Anda di halaman 1dari 78

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek
yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang
cukup (FAO/WHO, 2001; FAO/WHO, 2002; ISAPP, 2009) dengan memperbaiki
keseimbangan mikroflora intestinal pada saat masuk dalam saluran pencernaan
(Shitandi et al., 2007; Dommels et al., 2009; Weichselbaum, 2009).
Probiotik umumnya dari golongan bakteri asam laktat (BAL), khususnya
genus Lactobacillus dan Bifidobacterium yang

merupakan bagian dari flora

normal pada saluran pencernaan manusia (Sujaya et al. 2008b). Lactobacillus


merupakan probiotik yang dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi
kesehatan seperti penanggulangan diare (Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007 ;
Tabbers dan Benninga, 2007; Collado

et al., 2009 ),

menstimulasi sistem

kekebalan (immune) tubuh (Isolauri et al., 2001 ; Isolauri dan Salminen, 2008),
menurunkan kadar kolesterol (Pereira et al., 2003; Yulinery et al., 2006; Belviso
et al., 2009; Lee et al., 2010), pencegahan kanker kolon dan usus (Brady et al.,
2000; Pato, 2003; Liong, 2008), dan penanggulangan dermatitis atopik pada anakanak (Betsi et al., 2008; Torii et al., 2010).
Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization
(FAO/WHO) (2001), idealnya strain probiotik seharusnya tidak hanya mampu
bertahan melewati saluran pencernaan tetapi juga memiliki kemampuan untuk

berkembang biak dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan lambung dan
cairan empedu dalam jalur makanan yang memungkinkan untuk bertahan hidup
melintasi saluran pencernaan dan terkena paparan empedu. Selain itu probiotik
juga harus mampu menempel pada sel epitel usus manusia, mampu membentuk
kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan zat anti mikroba
(bakteriosin), dan memberikan pengaruh yang menguntungkan kesehatan
manusia. Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi.
Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan
makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan
tahan terhadap proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).
Lactobacillus rhamnosus SKG34 yang diisolasi dari susu kuda Sumbawa
sangat berpotensi dikembangkan sebagai probiotik. Lactobacillus rhamnosus
SKG34 memiliki daya hambat yang besar terhadap pertumbuhan bakteri patogen.
(Sujaya et al. 2008b). Uji in vitro L. rhamnosus SKG34 mampu melewati
simulasi kondisi lambung dengan pH 3 dan 4, tidak mengubah asam kolat primer
(kolat) menjadi asam kolat skunder (deoksikolat), serta dapat menghidrolisis
garam empedu (Sujaya et al., 2008a).
Pengujian secara in vivo terhadap L. rhamnosus SKG34 perlu dilakukan
untuk menindaklanjuti hasil penelitian secara in vitro yang sudah dilaksanakan,
untuk mengetahui populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum dan pengaruhnya
terhadap kadar kolesterol serum darah dengan menggunakan hewan coba tikus
tutih (R. norvegicus), sebelum L. rhamnosus SKG34 dikembangkan dan
dikomersialkan sebagai probiotik.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum tikus putih (R.
norvegicus)
2. Bagaimanakah pengaruh pemberian L. rhamnosus SKG34 terhadap kadar
kolesterol serum darah tikus putih (R. norvegicus)
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum tikus putih
(R. norvegicus)
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian L. rhamnosus SKG34 terhadap
kadar kolesterol darah tikus putih (R. norvegicus)
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang populasi

L. rhamnosus SKG34 pada

sekum tikus putih (R. norvegicus)


2. Memberikan informasi pengaruh pemberian

L. rhamnosus SKG34

terhadap kadar kolesterol pada darah tikus putih (R. norvegicus)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Probiotik
Lilly dan Stillwell memperkenalkan istilah "probiotik" pada tahun 1965
untuk nama bahan yang dihasilkan oleh mikroba yang mendorong pertumbuhan
mikroba lain (FAO/WHO, 2001). Probiotik merupakan organisme hidup yang
mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001; FAO/WHO, 2002;
ISAPP, 2009) dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saat
masuk dalam saluran pencernaan (Shitandi et al., 2007; Dommels et al., 2009;
Weichselbaum, 2009).
Probiotik telah banyak dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit
gastroenteritis seperti diare (Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007 ; Tabbers dan
Benninga, 2007; Collado et al., 2009 ), menstimulasi sistem kekebalan (immune)
tubuh (Isolauri et al., 2001 ; Isolauri dan Salminen, 2008), menurunkan kadar
kolesterol (Pereira et al., 2003; Yulinery et al., 2006; Belviso et al., 2009; Lee et
al., 2010), pencegahan kanker kolon dan usus (Brady et al., 2000; Pato, 2003;
Liong, 2008), penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al.,
2008; Torii

et al., 2010), menanggulangi penyakit irritable bowel syndrome

(Malinen et al., 2010; Lyra et al., 2010), penatalaksanaan alergi (Vanderhoof,


2008), pencegahan dan penanganan penyakit infeksi (Wolvers et al., 2010).
Probiotik dapat memproduksi bakteriosin untuk melawan pathogen yang
bersifat selektif hanya terhadap beberapa strain patogen.

Probiotik juga

memproduksi asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, laktoperoksidase,


lipopolisakarida,

dan

beberapa

antimikrobial

lainnya.

Probiotik

juga

menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam sistem imun dan metabolisme host,
seperti vitamin B (Asam Pantotenat), pyridoksin, niasin, asam folat, kobalamin,
dan biotin serta antioksidan penting seperti vitamin K (Adams, 2009).
Manfaat probiotik bagi kesehatan tubuh dapat melalui 3 (tiga) mekanisme
fungsi: (1) fungsi protektif, yaitu kemampuannya untuk menghambat patogen
dalam saluran pencernaan.

Terbentuknya kolonisasi probiotik dalam saluran

pencernaan, mengakibatkan kompetisi nutrisi dan lokasi adhesi (penempelan)


antara probiotik dan bakteri lain, khususnya patogen. Pertumbuhan probiotik juga
akan menghasilkan berbagai komponen anti bakteri (asam organik, hidrogen
peroksida, dan bakteriosin yang mampu menekan pertumbuhan patogen)
(Rahayu, 2008; Collado et al., 2009) ; (2) fungsi sistem imun tubuh, yaitu dengan
peningkatan sistem imun tubuh melalui kemampuan probiotik untuk menginduksi
pembentukan IgA, aktivasi makrofag, modulasi profil sitokin, serta menginduksi
hyporesponsiveness terhadap antigen yang berasal dari pangan.; (3) fungsi
metabolit probiotik yaitu metabolit yang dihasilkan oleh probiotik, termasuk
kemampuan probiotik mendegradasi laktosa di dalam produk susu terfermentasi
sehingga dapat dimanfaatkan oleh penderita lactose intolerance (Rahayu, 2008).
Efek probiotik terhadap kesehatan dan mekanismenya dalam tubuh
disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1.
Efek probiotik terhadap kesehatan dan mekanismenya dalam tubuh
Manfaat

Fungsi

1.Membantu
pencernaan

Mekanismenya

a.Irritable bowel syndrome, mengurangi - Perubahan populasi atau aktivitas


gejala saluran cerna (konstipasi, diare
dari mikroflora usus
non patogenik, flatulensi, kram, nafas
yang berbau penyebab dari gangguan
pencernaan)
b. Intoleran terhadap laktosa
- Pemindahan mikroba laktase ke
usus halus
2. Sebagai a. Alergi (eksema atopik, alergi terhadap - Translokasi, efek barrier
pertahanan
susu, rematik artritis)
tubuh
b. Kariogenik
- Perubahan populasi, aktivitas
mikroflora oral atau yang
menempel pada gigi
c.Karsinogenik, mutagenik, tumor
- Penyerapan mutagen, merangsang
sistem
imun,
penghambatan
produksi
karsinogen
oleh
mikroflora usus
d. Diare karena penggunaan antibiotika, Kompetisi
pengeluaran,
diare
yang
disebabkan
oleh
translokasi/efek
barrier,
Rotavirus, Kolitis yang disebabkan
meningkatkan respon imun
oleh C. difficile, diare nosokomial
e. Peradangan usus, Kolitis ulserasi, - Penurunan regulasi respon imun
Penyakit Crohns
f. Pertumbuhan bakteri usus yang Aktivitas
antimikroba,
berlebihan
pengeluaran kompetisi
g. Imunomodulasi (status imun, respon
- Interaksi dengan sel imun untuk
vaksin)
meningkatkan aktivitas pagositosis
dari sel darah putih, meningkatkan
IgA setelah kontak dengan antigen.
Meningkatkan proliferasi lekosit
intra epitel, regulasi Th1/Th2,
induksi sitosis sitokin
h. Vaginosis, infeksi saluran kemih
- Aktivitas antipatogenik,
pengeluran kompetisi
3. Manfaat a. Menurunkan kolesterol darah
- Dekonjugasi garam empedu
yang lain
b. Endotoksemia dengan sirosis
Penghambatan
produksi
endotoksin oleh mikroflora usus
c. Hipertensi
- Unsur seluler atau peptida yang
berasal dari aktivitas fermentasi
sebagai
penghambatan ACE
(Angiotensin Converting Enzyme)
d. Batu ginjal
- Perubahan pencernaan yang
mempengaruhi pemecahan oksalat
Sumber : Sanders (2003) dalam Toma dan Pokrotnieks (2006)

Konsumsi probiotik biasanya diaplikasikan pada pembuatan produk


pangan olahan seperti; yogurt, keju, minuman penyegar, es krim, yakult, permen
dan yogurt beku (Senok, 2009; Granato et al., 2010). Jumlah minimal strain
probiotik yang ada dalam produk makanan adalah sebesar 106 CFU/g atau jumlah
strain probiotik yang harus dikonsumsi setiap hari sekitar 108 CFU/g, dengan
tujuan untuk mengimbangi kemungkinan penurunan jumlah bakteri probiotik pada
saat berada dalam jalur pencernaan (Shah, 2007).
Beberapa jenis bakteri probiotik yang sering digunakan dalam industri
makanan seperti : Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus
johnsonii, Lactobacillus rhamnosus, Lactobacillus thermophilus, Lactobacillus
reuteri, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Bifidobacterium bifidum,
Bifidobacterium longum, Bifidobacterium brevis, Bifidobacterium infantis,
Bifidobacterium animalis (Granato et al., 2010), Enterococcus faecalis,
Enterococcus faecium, Sporolactobacillus inulinus (Holzapfel dan Schillinger,
2002), Lactobacillus

delbrueckii ssp. bulgaricus,

dan Streptococcus

thermophilus (Senok, 2009). Mikroba yang sering digunakan sebagai probiotik


dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Aspek keamanan dan fungsional menjadi pertimbangan utama dalam
proses seleksi mikroba probiotik. Aspek keamanan seperti : menyehatkan saluran
pencernaan), bersifat non patogen, dan tahan terhadap antibiotik.

Aspek

fungsional seperti kemampuan hidup dan tahan dalam saluran pencernaan,dapat


diaplikasikan pada dunia industri, dan tidak menimbulkan aroma yang
menyimpang pada makanan (Saarela et al., 2000; Prodo et al., 2008).

Tabel 2.1.
Mikroba yang sering digunakan sebagai Probiotik

Lactobacillus

BAL
Bifidobacterium

Lactobacillus
acidophilus

Bifidobacterium
adolescentis

Selain spesies
Spesies BAL yang
BAL
lain
Enterococcus
Bacillus
cereus
faecalis
var. toyoi

Lactobacillus
casei

Bifidobacterium
animalis

Enterococcus
faecium

Escherichia
strain nissle

Lactobacillus
amylovorus

Bifidobacterium
bifidum

Lactococcus lactis

Propionibacterium
freudenreichii

Lactobacillus
Bifidobacterium
delbrueckii subsp breve
bulgaricus

Leuconostoc
mesenteroides

Saccharomyces
cerevisiae

Lactobacillus
gallinarum

Bifidobacterium
infantis

Pediococcus
acidilactici

Saccharomyces
boulardii

Lactobacillus
gasseri

Bifidobacterium
lactis

Steptococcus
thermophilus

Lactobacillus
johnsonii

Bifidobacterium
longum

Sporolactobacillus
inulinus

coli

Lactobacillus
paracasei
Lactobacillus
plantarum
Lactobacillus
reuteri
Lactobacillus
rhamnosus
Sumber : Holzapfel et al. (2001).

Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization


(FAO/WHO)

(2001), mikroba probiotik, seharusnya tidak hanya

mampu

bertahan melewati saluran pencernaan tetapi juga memiliki kemampuan untuk

berkembang biak dalam usus. Ini berarti mikroba probiotik harus tahan terhadap
cairan lambung dan dapat tumbuh dalam cairan empedu yang terdapat dalam
saluran pencernaan, atau dikonsumsi dalam jalur makanan yang memungkinkan
untuk bertahan hidup melintasi saluran pencernaan dan terkena paparan empedu.
Selain itu probiotik juga harus mampu menempel pada permukaan enterosit,
mampu membentuk kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan
zat anti mikroba (bakteriosin), dapat berkembang biak dengan baik, dan
memberikan pengaruh yang menguntungkan kesehatan manusia. Hal yang penting
lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi. Strain probiotik
juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan makanan dan
penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan tahan terhadap
proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).
2.2 Kolesterol
Kolesterol merupakan produk khas hasil metabolisme hewan. Oleh karena
itu kolesterol terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti kuning
telur, daging, hati, dan otak (Murray et al., 2003). Kolesterol banyak terdapat
pada membran sel. Kolesterol berwarna putih dan bersifat larut dalam air
(Hofmann, 2004).

Kolesterol merupakan prekursor senyawa steroid lainnya

dalam tubuh, seperti: kortikosteroid, hormon seks, asam empedu dan vitamin D
(Murray

et al., 2003), hormon adrenokortikoid, progesteron, esterogen, dan

testosteron (Hirakawa, 2005).


Sebagian besar kolesterol dibentuk di hati, walaupun semua sel mampu
memproduksi kolesterol (Hirakawa, 2005). Hati mensintesis sekitar 20 %

10

kolesterol dalam tubuh. Total produksi kolesterol termasuk yang diserap dari
makanan dan hasil sintesa dalam tubuh kira-kira 1 g/hari. Jumlah kolesterol yang
direkomendasikan sekitar 300 mg/hari. (Gropper et al., 2005). Orang dewasa
normal, mensintesa kolesterol sekitar 1g/hari, dan mengkonsumsinya sekitar 0,3
g/hari. Kadar kolesterol dalam tubuh sekitar 150-200 mg/dl, yang digunakan
untuk mengatur sintesa de novo. Kecepatan sintesa kolesterol tergantung pada
intake kolesterol dari makanan (King, 2010).
Kolesterol dalam makanan diserap dari usus bersama lipid lainnya,
termasuk kolesterol yang disintesis dalam usus, diinkorporasikan ke dalam
kilomikron dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Sebanyak 80-90%
kolesterol yang diserap, diesterifikasikan dengan asam lemak rantai panjang
dalam getah bening (Murray et al., 2003). Potter (2007) menyatakan bahwa
kolesterol dari makanan sebesar 335 mg/hari masuk ke saluran pencernaan dalam
bentuk kilomikron. Selanjutnya masuk ke hati dan mengalami sintesa sebanyak
800 mg/hari. Kilomikron yang masuk ke hati disintesa menjadi HDL dan VLDL.
Very Low Density Lipoprotein selanjutnya diubah menjadi LDL, dan bersama
dengan HDL masuk ke jaringan periperal, kulit, dan kelenjar endokrin. Diagram
peredaran kolesterol dalam tubuh disajikan pada Gambar 2.1.

11

KOLESTEROL

Kolesterol
makanan
(335mg/hari

Jaringan
Periperal

Sintesa
Kolesterol
(800mg/hari)
VLDL

Makanan

Saluran
Pencernaan

Kulit
Kilomikron

Hati

Sterol Kulit
(85mg/hari)

LDL
HDL

Kelenjar
Endokrin

Kolesterol
Empedu
(600mg/har
i)

Hormon
Steroid
(50mg/hari)

Asam
Empedu
(400mg/hari)
Feses

Gambar 2.1. Peredaran kolesterol dalam tubuh (Potter, 2007).

Kolesterol dalam tubuh diserap dalam bentuk asam kolat di hati yang
dikonjugasikan dengan bahan lain membentuk garam empedu. Garam empedu
membantu pencernaan dan penyerapan lemak (Hofmann, 2004; Hirakawa, 2005).
Kolesterol dari makanan dan hasil sintesa digunakan dalam pembentukan
membran dan sintesa hormon steroid dan asam empedu. Sebagaian besar jumlah
kolesterol digunakan dalam proses sintesis asam empedu (King, 2010).
Berdasarkan kerapatannya (densitas), kolesterol dapat di bedakan menjadi:
kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein
(LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Dari keempat jenis lipoprotein tersebut,
LDL memiliki kadar kolesterol yang paling tinggi, sedangkan kadar protein

12

tertinggi terdapat pada HDL (Gropper et al., 2005; Hirakawa, 2005). Selain itu
ada juga Intermediate Density Lipoprotein (IDL), yang memiliki densitas antara
VLDL dan LDL. Kilomikron merupakan lipoprotein pertama yang dibentuk dari
konsumsi lemak. Selain kilomikron, lipoprotein lainnya merupakan hasil sintesa
lemak dalam tubuh (Gropper et al., 2005).
Kolesterol diedarkan ke seluruh sel oleh LDL dan HDL (Hirakawa, 2005).
Low Density Lipoprotein merupakan komponen lipoprotein yang terbesar
membawa kolesterol (60% total serum kolesterol), ke jaringan tubuh, yang
digunakan untuk pembentukan membran atau dimetabolisme menjadi hormon
steroid. High Density Lipoprotein

memiliki peran yang bertentangan dengan

LDL, yaitu mengangkut kolesterol dan lipoprotein lainnya yang sudah


terakumulasi dari sel dan mengembalikan kolesterol ke hati untuk selanjutnya
diekskresikan dalam empedu (Gropper et al., 2005).
Jumlah LDL yang berlebihan dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan
meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke. Sebaliknya konsentrasi HDL
yang tinggi dalam darah dapat menurunkan resiko penyakit jantung. Penyakit
jantung koroner dan stroke merupakan penyebab utama kematian dan kejadian
cacat di seluruh dunia. Tingginya kandungan total kolesterol darah sangat
berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit jantung koroner. Kadar LDL
diatas 100 mg/dl dan kadar HDL dibawah 40 mg/dl dapat meningkatkan resiko
penyakit kardiovaskular (Hirakawa, 2005; Baigent dan Clarke, 2008).
Beberapa strain BAL mampu memetabolisme kolesterol dari makanan
dalam usus halus sehingga tidak diserap oleh tubuh. Lactobacillus sp F2.13,

13

strain endogen Indonesia mampu menurunkan kadar kolesterol total sebesar 33%
(Nursini, 2010).

Bifidobacterium infantis 17930, memiliki kemampuan

dekonjugasi garam empedu paling tinggi dan aktivitas Bile salt hydrolase (BSH)
lebih baik (Liong dan Shah, 2005).
Mekanisme penurunan kolesterol oleh aktivitas BAL disebabkan oleh
enzim BSH yang mendekonjugasi garam empedu, dimana glisin atau taurin
dipisahkan dari steroid, sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau
terdekonjugasi. Enzim BSH menghasilkan garam empedu terdekonjugasi dalam
bentuk asam kolat bebas yang kurang diserap oleh usus halus. Dengan demikian
garam empedu yang kembali ke hati selama sirkulasi enterohepatik menjadi
berkurang, sehingga total kolesterol dalam tubuh menjadi berkurang. Beberapa
jenis BAL memiliki dinding sel yang mampu mengikat kolesterol dalam usus
halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh (Surono, 2004; Ooi dan Liong, 2010).
Enzim BSH akan memberikan keuntungan khusus bagi strain bakteri
probiotik yang tumbuh pada lingkungan yang penuh persaingan dalam saluran
pencernaan dengan memberikan daya tahan yang lebih baik terhadap garam
empedu, serta membantu dalam menurunkan kadar kolesterol darah (Begley et
al., 2006; Noriega et al., 2006; Patel et al., 2010). Bile salt hydrolase dimiliki
oleh beberapa strain bakteri saluran pencernaan seperti: Lactobacillus,
Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptostreptococcus, dan Bacteroides
(Ooi dan Liong, 2010)

14

2.3 Empedu
Pembentukan empedu sangat penting dalam pencernaan dan penyerapan
lemak, ekskresi xenobiotik larut lemak dan racun dalam tubuh, dan keseimbangan
kadar kolesterol. Garam empedu secara alamiah bersifat amphipilik karena
memiliki gugus polar dan non polar. Gugus polar memiliki permukaan yang
bersifat hidrofilik yang mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil,
sedangkan gugus non polar bersifat hidropobik (Salen dan Batta, 2004).
Cairan empedu merupakan gabungan antara asam empedu dan garam
empedu. Bilirubin tetrapyrrole (berwarna coklat), merupakan komponen pemberi
warna terbesar pada empedu dan merupakan produk akhir dari metabolisme heme.
Apabila bilirubin mengalami oksidasi akan berubah menjadi biliverdin (berwarna
hijau) (Bijl et al., 2009).
Garam empedu bersama pospolipid dan kolesterol merupakan cairan
organik terbesar dalam empedu dan merupakan kunci kekuatan dalam
pembentukan empedu pada saat di sekresikan ke canalikuli empedu melewati
membran apikal hepatosit (Beuers dan Pusl, 2004)
Komponen utama asam empedu dalam empedu manusia yaitu asam
xenodeoksikolat (45%) dan asam kolat (31%). Sebelum sebagian besar garam
empedu disekresikan ke lumen canalikuli, terlebih dulu terjadi konjugasi dengan
ikatan amida pada terminal gugus karboksil dengan asam amino glisin dan taurin.
Reaksi konjugasi ini menghasilkan glycoconjugates dan tauroconjugates.
Sebanyak 95% dari total garam empedu yang disintesa di hati diserap oleh usus
distal dan dikembalikan lagi ke hati. Proses sekresi dari hati ke gallbladder,

15

kemudian ke usus, dan akhirnya diserap kembali disebut siklus enterohepatik.


Jumlah total garam empedu yang mengalami siklus berulang-ulang melalui siklus
enterohepatik sekitar 3,5 g. Jumlah tersebut bersirkulasi dua kali per makan dan 68 kali per hari. Apabila empedu tidak ada di usus, maka hapir 50% lemak yang
dimakan akan keluar melalui feses

(Ganong, 2002; King, 2010). Siklus

enterohepatik garam empedu dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Kandung kemih

Sistem portal

Garis yang tidak terputus


yang masuk ke dalam sistem
portal merupakan garam
empedu yang berasal dari
hati,
sedangkan
garis
terputus-putus menunjukkan
garam
empedu
yang
terbentuk akibat aktivitas
bakteri

Gambar 2.2. Siklus enterohepatik garam empedu (Ganong, 2002)


Produk akhir dari penggunaan kolesterol adalah asam empedu. Sintesa
asam empedu merupakan mekanisme utama untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol. Ekskresi kolesterol dalam bentuk asam empedu tidak cukup untuk
mengimbangi kelebihan intake kolesterol dari makanan. Walaupun sintesa asam
empedu merupakan jalan untuk proses katabolisme kolesterol, campuran terlarut
antara kolesterol dari makanan, lemak, dan zat gizi essensial juga penting untuk
memperlancar transportnya ke hati. Proses sintesa asam empedu membutuhkan

16

kerja 17 enzim dan berlangsung di beberapa bagian intraseluler termasuk sitosol,


retikulum endoplasma, mittokondria, dan peroxisom (King, 2010).
2.4 Bakteri Asam Laktat
Mikroba yang terdapat di dalam saluran pencernaan sangat kompleks dan
merupakan komunitas yang dinamis. Total mikroba yang terdapat di saluran
pencernaan diperkirakan mencapai 1012 sel setiap gram isi dengan total sekitar
1015 yang terdiri dari lebih 1000 spesies, atau diperkirakan sekitar 3000-4000
spesies. Berat mikroorganime ini mencapai 1,5 kg di dalam tubuh dan
menyumbang 60% berat feses (Rahayu, 2008).
Bakteri asam laktat merupakan famili yang bersifat heterogenus, gram
positif, anaerob, tidak berspora, dan merupakan bakteri yang tahan terhadap
asam. Bakteri asam laktat dapat memfermentasi berbagai jenis zat gizi baik
secara homofermentatif maupun heterofermentatif terutama menghasilkan asam
laktat, selain itu juga dapat mengasilkan asam asetat, asam format, etanol, dan
CO2. Bakteri asam laktat tidak hanya dapat mengubah rasa makanan menjadi
asam dalam waktu singkat, tetapi juga akan merubah flavor, tekstur, dan
kandungan zat gizi makanan tersebut. Bakteri asam laktat secara alami ditemukan
pada tanaman, daging, susu dan hasil olahannya, dan hasil fermentasi serealia, dan
sudah lama digunakan dalam industri makanan dalam skala besar atau industri
rumah tangga, serta makanan hasil fermentasi. Bakteri asam laktat digunakan
sebagai starter untuk fermentasi sayur atau daging (Liu
Klaenhammer et al., 2005).

et al., 2005;

17

Bakteri asam laktat

termasuk golongan bakteri mikroaerofilik, yang

memfermentasi heksosa menghasilkan asam laktat. Bakteri asam laktat yang


banyak

digunakan

dalam

dunia

industri

adalah

spesies

Lactococcus,

Enterococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Leuconostoc, dan


Lactobacillus (Makarova et al., 2006 ; O'Sullivan et al., 2009). Spesies BAL
dalam memetabolisme hexosa dapat melalui dua proses fermentasi, yaitu
homofermentatif,

dimana

BAL

hanya

menghasilkan

asam

heterofermentatif, dimana selain menghasilkan asam laktat

laktat,

dan

BAL juga

menghasilkan CO2, asam asetat, dan etanol (Makarova et al., 2006).


Bakteri asam laktat juga dapat menghasilkan peptida antimikroba seperti
bakteriosin, sebagai contoh adalah L. salivarius UCC118, yang sangat efektif
untuk menekan pertumbuhan

L. monocytogenes. Beberapa spesies yang biasa

ditemukan pada saluran pencernaan manusia dan hewan, kadang-kadang juga


dapat menimbulkan penyakit. Penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi BAL
patogen seperti; infeksi saluran kencing, bakterimia, endokarditis, divertikulatis,
dan meningitis (O'Sullivan et al., 2009).
2.5 Lactobacillus
Genus Lactobacillus terdiri atas banyak kelompok termasuk beberapa
spesies yang digunakan untuk fermentasi dan pengawetan makanan. Beberapa
Lactobacillus merupakan probiotik, yang dapat memberikan efek yang
menguntungkan bagi kesehatan hostnya (Claesson et al., 2007). Lactobacillus di
tubuh manusia biasanya ditemukan pada vagina dan saluran pencernaan, dimana
bisanya bersimbiosis menjadi bagian kecil dari mikroflora usus. Asam laktat

18

yang dihasilkan membuat lingkungan menjadi asam, yang dapat menghambat


pertumbuhan bakteri berbahaya (Wikipedia, 2010).
Lactobacillus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang
termasuk dalam kelompok (BAL). Lactobacillus memiliki karakter tergantung
spesies seperti obligat/fakultatif, homo/heterofermentatif

dalam perannya

mengubah susu menjadi asam dan sering dimanfaatkan untuk membuat produk
olahan terfermentasi seperti keju, yogurt, dan susu terfermentasi lainnya.
Lactobacillus merupakan kelompok bakteri heterogenus yang terdiri atas 135
spesies dan 27 subspesies (Bernardeau et al., 2008).
Lactobacillus diisolasi dari isi perut orang sehat, pertama kali pada tahun
1983, pada saat itu menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadap asam kuat
yang biasa terdapat pada saluran pencernaan. Lactobacillus dapat menurunkan
kolesterol dan memberikan efek hipokolesterolemia (Lye et al., 2010).
Lactobacillus sp. Dad 13 yang diisolasi dari dadih terbukti ampuh menurunkan
kolesterol (Rusfidra, 2006). Lactobacillus rhamnosus akan memberikan pengaruh
yang menguntungkan pada saluran pencernaan, sangat berperan dalam
peningkatan sistem imun, terutama dalam melawan patogen yang ada dalam
saluran pencernaan dan saluran kencing (Adams, 2009).
Antarini (2010) menyatakan bahwa pada produk susu terfermentasi
pertumbuhan L. rhamnosus SKG34 sebesar 2,5 x 108 sampai 7,6 x 109 cfu/ml,
serta peningkatan protein terlarut 0,046% - 0,084%, peningkatan asam amino
bebas seperti asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin, treonin, alanin,
tirosin, metionin, isoleusin, leusin, dan lisin.

19

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Probiotik merupakan organisme hidup yang mampu memberikan efek
yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang
cukup (FAO/WHO, 2001; FAO/WHO, 2002; ISAPP, 2009) dengan memperbaiki
keseimbangan mikroflora intestinal pada saat masuk dalam saluran pencernaan
(Shitandi et al., 2007; Dommels et al., 2009; Weichselbaum, 2009).
Bakteri asam laktat

termasuk golongan bakteri mikroaerofilik, gram

positif yang memfermentasi heksosa menghasilkan asam laktat. Bakteri yang


termasuk BAL, sering digunakan dalam dunia industri (Makarova et al., 2006).
Beberapa jenis BAL seperti L. rhamnosus ATCC 53013 dan L. acidophilus
NCFM, merupakan bakteri probiotik (O'Sullivan et al., 2009). Sujaya et al.
(2008b) menyatakan bahwa bakteri probiotik yang banyak beredar di pasaran
umumnya dari golongan BAL. Adanya klaim menyehatkan, telah memicu
perburuan strain BAL dari berbagai sumber alami, seperti saluran pencernaan,
susu manusia dan hewan serta makanan terfermentasi tradisional.
Beberapa aspek seperti keamanan, fungsional, dan karakterisasi teknologi
menjadi pertimbangan utama dalam proses seleksi mikroba probiotik. Aspek
keamanan termasuk spesifikasi seperti : kemurniannya (menyehatkan saluran
pencernaan), bersifat non patogenik, dan tahan terhadap antibiotik. Aspek
fungsional seperti

kemampuan hidup dan tahan dalam saluran pencernaan,

imunomodulation, bersifat antagonis, dan tidak mengalami mutasi (Saarela et al.,

20

2000). Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan
makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan
tahan terhadap proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).
FAO/WHO (2002) menyatakan bahwa sebelum dapat dinyatakan sebagai
bakteri probiotik, kandidat probiotik harus melewati uji in vitro dan uji in vivo.
Uji in vitro meliputi uji ketahanan pada saluran cerna termasuk resistensi terhadap
asam lambung dan asam empedu, uji aktivitas antimikrobial, uji adhesif pada sel
eritrosit, uji aktivitas enzim bile salt hydrolase, dan kemampuan untuk
menurunkan

jumlah

bakteri

patogen.

Uji-uji

tersebut

dilakukan

untuk

menghindari terjadinya efek negatif akibat mengkonsumsi probiotik.


Lactobacillus rhamnosus SKG34 yang diisolasi dari susu kuda Sumbawa,
merupakan kandidat probiotik lokal Indonesia yang

sangat berpotensi untuk

dikembangkan sebagai probiotik. Lactobacillus rhamnosus SKG34 telah melewati


uji in vitro diantaranya, memiliki daya hambat yang besar terhadap pertumbuhan
bakteri pathogen (Sujaya et al., 2008b), mampu melewati simulasi kondisi
lambung, dengan pH 3 dan 4 tidak mengubah asam kolat primer (kolat) menjadi
asam kolat skunder (deoksikolat), serta mampu menghidrolisis garam empedu
Sujaya et al. (2008a)
Saat ini perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengetahui populasi L.
rhamnosus SKG34 pada sekum tikus putih (R. norvegicus) dan kemampuannya
untuk menurunkan kadar kolesterol darah tikus putih (R. norvegicus). Diagram
kerangka konsep penelitian disajikan pada Gambar 3.1.

21

Kandidat probiotik
Lactobacillus rhamnosus SKG34

Uji in vitro :
A. Ketahanan pada saluran cerna
Resistensi asam lambung
Resistensi asam empedu
B. Aktivitas antimikrobial
C. Adhesif pada sel eritrosit
D. Bile salt hydrolase
E. dan lain sebagainya

Uji in vivo :
A. Ketahanan pada saluran cerna
Populasi pada sekum
B. Efek fungsional :
Kadar kolesterol
Sistem imun
Alergi
Konstipasi
Kanker kolon
dan lain sebagainya

Probiotik potensial
Lactobacillus rhamnosus SKG34
Gambar 3.1. Kerangka konsep pengembangan probiotik L .rhamnosus
SKG34

Keterangan :
Tulisan tebal dan digarisbawahi merupkan variable yang diteliti

Parameter yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu :


1. Populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum tikus putih (R. norvegicus)
2. Kemampuan L. rhamnosus SKG34 menurunkan kadar kolesterol darah
tikus putih (R. norvegicus)

22

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini yaitu :
1. Lactobacillus rhamnosus

SKG34 dapat

bertahan

percernaan bagian atas dan ditemukan pada sekum

dan melewati
tikus putih (R.

norvegicus).
2. Lactobacillus rhamnosus SKG34 berpengaruh terhadap kadar kolesterol
darah tikus putih (R. norvegicus).

23

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium

untuk menghitung

populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum dan mengukur kadar kolesterol darah
tikus putih (R. norvegicus). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, yaitu kontrol dan
perlakuan pemberian L. rhamnosus SKG34. Setiap perlakuan diulang 6 kali.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

ini

dilaksanakan

di

UPT

Laboratorium

Biosain

dan

Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan


dari bulan Maret Juli 2011.
4.3 Alat Penelitian
Jenis peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Pemeliharaan hewan coba (tikus putih)
Alat yang dipergunakan adalah: kandang, timbangan, selop tangan, masker,
sonde, keranjang, kawat, tempat makan dan minum, dan sekam padi
(Lampiran 8).
b. Penyegaran materi hidup, penghitungan koloni bakteri dan pembuatan
suspensi bakteri
Alat yang digunakan adalah: tabung reaksi (iwaki-pyrex), Erlenmeyer (iwakipyrex), gelas beaker (iwaki-pyrex), gelas ukur (iwaki-pyrex), magnetic stirrer,

24

stirer bar (iwaki BS-38), cawan petri (iwaki-pyrex), batang kaca bengkok,
kaca objek, cover glass, tabung eppendorf 1,5 ml, timbangan (Shimadzu
AUX 220), autoklaf (all American model no. 1925), kompor (Rinai, RI 522
C), luminar air flow cabinet (ESCO), inkubator (Memmert), mikroskop
(Olympus), jarum ose, pipetman (Gilson) ukuran 1000 l, 200 l, tips biru,
kuning (porex bio product), sentrifugasi (Hitachi), vortex (Labinco), kulkas
(Toshiba), frezzer -20o C, chamber anaerobic (Oxoid), dan kertas tissue.
c. Pengukuran pH
Alat yang digunakan adalah: pH meter (TOA ion meter IM 40S), tabung
reaksi (iwaki-pyrex), vortex (Labinco), dan kertas tissue.
d. Pengujian RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan PCR
(Polymerase Chain Reaction) sel lisat hasil isolasi.
Alat yang digunakan adalah: tabung eppendorf 1,5 ml, microtube 100 l
(Treff), pipetman (Gilson) ukuran 20 l, 200 l, tips biru, kuning, kristal
(porex bio product), sentrifuge (Hitachi), vortex (Labinco), freezer -20o C,
microwave (Samsung), mesin PCR (Invinegen), mesin elektroforesis set
(Cosmo bio), UV transluminator (Edvotek model TM-10), selop tangan, dan
kertas tissue.
e. Pengukuran kadar kolesterol
Alat yang digunakan adalah: tabung reaksi (iwaki-pyrex), sentrifuge,
spektrofotometer (Genesys 20 model 4001/4), dan kertas tissue.

25

4.4 Bahan Penelitian


Jenis bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Pemeliharaan tikus
Bahan yang diperlukan adalah: jagung, kacang hijau, telur, dan air. Hewan
percobaan yang digunakan adalah tikus putih (R. norvegicus) jantan yang
berumur 5 minggu dengan bobot 40-50 gram yang diperoleh dari tempat
penangkaran di Jalan Ceningan Sari, Gang Anyar Sari, Sesetan, Denpasar
(Bapak Minggu).
b. Penyegaran materi hidup, penghitungan koloni bakteri, dan pembuatan
suspensi bakteri
Bahan yang digunakan adalah: materi hidup L. rhamnosus

SKG34

(UNUDCC), media de Man Rogosa Sharpe broth (MRS) broth (Pronadisa)


media MRS agar (Pronadisa), anaerob agar (Pronadisa), Bromo cresol purple
(BCP), gliserol (Pronadisa), anaerob gas generating kit (oxoid), gram stein
(Bio analitika), hydrogen peroksida (H2O2) (Reidel-de Haen), NaCl (Merck),
alkohol 70% (Brataco chemical), dan aquades.
c. Pengukuran pH
Bahan yang digunakan adalah: buffer pH 4 dan 7, aquades, dan kertas tissue.
d. Pengujian RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) sel lisat hasil isolasi
Bahan yang digunakan adalah: agarose (Pronadisa), PCR mix (Intron), primer
M 13F dengan urutan basa (sequences) 5-CGA CGT TGT AAA ACG ACG
GCC AGT-3, deionize water, DNA, Tris Acetic EDTA (TAE) 1X, loading

26

buffer, ethidium bromide (Bio rad), kit isoplant II (isoplant code no. 31004151, Nippon Gene, Toyama, Japan), dan kertas tissue
e. Pengujian PCR sel lisat hasil isolasi
Bahan yang digunakan 0,2 mM dNTPs, 1 X PCR Buffer 10 X, 0,6 mM
MgCl2, 0,9 U AmpliTaq, primer spesifik Lactobacillus rhamnosus; Lu5 F
(5-CTA GCG GGT GCG ACT TTG TT-3) dan Rhall R (5-GCG ATG
CGA ATT TCT ATT ATT-3), masing-masing 10 pmol, deionize water,
DNA, TAE 1X, loading buffer, ethidium bromide (Bio rad), DNA marker
(Amresco, Solon, Ohio), dan kertas tissue.
Tabel 3.1
Primer yang dipergunakan dalam penelitian
Sequence (5-3)

Primer

Sumber Pustaka

M 13

CGACGTTGTAAAACGACGGCCAGT

Vassart, et al., 1987

LU5

CTAGCGGGTGCGACTTTG TT

Song et al., 2000

RhaII

GCGATGCGAATTTCTATTATT

Song et al., 2000

f. Pengukuran kadar kolesterol


Bahan yang digunakan adalah: kit kolesterol (Analyticon 200 mg/dl) aquades,
dan kertas tissue.
4.5 Penyegaran Materi Hidup
Stok isolat L. rhamnosus SKG34 yang disimpan dalam gliserol 30%
pada suhu -20o C, diambil sebanyak satu loop ose dan diinokulasikan dalam
tabung reaksi yang berisi 5 ml media MRS broth. Tabung reaksi diinkubasi pada
suasana aerob selama 24 jam pada suhu 37o C. Hasil positif ditunjukkan dengan

27

timbulnya kekeruhan pada tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan uji konfirmasi


untuk memastikan bahwa isolat tidak mengalami perubahan. Uji ini diantaranya:
uji gas, katalase, pengecatan gram, dan morfologi. Bila tidak terjadi perubahan,
maka hasil positif ini (kultur) akan dipergunakan untuk tahap pengujian
selanjutnya (Portugal et al., 2006).
4.5.1 Uji Gas
Uji

produksi

gas

dilakukan

untuk

mengetahui

BAL

bersifat

homofermentatif atau heterofermentatif. Uji gas dilakukan dengan mencelupkan


ose dalam keadaan panas ke dalam kultur BAL yang telah tumbuh pada media
MRS broth. Kultur BAL bersifat heterofermentatif jika pada saat ose panas
dicelupkan terbentuk buih seperti soda yang dikocok.
4.5.2 Uji Katalase
Pengujian katalase dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 3% di atas
gelas objek, selanjutnya satu loop ose isolat BAL yang diuji diambil dan
dimasukkan ke dalam larutan H2O2 3% yang ada di gelas objek. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya gelembung-gelembung gas, sedangkan apabila tidak
terbentuk gelembung-gelembung gas dinyatakan negatif (Lay, 1994).
4.5.3 Uji Morfologi dan Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram dilakukan dengan membuat preparat ulas pada gelas
objek. Gelas objek dibersihkan dengan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol.
Tabung reaksi berisi isolat BAL divortek, diambil satu loop ose, kemudian
diusapkan pada bagian tengah gelas objek. Preparat difiksasi diatas api untuk
membunuh dan melekatkan bakteri pada gerlas objek. Setelah kering

diberi

28

larutan kristal violet (sebagai zat warna) selama satu menit, kemudian dicuci
dengan air mengalir. Selanjutnya diberi larutan lugol (mordan), selama satu menit,
dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian diberi larutan pemucat (aseton
alkohol) selama 5-10 detik, kemudian dibilas lagi dengan air mengalir. Setelah itu
preparat diberi larutan safranin selama 15 detik, dicuci dengan air mengalir,
kemudian dikeringkan dengan cara difiksasi di atas api. Uji morfologi dilakukan
dengan pengamatan dengan mikroskop cahaya pada pembesaran 100 kali. Hasil
pengamatan berupa morfologi sel dan perbedaan warna, dimana warna ungu
kebiruan menunjukkan bakteri bersifat Gram positif, sedangkan warna merah
atau merah muda menunjukkan bakteri bersifat gram negatif (Lay, 1994).
4.6 Perlakuan pada Tikus Putih (R. norvegicus)
4.6.1 Tahap aklimatisasi tikus putih (R. norvegicus)
Pada penelitian ini akan dipergunakan 20 ekor Tikus Putih (R. norvegicus)
jantan yang berumur 5 minggu dengan bobot 40-50 gram yang diperoleh dari
tempat penangkaran di Jalan Ceningan Sari, Gang Anyar Sari, Sesetan, Denpasar
(Bapak Minggu). Sebelum diberikan perlakuan, hewan percobaan diaklimatisasi
selama 19 hari, yang meliputi; kandang, umur, diet, dan bobot tubuh. Pada tahap
aklimatisasi ini, tikus diberikan makanan standar berupa campuran jagung giling,
kecambah kacang hijau, minyak dari lemak babi dan kuning telur (50:30:10:10).
Tikus diberi tanda dengan cat kuku pada bagian kuku kaki belakang, ekor dan
telinga. Tikus ditempatkan pada kandang yang terbuat dari bak plastik dengan
ukuran 50 cm x 30 cm x 10 cm. Bak diisi dengan penutup kawat dan pada dasar
bak diisi dengan sekam padi sebagai penyerap urin dan kotoran tikus seperti

29

terlihat pada Lampiran 8 (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Bagan penelitian


dengan hewan coba tikus putih dapat dilihat pada Gambar 4.1.
19 hari

Pemberian diet
hiperkolesterol

21 hari

Pemberian L.
rhamnosus SKG34

Pembedahan
tikus

Gambar 4.1. Bagan penelitian dengan hewan coba tikus putih


4.6.2 Persiapan suspensi bakteri L. rhamnosus SKG34
Biakan yang telah tumbuh pada media MRS broth (sub bab 4.5), divortex
(untuk mendapatkan biakan yang homogen), kemudian diambil sebanyak 1 ml
dengan pipet mikro, dimasukkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi dengan
kecepatan 5000 rpm selama 7 menit untuk memisahkan massa sel dengan
supernatan. Supernatan dibuang dan massa sel yang diperoleh dicuci sebanyak 2
kali dengan larutan salin (NaCL 0,85%) untuk menghilangkan sisa-sisa media.
Pencucian dilakukan dengan menambahkan 1 ml salin pada massa sel, divortex
hingga homogen, disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 7 menit. Pada
tahap akhir, massa sel dilarutkan dengan 1 ml salin, sehingga diperoleh
konsentrasi suspensi kurang lebih 108 cfu/ml (Sujaya, 2009 dalam Nursini, 2010).
4.6.3 Perlakuan in vivo pada tikus putih (R. norvegicus)
Suspensi bakteri L. rhamnosus SKG34 yang diperoleh (anak sub bab
4.6.2), diberikan pada tikus putih dengan metode oral gavage, yaitu dengan cara
memberikan suspensi masing-masing sebanyak 0,5 ml ( 9,2 x108 sel/ml) kepada
10 ekor tikus putih dengan metode sonde. Sebagai kontrol 10 ekor tikus lainnya
diberikan salin. Perlakuan ini dilakukan selama 3 minggu dengan frekuensi

30

pemberian sekali dalam sehari (pada jam 13.00 13.30 WITA).

Perlakuan

diberikan setelah pemberian makan pada tikus putih. Setiap hari selama
perlakuan, berat makanan yang diberikan dan pertambahan berat badan tikus
selalu di timbang (Sujaya, 2009 dalam Nursini, 2010).
4.6.4 Pengukuran pH sekum
Isi sekum diukur pHnya menggunakan pH meter (TOA ion meter IM 40S)
yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan pH 7. Isi sekum yang
telah diencerkan sebanyak 1 kali (1:1), kemudian dihomogenkan dengan divortex.
Selanjutnya pH isi sekum diukur dengan mencelupkan elektroda pH meter ke
dalam sampel dan hasilnya dicatat.
4.6.5 Penghitungan populasi bakteri
Setelah 3 minggu perlakuan, tikus putih yang diambil sekumnya dibius
dengan kloroform 10%, dibedah dan diambil bagian sekumnya. Sekum yang
diperoleh diletakkan pada cawan petri steril, kemudian isinya dikeluarkan dan
ditampung dalam tabung steril dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,85%)
sesuai dengan berat isi sekum (pengenceran 1:1) dan dihomogenkan. Selanjutnya
0,5 ml suspensi isi sekum dimasukkan ke dalam tabung pengencer yang berisi 4,5
ml salin sehingga diperoleh pengenceran 10-1, divortex hingga homogen,
kemudian diencerkan lagi sampai diperoleh pengenceran 10-7. Untuk penentuan
total BAL digunakan metode permukaan. Sebanyak 0,1 ml sampel yang telah
diencerkan (pengenceran 10-3 10-5) disebar pada permukaan media MRS agar
yang telah ditambahkan dengan Bromo Cresol Purple (BCP), kemudian
diinkubasi secara anaerob selama 48 jam pada suhu 37o C. Metode yang sama

31

dilakukan untuk penghitungan total bakteri anaerob, penanaman dilakukan pada


media anaerob agar (pengenceran 10-4 10-7) dan diinkubasi secara anaerob
dengan menggunakan anaerobic gas pouch dalam anaerobic chamber (Lampiran
10). Setelah diinkubasi selama 48 jam, dilakukan penghitungan jumlah koloni
yang tumbuh. Total populasi bakteri diperoleh dengan mengalikan jumlah koloni
yang tumbuh dengan faktor pengencernya dikalikan 10 (Fardiaz, 1993).
4.6.6 Analisis kolesterol darah tikus putih (R. norvegicus)
Kadar kolesterol total pada serum tikus putih diukur dengan metode
enzimatik Cholesterol Oxidase Phenol Aminoantipyrin (CHOD-PAP) yang
dikembangkan oleh Roche Diagnostic, Germany (Analyticon 200 mg/dl) dan
diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 510 nm.
Sampel darah tikus diambil pada awal penelitian, setelah masa
aklimatisasi, dan setelah perlakuan pemberian L. rhamnosus SKG34.

Darah

diambil dari medial canthus sinus orbitalis menggunakan mikrohematokrit atau


tabung kalpiler, ditampung dalam tabung eppendorf. Sampel kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 10 menit, sehingga serumnya
terpisah dari sel darahnya. Selanjutnya serum darah dipindahkan ke tabung
eppendorf baru dan disimpan pada suhu -20o C, untuk selanjutnya dianalisis
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Langkah-langkah dalam pengukuran kolesterol :
a. Larutan standar kolesterol 50 mg/dl
Dipipet sebanyak 50 l standar kolesterol dengan pipet mikro ke dalam
eppendorf, kemudian ditambahkan 150 l aquadest steril untuk mendapatkan

32

konsentrasi larutan baku 50 mg/dl. Larutan baku tersebut dipipet sebanyak 10


l kemudian ditambahkan 1000 l

reagen kit CHOD-PAP

kolesterol.

Selanjutnya larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit.


Tahap selanjutnya adalah pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 510 nm.
b. Larutan standar kolesterol 100 mg/dl
Dipipet sebanyak 100 l standar kolesterol dengan pipet mikro ke dalam
eppendorf, kemudian ditambahkan 100 l aquadest steril untuk mendapatkan
konsentrasi larutan baku 100 mg/dl. Larutan baku tersebut dipipet sebanyak
10 l kemudian ditambahkan 1000 l reagen kit CHOD-PAP kolesterol.
Selanjutnya larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit.
Tahap selanjutnya adalah pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 510 nm.
c. Larutan standar kolesterol 150 mg/dl
Dipipet sebanyak 150 l standar kolesterol dengan pipet mikro ke dalam
eppendorf, kemudian ditambahkan 50 l aquadest steril untuk mendapatkan
konsentrasi larutan baku 150 mg/dl. Larutan baku tersebut dipipet sebanyak
10 l kemudian ditambahkan 1000 l reagen kit CHOD-PAP kolesterol.
Selanjutnya larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit.
Tahap selanjutnya adalah pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 510 nm.

33

d. Larutan standar kolesterol 200 mg/dl


Dipipet sebanyak 10 l standar kolesterol dengan pipet mikro ke dalam
eppendorf, kemudian ditambahkan 1000 l reagen kit CHOD-PAP kolesterol
untuk mendapatkan konsentrasi larutan baku 200 mg/dl. Selanjutnya larutan
tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit. Tahap selanjutnya
adalah pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 510 nm.
e. Larutan blanko
Sebanyak 10 l aquadest steril dipipet dengan pipet mikro kemudian
ditambahkan 1000 l reagen kit CHOD-PAP kolesterol. Selanjutnya larutan
tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit. Tahap selanjutnya
adalah pengukuran absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 510 nm.
f. Larutan sampel
Dipipet sebanyak 10 l serum dengan pipet mikro kemudian ditambahkan
1000 l

reagen kit CHOD-PAP

kolesterol. Selanjutnya larutan tersebut

diinkubasi pada suhu 37o C selama 10 menit. Tahap selanjutnya pengukuran


absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm.
Nilai absorban yang muncul dicatat dan konsentrasi kolesterol total
dihitung dengan cara membagi nilai absorban sampel dengan nilai absorban
blanko dan dikalikan dengan absorban standar kolesterol.

34

4.7 Analisis Populasi L. rhamnosus SKG34


4.7.1 Isolasi genomik DNA
Isolasi genomik DNA BAL menggunakan kit isoplant II. Diambil 1 ml
kultur yang telah tumbuh pada 5 ml MRS broth (sub bab 4.5), kemudian
disentrifugasi pada 5000 rpm selama 7 menit untuk mendapatkan massa sel.
Massa sel yang diperoleh dicuci dengan air steril sebanyak 2 kali untuk
menghilangkan sisa media. Massa sel yang telah dicuci divortex, ditambahkan
dengan 300 l solution I, divortex selama 1-3 detik, ditambahkan 150 l solution
II dan divortex selama 5-6 detik. Selanjutnya adalah penambahan solution IIIA
dan IIIB masing-masing sebanyak 75 l dan divortex selama 1-2 detik kemudian
diletakkan di atas es selama 15 menit. Selanjutnya campuran disentrifugasi pada
15.000 rpm selama 30 menit pada suhu 4o C. Sebanyak 200-400 l cairan DNA
yang telah terpisah diambil dan ditambahkan etanol 99% sebanyak 2 2,5 kali
cairan DNA, kemudian disentrifugasi pada 15.000 rpm selama 30 menit pada
suhu 4o C, sehingga diperoleh DNA pellet dan ditambahkan 100 l alkohol 70%
kemudian disentrifugasi pada 15.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4o C.
Langkah selanjutnya adalah DNA pellet dievavorasi dan ditambahkan 20-25 l
TE pH 7,5 dan divortex. Selanjutnya dilektroforesis untuk memastikan berhasil
tidaknya isolasi DNA.
4.7.2 RAPD DNA L. rhamnosus SKG34
Tahapan RAPD dilakukan mengacu pada prosedur Ivanova et al. (2008).
Campuran reaksi RAPD merupakan campuran pada total volume 12,5 l dengan
komposisi 6,25 l Master Mix Solution Intron Biotechnology, 1,00 l primer

35

M13F dengan urutan basa (sequences) 5-CGA CGT TGT AAA ACG ACG GCC
AGT-3, 4,25 l air steril , dan 1,00 l DNA sehingga total volume reaksi 12,5
l. Aplifikasi dilakukan pada mesin Infinigen Thermocycler, dengan kondisi satu
siklustahap pre denaturasi pada 95o C selama 5 menit, diikuti dengan 40 siklus
tahap denaturasi pada 95o C selama 20 detik, tahap annealing pada 40o C selama 2
menit, dan tahap ekstensi 72o C selama 30 detik, serta tahap akhir yaitu elongasi
tambahan pada 72o C selama 5 menit. Setelah reaksi selesai, sampel dikeluarkan
dari mesin dan dielektroforesis.
4.7.3 RAPD koloni biakan yang diisolasi dari sekum tikus
Koloni tunggal terpisah yang telah tumbuh pada cawan petri setelah
diinkubasi (hasil pengerjaan anak sub bab 4.6.5) yang telah dibuat stock culture
pada MRS agar, selanjutnya dibiakkan dalam MRS broth sebanyak 10 koloni
untuk setiap perlakuan dan kontrol, diinkubasi secara aerob selama 24-48 jam
pada suhu 37o C. Koloni yang tumbuh ditandai dengan terjadinya kekeruhan,
selanjutnya 1 ml dan ditampung pada eppendorf kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 5000 rpm selama 7 menit. Selanjutnya supernatant dibuang dan massa
sel dicuci dengan air steril sebanyak 2 kali untuk menghilangkan sisa media.
Selanjutnya massa sel ditambahkan 200 l air steril dan dihomogenkan, kemudian
dilakukan pemanasan pada suhu 100o C selama 10 menit dan perlakuan pada
suhu rendah (-20o C) selama 20 menit. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 2 kali
untuk melisiskan dinding sel dan mengeluarkan DNA bakteri. Selanjutnya
dilakukan RAPD dengan kondisi yang sama dengan anak sub bab 4.7.2. Setelah
reaksi selesai, 5 l sampel diambil untuk dielektroforesis (Sujaya et al., 2005).

36

4.7.4 Elektroforesis
Elektroforesis menggunakan 1,5% agarose. Sebanyak 1,5 g agarose
disuspensikan dalam 98,5 ml buffer TAE IX dan dipanaskan dalam microwave
sampai larut sempurna. Selanjutnya agarose ini distirer sambil menunggu sampai
suhunya 50o C untuk dituang pada cetakan yang sudah dilengkapi sisir (comb)
untuk membuat sumur (well), tebal gel 2/3 dari cetakan dan ditunggu sampai gel
padat. Setelah padat, gel agarose dimasukkan ke dalam chamber elektroforesis
yang telah diisi buffer TAE IX, dengan tinggi permukaan larutan buffer 2-3 mm
di atas agar. Selanjutnya setiap suspensi DNA hasil RAPD dipipet sebanyak 3 l
dan ditambahkan 1 l loading buffer 6X yang diteteskan pada parafin film,
kemudian dihomogenkan dengan pipet berulang kali. Sampel-sampel DNA yang
telah homogen dimasukkan secara vertikal ke dalam sumur-sumur gel. Pada gel
elektroforesis ini, dimasukkan juga DNA ladder pada salah satu sumur gel untuk
menentukan panjang pita yang terbentuk. Elektroforesis dilakukan selama 40
menit pada tegangan 100 volt. Visualisasi hasil elektroforesis dapat dilihat dengan
UV Transluminator setelah gel terendam dalam larutan ethidium bromide (5
g/100 ml air steril) (staining) selama 10 menit dan direndam dalam aquadest
selama 2 menit (distaining) untuk mencuci kelebihan ethidium bromide.
Dokumentasi pola band dilakukan dengan mengambil gambar menggunakan
kamera digital Panasonic DMC-FS15 (Sujaya et al., 2005).
4.7.5. Pengamatan mikroskopis pada konsorsium bakteri sekum tikus putih
Konsorsium bakteri yang tumbuh pada media MRS agar, dikerok
denganose kemudian ditumbuhkan pada media MRS broth dan diinkubasi dalam

37

lingkunagan anaerob selama 48 jam. Pewarnaan gram dilakukan dengan membuat


preparat ulas pada gelas objek. Gelas objek dibersihkan dengan kapas yang sudah
dibasahi dengan alkohol. Tabung reaksi berisi isolat BAL divortek, diambil satu
loop ose, kemudian diusapkan pada bagian tengah gelas objek. Preparat difiksasi
diatas api untuk membunuh dan melekatkan bakteri pada gerlas objek. Setelah
kering

diberi larutan kristal violet (sebagai zat warna) selama satu menit,

kemudian dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya diberi larutan lugol (mordan),
selama satu menit, dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian diberi larutan
pemucat (aseton alkohol) selama 5-10 detik, kemudian dibilas lagi dengan air
mengalir. Setelah itu preparat diberi larutan safranin selama 15 detik, dicuci
dengan air mengalir, kemudian dikeringkan dengan cara difiksasi di atas api. Uji
morfologi dilakukan dengan pengamatan dengan mikroskop cahaya pada
pembesaran 100 kali. Hasil pengamatan berupa morfologi sel dan perbedaan
warna, dimana warna ungu kebiruan menunjukkan bakteri bersifat Gram positif,
sedangkan warna merah atau merah muda menunjukkan bakteri bersifat gram
negatif (Lay, 1994).
4.7.6 PCR menggunakan primer spesifik L. rhamnosus konsorsium bakteri
sekum tikus putih
Sebanyak 1 l lisat sel di pergunakan sebagai sumber DNA dalam reaksi
PCR dengan mempergunakan primer spesifik L. rhamnosus. Reaksi campuran
PCR dengan volume total 12,5 l yang mengandung; 0,2 mM dNTPs, 1 X PCR
Buffer 10 X, 0,6 mM MgCl2, 0,9 U AmpliTaq, primer spesifik L. rhamnosus;
Lu5 F dan Rhall R, masing-masing 10 pmol. Reaksi amplifikasi dilakukan

38

sebagai berikut: satu siklus pada suhu 95o C selama 5 menit, diikuti dengan 35
kali siklus pada 95 o C selama 30 detik, 57 o C selama 40 detik, dan 72 o C selama
30 detik. Pada tahap akhir ditambahkan satu siklus pada suhu 72

C selama 5

menit. Produk PCR selanjutnya dielektroforesis dengan menggunakan agarosa 2%


dengan TAE buffer 1 X. selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan EtBr, kemudian
produk PCR divisualisasikan pada transluminator dengan sinar UV dan difoto
(Aryantini, 2008).
4.8 Penyajian dan Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar.
Data populasi L. rhamnosus SKG34 dalam saluran pencernaan, total BAL, total
bakteri anaerob, dan pH dianalisis secara deskriptif. Data hasil kadar kolesterol
darah dianalisis menggunakan Uji Hipotesis Beda Rataan untuk dua populasi yang
saling bebas (T-test Independent) (Steel dan Torrie, 1993).

39

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1. Kolonisasi Lactobacillus rhamnosus SKG34 pada Saluran Pencernaan


Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Pengujian secara in vivo bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu
strain untuk dikembangkan sebagai probiotik yang potensial. Pengujian in vivo
dapat menjelaskan kemampuan suatu strain yang dianggap potensial sebagai
probiotik, mampu untuk melewati barrier saluran pencernaan bagian atas, mampu
mencapai usus dalam keadaan hidup dan dalam jumlah yang ditetapkan, mampu
berkolonisasi di usus, dan mampu memberikan efek yang menguntungkan bagi
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang terdapat dalam usus.
Hasil RAPD koloni Lactobacillus rhamnosus SKG34 pada sekum tikus
dapat dilihat pada Gambar 5.1. Berdasarkan hasil deteksi L. rhamnosus SKG34
dari 10 koloni BAL yang diambil secara acak pada MRS agar tidak ditemukan
adanya DNA yang menggambarkan koloni L. rhamnosus SKG34. Akan tetapi
berdasarkan pengecatan Gram yang dilakukan terhadap kultur sekum tikus putih
yang diberikan L. rhamnosus SKG34 yang dibiakkan pada media MRS agar
menunjukkan adanya morfologi sel yang menyerupai L. rhamnosus SKG34,
seperti terlihat pada Gambar 5.2. Hasil pengecatan gram yang dilakukan terhadap
kultur sekum tikus putih yang tidaki diberikan L. rhamnosus SKG34 yang
dibiakkan pada media MRS agar tidak ditemukan adanya koloni BAL yang
morfologinya mirip dengan morfologi L. rhamnosus SKG34, seperti terlihat pada
Gambar 5.3.

500 bp

1500 bp
1000 bp

3000 bp

500 bp

1500 bp
1000 bp

3000 bp

M K 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50

M K 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

M K 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60

M K 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Hasil RAPD koloni BAL pada sekum tikus perlakuan, dari 10 koloni BAL yang diambil secara acak pada MRS
agar tidak ditemukan adanya DNA yang menggambarkan koloni L. rhamnosus SKG34 (tidak ditemukan pola band
yang sama dengan pola band pada lajur K

Gambar 5.1. RAPD koloni BAL pada sekum tikus yang diberikan Lactobacillus rhamnosus SKG 34 yang diambil
secara acak pada MRS agar. . M, Marker 100 bp; K, Kontrol positif ( L. rhamnosus SKG34); 1-10, kultur BAL P1;
11-30, kultur BAL P2; 21-30, kultur BAL P6; 31-40, kultur BAL P7; 41-50 kultur BAL P9; dan 51-60 kultur BAL
P10. tanda panah menunjukkan panjang pita (bp)

M K 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

M K 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

500 bp

1500 bp
1000 bp

500 bp

1500 bp
1000 bp

40

Pada sekum tikus perlakuan ditemukan adanya morfologi sel yang menyerupai L.
rhamnosus SKG 34 (panel 7) , yang ditunjukkan oleh tanda panah merah ( )

Gambar 5.2. Cat Gram konsorsium bakteri pada sekum tikus perlakuan yang
ditumbuhkan pada MRS broth. 1-6, tikus perlakuan; 7, Lactobacillus rhamnosus
SKG 34; bar 10 m dengan pembesaran 1000 kali

41

6
5

Pada sekum tikus kontrol tidak ditemukan morfologi sel yang menyerupai
Lactobacillus rhamnosus SKG 34 (panel 7)

Gambar 5.3. Cat Gram konsorsium bakteri pada sekum tikus kontrol yang ditumbuhkan
pada MRS broth. 1-6, tikus kontrol; 7, Lactobacillus rhamnosus SKG 34; bar 10 m
dengan pembesaran 1000 kali

42

43

Berdasarkan data Gambar 5.2 dan 5.3,, selanjutnya dilakukan PCR kultur
sekum tikus putih dengan menggunakan primer spesifik Lactobacillus rhamnosus.
Hasil PCR kultur sekum tikus putih yang diberikan L. rhamnosus SKG34 dan
yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 dapat dilihat pada Gambar 5.4. Hasil
PCR menggunakan primer spesifik L. rhamnosus menunjukkan bahwa dalam
sekum tikus putih yang diberikan L. rhamnosus SKG34 dapat dideteksi adanya
DNA L. rhamnosus yang diduga merupakan koloni L. rhamnosus SKG34,
sedangkan pada sekum tikus putih yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34,
tidak ditemukan adanya DNA L. rhamnosus.

M 1

3 4

6 7 8

9 10 11 12 13

3000 bp
1000 bp
500 bp

110 bp

Gambar 5.4. PCR bakteri sekum perlakuan dan kontrol yang ditumbuhkan pada
MRS agar dengan primer spesifik Lactobacillus rhamnosus. M, Marker 100 bp;
1, Kontrol positif (L. rhamnosus SKG34); 2-7, Tikus perlakuan; 8-13, Tikus
kontrol; Tanda panah menunjukkan panjang pita (bp)
Hasil PCR menggunakan primer spesifik L.rhamnosus, menunjukkan bahwa
pada sekum tikus perlakuan yang diberikan L. rhamnosus SKG34 (2-7) dapat
dideteksi DNA yang diduga merupakan koloni L. rhamnosus SKG34
(ditunjukkan oleh pita yang terbentuk pada lajur 2-7 sama dengan pita yang
terbentuk pada lajur 1), sedangkan pada sekumtikus kontrol (8-12) tidak
terdeteksi adanya DNA L. rhamnosus SKG34 (tidak terbentuk pita sama sekali)

44

5.2 Populasi Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Anaerobpada Sekum Tikus
Putih (R. Norvegicus)
Pemberian Lactobacillus rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/ ml selama
3 (tiga) minggu berpengaruh terhadap populasi BAL dan total bakteri
anaerobyang tumbuh dalam sekum tikus. Populasi BAL pada sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 4,1 x 107 cfu/g, sedangkan populasi
BAL pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 1,1 x
107 cfu /g (Lampiran 2). Populasi bakteri anaerobpada sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 8,3 x 107 cfu /g, sedangkan populasi
bakteri anaerobpada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34
sebanyak 3,7 x 109 cfu /g (Lampiran 3). Pada Gambar 5.5 dapat dilihat pemberian
L. rhamnosus SKG34 mampu mengurangi pertumbuhan bakteri anaerob.

Populasi BAL dan Bakteri Anaerob


pada Sekum (cfu/g)

1,E+10

3,7E+09

1,E+09
1,E+08

8,3E+07

4,1E+07

1,1E+07

1,E+07
1,E+06
1,E+05

Bakteri anaerob

1,E+04

BAL

1,E+03
1,E+02
1,E+01
1,E+00

Kontrol

Perlakuan

Gambar 5.5. Grafik populasi BAL dan bakteri anaerobpada sekum tikus yang
tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 (Kontrol) dan yang diberikan
L. rhamnosus SKG34 (Perlakuan)

45

5.3 Kadar kolesterol serum darah tikus putih (Rattus norvegicus)


Pengukuran kadar kolesterol serum tikus dilakukan dengan membuat
kurva standar terlebih dahulu. Hasil penghitungan regresis standar Lampiran 4)
menunjukkan bahwa (P<0,01) dengan koefisien regresi a = 0,005 dan b =0,001,
serta galat perhitungan sebesar 0,016878. Besar pengaruh yang diberikan standar
terhadap nilai absorbansi ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (r2),
yaitu 0,978 artinya bahwa 97,8% nilai absorbansi dipengaruhi oleh standar,
sisanya 2,2% dipengaruhi oleh faktor lain.
Berdasarkan perhitungan regresi standar kolesterol, selanjutnya dilakukan
penghitungan kadar kolesterol serum darah tikus dengan persamaan Y = a + bx,
dengan ketentuan Y merupakan nilai absorbansi serum darah tikus, a besarnya
0,005, b sebesar 0,001, dan x adalah nilai kolesterol serum darah tikus (Lampiran
5dan 6). Sebelum dilkukan uji beda rataan untuk du populasi saling bebas
(Independent T-Test), dilakukan uji normalitas untuk mengetahui pola sebaran
data dengan menggunakan program SPSS 13 Kolmogorove smirnov.

46

0.350
0.325
0.300

absorbansi serum

0.275

P
Mean
St Dev
N

0.250

= 0,147
= 206,50
= 62,069
= 12

0.225
0.200
0.175
0.150
0.125

R Sq Linear = 1

0.100

125

150

175

200

225

250

275

300

325

kadar kolesterol akhir (mg/dl)

Gambar 5.6. Grafik uji kenormalan kadar kolesterol serum darah tikus putih
(Rattus norvegicus)

Berdasarkan grafik pengujian (Gambar 5.6) tersebut diperoleh (P = 0,147)


berarti P > 0,01, sehingga dapat dikatakan bahwa data yang dianalisis memenuhi
asumsi yaitu data menyebar secara normal (lampiran 7). Selanjutnya dilakukan
uji

beda

rataan

untuk dua populasi saling bebas (T-Test Independent)

(Lampiran 8). Pada uji ini masing-masing menggunakan enam ekor tikus kontrol
dan enam ekor tikus perlakuan. Pemberian L. rhamnosus SKG34 secara in vivo
memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap penurunan kadar kolesterol
serum darah tikus pada keadaan hiperkolesterolemia, sebesar 28,5% dibandingkan
dengan serum darah tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34.

47

Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus


(mg/dL)

300
249,33
250

240,83 a
234,17

200
150

172,17 b

128,50
131,67

Kontrol
Perlakuan

100
50
0
sebelum pemberian
diet hiperkolesterol

setelah pemberian
diet hiperkolesterol

setelah pemberian L.
rhamnosus SKG34

Gambar 5.7. Grafik perubahan kadar kolesterol serum darah tikus yang tidak
diberikan L. rhamnosus SKG34 (Kontrol) dan yang diberikan L.
rhamnosus SKG34 (Perlakuan); huruf a dan huruf b menyatakan
berbeda nyata (P 0,05)
Dari gambar di atas dapat dilihat terjadi penurunan kadar kolesterol serum
darah tikus perlakuan yang signifikan dibandingkan dengan tikus kontrol yang
mengalami peningkatan kadar kolesterol serum darah.
112,4

Berat Badan Tikus (gram

120
100

97,8
72,0

80
60

53,1

62,6
48,2

Kontrol
Perlakuan

40
20
00
sebelum pemberian
diet hiperkolesterol

setelah pemberian
diet hiperkolesterol

setelah pemberian L.
rhamnosus SKG34

Gambar 5.8. Grafik perubahan berat badan tikus yang tidak diberikan L.
rhamnosus SKG34 (Kontrol) dan yang diberikan L. rhamnosus
SKG34 (Perlakuan)

48

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa selama pemeliharaan


terjadi peningkatan berat badan yang hampir sama baik pada tikus kontrol
maupun tikus perlakuan. Pemberian L. rhamnosus SKG34 pada tikus perlakuan
tidak mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan tikus putih.

6,66

6,65

Nilai pH Isi Sekum Tikus Putih

6,64
6,62
6,60
Kontrol

6,58
6,56

6,55

Perlakuan

6,54
6,52
6,50
Kontrol

Perlakuan

Gambar 5.9. Nilai rata-rata pH isi sekum tikus putih (n = 6)


Pemberian L. rhamnosus SKG34 pada tikus menyebabkan terjadinya
penurunan pH sekum tikus. Hal ini dapat dilihat dari nilai pH sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebesar 6,55 dibandingkan dengan pH sekum
tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 sebesar 6,65.

49

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Kolonisasi L.rhamnosus SKG34 pada Saluran Pencernaan Tikus Putih


(R. norvegicus)
Kolonisasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum tikus putih, dideteksi dengan
melakukan RAPD. Koloni BAL sekum yang ditumbuhkan pada media MRS agar
dipilih secara acak. Berdasarkan hasil deteksi L. rhamnosus SKG34 pada sekum
tikus putih setelah perlakuan in vivo, tidak ditemukan adanya DNA L. rhamnosus
SKG34 pada sekum tikus putih dari 10 koloni yang diambil secara acak. Akan
tetapi berdasarkan hasil PCR menggunakan primer spesifik L. rhamnosus,
menunjukkan bahwa dalam sekum tikus perlakuan dapat dideteksi adanya DNA
L. rhamnosus. Hal ini menunjukkan L. rhamnosus SKG34 memang ada pada
sekum tikus putih, tetapi dalam populasi yang belum bias ditentukan secara pasti.
Koloni L. rhamnosus SKG34 pada sekum tikus putih tidak dapat dideteksi
dengan RAPD disebabkan karena L. rhamnosus SKG34 bukan merupakan strain
yang berasal dari saluran pencernaan sehingga kemungkinan besar L. rhamnosus
SKG34 kurang tahan terhadap kondisi lingkungan pada saluran pencernaan tikus,
tidak dapat beradhesi pada dinding saluran pencernaan, tidak mampu
berkolonisasi pada saluran pencernaan, dan L. rhamnosus SKG34 kurang dapat
berkompetisi dengan bakteri endogen yang terdapat pada saluran pencernaan. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Suryadarma (2008), yang menyatakan bahwa L.
rhamnosus SKG34 kurang dapat bersaing atau berkompetisi dengan bakteri

50

endogen saluran pencernaan, karena memiliki daya adhesi yang rendah pada
enterosit, yang disebabkan karena L. rhamnosus SKG34 tidak memiliki molekul
adhesin yang dapat mendeteksi reseptor pada permukaan enterosit yang
memungkinkan bakteri untuk dapat melekat dan membentuk kolonisasi pada
permukaan enterosit.
Mikroba yang terdapat di dalam saluran pencernaan sangat kompleks dan
merupakan komunitas yang dinamis dan terjadi persaingan hidup di antara
komunitas tersebut. Menurut Rahayu (2008), total mikroba yang terdapat dalam
saluran pencernaan diperkirakan mencapai 1012 sel setiap gram isi perut yang
terdiri atas lebih dari 1000 spesies, atau diperkirakan sekitar 3000-4000 spesies.
Beberapa genus bakteri yang hidup di saluran pencernaan antara lain :
Lactobacillus,

Streptococcus,

Enterococcus,

Bacteroides,

Staphylococcus,
Clostridium,

Viellonella,
Eubacterium,

Enterobacteria,
Peptococci,

Desulfovibrios, Actinomyces, Fusobacteria, Bifidobacterium, Ruminococcus,


Peptostreptococcus, Propionibacterium, Escherichia, dan Methanobrevibacter
(Young dan Huffman, 2003; Ridlon, et al., 2006; Vernazza, et al., 2006).
Hasil pengecatan Gram yang dilakukan untuk melihat secara morfologi
keberadaan L. rhamnosus SKG34 yang ditumbuhkan pada media MRS agar,
menunjukkan adanya morfologi pertumbuhan koloni BAL positif berbentuk
batang yang mirip dengan morfologi L. rhamnosus SKG34 (Gambar 5.2).
Berdasarkan hasil ini, maka untuk lebih menegaskan keberadaan L. rhamnosus
SKG34 pada sekum tikus putih dilakukan pengujian lanjutan dengan PCR dengan
menggunakan primer spesifik L. rhamnosus.

51

Hasil PCR menggunakan primer spesifik L. rhamnosus (Gambar 5.4),


menunjukkan bahwa dalam sekum tikus putih yang diberikan L. rhamnosus
SKG34 dapat dideteksi adanya DNA L. rhamnosus, sedangkan pada sekum tikus
putih yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34, tidak ditemukan adanya DNA L.
rhamnosus. Dari hasil penelusuran pustaka, tidak ada yang menyatakan L.
rhamnosus dapat diisolasi dari saluran pencernaan tikus. Wood dan Holzapfel
(1995) menyatakan bahwa L. rhamnosus umumnya diisolasi dari susu dan hasil
olahannya, manusia, limbah, dan bahan-bahan medis. Hal ini menunjukkan DNA
yang terdeteksi pada hasil PCR spesifik merupakan DNA L. rhamnosus SKG34
yang terdapat pada sekum tikus putih yang diberikan L. rhamnosus SKG34, tetapi
populasinya belum bisa ditentukan secara pasti.
6.2 Populasi Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Anaerob pada Sekum Tikus
Putih (R. norvegicus)
Populasi BAL pada tikus yang diberikan L. rhamnosus SKG34 lebih tinggi
jika dibandingkan dengan tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34. Hal
ini diduga disebabkan oleh keberadaan L. rhamnosus SKG34 yang mampu
menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan BAL lainnya dalam
saluran pencernaan. Sehubungan dengan hal ini Vernazza et al. (2006)
menyatakan bahwa, keberadaan BAL sebagai probiotik di dalam saluran
pencernaan dapat menstimulasi populasi BAL lainnya dalam saluran pencernaan.
Hal ini disebabkan karena bakteri probiotik dapat memodifikasi lingkungan
mikroekosistem usus dengan memproduksi asam laktat, sehingga dapat
menurunkan pH. Penurunan pH akan mengakibatkan pertumbuhan BAL dalam

52

saluran pencernaan akan mengalami peningkatan. Hal ini juga didukung oleh hasil
pengecatan Gram yang dilakukan untuk mengetahui morfologi sel yang tumbuh
pada sekum tikus putih (Gambar 5.2), dimana didominasi oleh pertumbuhan sel
gram positif berbentuk batang. Setelah dilakukan pengujian dengan metode PCR
dengan menggunakan primer spesifik L. rhamnosus untuk memastikan
keberadaan L. rhamnosus SKG34, diperoleh hasil bahwa pada sekum tikus
perlakuan memang terdeteksi adanya DNA L. rhamnosus.
Populasi bakteri anaerob pada sekum tikus yang diberikan L. rhamnosus
SKG34 mengalami penurunan dibandingkan dengan populasi bakteri anaerob
pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34. Populasi bakteri
anaerob pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak
3,7 x 109 cfu/g, sedangkan populasi bakteri anaerob pada sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 8,3 x 107 cfu/g, Hal ini menunjukkan
pemberian L. rhamnosus SKG34 pada tikus perlakuan dapat menurunkan populasi
bakteri anaerob.
Penurunan pupulasi ini disebabkan karena L. rhamnosus SKG34 memiliki
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Menurut Sujaya et
al. (2008b), L. rhamnosus SKG34 memiliki daya hambat yang luas terhadap
pertumbuhan bakteri patogen (Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella
thypimurium, dan Shigella flexneri) dengan diameter zone hambat sebesar 0,8
1,2 cm. Selain itu penurunan populasi bakteri anaerob pada tikus yang diberikan
L. rhamnosus SKG34, disebabkan oleh terjadinya penurunan pH. Penurunan pH
akan meningkatkan populasi BAL yang dapat menekan pertumbuhan bakteri

53

anaerob, selain itu penurunan pH juga dapat mengurangi populasi bakteri


patogen yang tidak tahan terhadap pH yang rendah (Vernazza et al., 2006).
Bakteri anaerob yang tumbuh di dalam saluran pencernaan terdiri atas
bakteri yang menguntungkan kesehatan (Bifidobacterium, Eubacterium, dan
Lactobacillus) dan bakteri yang dapat membahayakan kesehatan. Bakteri yang
membahayakan kesehatan, antara lain: Clostridia, Veillonella, Staphylococci,
Proteus, P. aeruginosa, Bacteroides, Eubacteria, Fusubacteria, E. coli, dan
Enterobacteria (Bourliux et al., 2003). Vernazza et al. (2006) menyatakan bahwa,
dominasi bakteri E coli dan Clostridium dapat meningkatkan pengaruh patogenik,
seperti terjadinya diare akut dan proses pembusukan dalam saluran pencernaan.
Keberadaan BAL dalam saluran pencernaan dapat memodulasi saluran
pencernaan menjadi lebih stabil, mencegah pertumbuhan bakteri patogen, dan
meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit (Vaughan et al., 2002).
6.3. Pengaruh Pemberian L. rhamnosus SKG34 terhadap Kadar Kolesterol
Serum Darah Tikus Putih (R. norvegicus)
Pada Gambar 5.7 dapat dilihat kadar kolesterol serum darah tikus yang
diberikan

L. rhamnosus SKG34 mengalami penurunan yang signifikan,

dibandingkan dengan tikus kontrol yang mengalami peningkatan kadar kolesterol


serum darah. Pemberian L. rhamnosus SKG34 selama tiga minggu mampu
menurunkan kadar kolesterol serum darah tikus sebesar 28,5 %. Akan tetapi
pemberian L. rhamnosus SKG34 pada tikus perlakuan tidak mampu menurunkan
berat badan tikus putih. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Hardiningsih dan Nurhidayat (2006), yang menyatakan bahwa pemberian

54

Lactobacillus tidak dapat menurunkan pertambahan berat badan tikus putih wistar
yang diberikan diet tinggi kolesterol.
Pemberian Lactobacillus untuk menurunkan kadar kolesterol dapat
melalui beberapa mekanisme. Menurut Lee, et al. (2009), terdapat beberapa
mekanisme penurunan kolesterol oleh aktivitas BAL. Mekanisme pertama yaitu
produk hasil fermentasi oleh BAL menghambat sintesa kolesterol sehingga
menurunkan produksi kolesterol. Mekanisme kedua adalah melalui pembuangan
garam empedu melalui feses, dimana garam empedu yang terdekonjugasi tidak
diserap oleh usus, dan lebih mudah terbuang dari saluran pencernaan
dibandingkan dengan garam empedu yang terkonjugasi. Hal ini mengakibatkan
semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk mensintesis garam empedu lagi
sehingga akan menurunkan kadar kolesterol.

Mekanisme ketiga adalah

kemampuan BAL untuk mengikat kolesterol sehingga mencegah penyerapan


kolesterol kembali ke hati (Lee, et al., 2009). Beberapa jenis BAL memiliki
dinding sel yang mampu mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol
diserap oleh oleh tubuh (Usman dan Hasono, 1999; Surono, 2004). Mekanisme
penurunan kolesterol oleh aktivitas BAL disebabkan oleh enzim Bile salt
hydrolase (BSH) yang mendekonjugasi garam empedu, dimana glisin atau taurin
dipisahkan dari steroid, sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau
terdekonjugasi. Enzim BSH menghasilkan garam empedu terdekonjugasi dalam
bentuk asam kolat bebas yang kurang diserap oleh usus halus. Dengan demikian
garam empedu yang kembali ke hati selama sirkulasi enterohepatik menjadi
berkurang, sehingga total kolesterol dalam tubuh menjadi berkurang. Bile salt

55

hydrolase dimiliki oleh beberapa strain bakteri saluran pencernaan seperti:


Lactobacillus, Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptostreptococcus,
dan Bacteroides (Surono, 2004; Ooi dan Liong, 2010).
Penurunan kadar kolesterol serum darah tikus yang diberikan L.
rhamnosus SKG34, diduga karena adanya pengaruh produk hasil fermentasi oleh
BAL dalam sekum tikus. Hasil fermentasi oleh BAL dalam saluran pencernaan
dapat menurunkan pH, yang dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan garam
empedu dalam saluran pencernaan, sehingga sulit untuk diserap kembali dalam
siklus enterohepatik dan akan ikut terbuang bersama feses. Hal ini mengakibatkan
semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk mensintesis garam empedu,
lagi sehingga akan menurunkan kadar kolesterol (Yulinery et al., 2006; Lee et al.,
2009). Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil dengan pemberian L.
rhamnosus SKG34 dapat menurunkan pH sekum dari 6,65 menjadi 6,55
(Gambar5.9). Apabila penurunan nilai pH ini dihubungkan dengan populasi BAL
pada sekum (Gambar 5.5) dan data perubahan kadar kolesterol serum darah tikus
putih (Gambar 5.7), menunjukkan tikus yang diberikan L. rhamnosus SKG34
mengalami peningkatan populasi BAL, memiliki pH yang lebih rendah, dan
mengakibatkan penurunan kadar kolesterol yang signifikan, dibandingkan dengan
tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34. Jadi peningkatan populasi BAL
akan menurunkan pH pada saluran pencernaan yang diduga bisa mengakibatkan
terjadinya pengendapan garam empedu, sehingga akan menurunkan kadar
kolesterol serum darah tikus yang diberikan L. rhamnosus SKG34.

56

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan
1. Populasi L. rhamnosus SKG34 dalam saluran pencernaan tikus putih (R.
norvegicus), tidak bisa ditentukan secara pasti, tetapi keberadaannya dapat
diduga dengan PCR spesifik L. rhamnosus, setalah pemberian L. rhamnosus
SKG34 sebanyak 108 sel/ hari selam 3 (tiga) minggu.
2. Pemberian L. rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/ hari selam 3 (tiga) minggu
berpengaruh terhadap populasi BAL dan total bakteri anaerobyang tumbuh
dalam saluran pencernaan tikus putih (R. norvegicus). Populasi BAL pada
sekum tikus yang diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 4,1 x 107 cfu/g,
sedangkan populasi BAL pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus
SKG34 sebanyak 1,1 x 107 cfu /g. Populasi bakteri anaerobpada sekum tikus
yang diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 8,3 x 107 cfu /g, sedangkan
populasi bakteri anaerobpada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus
SKG34 sebanyak 3,7 x 109 cfu /g
3. Pemberian L. rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/ hari selam 3 (tiga) minggu
berpengaruh terhadap kadar kolesterol serum darah tikus putih (R.
norvegicus), dimana terjadi penurunan kadar kolesterol serum darah yang
signifikan sebesar 28,5%.

57

7.2. Saran
1. untuk meningkatkan jumlah L. rhamnosus SKG34 yang mampu melewati
saluran pencernaan bagian atas dan mampu untuk berkompetisi pada saluran
pencernaan, perlu perlindungan yang lebih baik terhadap L. rhamnosus
SKG34 sebelum diadministrasikan secara oral gavage dengan teknik
mikroenkapsulasi.
2. untyuk pengembangan L. rhamnosus SKG34 sebagai probiotik yang potensial,
perlu dilakukan pengujian secara in vivo tentang efek fungsional pemberian L.
rhamnosus SKG34 untuk mencegah alergi, mencegah konstipasi, dan
meningkatkan sisten imun.

58

DAFTAR PUSTAKA

Adams, C. 2009. Probiotics - Protection Against Infection: Using Nature's Tiny


Warriors To Stem Infection. Available at: http://probiotic.org/
lactobacillus-rhamnosus.htm. Opened : Nopember 24, 2010
Ajmal, S. and N. Ahmed. 2009. Probiotic potential of lactobacillus strains in
human infections. African Journal of Microbiology Research. 3(12):851855
Antarini, A. A. N. 2010. Populasi Lactobacillus rhamnosus SKG34 dalam susu
terfermentasi selama penyimpanan. Tesis S2 Program Studi Bioteknologi
Pertanian, Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan.
Aryantini, N P. D. 2008. Identifikasi Bifidobacterium Isolat Feses Bayi yang
Berpotensi Dikembangkan sebagai Probiotik Isolat Lokal Asli Indonesia.
Skripsi S1 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas
Udayana. Tidak dipublikasikan.
Baigent, C. and R. Clarke, 2008. Cholesterol and Lipids. International
Encyclopedia of Public Health, Pages 693-704, Elsevier Inc, USA
Begley, M., C. Hill, and C. G. M. Gahan. 2006. Bile Salt Hydrolase Activity in
Probiotics. Appl. Environ. Microbiol. 72 (3):1729-1738.
Belviso, S., M. Giordano, P. Dolci and G. Zeppa. 2009. In vitro cholesterollowering activity of Lactobacillus plantarum and Lactobacillus
paracasei strains isolated from the Italian Castelmagno PDO cheese.
Dairy Sci. Technol. 89 : 169-176
Bernardeau, M., J. P. Vernoux, S. H. Dubernet, and M. Guguen. 2008. Safety
assessment of dairy microorganisms: The Lactobacillus genus.
International Journal of Food Microbiology 126 : 278-285.
Betsi G. I., E. Papadavid and M.E. Falagas. 2008. Probiotics for the Treatment or
Prevention of Atopic Dermatitis: A Review of the Evidence From
Randomized Controlled Trials. Am. J. Clin. Dermatol. 9(2) : 93 - 103.
Beuers, U. and T. Pusl. 2004. Bile Salts and their Metabolism. Encyclopedia of
Biological Chemistry, Pages 159-163, Elsevier Inc, USA
Bijl, N., A. v.d. Velde, and A. K. Groen. 2009. Bile Acids and Their Role in
Cholesterol Homeostasis. Biomedical and Life Sciences -Cellular Lipid
Metabolism, Pages : 107-129

59

Bourlioux, P., B. Koletzko, P. Guarner, and V. Braesco. 2003. The intestine and
its microflora are partners for the protection of the host. Am. J. Clin.
Nutr. 78(4): 675-683
Brady, L.J., D.D. Gallaher and F.F. Busta. 2000. The Role of Probiotic Cultures in
the Prevention of Colon Cancer. J. Nutr. 130 : 410-414.
Claesson, M. J., D. V. Sinderen, and P. W. O'Toole. 2007. The genus
Lactobacillus a genomic basis for understanding its diversity. FEMS
Microbiol. Lett. 269: 22-28
Collado, M. C., E. Isolauri, S. Salmien, and Y. Sanz. 2009. The impact of
probiotic on gut health. Curr Drug Metab. 10(1):68-78.
Dommels, Y.E.M., R.A. Kemperman, Y.E.M.P. Zebregs, and R.B. Draaisma.
2009. Survival of Lactobacillus reuteri DSM 17938 and Lactobacilus
rhamnosus GG in the Human gastrointestinal Tract with Daily
Consumption of a Low-Fat Probiotic Spread. Appl. Environ. Microbiol.
75 (19) : 6198-204.
FAO/WHO. 2001. Joint FAO/WHO Expert Consultation on Evaluation of Health
and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk
with Live Lactic Acid Bacteria. Amerian Crdoba Park Hotel, Crdoba,
Argentina.
FAO/WHO. 2002. Joint FAO/WHO Working Group Report on Drafting
Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. London.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fifiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. EGC.
Granato, D., G. F. Branco, A. G. Cruz, J. D. A. F. Faria, and N. P. Shah. 2010.
Probiotic Dairy Products as Functional Foods. Comprehensive Reviews
in Food Science and Food Safety 9: 455470.
Gropper, S.S., J. L. Smith, and J. L. Groff. 2005. Advenced Nutrition and Human
Metabolism. 4th ed. Wadsworth. USA
Hardiningsih, R. dan N. Nurhidayat. 2006. Pengaruh Pemberian Pakan
Hiperkolesterolemia terhadap Bobot Badan Tikus Putih Wistar yang
Diberi Bakteri Asam Laktat. Biodiversitas. 7(2): 127-130
Hirakawa, B. 2005. Cholesterol. Encyclopedia of Toxicology (Second Edition),
Pages 586-587, Elsevier Inc, USA

60

Hofmann, A.F. 2004. Bile Composition. Encyclopedia of Gastroenterology,


Pages 176-184, Elsevier Inc, USA
Holzapfel, W. H., P. Haberer, R. Geisen, J. Bjrkroth, and U. Schillinger. 2001.
Taxonomy and important features of probiotic microorganisms in food
and nutrition. Am. J. Clin. Nutr. 73(2): 365-373
Holzapfel, W. H. and U. Schillinger. 2002. Introduction to pre- and probiotics.
Food Res. Int. 35: 109-116
ISAPP. 2009. Clarification of the Definition of a Probiotic. Available at;
www.isapp.net. Opened : Nopember 21, 2010.
Isolauri, E, Y. Stas, P. Kankaanp, H. Arvilommi and S. Salminen. 2001.
Probiotics: effects on immunity. Am. J. Clin. Nutr. 73 (2) : 444 450.
Isolauri, E. and S. Salminen. 2008. Probiotics: Use in Allergic Disorders: a
Nutrition, Allergy, Mucosal Immunology, and Intestinal Microbiota
(NAMI) Research Group Report. J. Clin. Gastroenterol. 42 (2) : 91 96.
Ivanova, P., S. Peykov, A. Dimitrova, and S.G. Dimov. 2008. Molecular typing by
genus-specific PCR and RAPD profiling of diverse Lactobacillus
delbrueckii strain isolate from cow, sheep and buffalo youghurts.
Biotechnology & Biotechnological Equipment 22: 748-753.
King, M. W. 2010. Cholesterol and bile synthesis and metabolism. The Medical
Biochemistry . Available at: http://themedicalbiochemistrypage.org/
cholesterol.html. Opened at Nopember 26, 2010.
Klaenhammer, T. R., R. Barrangou, B. L. Buck, M. A. Azcarate-Peril, and E.
Altermann. 2005. Genomic features of lactic acid bacteria effecting
bioprocessing and health. FEMS Microbiol. Rev. 29: 393409.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada
Lee, D.K., S. Jang, E.H. Baek, M.J. Kim, K.S. Lee, H.S. Shin, M.J. Chung, J.E.
Kim, K.O. Lee, and N.J. Ha. 2009. Lactic acid bacteria affect serum
cholesterol levels, harmful fecal enzyme activity, and fecal water content.
Lipids in Health and Disease. 8:21
Lee, J., Y. Kim, H. S. Yun, J. G. Kim, S. Oh, and S. H. Kim. 2010. Genetic and
Proteomic Analysis of Factors Affecting Serum Cholesterol Reduction
by Lactobacillus acidophilus A4. Appl. Environ. Microbiol. 76(14):
4829-4835.

61

Liong, M. T. and N. P. Shah. 2005. Bile salt deconjugation and BSH activity of
five bifidobacterial strains and their cholesterol co-precipitating
properties. Food Res. Int. 38: 135-142.
Liong, M.T. 2008. Roles of Probiotics and Prebiotics in Colon Cancer Prevention:
Postulated Mechanisms and In-vivo Evidence. Int. J. Mol. Sci. 9(5) : 854863.
Liu, M., F. H. J. v. Enckevort, and R. J. Siezen. 2005. Genome update: lactic acid
bacteria genome sequencing is booming. MicrobioL. 151: 3811-3814
Lye, H.S., G. R. R. Ali, and M. T. Liong. 2010. Mechanisms of cholesterol
removal by lactobacilli under conditions that mimic the human
gastrointestinal tract. Int. Dairy J. 20: 169-175
Lyra, A., L. K. Krogius, J. Nikkil, E. Malinen, K. Kajander,K. Kurikka, R.
Korpela, and A. Palva. 2010. Effect of a multispecies probiotic
supplement on quantity of irritable bowel syndrome-related intestinal
microbial phylotypes. BMC Gastroenterol. 10:1-10
Makarova, K., A. Slesarev, Y. Wolf, A. Sorokin, B. Mirkin, E. Koonin, A.
Pavlov, N. Pavlova, V. Karamychev, N. Polouchine, V. Shakhova, I.
Grigoriev, Y. Lou, D. Rohksar, S. Lucas, K. Huang, D. M. Goodstein, T.
Hawkins, V. Plengvidhya, D. Welker, J. Hughes, Y. Goh, A. Benson, K.
Baldwin, J.-H. Lee, I. Daz-Muiz, B. Dosti, V. Smeianov, W. Wechter,
R. Barabote, G. Lorca, E. Altermann, R. Barrangou, B. Ganesan, Y. Xie,
H. Rawsthorne, D. Tamir, C. Parker, F. Breidt, J. Broadbent, R. Hutkins,
D. O'Sullivan, J. Steele, G. Unlu, M. Saier, T. Klaenhammer, P.
Richardson, S. Kozyavkin, B. Weimer, and D. Mills. 2006. Comparative
genomics of the lactic acid bacteria. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A.
103(42): 1561115616.
Malinen, E., L. K. Krogius, A. Lyra, J. Nikkil, A. Jskelinen, T. Rinttil, T. S.
Vilpponen, A.J. von Wright, and A. Palva. 2010. Association of
symptoms with gastrointestinal microbiota in irritable bowel syndrome.
World J. Gastroenterol. 16(36):4532-4540
Murray, R. K., D. K. Granner, P. A. Mayes, and V. W. Rodwell. 2003. Biokimia
Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Ed.25
Noriega, L., I. Cuevas, A. Margolles, and C. G. de los Reyes-Gaviln. 2006.
Deconjugation and bile salts hydrolase activity by Bifidobacterium
strains with acquired resistance to bile. Int. Dairy J. 16: 850-855.

62

Nursini, N. W. 2010. Kolonisasi Lactobacillus sp. F2.13 dalam Saluran


Pencernaan dan Pengaruhnya terhadap Kadar Kolesterol Tikus Putih
(Rattus norvegicus). Tesis S2 Program Studi Bioteknologi Pertanian,
Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan.
Ooi, L.G. and M. T. Liong. 2010. Cholesterol-Lowering Effects of Probiotics and
Prebiotics: A Review of in Vivo and in Vitro. Int. J. Mol. Sci. 11(6):
24992522.
O'Sullivan, O., J. O'Callaghan, A. S. Vegas, O. McAuliffe, L. Slattery, P.
Kaleta, M. Callanan, G. F. Fitzgerald, R. P. Ross, and T. Beresford.
2009. Comparative genomics of lactic acid bacteria reveals a nichespecific gene set. BMC Microbiol. 9: 1471-2180
Pant. N., H. Marcotte, H. Brssow, L. Svensson and L. Hammarstrm. 2007.
Effective Prophylaxis Against Rotavirus Diarrhea Using a Combination
of Lactobacillus rhamnosus GG and Antibodies. BMC Microbiol. 7 (86):
2180 2187.
Patel, A. K., R. R. Singhania, A. Pandey, and S. B. Chincholkar. 2010. Probiotic
Bile Salt Hydrolase: Current Developments and Perspectives. Applied
Bioche. and Biotechnol. 162(1): 166-168
Pato,U. 2003. Potensi Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari Dadih untuk
Menurunkan Resiko Penyakit Kanker. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 162166.
Pereira, D. I. A., A. L. McCartney, and G.R. Gibson. 2003. An In Vitro Study of
the probiotic Potential of a Bile-Salt-Hydrolyzing Lactobacillus
fermentum Strain, and Determination of Its Cholesterol-Lowering
Properties. Appl. Environ. Microbiol. 69 (8):4743-4752.
Portugal, L.R., J.L. Goncalves, L.R. Fernandes, H.P.S. Silva, R.M.E. Arantes, J.R.
Nicoli, L.Q. Veira, and J.I.A. Retes. 2006. Effect of Lactobacillus
delbrueckii on cholesterol metabolism in germ free mice and on
antherogenesis in apoliprotein E knock out mice. Brazilizn Journal of
Medical and Biological Research 39:629-935.
Potter, B. 2007. Liver-Cholesterol and Bile Formation. xPharm: The
Comprehensive Pharmacology Reference. Pages 1-10
Prado, F. C., J. L. Parada, A. Pandey, and C. R. Soccol. 2008. Trends in non-dairy
probiotic beverages. Food Res. Int. 41: 111-123

63

Rahayu, E. S. 2008. Probiotic for Digestive Health. Food Review-Referensi


industri dan teknologi pangan Indonesia. Available at: http://www.food
review.biz/login/preview.php?view&id=55932. Opened: Nopember 25,
2010
Ridlon, J. M., D-J. Kang, and P. B. Hylemon. 2006. Bile salt bio-transformations
by human intestinal bacteria. J. Lipid Res. 47: 241259.
Rusfidra, A. 2006. Dadih / dadiah, Susu Kerbau Fermentasi Mampu Menurunkan
Kolesterol. Cimbuak - Forum Silaturahmi dan Komunikasi Masyarakat
Minangkabau. Available at: http://www.cimbuak.net. Opened: November
21, 2010
Saarela, M., G. Mogensen, R. Fondn , J. Mtt, and T.Mattila-Sandholm. 2000.
Probiotic bacteria: safety, functional and technological properties. J.
Biotechnol. 84(3):197-215.
Salazar-Lindo, E., D. Figueroa-Quintanilla, M. I. Caciano, V. Reto-Valiente, G.
Chauviere, and P. Colin. 2007. Effectiveness and Safety of Lactobacillus
LB in the Treatment of Mild Acute Diarrhea in Children. J. Ped.
Gastroenterol. Nutr. 44:571-576.
Salen, G. and A. K. Batta. 2004. Bile Formation. Encyclopedia of
Gastroenterology, Pages 192-200, Elsevier Inc, USA
Senok, A. C. 2009. Probiotics in the Arabian Gulf Region. Food & Nutrition
Researc. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC
2651754/pdf/FNR-53-1842.pdf. Opened: November 29, 2010
Shah, N. P. 2007. Functional cultures and health benefits. Int. Dairy J. 17:12621277, Elsevier Inc, USA
Shitandi, A., M. Alfred, and M. Symon. 2007. Probiotic characteristic of
lactococcus strain from local fermented Amaranthus hybrydus and
Solanum nigrum. African Crop Science Confrence Proceedings 8:18091812.
Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Song Yu-li, N. Kato, C-X. Liu, Y. Matsumiya, H. Kato, and K. Watanabe. 2000.
Rapid identification of 11 human intestinal Lactobacillus species by
multiplex PCR assay using group an species primers derived from the
16S-23S rRNA iuntergenic spacer region and its flanking 23S rRNA.
FEMS Microbiol. Lett. 187: 167-173

64

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Penerjemah Bambang Sumantri. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sujaya, I N., N.M.U. Dwipayanti, N.L.P. Suariani, N.P. Widarini, K.A. Nocianitri
dan N.W. Nursini. 2008a. Potensi Lactobacillus spp. Isolat Susu Kuda
Sumbawa sebagai Probiotik. J. Vet. 9 (1) : 33 40.
Sujaya, I N., Y. Ramona, N.P. Widarini, N.P. Suariani, N.M.U. Dwipayanti, K.A.
Nocianitri dan N.W. Nursini. 2008b. Isolasi dan Karakteristik Bakteri
Asam Laktat dari Susu Kuda Sumbawa. J. Vet. 9 (2) : 52 59.
Sujaya, I N., Y. Ramona, N.S. Antara, dan N.W. Nursini. 2005. Manual kerja
teknik dasar biologi molekuler. UPT Laboratorium Terpadu Biosain dan
Bioteknologi. Universitas Udayana.
Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (YAPMMI). Jakarta.
Suryadarma, A.K. 2008. Uji Adhesi Lactobacillus spp. Pada Enterosit Mencit
(Mus musculus L.) secara In Vitro untuk Pengembangan Probiotik.
Skripsi S1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan.
Tabbers, M.M. and
M.A. Benninga. 2007. Administration of Probiotic
Lactobacilli to Children With Gastrointestinal Problems : There is Still
Little Evidence. Ned. Tijdschr. Geneeskd. 151 (40) : 2198 2202
Toma, M.M. and J. Pokrotnieks. 2006. Probiotics as Functional Food :
Microbiological and Medical Aspects. Acta Universitatis Latviensis. 710:
117 129.
Torii, S., A. Torii, K. Itoh, A. Urisu, A.Terada, T. Fujisawa, K. Yamada, H.
Suzuki, Y. Ishida, F. Nakamura, H. Kanzato, D. Sawada, A. Nonaka, M.
Hatanaka, and S. Fujiwara. 2010. Effects of Oral Administration of
Lactobacillus acidophilus L-92 on the Symptoms and Serum Markers of
Atopic Dermatitis in Children. Int. Arch. Allergy Immunol. 154(3):
236-245.
Usman and A. Hosono. 1999. Bile Tolerance, Taurocholate Deconjugation, and
Binding of Cholesterol by Lactobacillus gasseri Strains. J. Dairy Sci. 82
(2): 243-248.
Vanderhoof, J.A. 2008. Probiotics in Allergy Management. J. Ped. Gastroenterol.
Nutr. 47:38-40

65

Vassart, G., M. Georges, R. Mosieur, H. Brocas, A.S. Lequarre, and D.


Christophe. 1987. A sequence in M13 phage detects hypervariable
minisatellites in human and animal DNA. Sci. 235(4789): 683-684
Vaughan, E.E., M.C. de Vries, E.G. Zoetendal, K. Ben-Amor, A.D.L. Akkermans,
and W. M. de Vos. 2002. The Intestinal LABs. Antonie Van
Leeuwenhoek. 82(1-4):341-352.
Vernazza, C.L., B.A. Rabiu, and G.R. Gibson. 2006. Human Colonic
Microbiology and the Role of Dietary Intervention: Introduction to
Prebiotics. Prebiotics: Development and Application. John Wiley &
Sons, Ltd
Weichselbaum, E. 2009. Probiotics and health: a review of the evidence. Nutrition
Bulletin. 34:340373
Wikipedia. 2010. Lactobacillus. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/
Lactobacillus. Opened: Desember 1, 2010.
Wood, B.J.B. and W.H. Holzapfel. 1995. The Genera of Lactic Acid Bacteria.
Volume 2. Blackie Academic and Profesional, Tokyo.
Wolvers, D., J. M. Antonie, E. Myllyluoma, J. Schrezenmeir, H. Szajewska, and
G. T. Rijkers. 2010. Guidance for Substantiating the Evidence for
Beneficial Effects of Probiotics: Prevention and Management of
Infections by Probiotics. J. Nutr. 140(3):698-712
Yulinery, T., E. Yulianto dan N. Nurhidayat. 2006. Uji Fisiologis Probiotik
Lactobacillus sp Mar 8 yang telah Dienkapsulasi Dengan Menggunakan
Spray Dryer Untuk Menurunkan Kolesterol. Biodiversitas 7 (2) : 118
122.
Young, R.J. and S. Huffman. 2003. Probiotic use in children. J. Pediatr Health
Care. 17: 277-283.

66

Lampiran 1. Perubahan Berat Badan Tikus Kontrol (K) dan Tikus Perlakuan (P) (dalam gram)
KODE
Pemeliharaan
hari ke K1
K2
K6
K7
K8
K10
P1
P2
P6
P7
P9
P10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

3/26/11
3/27/11
3/28/11
3/29/11
3/30/11
3/31/11
4/1/11
4/2/11
4/3/11
4/4/11
4/5/11
4/6/11
4/7/11
4/8/11
4/9/11
4/10/11
4/11/11
4/12/11
4/13/11

66.7
66.9
70.8
72.6
72.2
76.5
78.9
80.8
83.3
84.5
84.1
88.4
86.9
88.0
85.2
88.1
85.9
87.7
87.9

49.5
48.1
49.6
49.6
49.6
51.1
53.3
53.7
55.7
57.0
57.5
58.3
59.1
60.2
59.6
61.4
64.6
63.2
64.7

72.5
71.8
72.6
72.2
75.3
80.2
80.8
80.1
85.2
84.6
84.2
85.4
87.5
89.7
87.8
91.7
91.9
90.5
90.1

4/14/11 88.6
4/15/11 88.1
4/16/11 93.7
4/17/11 94.8
4/18/11 99.7
4/19/11 102.9
4/20/11 103.0
4/21/11 108.6
4/22/11 112.2
4/23/11 115.2
4/24/11 118.3
4/25/11 120.6
4/26/11 124.3
4/27/11 126.0
4/28/11 131.4
4/29/11 137.3
4/30/11 135.4
5/1/11 137.8
5/2/11 139.7
5/3/11 139.9
5/4/11 143.4
5/5/11 143.1

65.9
64.3
69.2
71.8
72.5
76.6
78.0
81.4
84.6
85.9
87.1
91.2
92.4
94.7
97.0
99.3
99.8
103.5
105.8
106.9
110.9
111.2

92.0
96.3
98.4
100.6
102.5
106.4
107.0
112.1
115.5
118.4
122.9
124.0
120.6
123.9
128.2
129.7
129.5
131.4
133.5
133.3
132.1
131.2

rata-rata
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

48.4
47.4
48.9
44.0
45.9
48.2
50.5
50.6
51.8
54.8
54.8
54.1
55.3
57.0
56.6
57.5
59
60.2
60.7

43.9
44.0
43.8
44.8
45.9
48.0
50.7
51.3
52.4
52.6
54.1
54.4
56.7
55.5
54.3
56.4
58
57.0
57.5

47.2
46.5
45.2
50.0
50.7
52.7
57.6
57.4
60.7
60.8
62.4
63.6
66.0
66.6
66.3
67.6
68.8
70.8
70.8

53.5
54.7
56.9
56.7
57.5
59.1
57.1
60.4
59.5
61.0
62.3
63.3
63.8
64.4
64.1
63.6
65
66.8
66.1

42.8
41.2
43.7
46.6
44.3
48.1
47.1
50.1
51.4
52.4
54.2
55.5
57.8
58.4
55.2
56.4
57
57.1
58.7

62.9
61.4
61.4
61.5
64.4
65.6
66.9
68.2
69.1
69.5
70.1
72.8
73.3
72.2
69.6
70.6
70.8
71.4
72.0

58.3
59.0
60.0
62.1
66.3
67.6
67.2
69.6
69.5
72.4
73.2
71.2
69.4
72.9
74.5
80.5
76.8
77.1
79.1
79.0
79.7
81.5

71.6
74.8
76.5
77.5
79.2
82.4
85.0
88.4
92.9
94.8
99.6
103.2
104.0
108.1
112.2
111.9
112.4
114.9
117.7
120.2
119.7
119.7

66.1
68.3
70.5
67.2
70.6
73.0
74.7
74.7
76.6
78.4
81.0
84.3
86.2
86.4
89.1
90.2
92.3
89.6
89.8
90.6
93.9
88.8

59.9
60.8
65.6
65.0
67.5
70.5
73.2
72.2
74.8
75.1
78.8
81.2
85.3
82.5
86.2
85.4
85.8
86.8
87.4
86.8
87.4
87.7

77.6
74.1
83.0
88.0
93.8
96.6
99.8
102.3
104.1
106.7
107.5
108.7
110.9
110.0
111.3
111.1
112.1
114.1
110.6
113.7
114.7
114.7

72,0
61.2
63.2
68.7
68.4
73.8
77.7
74.4
77.0
82.6
85.4
86.7
90.1
89.7
92.0
95.0
95.5
93.6
92.2
93.1
91.0
89.9
87.4

46.0
44.4
43.5
42.0
43.3
43.5
47.5
48.0
50.5
51.8
52.0
53.3
55.5
55.6
56.8
58.1
59
59.5
61.5

40.4
41.2
42.9
43.2
45.1
46.2
47.6
48.5
48.8
50.9
50.6
51.8
54.8
52.6
51.8
53.4
53.9
55.3
56.1

51.7
50.8
50.4
50.5
51.9
52.1
54.4
56.7
57.1
58.4
58.4
60.3
61.7
61.9
60.4
61.5
61.3
62.5
61.3

54.8
57.7
60.6
64.0
67.5
70.5
71.7
74.2
81.3
83.7
85.9
88.7
91.5
92.8
95.5
99.3
100.9
105.4
104.1
107.1
106.8
104.8

64.6
66.0
72.6
76.1
79.9
83.1
84.9
87.3
89.8
93.3
95.6
97.1
98.3
97.2
99.2
100.7
99.5
100.6
99.8
100.4
100.1
100.7

62,6
61.1
63.0
66.6
68.5
71.7
74.9
78.0
78.9
75.9
78.8
80.4
82.5
84.4
84.4
85.5
87.1
87.9
89.9
84.6
90.0
87.5
90.1

rata-rata
112,4
97,8
Hari ke-1 -19 pemberian diet hiperkolesterol; hari ke-20 41 pemberian diet hiperkolesterol dan
Lactobacillus rhamnosus SKG34

67

Lampiran 2. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Tikus Kontrol (K) danTikus
Perlakuan (P)
Jumlah Koloni
Berat Sekum
Sampel
pH
Total BAL (cfu/g)
(g)
10-3
10-4
10-5
K1

2.3

6.64

328

136

19

1,36 x 107

K2

1.8

6.65

TBUD

124

64

1,24 x 107

K6

1.9

6.70

400

168

22

1,68x 107

K7

1.8

6.68

208

15

10

2,08 x 106

K8

1.9

6.59

TBUD

TBUD

19

(1,9 x 107)

K10

1.6

6.62

296

65

2,96 x 106

rata-rata

1,11 x 107

6.65

P1

1.1

6.47

608

118

23

1,18 x 107

P2

1.6

6.63

TBUD

394

18

3,94 x 107

P6

2.2

6.58

1592

768

146

1,46 x 108

P7

0.8

6.69

736

165

31

2,375 x 107

P9

1.3

6.54

1248

108

50

1,08 x 107

P10

1.3

6.41

154

111

51

1,11 x 107

rata-rata

6.55

4,05 x 107

68

Lampiran 3. Total Bakteri Anaerob pada Tikus Kontrol (K) dan Tikus
Perlakuan (P)

Sampel

Berat
Sekum
(g)

pH

K1

2.3

K2

Jumlah Koloni
10

10

10

10

Total Bakteri
Anaerob (cfu/g)

6.64

TBUD

187

66

1,87 x 109

1.8

6.65

1072

TBUD

24

(2,4 x 109)

K6

1.9

6.70

TBUD

1664

56

5,6 x 109

K7

1.8

6.68

228

372

2288

3,72 x 109

K8

1.9

6.59

1040

TBUD

71

7,1 x 109

K10

1.6

6.62

1128

150

TBUD

1,5 x 109

rata-rata

-4

-5

-6

-7

3,70 x 109

6.65

P1

1.1

6.47

272

28

149

2,72 x 107

P2

1.6

6.63

182

TBUD

253

1,82 x 107

P6

2.2

6.58

872

140

113

1,4 x 108

P7

0.8

6.69

166

57

52

1,66 x 107

P9

1.3

6.54 TBUD

221

112

2,21 x 108

P10

1.3

6.41

76

34

7,6 x 107

rata-rata

6.55

368

8,32 x 107

69

Lampiran 4. Analisis Statistik Kurva Standar Kolesterol

Regression
Variables Entered/Removed(b)
Variables Entered
Variables Removed
standar(a)
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: absorbansi
Model
1

Model Summary
R
R Square
Adjusted R Square
.989(a)
.978
.977
a Predictors: (Constant), standar
Model
1

Coefficients(a)
Unstandardized
Standardized
Model
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
1. (Constant) standar
.005
.008
.001
.000
.989
a Dependent Variable: absorbansi

Method
.

Enter

Std. Error of the Estimate


.016878

Sig.

.609
24.241

.553
.000

Correlations
standar
standar

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

absorban

1
15
.995(**)
.000
15

absorban
.995(**)
.000
15
1

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Kurva Standar Kolesterol
0.400

0.350

0.300

absorbansi

0.250

0.200

0.150

0.100

0.050
R Sq Linear = 0.978
0.000

50

100
standar

150

200

15

70

Lampiran 5. Contoh Cara Perhitungan Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus Putih
Rumus:
Y=a+bX
Keterangan:
Y adalah nilai taksiran untuk variabel tak bebas (absorbansi)
X adalah nilai variabel bebas
a dan b adalah koefisien regresi
Diketahui :
Y = 0,196
a = 0,005
b = 0,001
Y=a+bX
0,196 = 0,005 + 0,001 X
0,196 0,005 = 0,001 X
0,191 = 0,001 X
X = 191
Jadi kadar kolesterol serum darah tikus putih adalah 191 mg/dL

71

Lampiran 6. Nilai Absorbansi dan Kolesterol Serum Darah Tikus


Absorbansi ( 510 nm)
Kadar Kolesterol (mg/dL)
KODE
Awal
Tengah
Akhir
Awal
Tengah
Akhir
K1
0.111
0.377
0.194
106
372
189
K2
0.148
0.217
0.284
143
212
279
K6
0.115
0.272
0.172
110
267
167
K7
0.136
0.148
0.18
131
143
175
K8
0.13
0.205
0.331
125
200
326
K10
0.18
0.216
0.314
175
211
309
rata-rata
0.137
0.239
0.246
131.67
234.17
240.83
P1
0.17
0.299
0.196
165
294
191
P2
0.107
0.265
0.181
102
260
176
P6
0.152
0.211
0.18
147
206
175
P7
0.115
0.237
0.199
110
232
194
P9
0.115
0.202
0.139
110
197
134
P10
0.142
0.312
0.168
137
307
163
rata-rata
0.134
0.254
0.177
128.50
249.33
172.17

72

Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Sebaran Data Kolesterol


0.350
0.325
0.300

absorbansi serum

0.275

P
Mean
St Dev
N

0.250
0.225

= 0,147
= 206,50
= 62,069
= 12

0.200
0.175
0.150
0.125

R Sq Linear = 1

0.100

125

150

175

200

225

250

kadar kolesterol akhir

275

300

325

(mg/dl)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

N
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme
Differences

Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.

kadar
kolesterol
awal
12
130.0833
24.01310
.215
.215
-.121
.745
.635

kadar
kolesterol
tengah
12
241.7500
61.51441
.186
.186
-.150
.643
.802

kadar
kolesterol
akhir
12
206.5000
62.06229
.330
.330
-.158
1.142
.147

73

Lampiran 8. Analisis Statistik Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus Putih


T-Test
Group Statistics

kontrol perlakuan
kadar kolesterol awal
kadar kolesterol
tengah
kadar kolesterol akhir

Std.
Deviation

Std. Error
Mean

Mean

1.00
2.00
1.00

6
6

131.6667
128.5000

25.21640
25.03398

10.29455
10.22008

234.1667

78.20848

31.92848

2.00
1.00
2.00

6
6
6

249.3333
240.8333
172.1667

45.50018
71.87327
21.88531

18.57537
29.34214
8.93464

Independent Samples Test


Levene's
Test for
Equality of
Variances
F

Sig.

t-test for Equality of Means

df

kadar
Equal
kolesterol variances
.159 .698 .218
10
awal
assumed
Equal
variances
.218 9.999
not
assumed
kadar
Equal
kolesterol variances
.852 .378 -.411
10
tengah
assumed
Equal
variances
-.411 8.037
not
assumed
kadar
Equal
kolesterol variances 30.361 .000 2.239
10
akhir
assumed
Equal
variances
2.239 5.919
not
assumed

Sig.
(2tailed)

Mean
Differe
nce

Std. Error
Differenc
e

95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper

.832

3.166

14.50613

-29.155

35.488

.832

3.166

14.50613

-29.155

35.488

.690

-15.166

36.93876

-97.471

67.138

.692

-15.166

36.93876

-100.279

69.946

.049

68.666

30.67228

.32456

137.008

.067

68.666

30.67228

-6.634

143.967

74

75

76

Lampiran 12. Pembuatan Media

77

1. Media MRS Broth


Ditimbang sebanyak 52 gram media MRS broth, kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml aquades dan dihomogenkan, selanjutnya media
dimasukkan masing-masing 5 ml ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi.
2. Media MRS Agar
Ditimbang sebanyak 62 gram media MRS agar, kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml aquades dan dihomogenkan, kemudian ditambahkan
larutan Bromo Cresol Purple (BCP) sebanyak 60 ppm (sampai berwarna
ungu) sebagai indikator pH (apabila ditumbuhi BAL media akan berwarna
kuning). Selanjunya media disterilisasi pada suhu 121o C, tekanan 1 atm,
selama 15 menit. Setelah suhu media 50o C, kemudian dituang pada
cawan petri yang telah steril di dalam luminar air flow dan dibiarkan
memadat.
3. Media Anaerobic Agar
Ditimbang sebanyak 51 gram media anaerobic agar, kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml aquades dan dihomogenkan. Selanjutnya media
disterilisasi, kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan
memadat.
4. Larutan Fisiologis (Saline 0,85% NaCl)
Ditimbang 0,85 gram NaCl, kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades
dan dihomogenkan, selanjutnya larutan disterilisasi . larutan ini dapat
dipergunakan sebagai pengencer dan pencuci sel bakteri.

78

5. Larutan TAE 1 X
Diambil 1 ml larutan TAE 50 X, kemudian ditambahkan 49 ml aquades
steril, dihomogenkan dan disimpan di kulkas sebelum digunakan
6. Media Agarose 1,5 %
Ditimbang 1,5 gram agarose, dilarutkan dengan 100 ml larutan TAE 1X
dan dihomogenkan. Selanjutnya dipanaskan pada microwave sampai
agarose terlarut sempurna (warna larutan jernih), kemudian didinginkan
sampai suhu 50o C, selanjunya dituang ke cetakan yang sudah berisi
comb untuk membuat sumur dan dibiarkan memadat.
7. Larutan Ethidium Bromide (EtBr)
Diambil 5 ml EtBr, kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades steril dan
dihomogenkan
8. Pengencer Anaerob
Ditimbang 1,8 g KH2PO4, 2,4 g K2HPO4, 0,5 g L-cystein, 0,2 g Tween
80, dan 0,4 g agar, kemudian dilarutkan dengan 400 ml aquades dan
dihomogenkan.

Anda mungkin juga menyukai