PENDAHULUAN
hidup mereka. Oleh karena itu status penguasaan atas lahan menjadi sangat
penting dalam pengembangan kehutanan masyarakat. Berangkat dari berbagai
persoalan yang selama ini dihadapi masyarakat yang hidup di kawasan pinggiran
hutan, para tokoh masyarakat dan ninik mamak serta pemangku adat di sekitar
kawasan hutan ulayat di Desa Buluh Cina sepakat untuk menjadikan kawasan
hutan sebagai perekat bagi keutuhan masyarakat dalam suatu kebersamaan.
Maret 2004 lalu, ninik mamak, pemerintahan desa dan ketua Lembaga
Musyawarah Besar (LMB) Buluh Cina menyerahkan lahan ulayat seluas 1.000 ha
kepada Gubernur Riau. Penyerahan ini diiringi harapan bahwa pemerintah
Kabupaten Kampar dapat membangunkan kebun kelapa sawit seluas 1.500 ha
dalam satu hamparan yang berada di bagian selatan tanah ulayat yang diserahkan.
Harapan lainnya adalah pemerintah dapat membangun sarana dan pra sarana di
kawasan hutan sehingga memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian
masyarakat adat pemilik hutan ulayat tersebut. Kekhawatiran melihat kondisi
hutan di wilayah Riau yang semakin lama semakin habis merupakan salah satu
faktor yang mendorong masyarakat Buluh Cina untuk melindungi kawasan hutan
tersebut. Berlandaskan pada pemikiran bahwa jika tidak dijaga, maka hutan
mereka pun akan habis untuk itu perlu dukungan dari pihak Pemerintah Daerah
Riau sebagai landasan hukum formal untuk memperkuat tujuan dan keinginan
masyarakat tersebut.
Harapan ini pun disambut oleh pemerintah provinsi Riau dengan menjadikan
kawasan tersebut menjadi taman wisata alam. Hutan Buluh Cina merupakan
Hutan Produksi Terbatas yang sebagian kawasan hutan ini telah diubah dan
ditunjuk menjadi Kawasan Taman Wisata Alam dengan Keputusan Gubernur Riau
Nomor 468/IX/2006 tanggal 6 September 2006 tentang penunjukan kelompok
hutan Buluh Cina di Kabupaten Kampar Provinsi Riau seluas 1.000 Ha sebagai
kawasan taman wisata alam.
Penentuan nilai ekonomi sumberdaya mengikuti konsep valuasi ekonomi total
(Pearce and Turner, 1990 dalam Fauzi (2004). Dasar pemikiran dari konsep
tersebut adalah bahwa konsumen dalam menilai barang dan jasa yang dihasilkan
dari suatu sumberdaya alam memiliki apa yang disebut nilai kegunaan (use value)
dan nilai yang tidak terpakai/nilai buka guna (non use value). Konsep use value
pada hakekatnya adalah mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual maupun
konsumsi potensial dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam.
Konsep ini dapat dibagi menjadi direct use value (nilai guna langsung), indirect
use value (nilai guna tidak langsung) dan option value (nilai pilihan). Masyarakat
adat yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya adat (indegenous knowledge)
bisa menjadi pelajaran bagi kita. Warman (2001) mengatakan bahwa masyarakat
adat sejak lama memiliki nilai-nilai yang beroriantasi pada perlindungan hutan
dan air. Masyarakat adat telah melarang penebangan hutan pada jarak 100 meter
dari tepi sungai.
Hukum adat cukup efektif melarang orang menebang pohon sembarangan.
Disamping itu law enforcement dalam masyarakat hukum adat berjalan dengan
baik, sehingga membuat warga masyarakat adat jera melanggar norma adat.
Sejatinya masyarakat adat telah melakukan penilaian hutan baik yang manfaat
langsung (tangible benefit) seperti kayu maupun yang tidak langsung (intangible
benefit) seperti nilai keberadaan. Salah satu kawasan hutan yang dipertahankan
oleh masyarakat adat adalah Hutan Ulayat Buluhcina (HUBC) yang terletak di
Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Hutan ulayat
Buluhcina seluas 1.000 ha (dari seluas 2.500 ha, 1.500 ha direncanakan untuk
areal budidaya kebun) telah ditetapkan oleh Gubernur Riau sebagai Taman Wisata
Alam melalui SK No : Kpts.468/IX/2006 tanggal 6 September 2006.
Sebagai lembaga yang bergerak di bidang konservasi, maka WWF Indonesia
sangat mendukung langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Lembaga
Musyawarah Besar tersebut. Awal mula keterlibatan WWF dalam mendukung
upaya yang dilakukan oleh masyarakat di desa Buluh Cina dimulai sekitar tahun
2004-2005, ketika bpk. Makmur Hendrik (Ketua Lembaga Musyawarah Adat
Nuluh Cina) bertemu dengan manajemen yayasan WWF Indonesia. Dalam
kesempatan itu, bp Makmur Hendrik mengutarakan niatnya meminta dukungan
lembaga konservasi dalam upaya pelestarian hutan ulayat masyarakat. Langkah in
kemudian dilanjutkan oleh WWF Program Riau pada September 2006 dengan
melakukan pertemuan dengan ketua dan para pemuka adat Buluh Cina
Kenegerian Enam Tanjung beserta masyarakat di desa Buluh Cina.
Guna menunjang pengelolaan kawasan taman wisata alam tersebut diperlukan
pengamanan dan pembangunan sarana dan prasarana. Pengelolaan kawasan yang
efektif dilakukan bertujuan untuk menjamin dan memelihara keutuhan keberadaan
kawasan dan ekosistemnya, potensi dan nilai-nilai keanekaragaman tumbuhan,
satwa, komunitas, ekosistem penyusun kawasan, pemanfaatan kawasan secara
optimal, lestari dan bijaksana untuk kepentingan kegiatan penelitian, pendidikan
dan pariwisata alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kerjasama yang bergulir kemudian antara WWF dan masyarakat Buluh Cina
adalah berupa bantuan operasional dan infrasrtuktur yang mendukung upaya
perlindungan kawasan hutan tersebut. selain itu, WWF dan pihak masyarakat
Buluh Cina bersepakat untuk membentuk gugus tugas pengamanan kawasan
hutan ulayat di kawasan hutan wisata tersebut sesuai tugas pokok dan fungsi
lembaga yang terlibat. Satuan tugas akan melibatkan masyarakat desa terutama
kaum pemuda dibawah bimbingan lembaga adatnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan di yang ingin di capai antara laun :
a. Mengetahui berbagai macam mata pencaharian masyaraka Desa Buluh
Cina
b. Mengetahui permasalahan penghasilan yang di hadapi masyarakat
c. Mencari Peluang usaha baru
d. Menghitung nilai Valuasi Hutan Buluh cina
1.3 Pemasalahan
Kurang termanfaatkannya objek wisata Buluh cina berakibat pada kurang
sejahteranya masyarakat di sekitar lokasi tersebut, hal ini di sebabkan karena
kurang termanfaatkannya objek wisata buluh cina oleh masyarakat sehingga
kurang memberikan dampak keuntungan ekonomi bagi masyarakat, di samping
itu Masyarakat kesulitan mendapatkan bahan baku untuk pembuatan pompong
karena lokasi bahan baku jauh yang mengakibatkan mahalnya harga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kalau dari Kota Pekanbaru, ia bisa ditempuh dengan waktu sekitar 25 menit dari
tengah pusat Kota Pekanbaru. Sekitar 25 kilo meter. Desa Buluhcina adalah
sebuah desa yang aman, penduduknya yang ramah, dan pola kehidupannya yang
masih mengedepankan kehidupan adat-istiadat, tentunya menandakan desa ini
adalah desa yang belum banyak tersentuh westernisasi atau kebarat-baratan.
Selain kelebihan-kelebihan itu, desa yang memiliki jiwa untuk tidak merusak
lingkungan ini, memiliki kekayaan alam yang turun-temurun masih tetap
terlestarikan. Dialah Hutan Wisata Buluhcina.
SK Gubernur Riau Nomor: kpts.468/ix/2006 tentang Penunjukan
Kelompok Hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Seluas 1.000
Hektare sebagai Kawasan Wisata Alam, berdasarkan Surat Lembaga Musyawarah
Besar atau lMB Buluhcina Nomor 367/lMN/xi2004 tentang Permohonan
Perencanaan dan Pengembangan 1.000 Hektare Hutan Konservasi di Buluhcina,
yang menyatakan, pucuk adat Desa Buluhcina telah menyerahkan tanah ulayat
kepada Gubernur Riau, HM Rusli Zainal, seluas 1.000 hektare untuk dijadikan
Taman Wisata Alam. Tidak itu saja, berdasarkan pertimbangan teknis dari Dinas
Kehutanan Provinsi Riau, dengan surat Nomor 522.1/PR/8217 yang menyatakan,
tanah ulayat yang diberikan ke Gubernur Riau seluas 1.000 hektare, dapat
ditetapkan sebagai hutan wisata. Lahan 1.000 hektare tersebut merupakan lahan
warga yang mereka ikhlaskan untuk dijadikan hutan wisata.
Berdasarkan pertimbangan ini, sejak Gubernur Riau mengeluarkan SK
tertanggal 6 September 2006, maka Hutan Wisata Alam Buluhcina yang memiliki
7 danau ini dikelola oleh masyarakat adat di bawah koordinasi ninik mamak Desa
Buluhcina. Syaratnya, melarang warga atau siapa pun untuk membuka ladang
baru atau menebang kayu untuk dijual, apalagi merusaknya. Landasan ini juga
didasari atas Musyawarah Besar lMB II Tahun 2000.
dengan jarak tempuh sekitar 25 km. Jumlah penduduk Desa Buluhcina kurang
lebih berjumlah 1.488 jiwa, dengan 387 kepala keluarga, yang mayoritas
memegang teguh ajaran agama Islam dan adat istiadat. Pemerintah desa terdiri
dari 4 dusun dengan berpegang teguh kepada adat ninik mamak yang kuat.
Adapun suku yang ada didesa ini hanya 2 (dua) suku utama saja, yaitu Suku
Melayu dan Suku Domo. a. Suku Melayu, dipegang oleh : PUCUK Datuk
Mojolelo, Dubalang Monti Datuk Sanggo, Dubalang Kayo Datuk Jelo Sutan,
tanpa Dubalang b. Suku Domo, dipegang oleh : PUCUK Datuk Tumenggung,
Datuk Pulo Godang Datuk Bagindak, Datuk Paduko Datuk Koto Marajo, Datuk
Muncak Dan masing-masing suku dibantu oleh Sumonto Tuo dan Tuo Pakaian.
2.3 Keanekaragaman Hayati
Ekosistem Dan Flora Secara umum kawasan Desa Buluhcina mempunyai
tipe ekosistem hutan daratan rendah kurang lebih dari 10 meter dari permukaan
laut terletak disepanjang jalan menuju desa dan sepanjang bantaran Sungai
Kampar yang terdapat di desa ini. Tanaman hutan ini didominasi oleh pohon
kayu : 1. Rengas, 2. Meranti, 3. Cimpur, 4. Belanti, 5. Karet, 6. Keriung, 7.
Mahang, 8. Tapa-tapa, 9. Rotan, 10. Angrek Hutan jenis Ochirium, 11. Telinga
Beruk, 12. Kedundung, 13. Kandis, 14. Palam, dan lain-lain. FAUNA Dikawasan
hutan Desa Buluhcina terdapat beberapa jenis fauna, yang sering dijumpai
adalah : 1. Elang, 2. Kijang, 3. Rusa, 4. Trenggiling, 5. Beruang Madu, 6. Landak,
7. Siamang, 8. Enggang, 9. Gagak, 10. Kera, 11. Monyet, 12. burung Punai, 13.
Murai, 14. Ketitiran, 15. Ayam Hutan, 16. Merbah, 17. Gereja, 18. Layang-layang,
19. Balam, dan lain-lain. (Flora dan Fauna bersumber : masyarakat, ninik mamak
dan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa UIR jurusan biologi bekerja
sama dengan PT CALTEX Riau tahun 2006/2007, Institute Pertanian Bogor (IPB)
jurusan
Pertanian-Kehutanan
tahun
2007,
mahasiswa
UNILAK
jurusan
Kehutanan tahun 2006, kemudian hasil penelitian mahasiswa pecinta alam UIR,
UNRI, UNILAK, dan Politeknik Riau).
Buluhcina.
dan belakang) dengan biaya berkisar Rp. 75.000 - Rp. 100.000 /pemandu. Setiap
kelompok hiking berjumlah maksimal 25 orang. Camping (Kemping alias
Berkemah) Banyak tempat kemping di areal Wisata Hutan Desa Buluhcina ini.
Jika tak hendak memilih, pemandu siap memberikan tempat kemping terbaik bagi
wisatawan. Jika hendak memilih, lakukanlah survey tempat terlebih dahulu
beberapa hari sebelum pelaksanaan kemping. Pemandu akan menunjukkan
tempat-tempat yang cocok bagi wisatawan untuk kemping. Selain itu, pemuda
setempat akan bersedia menjadi pembuat/pendiri tenda, pembuat kamar kecil
(MCK), penjaga malam dan antar jemput ke lokasi. Mereka pun siap
menyediakan
makanan
jika
dipesan
terlebih
dahulu.
BAB III
METODOLOGI
DAFTAR PUSTAKA
2011.
http://gskbb.blogspot.com/2011/08/taman-wisata-alam-desa-
2010. http://riaubisnis.com/index.php/expedition/81-