Anda di halaman 1dari 19

GANGGUAN FOBIA (F40)

I.

PENDAHULUAN
Fobia berasal dari kata Phobos, nama salah satu Dewa Yunani yang dapat
menimbulkan rasa takut. Sang Dewa digambarkan sebagai satu lukisan memakai
kedok/topeng dan pelindung untuk menakuti lawan dalam peperangan. Kata
Phobia berasal dari namanya yang diartikan dengan kekhawatiran, ketakutan,
atau kepanikan. Freud yang pertama kali membahas rumusan teoretis
terbentuknya fobia dalam sejarah / riwayat kasusnya yang cukup terkenal, LittleHans yang bercerita tentang seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang mempunyai
ketakutan berlebihan terhadap kuda. 1
Fobia adalah kecemasan luar biasa, terus-menerus daan tidak realistis
sebagai respon terhadap keadaan external tertentu. Apabila cukup menimbulkan
penderitaan dan ketidakmampuan maka disebut sebagai Gangguan Fobia. Rasa
takut yang umum, ringan, sering muncul, tetapi bersifat sementara (misal takut
pada kegelapan, ketinggian, ular) tidak didiagnosis sebagai fobia. Fobia adalah
suatu ketakutan irasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap
objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Adanya atau diperkirakan akan adanya
situasi fobik menimbulkan ketegangan parah pada orang yang terkena. Pada kasus
berat, fobia dapat terus berlanjut hingga puluhan tahun dan secara perlahan
berubah menjadi gangguan depresi. 1,2,3

II.

DEFINISI
Fobia barasal dari kata Yunani phobos yang berarti takut. Fobia merupakan

suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari gangguan anxietas.
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang menyebabkan penghindaran yang
disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Adanya atau
diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan ketegangan parah pada
orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi adalah berlebihan. Namun
demikian, reaksi fobik menyebabkan suatu gangguan pada kemampuan seseorang
untuk berfungsi di dalam kehidupannya. 3

Adapun gangguan fobia itu terbahagi kepada tiga kelompok besar


berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV), yaitu Agoraphobia, Fobia Sosial dan Fobia Spesifik. Agorafobia
merupakan ketakutan akan keramaian atau tempat terbuka. Agorafobia
menunjukkan ketakutan akan terperangkap, tanpa ada cara yang mudah
untuk keluar. Fobia sosial merupakan ketakutan yang bermakna dan terusmenerus dari satu atau lebih situasi-situasi sosial ketika berhadapan dengan orang
yang tidak dikenal atau kemungkinan diperhatikan dengan cermat oleh orang lain.
Fobia spesifik merupakan rasa takut yang irasional pada objek atau situasi
tertentu.
III.

1,2,4

EPIDEMIOLOGI
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan jiwa

paling lazim di Amerika Serikat. Sekitar 5-10% populasi diperkirakan terkena gangguan yang
menyulitkan. Prevalensi seumur hidup fobia sosial sekitar 11 dan prevalensi seumur hidup
fobia spesifik dilaporkan sekitar 3-13%. 3
Agorafobia sering mulai terjadi terhadap wanita yang berumur di antara 20
hingga 40 tahun. Sebanyak 3,2 juta penduduk atau kurang lebih 2,2% golongan
anak muda yang berumur di antara 18 hingga 54 tahun di Amerika Serikat
mengidap agoraphobia. Hampir 60% kasus fobia adalah agoraphobia. 3
Fobia spesifik lebih umum ditemukan dari pada fobia sosial. .Fobia spesifik
umumnya lebih banyak pada perempuan. Rasio perempuan banding laki-laki
sekitar 2:1. Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia adalah

hewan, badai,

ketinggian, penyakit, cedera dan kematian. Fobia sosial lebih banyak ditemukan pada
perempuan di banding laki-laki. Usia puncak awitan fobia sosial adalah remaja
walaupun awitannya lazim antara usia 5 tahun dan 35 tahun. 3
IV.

ETIOLOGI
Baik fobia spesifik dan fobia sosial memiliki tipe-tipe, dan penyebab tepat

dari tipe tersebut kemungkinan berbeda. Bahkan di dalam tipe-tipe, seperti pada
semua gangguan mental, ditemukan heterogenisitas penyebab. Patogenesis fobia,

jika dimengerti, mungkin terbukti sebagai model yang jelas untuk interaksi antara
faktor biologis dan genetika, pada satu pihak, dan peristiwa lingkungan, pada
pihak lain. Pada fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera, orang yang terkena
mungkin memiliki refleks vasovagal yang kuat yang diturunkan, yang menjadi
berhubungan dengan emosi fobik. 3
1. Teori Psikoanalitik
Secara historis, penyebab gangguan fobia ini biasanya dijelaskan dari
perspektif psikoanalisis. Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai
akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang
menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal
kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap
dengan gejala somatik. 1,3
Sigmund Freud mengatakan bahwa gangguan ansietas (salah satunya
gangguan fobia) sebagai akibat konflik yang berasal dari kejadian-kejadian pada
fase perkembangan psikoseksual yang tidak terselesaikan dengan baik. pada
pasien fobia mekanisme pertahanan ego yang dipakai adalah displacement
(memindahkan situasi yang tidak bisa diterima ke situasi yang lebih bias
diterima). Beberapa penelitian melaporkan hubungan dengan kebiasaan
menghalanghalangi anak pada masa kecilnya. Freud pertama kali membahas
rumusan teoritis terbentuknya fobia pada kasusnya yang terkenal, Little Hans,
bercerita tentang seorang anak laki-laki usia 5 tahun yang takut terhadap kuda.1
Hans pernah melihat seekor kuda jatuh dan kemudian berkembang satu ketakutan
bahwa kuda akan jatuh dan menggigitnya. Freud dapat menunjukkan bahwa kuda
tidak ada hubungannya dengan ketakutan Hans yang sebenarnya, tetapi sebagai
simbol menggantikan ayahnya yang ditakutinya secara tidak sadar. Gigitan kuda
menjadi simbol (secara tidak sadar) ancaman kastrasi oleh ayahnya. Ketakutan
terhadap si ayah telah direpresi dan diganti ke objek lain. Freud percaya bahwa
baik dorongan seksual atau agresif, atau gabungan keduanya bersamaan,
menjadikan adanya kekuatan bertahan dalam melawan dorongan tersebut. Prinsip
teori psikoanalitik adalah ide/pikiran yang merupakan sumber asli ketakutan telah

digantikan (replaced) menjadi fobia objek lain yang memunculkan (represent)


sumber aslinya secara simbolik; melalui represi dan displacement, sumber asli
ketakutan tersebut tidak diketahui oleh individu. 1
2. Teori Perilaku
Karya Kagan dan lain-lain telah menyarankan bahwa, pada awal usia 18 bulan,
anak-anak berbeda sehubungan dengan kecenderungan mereka untuk berinteraksi
dengan orang lain, mainan, dan benda-benda. Meskipun sekitar 70% dari anakanak agak eksplorasi dalam situasi ini, sekitar 15% sangat eksplorasi dan 15%
sisanya cukup pemalu dan menarik diri. Perilaku yang ditunjukkan oleh anakanak pemalu dan menarik diri telah disebut inhibisi perilaku dan telah diusulkan
untuk menjadi faktor predisposisi dalam pengembangan fobia sosial dan
gangguan

kecemasan

lainnya.

Beberapa

penelitian

melaporkan

adanya

kemungkinan ciri tersendiri pada anak-anak yang mempunyai pola perilaku


menahan diri (behavioral inhibition). Anak-anak yang mempunyai sifat demikian
sering mempunyai orang tua menderita gangguan panik dan anak tersebut akan
berkembang menjadi sangat pemalu. Beberapa orang fobia social juga
menunjukkan perilaku menahan diri semasa kanak-kanaknya. Juga ada data yang
menunjukkan

bahwa

orang

tua

pasien

fobia

sosial

kurang

memperhatikan/menjaga anaknya (less caring), lebih menolak (more rejecting)


atau over protective terhadap anakanaknya. 1,3
3.

Teori Genetika

Fobia spesifik dan sosial cenderung berada di dalam keluarga. Penelitian telah
melaporkan bahwa dua pertiga sampai tiga perempat penderita yang terkena
memiliki sekurangnya satu sanak saudara derajat pertama dengan fobia spesifik
dan sosial dari tipe yang sama. Beberapa data awal menyatakan bahwa kembar
monozigotik adalah lebih sering bersesuaian dibandingkan kembar dizigotik,
walaupun cukup penting untuk mempelajari kembar yang dibesarkan secara
terpisah untuk membantu mengontrol faktor lingkungan. Penelitian pada 1.427
orang anak kembar (898 monozigot dan 529 dizigot) menemukan kasus gangguan

kepribadian menghindar sebanyak 2,7% dan fobia sosial 5%. Meta-analisis ikatan
gen pada pasien gangguan fobia menemukan kelainan pada kromosom 16q. 1,3
4. Teori Neurokimiawi
Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial telah menciptakan
dua hipotesis neurokimiawi spesifik tentang dua jenis fobia sosial. Secara spesifik,
penggunaan antagonis adrenergik-beta, sebagai contohnya, propranolol (Inderal)
untuk fobia kinerja (performance phobia) (sebagai contohnya, berbicara di depan
publik) telah mengembangkan teori adrenergik untuk fobia tersebut. Pasien
dengan fobia mungkin melepaskan lebih banyak norepinefrin dan epinefrin, baik
di sentral maupun perifer, dan juga penurunan GABA (Gamma-aminobutiric
Acid), dopamine dan serotonin, dibandingkan orang nonfobik, atau pasien
tersebut mungkin peka terhadap stimulasi adrenergik tingkat yang normal.
Norepinefrin yang terletak di lokus serulens dalam pons, disekresi oleh badan sel
yang terletak pada otak dan hipotalamus bagi membantu pengaturan seluruh
aktivitas dan perasaan, misalnya peningkatan kewaspadaan. GABA pula bersifat
inhibisi dan disekresikan oleh ujung saraf dalam spinal cord, cerebellum, basal
ganglia dan korteks serebri. Dopamine juga bersifat inhibisi dan disekresikan oleh
neuron di substansia nigra basal ganglia. Manakala serotonin penting dalam
perasaan kesejahteraan, maka jika berlaku penurunan akan mengakibatkan
kecemasan dan depresi. Pengamatan bahwa inhibitor monoamin oksidase (MAOI)
mungkin lebih efektif dibandingkan obat trisiklik dalam pengobatan fobia sosial
umum, dikombinasikan dengan data praklinis, telah menyebabkan beberapa
peneliti menghipotesiskan bahwa aktivitas dopaminergik adalah berhubungan
dengan patogenesis gangguan. Akhirnya, serotonin memainkan peranan didalam
fobia karena SSRI terbukti efektif dalam mengobati gangguan ini. 1,3

V.

GAMBARAN KLINIS
a. Agorafobia
Agorafobia merupakan ketakutan akan keramaian atau tempat

terbuka. Agorafobia menunjukkan ketakutan akan terperangkap, tanpa ada


cara yang mudah untuk keluar, jika kecemasan menyerang. Agorafobia
sering kali mempengaruhi kegiatan sehari-hari, kadang sampai sangat
berat sehingga penderita hanya bisa berdiam di dalam rumah. Berbagai
keadaan yang sulit dilakukan penderita agoraphobia antara lain antri di
bank atau pasar swalayan, duduk di tengah-tengah bioskop atau ruang
kelas, mengendarai bus atau pesawat terbang. Beberapa orang bisa
mengalami agorafobia setelah mengalami serangan panik pada salah satu
keadaan tersebut. Sebagian orang lainnya hanya merasa tidak nyaman,
tetapi tidak pernah mengalami serangan panik.

b. Fobia Sosial
Fobia sosial merupakan ketakutan yang bermakna dan terus-menerus dari
satu atau lebih situasi-situasi sosial ketika berhadapan dengan orang yang tidak
dikenal atau kemungkinan diperhatikan dengan cermat oleh orang lain. 1
Beberapa individu pengidap fobia sosial bisa mempunyai ketakutan yang
sangat spesifik (non-generalized social phobia) dengan gambaran sangat jelas,
seperti berbicara di depan umum dan makan/minum atau menulis di tempat
umum, menghadapi lawan jenis, tidak dapat buang air kecil di toilet umum (shy
bladder), atau ketakutan terhadap interaksi yang terbatas pada satu atau dua
keadaan saja. Jenis fobia sosial lain adalah takut pada keadaan-keadaan yang
bersifat umum (generalized type). Penderita ini takut atau merasa malu atau tidak
dapat berada dalam sebagian besar situasi-situasi sosial atau keadaan-keadaan
fungsi social khusus. Dalam PPDGJ-III, gangguan ini disebut dengan gambaran
kabur (difus) yang mencakup hampir semua situasi sosial di luar lingkungan
keluarga. Orang dikatakan menderita fobia sosial umum (generalized social
phobia) jika ia merasa takut akan situasi-situasi interaksi dengan orang lain,
seperti pertemuan sosial atau terlibat dalam satu percakapan, sedangkan tipe

spesifik atau nongeneralized social phobia jika yang bersangkutan takut akan
situasi-situasi yang berorientasi pada penampilan/perbuatan (performanceoriented situations), seperti berbicara di depan umum atau menulis di hadapan
orang lain. 1,3,6
Manifestasi klinis bisa bermacam-macam dan bisa mengenai setiap sistem
tubuh. Gejala yang sering adalah palpitasi, kadang-kadang disertai nyeri dada,
dispnea, mulut kering, kadang-kadang disertai mual atau muntah. Selain itu, bisa
terdapat gejala banyak keringat, ketegangan otot, perasaan panas dingin, serta rasa
tertekan di kepala atau nyeri kepala. Dapat juga tercetus keluhan malu (muka
merah), tangan gemetar, atau ingin buang air kecil. Kadang-kadang individu
bersangkutan merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi gejala sekunder
ansietasnya merupakan yang utama; dalam hal ini, gejala dapat berkembang
menjadi serangan panik. 1
Temuan pemeriksaan status mental yang paling bermakna adalah ketakutan
irasional dan ego-distonik terhadap situasi, aktivitas, atau objek tertentu; pasien
juga dapat menggambarkan bagaimana mereka menghindari hubungan/kontak
dengan situasi fobik tersebut. Depresi ditemukan pada kira-kira sepertiga pasien
fobia. 1
c. Fobia Spesifik
Fobia spesifik merupakan rasa takut yang irasional pada objek atau
situasi tertentu. Beberapa fobia spesifik mulai timbul pada masa kanakkanak. Tetapi banyak fobia yang menghilang setelah penderita beranjak
dewasa.

Studi menunjukkan bahwa prevalensi fobia spesifik cenderung lebih tinggi


pada anak-anak dan remaja dibandingkan pada orang dewasa. Kebanyakan orang
dewasa yang memenuhi kriteria diagnostik untuk fobia spesifik melaporkan usia
dini onset tetapi penelitian longitudinal yang kecil telah dilakukan untuk
mengkonfirmasi laporan-laporan ini. Namun, ada penelitian yang menunjukkan
bahwa usia onset khas untuk fobia spesifik adalah antara 10 dan 13 tahun.

Beberapa fobia lebih sering terjadi pada anak-anak meliputi takut ketinggian,
kegelapan, suntikan, anjing, suara keras, hewan kecil, dan serangga. 7
The National Epidemiological Study On Alcohol And Related Conditions
meneliti tingkat prevalensi di kalangan orang dewasa. Fobia yang paling sering
dilaporkan terlibat hewan dan ketinggian yaitu terdiri lebih dari setengah dari
kasus didiagnosis fobia spesifik. Claustrophobia dan takut terbang yang
ditemukan menjadi signifikan dalam sekitar sepertiga dari orang yang didiagnosis
dengan fobia spesifik. 7
Beberapa subtipe fobia spesifik: 7
1. Animal Type. Subtipe ini ditandai dengan adanya ketakutan terhadap binatang
atau serangga. Subtipe ini umumnya mempunyai onset masa kecil.
2. Natural Environment Type. Subtipe ini ditandai dengan adanya ketakutan
terhadap objek objek dalam lingkungan alami, seperti : badai, ketinggian,
atau air. Subtipe ini mempunyai onset masa kecil.
3. Blood-Injection-Injury Type. Subtipe ini ditandai dengan adanya ketakutan
melihat darah, cedera, menerima injeksi ataupun segala prosedur medis.
Subtipe ini sering dijumpai dan karakteristiknya adalah adanya respon
vasovagal.
4. Situational Type. subtype ini ditandai dengan adanya ketakutan terhadap
situasi tertentu seperti: transportasi umum, lorong, jembatan, elevator, pesawat
terbang, berkendara, atau tempat tertutup. Subtipe ini mempunyai dua onset,
onset pertama pada waktu kecil dan yang kedua pada pertengahan umur 20-an.
5. Other Type. Subtipe ini ditandai dengan ketakutan terhadap stimulasi yang
lain. Stimulus dapat berupa ketakutan ketika tersedak, muntah, menderita
penyakit, space fobia (seseorang yang takut jatuh ketika berada jauh dari
dinding atau sesuatu yang mempertahankan dirinya), anak-anak takut terhadap
suara yang keras atau karakter berkostum

VI.

DIAGNOSIS
a. Agorafobia
8

Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


(PPDGJ III), semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti: 4
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut; banyak orang/ keramaian,
tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri.
c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol (penderita menjadi house-bound).
Kriteria untuk agorafobia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM V): 4,8
a) Ditandai ketakutan atau kecemasan tentang dua atau lebih dari situasi
agoraphobic. Situasi agoraphobic meliputi:
- transportasi umum (misalnya perjalanan di bus, kereta api, kapal, pesawat).
- ruang terbuka (misalnya tempat parkir dan pasar).
- ruang tertutup (berada di toko-toko, teater, bioskop).
- berdiri di baris atau berada di tengah orang banyak.
- berada di luar rumah sendirian.
b) Ketakutan individu dan / atau menghindari situasi ini karena melarikan diri
mungkin akan sulit atau bantuan mungkin tidak tersedia jika mendapatkan
serangan panik yang tidak diharapkan atau disebabkan oleh situasi.
c) situasi agoraphobic hampir selalu memprovokasi ketakutan langsung atau
kecemasan.
d) Situasi agoraphobic dihindari, memerlukan kehadiran pendamping, atau
mengalami ketakutan yang intens atau kecemasan.
e) Ketakutan atau kecemasan adalah tidak sesuai dengan bahaya yang
sebenarnya ditimbulkan oleh situasi agoraphobic.
f) Ketakutan, kecemasan, dan penghindaran persisten minimal 6 bulan atau
lebih.
g) Ketakutan, kecemasan, dan menghindari penyebab distress klinis signifikan
atau gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau penting fungsi.
h) Ketakutan, kecemasan, dan menghindari yang tidak terbatas pada efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat)
atau kondisi medis umum (misalnya, gangguan cardiopulmonary).

i) Ketakutan, kecemasan, dan menghindari tidak terbatas pada gejala


gangguan mental lainnya, seperti Specific Phobia (misalnya, jika terbatas
pada satu atau beberapa benda dibatasi fobia atau situasi), Phobia Sosial
(misalnya, dalam menanggapi situasi sosial takut), Obsesif-Compulsive
Disorder (misalnya, dalam menanggapi kotoran pada seseorang dengan
obsesi tentang pencemaran), Posttraumatic Stress Disorder (misalnya, dalam
menanggapi rangsangan terkait dengan peristiwa traumatis), atau Pemisahan
Anxiety Disorder (misalnya, dalam menanggapi berada jauh dari rumah atau
kerabat dekat.
b. Fobia Sosial
Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III), semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti: 4
a) Gejala psikologis, peilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
b) Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle).
c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang
menonjol.
Bila terlalu sulit membedakan antara fobia sosial dengan agoraphobia,
hendaknya diutamakan diagnosis agoraphobia (F40.0). 4
Kriteria diagnosis untuk fobia sosia menurut DSM-IV: 4
a) Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial
atau kinerja di mana orang bertemu dengan orang yang tidak dikenal atau
dengan kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Individu merasa takut
bahwa ia akan bertindak dalam cara (atau menunjukkan gejala kecemasan)
yang akan memalukan atau merendahkan. Catatan: pada anak-anak, harus
terdapat bukti adanya kemampuan unluk melakukan hubungan sosial yang
sesuai dengan usia dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan
harus terjadi dalam lingkungan teman sebaya, dan tidak dalam interaksi
dengan orang dewasa.

10

b) Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan


kecemasan, yang dapat berupa serangan panik yang berikatan dengan situasi
atau dipredisposisikan oleh situasi. Catatan: Pada anak-anak, kecemasan
dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, membeku, atau menarik diri
dari situasi sosial dengan orang yang tidak dikenal.
c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan pada anak-anak, ciri ini mungkin tidak ditemukan.
d) Situasi sosial atau kinerja yang ditakuti adalah dihindari, atau jika tidak
dapat dihindari dihadapi dengan kecemasan atau penderitaan yang kuat.
e) Penghindaran, antisipasi fobik, atau penderitaan dalam situas sosial atau
kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi
pekerjaan (akademik), atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain,
atau terdapat penderitaan yang jelas tentang menderita fobia.
f) Pada individu di bawah usia 18 tahun, durasi sekurangnya adalah 6 bulan.
g) Rasa takut atau penghindaran adalah bukan karena efek fisiologis langsung
dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi
medis umum, dan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
lain (misalnya, gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, gangguan
cemas perpisahan, gangguan dismorfik tubuh, gangguan perkembangan
pervasif, atau gangguan kepribadian skizoid).
h) Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental lain, rasa
takut dalam kriteria A adalah tidak berhubungan dengannya, misalnya, rasa
takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
menunjukkan perilaku makan abnormal pada anoreksia nervosa atau
bulimia nervosa.
c. Fobia Spesifik
Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III), semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti: 4
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala
lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif.
b) Anxietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly
specific situations).

11

c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.


Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti
halnya agoraphobia dan fobia sosial.5
Kriteria diagnosis untuk fobia spesifik menurut DSM-IV: 4
a) Rasa takut yang jelas dan menetap yangg berlebihan atau tidak beralasan,
ditunjukkkan oleh adanya atau antisipasi suatu objek atau situasi tertentu
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapatkan
suntikan, melihat darah).
b) Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respons
kecemasan yang segera, yang dapat berupa serangan panik yang
berhubungan dengan situasi atau dipredisposisikan oleh situasi. Catatan:
pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan oleh menangis, tantrum,
membeku, atau menggendeng.
c) Orang menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan: pada anak-anak, ciri ini mungkin tidak ada.
d) Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari dihadap dengan
kecemasan atau penderitaan yang kuat.
e) Penghindaran antisipasi kecemasan, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi
pekerjaan (atau akademik), atau aktiviti sosial atau hubungan dengan orang
lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
f) Pada individu yang berusia di bawah 18 tahun, durasi sekurangnnya adalah
6 bulan.
g) Kecemasan serangan panik atau penghindaran fobik berhubungan dengan
objek atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain, seperti, gangguan obsesif- kompulsif (misalnya, takut
kepada kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi),
gangguan stres pascatraumatik (misalnya, menghindari stimuli yang
berhubungan dengan stresor yang berat), gangguan cemas perpisahan
(misalnya, menghindari sekolah), fobia sosial (misalnya, menghindari
situasi sosial karena takut merasa malu), gangguan panik dengan agorafobia,
atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik.
VII.

DIAGNOSIS BANDING
12

Diagnosis banding untuk Agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan


panik adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau
depresi. Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia,
gangguan

kepribadian

paranoid,

gangguan

kepribadian

menghindar,

di

mana pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependan karena
pasien harus selalu ditemani setiap keluar rumah. 3
Dua pertimbangan diagnosis banding tambahan untuk fobia sosial adalah
gangguan depresif berat dan gangguan kepribadian skizoid. Menghindari situasi
sosial seringkali merupakan gejala depresi; tetapi, wawancara psikiatrik dengan
pasien kemungkinan mengungkapkan berbagai kumpulan gejala depresif. Pada
pasien dengan gangguan kepribadian skizoid, tidak adanya minat dalam hal
sosialisasi, menyebabkan perilaku sosial menghindar. 3
Diagnosis lain yang harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan
kepribadian paranoid. Hipokondriasis adalah ketakutan akan menderita suatu
penyakit, sedangkan fobia spesifik tipe penyakit adalah ketakutan akan tertular
penyakit. Beberapa pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif terdapat perilaku
yang tidak dapat dibedakan dari perilaku seorang pasien dengan fobia spesifik.
Sebagai contohnya, pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif mungkin
menghindari pisau karena mereka memiliki pikiran kompulsif tentang membunuh
anak-anaknya, sedangkan pasien dengan fobia spesifik yang melibatkan pisau
mungkin menghindari pisau karena ketakutan dirinya akan terpotong. Gangguan
kepribadian paranoid dapat dibedakan dari fobia spesifik oleh adanya ketakutan
menyeluruh pada pasien dengan gangguan kepribadian paranoid. 3
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
1. Golongan Trisiklik
Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat re-uptake aminergic
neurotransmitter (noradrenalin, serotonin, dan dopamine) dan menghambat
penghancuran oleh enzim Monoamine Oxidase sehingga terjadi peningkatan

13

jumlah aminergic neurotransmitter pada cela sinaps neuron tersebut yang


dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
-

Klomipramin: Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan

maksimum dosis 250 mg sehari.


Imipramin: Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari. 5,9

2. Monoamin Oxidase Inhibitors


Monoamin Oxidase Inhibitors digunakan untuk depresi dan gangguan
anxietas seperti fobia sosial, gangguan panik disertai agorafobia dan obsesif
kompulsif disorder. MAOIs menghambat secara irreversibel enzim
monoamine oxidase yang berlokasi di sistem saraf pusat, saluran cerna, dan
platelet. MAOIs menghalangi monoamine oxidase pada dinding saluran
cerna yang mana meningkatkan penyerapan dari tyramine. Tyramine ini
dapat meningkatkan tekanan darah.
-

phenelzine (Nardil): 30-60 mg sehari.

Tranylcypromine (Parnate): 20-40 mg sehari. 9

3. Selective Seratonin Reuptake Inhibitors/SSRIs


SSRIS menghalangi re-uptake serotonin ke dalam presynaptic saraf
terminal. Digunakan terutama pada pasien gangguan panik yang disertai
dengan depresi. SSRIs lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit
dan tidak terlalu menyebabkan ketergantungan fisik. SSRIs menjadi firstline pengobatan untuk fobia sosial. Obat Selective Seratonin Reuptake
Inhibitors/SSRIs seperti fluoksetin, sertralin, citalopram, fluvoxamine,
paroxetine. 5,9
4. Benzodiazepine
Obat anti anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya
(benzodiazepine receptor) akan meng-reinforce GABA-ergic neuron
sehingga hiperaktivitas dari system limbic SSP. Golongan Benzodiazepine
merupakan drug of choice dari semua obat yang mempunyai efek anti
anxietas. Bekerja lebih cepat daripada anti depresi, tetapi bisa menyebabkan

14

ketergantungan fisik dan menimbulkan beberapa efek samping seperti, rasa


mengantuk, gangguan koordinasi dan perlambatan waktu reaksi. 5,9
b. Non Farmakologi
1. Cognitive Behaviour Theraphy (CBT)
Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) adalah terapi perilaku kognitif yang dapat
dilakukan sendiri atau dalam bentuk kelompok yang dapat berlangsung sekitar 12
minggu. Terapi ini efektif untuk gangguan panik maupun agorafobia. Penelitian
menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif (cognitive behaviour therapy) secara
profesional akan sangat efektif. Terapi perilaku dengan cara Desensitisasi
(memperkenalkan/mendekatkan kepada objek/situasi yang ditakuti secara
bertahap mulai dari ringan sampai pada situasi yang paling ditakuti) atau melalui
latihan berulang-ulang, latihan di rumah (homework) dan latihan relaksasi. Terapi
perilaku kognitif dengan cara Exposure (membawa pasien langsung pada situasi
yang ditakutinya), atau melalui feedback videotape atau dengan fantasi, cukup
menolong beberapa individu yang takut bicara di depan umum dan bentuk fobia
lainnya. Terapi perilaku eksposur berbasis telah digunakan selama bertahun-tahun
untuk mengobati fobia spesifik. Orang yang secara bertahap menemukan objek
atau situasi yang ditakuti, mungkin pada awalnya hanya melalui gambar atau
kaset, kemudian tatap muka. Seringkali terapis akan menemani seseorang ke
situasi takut untuk memberikan dukungan dan bimbingan. 1,3
Pada terapi perilaku kognitif, kemungkinan relaps kecil jika dihentikan
karena active coping dan adanya dorongan yang menumbuhkan kepercayaan diri
pasien. Kombinasi terapi farmakologik dan terapi perilaku kognitif bisa
memberikan perbaikan lebih bermakna khususnya pada pasien dengan gangguan
berat dengan hendaya cukup tinggi. 1,3
2. Terapi Psikososial
Terapi keluarga, keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia
mungkin menjadi terganggu selama perjalanan serangan panik, sehingga keluarga
perlu untuk diarahkan agar bisa menerima keadaan pasien. 3

15

Psikoterapi dapat bermanfaat dalam pengobatan gangguan panik dan


agorafobia. Psikoterapi dapat dilakukan agar penderita lebih memahami
pertentangan psikis yang melatarbelakangi terjadinya kecemasan.
IX.

PROGNOSIS
a. Agorafobia
Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan

panik. Jika gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan
berjalannya waktu. Untuk mendapatkan reduksi agorafobia yang cepat dan
lengkap, terapi perilaku kadang-kadang diperlukan. Agorafobia tanpa riwayat
gangguan panik sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan
depresif dan ketergantungan alkohol sering kali mengkomplikasi perjalanan
agorafobia. 3
b. Fobia Sosial dan Fobia Spesifik
Tidak banyak yang diketahui tentang perjalanan penyakit dan prognosis
fobia spesifik dan fobia sosial karena mereka relatif baru dikenali sebagai
gangguan mental yang penting. Diperkenalkannya psikoterapi spesifik dan
farmakoterapi untuk mengobati fobia akan juga mempengaruhi interpretasi data
tentang perjalanan penyakit dan prognosis kecuali kontrol pemeriksaan untuk
strategi pengobatan. Gangguan fobik mungkin disertai dengan lebih banyak
morbiditas dibandingkan yang diketahui sebelumnya. Tergantung pada derajat
mana perilaku fobik mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi, pasien
yang terkena mungkin memiliki ketergantungan finansial pada orang lain semasa
dewasa dan memiliki berbagai derajat gangguan dalam kehidupan sosialnya,
keberhasilan

pekerjaan,

dan,

pada

orang

muda,

prestasi

sekolahnya.

Perkembangan gangguan berhubungan zat yang menyertainya juga merugikan


perjalanan penyakit dan prognosis gangguan. 3
X.

KESIMPULAN
Fobia barasal dari kata Yunani phobos yang berarti takut. Fobia merupakan

suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari gangguan anxietas.

16

Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang menyebabkan penghindaran yang


disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Adapun gangguan fobia itu terbahagi kepada tiga kelompok besar
berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV), yaitu Agoraphobia, Fobia Sosial dan Fobia Spesifik. Agorafobia
merupakan ketakutan akan keramaian atau tempat terbuka. Fobia sosial
merupakan ketakutan yang bermakna dan terus-menerus dari satu atau lebih
situasi-situasi sosial. Fobia spesifik merupakan rasa takut yang irasional
pada objek atau situasi tertentu.
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan
jiwa paling umum di Amerika Serikat yakni sekitar 5-10 % populasi. Agorafobia
sering terjadi pada wanita yang berumur di antara 20 hingga 40 tahun. Hampir
60% kasus fobia adalah agoraphobia. Fobia sosial lebih banyak ditemukan pada
perempuan di banding laki-laki. Usia puncak awitan fobia sosial adalah remaja
walaupun awitannya lazim antara usia 5 tahun dan 35 tahun. Sedangkan fobia spesifik
lebih umum ditemukan dari pada fobia sosial. .Fobia spesifik umumnya lebih banyak
pada perempuan. Rasio perempuan banding laki-laki sekitar 2:1.
Beberapa etiologi terjadinya fobia : teori psikoanalitik, teori perilaku, teori
genetika, dan teori neurokimia.
Agorafobia sering kali mempengaruhi kegiatan sehari-hari, kadang
penderita hanya bisa berdiam di dalam rumah. Penderita fobia sosial takut
atau merasa malu atau tidak dapat berada dalam sebagian besar situasi-situasi
sosial atau keadaan-keadaan fungsi social khusus. Fobia spesifik yaitu ketakutan
pada objek/situasi tertentu. Claustrophobia dan takut terbang yang ditemukan
menjadi signifikan dalam sekitar sepertiga dari orang yang didiagnosis dengan
fobia spesifik.
Obat

utama

yang

digunakan

untuk

gangguan

kecemasan

adalah

antidepresan, obat antikecemasan. Psikofarmaka yang biasa digunakan pada


pasien gangguan cemas, diantaranya Antidepresan, SSRIs, Tricyclics, MAOIs,
obat Anti Anxietas Benzodiazepine.

17

Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) adalah Terapi ini efektif untuk


gangguan panik maupun agorafobia. Terapi perilaku dengan cara Desensitisasi
dan Exposure yaitu memperkenalkan/mendekatkan kepada objek/situasi yang
ditakuti secara bertahap atau membawa pasien langsung pada situasi yang
ditakutinya. Terapi keluarga juga penting supaya keluarga pasien dapat memahami
keadaan pasien itu sendiri dan memberi dukungan suportif demi kesembuhan
pasien.
Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan
panik. Jika gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan
berjalannya waktu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Yaunin, Yaslinda. Fobia Sosial. CDK-98 Vol. 39 No.10. 2012. P. 752-4.
2. Gangguan
Ketakutan
(Fobia).
http://medicastore.com/penyakit/253/gangguan_ketakutan_28fobia_29.htnl.
Diakses pada tanggal 2 Juli 2014.
3. Sadock, BJ., Sadock, VA. Spesific Phobia and Social Phobia. In: Grebb, JA.,
Pataki, CS., Sussman, N., Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th edition. New York: Lippincott
Williams & Wilkins. 2007. P. 598-604.
4. Maslim, R. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan
Terkait Stress. Dalam: Maslim, R., Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. 2013. hal. 72-73.
5. Maslim, R. Obat Anti Depresi dan Obat Anti Anxietas. Dalam: Maslim, R,
Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta:

18

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. 2007.
Hal. 23-25; 36-40.
6. Merckelbach, H., Muris, P., Faravelli, C., Zucchi, T., Perone, A., Salmoria, R.
and Viviani, B. Phobia and Social Phobia. In: Griez, EJL., Faravelli, C., Nutt
and Zohar, D. eds. Anxietas Disorder. John Wiley & Sons Ltd. 2001. P. 105137.
7. Crozier, Marjorie, Gillihan, Seth J. and Powers, Mark B. Issues in
Differential Diagnosis: Phobias and Phobic Conditions. In: McKay, D., and
Storch, E.A., eds. Handbook of Child and Adolescent Anxiety Disorders.
Anxiety Research and Treatment Program, Southern Methodist University,
Dallas. 2011. P. 7-22.
8. Ulrich, Wittche H., Gloster, Andrew T., et al. Review: Agoraphobia: A Review
Of The Diagnostic Classificatory Position And Criteria. Depression And
Anxiety 27. 2010. P. 128.
9. J. Albers, Lawrence, K. Hahn, Rhoda, Reist, Christopher. Handbook of

Psychiatric Drugs. USA: Current Clinical Strategies Publishing. 2005.

19

Anda mungkin juga menyukai