks
12
14
BAB II
KAJIAN KASUS
Patogenesis
Kelainan clonal hematopoietic stem cell yang menyebabkan sensitivitas abnormal
membran RBC sehingga menjadi lisis karena sistem komplemen. Penyebab utamanya
disebabkan oleh defek pada gen PIG-A yang menyebabkan defisiensi GPI anchor yang
berfungsi sebagai protein membran sel.
Defisiensi protein membran RBC :
Acetylcholinesterase
16
Patofisiologi
Kekurangan zat besi sebagai akibat keluarnya zat besi melalui urine
Trombosis vena di vena hepatika, syndrome Budd-Chiari, vena cerebral, vena lienalis,
vena subcutis, dan vena mesenterika.
Manifestasi pada ginjal : hypostenuria, kelainan fungsi tubulus, gagal ginjal akut dan
kronik
Secara umum gambaran klinis PNH meliputi gejala anemia, hemoglobinuria, tanda-
Anemia hemolitik,
2.
3.
Gangguan hematopoiesis
Hapusan darah tepi: Gambaran anemia hemolitik, sering disertai gambaran anemia
defisiensi besi, dapat juga menyerupai anemia aplastik.
Sitometri: pemeriksaan CD59 pada eritrosit, CD55 atau CD59 pada granulosit
Manifestasi trombosis
Diagnosis Banding
Anemia aplastik
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan untuk anemia hemolitik pada PNH
Transfusi darah dengan diberikan saline washed atau frozen.
Zat besi : Bila terdapat defisiensi zat besi sulfat ferosus 3x1 tab
Asam folat : 1mg/hari (buku ajar UI) dan 5 mg/hari (jurnal)
18
Kortikosteroid : Prednison 20-30 mg/hari (buku ajar UI) dan 0,25-1mg/hari (Jurnal)
Hormon
androgen
Diberikan
tunggal
atau
kombinasi
dengan
steroid.
19
20
HEMATURIA
Definisi
Adanya darah dalam urin dengan jumlah sel > 3 sel darah merah per lapang pandang
(RBCs/HPF) dan dapat dideteksi oleh dipstick.
Tipe
Microscopic hematuria:
Terlihat di bawah mikroskop.
Etiologi
21
Abdominal pain
inflammation of the kidney or ureter caused by trauma,
infection, or tumor
Fever
infection, typically kidney infection, prostate infection, or
urethral infection
Klasifikasi
22
Anamnesa
Riwayat kesehatan pribadi dan keluarga yang harus ditanyakan kepada pasien:
Chronic Smoking
Recent illness
Urinary habits
Pemeriksaan
Dipstick test: pada kasus yang dicurigai microscopic hematuria.
Cystourethroscopy, or cystoscopy: dilakukan ketika penyebab gross atau
microscopic hematuria tidak dapat diidentifikasi.
23
ANEMIA GRAVIS
Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer. Anemia gravis adalah kadar Hb 5-6 g/dL. Keluhan anemia berupa
lemah, letih, lesu, lunglai dan diperlukan transfusi darah jika kadar Hb <7g/dL.
Parameter
Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah
kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan jumlah RBC. Nilai normal hemoglobin sangat
bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal.
24
KELOMPOK
KRITERIA ANEMIA
1.
Laki-laki dewasa
<13g/dL
2.
Perempuan
dewasa
tidak
<12g/dL
hamil
3.
<11g/dL
Gejala
Gejala umum anemia
Rasa lemah
Lesu
Cepat lelah
Telinga mendenging ( tinnitus)
Mata berkunang-kunang
Kaki terasa dingin
Sesak nafas
Dyspepsia
Pada PE (pasien tampak pucat yang terlihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak
tangan dan jaringan dibawah kulit)
2.
Gejala khas
koilonychias.
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurogenik pada defisiensi vit.B12.
Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali, peningkatan bilirubin
darah.
Anemia aplastik : perdarahan dan tanda tanda infeksi serta tidak ada pembesaran
organ
3.
25
Klasifikasi
NO.
1.
MORFOLOGI SEL
Anemia
makrositik
normokromik
KETERANGAN
JENIS ANEMIA
Anemia pernisiosa
besar
Anemia defisiensi Fe
kecil
dengan
Anemia sideroblastik
konsentrasi hemoglobin
Thalassemia
atau
Anemia aplastik
jumlah
Anemia posthemoragik
Anemia hemolitik
kelainan
dan
konsentrasi hemoglobin
dengan
konsentrasi hemoglobin
yang normal
2.
Anemia
mikrositik
hipokromik
yang menurun
3.
Anemia
normokromik
normositik
Penghancuran
penurunan
bentuk
kronis
26
NEFROLITHIASIS
Definisi
Nephrolithiasis merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya batu ginjal.
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.
Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2.
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3.
Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
27
Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu sauran kemih.
2.
3.
Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
5.
Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.
Idiopatik
2.
3.
Gangguan metabolisme
a. Hiperparatiroidisme
b. Hiperuresemia
c. Hiperkalsiuria
4.
5.
6.
7.
8.
Multifactor
a. Anak di Negara berkembang
b. Penderita multitrauma
Epidemiologi
Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai
negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak
batu saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian
atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas,
terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran
kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian
di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%
untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.
Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
29
Batu struvit
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar
membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah
matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate,
batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran
antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
30
dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman
yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan
infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat,
atau campuran dari kedua unsur tersebut
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1.
Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24
jam. Terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium
melalui usus.
b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium melalui tubulus ginjal.
c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor
paratiroid.
2.
Hiperoksaluri
3.
hiperurikosuri
4.
hipositraturia
5.
hipomagnesiuria
31
pemeriksaan kadar asam urat secara berkala, bila terjadi hiperurisemia harus diterapi
dengan obat-obatan inhibitor xanthin oksidase yaitu allopurinol.
Batu jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamtheren dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolism sistin yaitu kelainan dalam
absorbs sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit
bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan
hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang
mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan
dalam jangka waktu yang lamadapat menyebabkan timbulnya silikat.
Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh
pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri
ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.
Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke
perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan
muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri
ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam-menggigil.
33
Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium
dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau
radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium
fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni akan
memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi dengan foto polos
abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium sulfat atau
campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan
radioopak.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai
untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar
untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta
dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk
mencegah tertingggalnya batu.
Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi
kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan
kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu
pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran
kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya
karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan
34
hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain:
1.
2.
Radioopasitas
Opak
Semiopak
Non opak
3.
Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4.
5.
Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.
6.
7.
8.
Ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali serum.
35
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Pilihan terapi antara lain :
1.
Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
b.
c.
- blocker
d.
NSAID
36
2.
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
37
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran
batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan
efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim
yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau
tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan
perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil
dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anakanak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan
Endourologi
adalah
tindakan
invasif
minimal
untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat
digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya
sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada
38
tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau
pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu
ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat
diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa
dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan
lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa
untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing
operator dan ketersediaan alat tersebut.
4.
Bedah Terbuka
Pembedahan terbuka antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan
ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran
kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih
dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa
dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa
ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama
pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang
besar.
Pencegahan
39
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3
liter per hari.
2.
3.
4.
Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1.
Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2.
Rendah oksalat.
3.
4.
Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
tipe II.
Komplikasi
Komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat
diperhatikan pada penderita adalah kematian, gagal ginjal, dan kebutuhan transfusi.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang
termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotoraks, emboli paru dan urinoma. Sedang yang
termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse,
infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama
yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan
karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi
radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi
saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan
40
sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti
ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa
saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera
pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis
renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan
yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam,
dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.
Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).
Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang
besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat
tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas
atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi
di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti.
Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan
fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada
data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi
(1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
Prognosis
41
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman
operator.
42
PIELONEFRITIS AKUT
Definisi
Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh
infeksi bakteri.
Epidemiologi
Infeksi saluran kemih tergantung banyak faktor seperti usia gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. Bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada wanita. Perempuan
lebih sering dibanding laki-laki kecuali ada faktor pencetus.
Faktor Predisposisi
Lithiasis
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Nekrosis papilar
DM pasca transplantasi ginjal
Nefropati analgesik
Penyakit sickle cell
Senggama
Kehamilan dan pil KB dengan tablet progesteron
Kateterisasi
Pada pasien terdapat faktor predisposisi yaitu lithiasis pada ginjal
Etiologi
Gram Negatif :
43
44
Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative terapi awal
selama 48-72 jam sebelum diketahui penyebabnya :
Fluoroquinolon
Amiglikosida dengan atau tampa ampisilin
Sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tampa aminoglikosida.
Renal
Post renal
Hipovolemia
Penyakit glomerulus
Gangguan
ginjal :
Penurunan
curah
vasodilatasi
obstruksi
jantung,
sistemik,
renovaskular,
vasokontriksi
ginjal,
hepatorenal,sindro
kardiorenal
Nefritis interstitial
45
Obstruksi intratubular
Manisfestasi Klinis
Pre Renal
Renal
Rasa haus
ATN
Post Renal
riwayat Nyeri suprapubic
kulit eritema)
pada
pinggang Kolik
menandakan
mendakan
adanya
arteri/vena ginjal
Tanda-tanda gagal jantung Oligouria,edema, hipertensi, Nokturia,
pada pasien CHF
hematuria
frekuensi,
glomerulonefritis
Sepsis
Hipertensi maligna
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.
Harrisons
principles of internal medicine. 18th ed. Volume 1. 2012. United States: The McGraw-Hill
Companies.
2. Anonim, 2008, Panduan Pelayanan Medik, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI), Jakarta Pusat.
3. Mansjoer, A., dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Keempat. MediaAesculapius,
Jakarta.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Charles J. Parker and Russell E. Ware Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria In
Wintrobes: Clinical Hematology. 11th ed. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams &
Walkins.
47