Unud 320 1860003455 Tesisgabung
Unud 320 1860003455 Tesisgabung
BAB I
PENDAHULUAN
et al., 2009 ),
menstimulasi sistem
kekebalan (immune) tubuh (Isolauri et al., 2001 ; Isolauri dan Salminen, 2008),
menurunkan kadar kolesterol (Pereira et al., 2003; Yulinery et al., 2006; Belviso
et al., 2009; Lee et al., 2010), pencegahan kanker kolon dan usus (Brady et al.,
2000; Pato, 2003; Liong, 2008), dan penanggulangan dermatitis atopik pada anakanak (Betsi et al., 2008; Torii et al., 2010).
Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization
(FAO/WHO) (2001), idealnya strain probiotik seharusnya tidak hanya mampu
bertahan melewati saluran pencernaan tetapi juga memiliki kemampuan untuk
berkembang biak dalam saluran pencernaan, tahan terhadap cairan lambung dan
cairan empedu dalam jalur makanan yang memungkinkan untuk bertahan hidup
melintasi saluran pencernaan dan terkena paparan empedu. Selain itu probiotik
juga harus mampu menempel pada sel epitel usus manusia, mampu membentuk
kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan zat anti mikroba
(bakteriosin), dan memberikan pengaruh yang menguntungkan kesehatan
manusia. Syarat lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi.
Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan
makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan
tahan terhadap proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).
Lactobacillus rhamnosus SKG34 yang diisolasi dari susu kuda Sumbawa
sangat berpotensi dikembangkan sebagai probiotik. Lactobacillus rhamnosus
SKG34 memiliki daya hambat yang besar terhadap pertumbuhan bakteri patogen.
(Sujaya et al. 2008b). Uji in vitro L. rhamnosus SKG34 mampu melewati
simulasi kondisi lambung dengan pH 3 dan 4, tidak mengubah asam kolat primer
(kolat) menjadi asam kolat skunder (deoksikolat), serta dapat menghidrolisis
garam empedu (Sujaya et al., 2008a).
Pengujian secara in vivo terhadap L. rhamnosus SKG34 perlu dilakukan
untuk menindaklanjuti hasil penelitian secara in vitro yang sudah dilaksanakan,
untuk mengetahui populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum dan pengaruhnya
terhadap kadar kolesterol serum darah dengan menggunakan hewan coba tikus
tutih (R. norvegicus), sebelum L. rhamnosus SKG34 dikembangkan dan
dikomersialkan sebagai probiotik.
L. rhamnosus SKG34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Probiotik
Lilly dan Stillwell memperkenalkan istilah "probiotik" pada tahun 1965
untuk nama bahan yang dihasilkan oleh mikroba yang mendorong pertumbuhan
mikroba lain (FAO/WHO, 2001). Probiotik merupakan organisme hidup yang
mampu memberikan efek yang menguntungkan kesehatan hostnya apabila
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup (FAO/WHO, 2001; FAO/WHO, 2002;
ISAPP, 2009) dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora intestinal pada saat
masuk dalam saluran pencernaan (Shitandi et al., 2007; Dommels et al., 2009;
Weichselbaum, 2009).
Probiotik telah banyak dimanfaatkan untuk penanggulangan penyakit
gastroenteritis seperti diare (Salazar et al., 2007; Pant et al., 2007 ; Tabbers dan
Benninga, 2007; Collado et al., 2009 ), menstimulasi sistem kekebalan (immune)
tubuh (Isolauri et al., 2001 ; Isolauri dan Salminen, 2008), menurunkan kadar
kolesterol (Pereira et al., 2003; Yulinery et al., 2006; Belviso et al., 2009; Lee et
al., 2010), pencegahan kanker kolon dan usus (Brady et al., 2000; Pato, 2003;
Liong, 2008), penanggulangan dermatitis atopik pada anak-anak (Betsi et al.,
2008; Torii
Probiotik juga
dan
beberapa
antimikrobial
lainnya.
Probiotik
juga
menghasilkan sejumlah nutrisi penting dalam sistem imun dan metabolisme host,
seperti vitamin B (Asam Pantotenat), pyridoksin, niasin, asam folat, kobalamin,
dan biotin serta antioksidan penting seperti vitamin K (Adams, 2009).
Manfaat probiotik bagi kesehatan tubuh dapat melalui 3 (tiga) mekanisme
fungsi: (1) fungsi protektif, yaitu kemampuannya untuk menghambat patogen
dalam saluran pencernaan.
Tabel 2.1.
Efek probiotik terhadap kesehatan dan mekanismenya dalam tubuh
Manfaat
Fungsi
1.Membantu
pencernaan
Mekanismenya
dan Streptococcus
Aspek
Tabel 2.1.
Mikroba yang sering digunakan sebagai Probiotik
Lactobacillus
BAL
Bifidobacterium
Lactobacillus
acidophilus
Bifidobacterium
adolescentis
Selain spesies
Spesies BAL yang
BAL
lain
Enterococcus
Bacillus
cereus
faecalis
var. toyoi
Lactobacillus
casei
Bifidobacterium
animalis
Enterococcus
faecium
Escherichia
strain nissle
Lactobacillus
amylovorus
Bifidobacterium
bifidum
Lactococcus lactis
Propionibacterium
freudenreichii
Lactobacillus
Bifidobacterium
delbrueckii subsp breve
bulgaricus
Leuconostoc
mesenteroides
Saccharomyces
cerevisiae
Lactobacillus
gallinarum
Bifidobacterium
infantis
Pediococcus
acidilactici
Saccharomyces
boulardii
Lactobacillus
gasseri
Bifidobacterium
lactis
Steptococcus
thermophilus
Lactobacillus
johnsonii
Bifidobacterium
longum
Sporolactobacillus
inulinus
coli
Lactobacillus
paracasei
Lactobacillus
plantarum
Lactobacillus
reuteri
Lactobacillus
rhamnosus
Sumber : Holzapfel et al. (2001).
mampu
berkembang biak dalam usus. Ini berarti mikroba probiotik harus tahan terhadap
cairan lambung dan dapat tumbuh dalam cairan empedu yang terdapat dalam
saluran pencernaan, atau dikonsumsi dalam jalur makanan yang memungkinkan
untuk bertahan hidup melintasi saluran pencernaan dan terkena paparan empedu.
Selain itu probiotik juga harus mampu menempel pada permukaan enterosit,
mampu membentuk kolonisasi pada saluran pencernaan, mampu menghasilkan
zat anti mikroba (bakteriosin), dapat berkembang biak dengan baik, dan
memberikan pengaruh yang menguntungkan kesehatan manusia. Hal yang penting
lainnya adalah tidak bersifat patogen dan aman jika dikonsumsi. Strain probiotik
juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan makanan dan
penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan tahan terhadap
proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).
2.2 Kolesterol
Kolesterol merupakan produk khas hasil metabolisme hewan. Oleh karena
itu kolesterol terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti kuning
telur, daging, hati, dan otak (Murray et al., 2003). Kolesterol banyak terdapat
pada membran sel. Kolesterol berwarna putih dan bersifat larut dalam air
(Hofmann, 2004).
dalam tubuh, seperti: kortikosteroid, hormon seks, asam empedu dan vitamin D
(Murray
10
kolesterol dalam tubuh. Total produksi kolesterol termasuk yang diserap dari
makanan dan hasil sintesa dalam tubuh kira-kira 1 g/hari. Jumlah kolesterol yang
direkomendasikan sekitar 300 mg/hari. (Gropper et al., 2005). Orang dewasa
normal, mensintesa kolesterol sekitar 1g/hari, dan mengkonsumsinya sekitar 0,3
g/hari. Kadar kolesterol dalam tubuh sekitar 150-200 mg/dl, yang digunakan
untuk mengatur sintesa de novo. Kecepatan sintesa kolesterol tergantung pada
intake kolesterol dari makanan (King, 2010).
Kolesterol dalam makanan diserap dari usus bersama lipid lainnya,
termasuk kolesterol yang disintesis dalam usus, diinkorporasikan ke dalam
kilomikron dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Sebanyak 80-90%
kolesterol yang diserap, diesterifikasikan dengan asam lemak rantai panjang
dalam getah bening (Murray et al., 2003). Potter (2007) menyatakan bahwa
kolesterol dari makanan sebesar 335 mg/hari masuk ke saluran pencernaan dalam
bentuk kilomikron. Selanjutnya masuk ke hati dan mengalami sintesa sebanyak
800 mg/hari. Kilomikron yang masuk ke hati disintesa menjadi HDL dan VLDL.
Very Low Density Lipoprotein selanjutnya diubah menjadi LDL, dan bersama
dengan HDL masuk ke jaringan periperal, kulit, dan kelenjar endokrin. Diagram
peredaran kolesterol dalam tubuh disajikan pada Gambar 2.1.
11
KOLESTEROL
Kolesterol
makanan
(335mg/hari
Jaringan
Periperal
Sintesa
Kolesterol
(800mg/hari)
VLDL
Makanan
Saluran
Pencernaan
Kulit
Kilomikron
Hati
Sterol Kulit
(85mg/hari)
LDL
HDL
Kelenjar
Endokrin
Kolesterol
Empedu
(600mg/har
i)
Hormon
Steroid
(50mg/hari)
Asam
Empedu
(400mg/hari)
Feses
Kolesterol dalam tubuh diserap dalam bentuk asam kolat di hati yang
dikonjugasikan dengan bahan lain membentuk garam empedu. Garam empedu
membantu pencernaan dan penyerapan lemak (Hofmann, 2004; Hirakawa, 2005).
Kolesterol dari makanan dan hasil sintesa digunakan dalam pembentukan
membran dan sintesa hormon steroid dan asam empedu. Sebagaian besar jumlah
kolesterol digunakan dalam proses sintesis asam empedu (King, 2010).
Berdasarkan kerapatannya (densitas), kolesterol dapat di bedakan menjadi:
kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein
(LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Dari keempat jenis lipoprotein tersebut,
LDL memiliki kadar kolesterol yang paling tinggi, sedangkan kadar protein
12
tertinggi terdapat pada HDL (Gropper et al., 2005; Hirakawa, 2005). Selain itu
ada juga Intermediate Density Lipoprotein (IDL), yang memiliki densitas antara
VLDL dan LDL. Kilomikron merupakan lipoprotein pertama yang dibentuk dari
konsumsi lemak. Selain kilomikron, lipoprotein lainnya merupakan hasil sintesa
lemak dalam tubuh (Gropper et al., 2005).
Kolesterol diedarkan ke seluruh sel oleh LDL dan HDL (Hirakawa, 2005).
Low Density Lipoprotein merupakan komponen lipoprotein yang terbesar
membawa kolesterol (60% total serum kolesterol), ke jaringan tubuh, yang
digunakan untuk pembentukan membran atau dimetabolisme menjadi hormon
steroid. High Density Lipoprotein
13
strain endogen Indonesia mampu menurunkan kadar kolesterol total sebesar 33%
(Nursini, 2010).
dekonjugasi garam empedu paling tinggi dan aktivitas Bile salt hydrolase (BSH)
lebih baik (Liong dan Shah, 2005).
Mekanisme penurunan kolesterol oleh aktivitas BAL disebabkan oleh
enzim BSH yang mendekonjugasi garam empedu, dimana glisin atau taurin
dipisahkan dari steroid, sehingga menghasilkan garam empedu bebas atau
terdekonjugasi. Enzim BSH menghasilkan garam empedu terdekonjugasi dalam
bentuk asam kolat bebas yang kurang diserap oleh usus halus. Dengan demikian
garam empedu yang kembali ke hati selama sirkulasi enterohepatik menjadi
berkurang, sehingga total kolesterol dalam tubuh menjadi berkurang. Beberapa
jenis BAL memiliki dinding sel yang mampu mengikat kolesterol dalam usus
halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh (Surono, 2004; Ooi dan Liong, 2010).
Enzim BSH akan memberikan keuntungan khusus bagi strain bakteri
probiotik yang tumbuh pada lingkungan yang penuh persaingan dalam saluran
pencernaan dengan memberikan daya tahan yang lebih baik terhadap garam
empedu, serta membantu dalam menurunkan kadar kolesterol darah (Begley et
al., 2006; Noriega et al., 2006; Patel et al., 2010). Bile salt hydrolase dimiliki
oleh beberapa strain bakteri saluran pencernaan seperti: Lactobacillus,
Enterococcus, Bifidobacterium, Clostridium, Peptostreptococcus, dan Bacteroides
(Ooi dan Liong, 2010)
14
2.3 Empedu
Pembentukan empedu sangat penting dalam pencernaan dan penyerapan
lemak, ekskresi xenobiotik larut lemak dan racun dalam tubuh, dan keseimbangan
kadar kolesterol. Garam empedu secara alamiah bersifat amphipilik karena
memiliki gugus polar dan non polar. Gugus polar memiliki permukaan yang
bersifat hidrofilik yang mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil,
sedangkan gugus non polar bersifat hidropobik (Salen dan Batta, 2004).
Cairan empedu merupakan gabungan antara asam empedu dan garam
empedu. Bilirubin tetrapyrrole (berwarna coklat), merupakan komponen pemberi
warna terbesar pada empedu dan merupakan produk akhir dari metabolisme heme.
Apabila bilirubin mengalami oksidasi akan berubah menjadi biliverdin (berwarna
hijau) (Bijl et al., 2009).
Garam empedu bersama pospolipid dan kolesterol merupakan cairan
organik terbesar dalam empedu dan merupakan kunci kekuatan dalam
pembentukan empedu pada saat di sekresikan ke canalikuli empedu melewati
membran apikal hepatosit (Beuers dan Pusl, 2004)
Komponen utama asam empedu dalam empedu manusia yaitu asam
xenodeoksikolat (45%) dan asam kolat (31%). Sebelum sebagian besar garam
empedu disekresikan ke lumen canalikuli, terlebih dulu terjadi konjugasi dengan
ikatan amida pada terminal gugus karboksil dengan asam amino glisin dan taurin.
Reaksi konjugasi ini menghasilkan glycoconjugates dan tauroconjugates.
Sebanyak 95% dari total garam empedu yang disintesa di hati diserap oleh usus
distal dan dikembalikan lagi ke hati. Proses sekresi dari hati ke gallbladder,
15
Kandung kemih
Sistem portal
16
et al., 2005;
17
digunakan
dalam
dunia
industri
adalah
spesies
Lactococcus,
dimana
BAL
hanya
menghasilkan
asam
laktat,
dan
BAL juga
18
dalam perannya
mengubah susu menjadi asam dan sering dimanfaatkan untuk membuat produk
olahan terfermentasi seperti keju, yogurt, dan susu terfermentasi lainnya.
Lactobacillus merupakan kelompok bakteri heterogenus yang terdiri atas 135
spesies dan 27 subspesies (Bernardeau et al., 2008).
Lactobacillus diisolasi dari isi perut orang sehat, pertama kali pada tahun
1983, pada saat itu menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadap asam kuat
yang biasa terdapat pada saluran pencernaan. Lactobacillus dapat menurunkan
kolesterol dan memberikan efek hipokolesterolemia (Lye et al., 2010).
Lactobacillus sp. Dad 13 yang diisolasi dari dadih terbukti ampuh menurunkan
kolesterol (Rusfidra, 2006). Lactobacillus rhamnosus akan memberikan pengaruh
yang menguntungkan pada saluran pencernaan, sangat berperan dalam
peningkatan sistem imun, terutama dalam melawan patogen yang ada dalam
saluran pencernaan dan saluran kencing (Adams, 2009).
Antarini (2010) menyatakan bahwa pada produk susu terfermentasi
pertumbuhan L. rhamnosus SKG34 sebesar 2,5 x 108 sampai 7,6 x 109 cfu/ml,
serta peningkatan protein terlarut 0,046% - 0,084%, peningkatan asam amino
bebas seperti asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin, treonin, alanin,
tirosin, metionin, isoleusin, leusin, dan lisin.
19
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
20
2000). Strain probiotik juga harus tahan dan tetap hidup selama proses pengolahan
makanan dan penyimpanan, mudah diaplikasikan pada produk makanan, dan
tahan terhadap proses psikokimia pada makanan (Prado et al., 2008).
FAO/WHO (2002) menyatakan bahwa sebelum dapat dinyatakan sebagai
bakteri probiotik, kandidat probiotik harus melewati uji in vitro dan uji in vivo.
Uji in vitro meliputi uji ketahanan pada saluran cerna termasuk resistensi terhadap
asam lambung dan asam empedu, uji aktivitas antimikrobial, uji adhesif pada sel
eritrosit, uji aktivitas enzim bile salt hydrolase, dan kemampuan untuk
menurunkan
jumlah
bakteri
patogen.
Uji-uji
tersebut
dilakukan
untuk
21
Kandidat probiotik
Lactobacillus rhamnosus SKG34
Uji in vitro :
A. Ketahanan pada saluran cerna
Resistensi asam lambung
Resistensi asam empedu
B. Aktivitas antimikrobial
C. Adhesif pada sel eritrosit
D. Bile salt hydrolase
E. dan lain sebagainya
Uji in vivo :
A. Ketahanan pada saluran cerna
Populasi pada sekum
B. Efek fungsional :
Kadar kolesterol
Sistem imun
Alergi
Konstipasi
Kanker kolon
dan lain sebagainya
Probiotik potensial
Lactobacillus rhamnosus SKG34
Gambar 3.1. Kerangka konsep pengembangan probiotik L .rhamnosus
SKG34
Keterangan :
Tulisan tebal dan digarisbawahi merupkan variable yang diteliti
22
SKG34 dapat
bertahan
dan melewati
tikus putih (R.
norvegicus).
2. Lactobacillus rhamnosus SKG34 berpengaruh terhadap kadar kolesterol
darah tikus putih (R. norvegicus).
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
untuk menghitung
populasi L. rhamnosus SKG34 pada sekum dan mengukur kadar kolesterol darah
tikus putih (R. norvegicus). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, yaitu kontrol dan
perlakuan pemberian L. rhamnosus SKG34. Setiap perlakuan diulang 6 kali.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
UPT
Laboratorium
Biosain
dan
24
stirer bar (iwaki BS-38), cawan petri (iwaki-pyrex), batang kaca bengkok,
kaca objek, cover glass, tabung eppendorf 1,5 ml, timbangan (Shimadzu
AUX 220), autoklaf (all American model no. 1925), kompor (Rinai, RI 522
C), luminar air flow cabinet (ESCO), inkubator (Memmert), mikroskop
(Olympus), jarum ose, pipetman (Gilson) ukuran 1000 l, 200 l, tips biru,
kuning (porex bio product), sentrifugasi (Hitachi), vortex (Labinco), kulkas
(Toshiba), frezzer -20o C, chamber anaerobic (Oxoid), dan kertas tissue.
c. Pengukuran pH
Alat yang digunakan adalah: pH meter (TOA ion meter IM 40S), tabung
reaksi (iwaki-pyrex), vortex (Labinco), dan kertas tissue.
d. Pengujian RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) dan PCR
(Polymerase Chain Reaction) sel lisat hasil isolasi.
Alat yang digunakan adalah: tabung eppendorf 1,5 ml, microtube 100 l
(Treff), pipetman (Gilson) ukuran 20 l, 200 l, tips biru, kuning, kristal
(porex bio product), sentrifuge (Hitachi), vortex (Labinco), freezer -20o C,
microwave (Samsung), mesin PCR (Invinegen), mesin elektroforesis set
(Cosmo bio), UV transluminator (Edvotek model TM-10), selop tangan, dan
kertas tissue.
e. Pengukuran kadar kolesterol
Alat yang digunakan adalah: tabung reaksi (iwaki-pyrex), sentrifuge,
spektrofotometer (Genesys 20 model 4001/4), dan kertas tissue.
25
SKG34
26
buffer, ethidium bromide (Bio rad), kit isoplant II (isoplant code no. 31004151, Nippon Gene, Toyama, Japan), dan kertas tissue
e. Pengujian PCR sel lisat hasil isolasi
Bahan yang digunakan 0,2 mM dNTPs, 1 X PCR Buffer 10 X, 0,6 mM
MgCl2, 0,9 U AmpliTaq, primer spesifik Lactobacillus rhamnosus; Lu5 F
(5-CTA GCG GGT GCG ACT TTG TT-3) dan Rhall R (5-GCG ATG
CGA ATT TCT ATT ATT-3), masing-masing 10 pmol, deionize water,
DNA, TAE 1X, loading buffer, ethidium bromide (Bio rad), DNA marker
(Amresco, Solon, Ohio), dan kertas tissue.
Tabel 3.1
Primer yang dipergunakan dalam penelitian
Sequence (5-3)
Primer
Sumber Pustaka
M 13
CGACGTTGTAAAACGACGGCCAGT
LU5
CTAGCGGGTGCGACTTTG TT
RhaII
GCGATGCGAATTTCTATTATT
27
produksi
gas
dilakukan
untuk
mengetahui
BAL
bersifat
diberi
28
larutan kristal violet (sebagai zat warna) selama satu menit, kemudian dicuci
dengan air mengalir. Selanjutnya diberi larutan lugol (mordan), selama satu menit,
dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian diberi larutan pemucat (aseton
alkohol) selama 5-10 detik, kemudian dibilas lagi dengan air mengalir. Setelah itu
preparat diberi larutan safranin selama 15 detik, dicuci dengan air mengalir,
kemudian dikeringkan dengan cara difiksasi di atas api. Uji morfologi dilakukan
dengan pengamatan dengan mikroskop cahaya pada pembesaran 100 kali. Hasil
pengamatan berupa morfologi sel dan perbedaan warna, dimana warna ungu
kebiruan menunjukkan bakteri bersifat Gram positif, sedangkan warna merah
atau merah muda menunjukkan bakteri bersifat gram negatif (Lay, 1994).
4.6 Perlakuan pada Tikus Putih (R. norvegicus)
4.6.1 Tahap aklimatisasi tikus putih (R. norvegicus)
Pada penelitian ini akan dipergunakan 20 ekor Tikus Putih (R. norvegicus)
jantan yang berumur 5 minggu dengan bobot 40-50 gram yang diperoleh dari
tempat penangkaran di Jalan Ceningan Sari, Gang Anyar Sari, Sesetan, Denpasar
(Bapak Minggu). Sebelum diberikan perlakuan, hewan percobaan diaklimatisasi
selama 19 hari, yang meliputi; kandang, umur, diet, dan bobot tubuh. Pada tahap
aklimatisasi ini, tikus diberikan makanan standar berupa campuran jagung giling,
kecambah kacang hijau, minyak dari lemak babi dan kuning telur (50:30:10:10).
Tikus diberi tanda dengan cat kuku pada bagian kuku kaki belakang, ekor dan
telinga. Tikus ditempatkan pada kandang yang terbuat dari bak plastik dengan
ukuran 50 cm x 30 cm x 10 cm. Bak diisi dengan penutup kawat dan pada dasar
bak diisi dengan sekam padi sebagai penyerap urin dan kotoran tikus seperti
29
Pemberian diet
hiperkolesterol
21 hari
Pemberian L.
rhamnosus SKG34
Pembedahan
tikus
30
Perlakuan
diberikan setelah pemberian makan pada tikus putih. Setiap hari selama
perlakuan, berat makanan yang diberikan dan pertambahan berat badan tikus
selalu di timbang (Sujaya, 2009 dalam Nursini, 2010).
4.6.4 Pengukuran pH sekum
Isi sekum diukur pHnya menggunakan pH meter (TOA ion meter IM 40S)
yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan pH 7. Isi sekum yang
telah diencerkan sebanyak 1 kali (1:1), kemudian dihomogenkan dengan divortex.
Selanjutnya pH isi sekum diukur dengan mencelupkan elektroda pH meter ke
dalam sampel dan hasilnya dicatat.
4.6.5 Penghitungan populasi bakteri
Setelah 3 minggu perlakuan, tikus putih yang diambil sekumnya dibius
dengan kloroform 10%, dibedah dan diambil bagian sekumnya. Sekum yang
diperoleh diletakkan pada cawan petri steril, kemudian isinya dikeluarkan dan
ditampung dalam tabung steril dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,85%)
sesuai dengan berat isi sekum (pengenceran 1:1) dan dihomogenkan. Selanjutnya
0,5 ml suspensi isi sekum dimasukkan ke dalam tabung pengencer yang berisi 4,5
ml salin sehingga diperoleh pengenceran 10-1, divortex hingga homogen,
kemudian diencerkan lagi sampai diperoleh pengenceran 10-7. Untuk penentuan
total BAL digunakan metode permukaan. Sebanyak 0,1 ml sampel yang telah
diencerkan (pengenceran 10-3 10-5) disebar pada permukaan media MRS agar
yang telah ditambahkan dengan Bromo Cresol Purple (BCP), kemudian
diinkubasi secara anaerob selama 48 jam pada suhu 37o C. Metode yang sama
31
Darah
32
kolesterol.
33
34
35
M13F dengan urutan basa (sequences) 5-CGA CGT TGT AAA ACG ACG GCC
AGT-3, 4,25 l air steril , dan 1,00 l DNA sehingga total volume reaksi 12,5
l. Aplifikasi dilakukan pada mesin Infinigen Thermocycler, dengan kondisi satu
siklustahap pre denaturasi pada 95o C selama 5 menit, diikuti dengan 40 siklus
tahap denaturasi pada 95o C selama 20 detik, tahap annealing pada 40o C selama 2
menit, dan tahap ekstensi 72o C selama 30 detik, serta tahap akhir yaitu elongasi
tambahan pada 72o C selama 5 menit. Setelah reaksi selesai, sampel dikeluarkan
dari mesin dan dielektroforesis.
4.7.3 RAPD koloni biakan yang diisolasi dari sekum tikus
Koloni tunggal terpisah yang telah tumbuh pada cawan petri setelah
diinkubasi (hasil pengerjaan anak sub bab 4.6.5) yang telah dibuat stock culture
pada MRS agar, selanjutnya dibiakkan dalam MRS broth sebanyak 10 koloni
untuk setiap perlakuan dan kontrol, diinkubasi secara aerob selama 24-48 jam
pada suhu 37o C. Koloni yang tumbuh ditandai dengan terjadinya kekeruhan,
selanjutnya 1 ml dan ditampung pada eppendorf kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 5000 rpm selama 7 menit. Selanjutnya supernatant dibuang dan massa
sel dicuci dengan air steril sebanyak 2 kali untuk menghilangkan sisa media.
Selanjutnya massa sel ditambahkan 200 l air steril dan dihomogenkan, kemudian
dilakukan pemanasan pada suhu 100o C selama 10 menit dan perlakuan pada
suhu rendah (-20o C) selama 20 menit. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 2 kali
untuk melisiskan dinding sel dan mengeluarkan DNA bakteri. Selanjutnya
dilakukan RAPD dengan kondisi yang sama dengan anak sub bab 4.7.2. Setelah
reaksi selesai, 5 l sampel diambil untuk dielektroforesis (Sujaya et al., 2005).
36
4.7.4 Elektroforesis
Elektroforesis menggunakan 1,5% agarose. Sebanyak 1,5 g agarose
disuspensikan dalam 98,5 ml buffer TAE IX dan dipanaskan dalam microwave
sampai larut sempurna. Selanjutnya agarose ini distirer sambil menunggu sampai
suhunya 50o C untuk dituang pada cetakan yang sudah dilengkapi sisir (comb)
untuk membuat sumur (well), tebal gel 2/3 dari cetakan dan ditunggu sampai gel
padat. Setelah padat, gel agarose dimasukkan ke dalam chamber elektroforesis
yang telah diisi buffer TAE IX, dengan tinggi permukaan larutan buffer 2-3 mm
di atas agar. Selanjutnya setiap suspensi DNA hasil RAPD dipipet sebanyak 3 l
dan ditambahkan 1 l loading buffer 6X yang diteteskan pada parafin film,
kemudian dihomogenkan dengan pipet berulang kali. Sampel-sampel DNA yang
telah homogen dimasukkan secara vertikal ke dalam sumur-sumur gel. Pada gel
elektroforesis ini, dimasukkan juga DNA ladder pada salah satu sumur gel untuk
menentukan panjang pita yang terbentuk. Elektroforesis dilakukan selama 40
menit pada tegangan 100 volt. Visualisasi hasil elektroforesis dapat dilihat dengan
UV Transluminator setelah gel terendam dalam larutan ethidium bromide (5
g/100 ml air steril) (staining) selama 10 menit dan direndam dalam aquadest
selama 2 menit (distaining) untuk mencuci kelebihan ethidium bromide.
Dokumentasi pola band dilakukan dengan mengambil gambar menggunakan
kamera digital Panasonic DMC-FS15 (Sujaya et al., 2005).
4.7.5. Pengamatan mikroskopis pada konsorsium bakteri sekum tikus putih
Konsorsium bakteri yang tumbuh pada media MRS agar, dikerok
denganose kemudian ditumbuhkan pada media MRS broth dan diinkubasi dalam
37
diberi larutan kristal violet (sebagai zat warna) selama satu menit,
kemudian dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya diberi larutan lugol (mordan),
selama satu menit, dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian diberi larutan
pemucat (aseton alkohol) selama 5-10 detik, kemudian dibilas lagi dengan air
mengalir. Setelah itu preparat diberi larutan safranin selama 15 detik, dicuci
dengan air mengalir, kemudian dikeringkan dengan cara difiksasi di atas api. Uji
morfologi dilakukan dengan pengamatan dengan mikroskop cahaya pada
pembesaran 100 kali. Hasil pengamatan berupa morfologi sel dan perbedaan
warna, dimana warna ungu kebiruan menunjukkan bakteri bersifat Gram positif,
sedangkan warna merah atau merah muda menunjukkan bakteri bersifat gram
negatif (Lay, 1994).
4.7.6 PCR menggunakan primer spesifik L. rhamnosus konsorsium bakteri
sekum tikus putih
Sebanyak 1 l lisat sel di pergunakan sebagai sumber DNA dalam reaksi
PCR dengan mempergunakan primer spesifik L. rhamnosus. Reaksi campuran
PCR dengan volume total 12,5 l yang mengandung; 0,2 mM dNTPs, 1 X PCR
Buffer 10 X, 0,6 mM MgCl2, 0,9 U AmpliTaq, primer spesifik L. rhamnosus;
Lu5 F dan Rhall R, masing-masing 10 pmol. Reaksi amplifikasi dilakukan
38
sebagai berikut: satu siklus pada suhu 95o C selama 5 menit, diikuti dengan 35
kali siklus pada 95 o C selama 30 detik, 57 o C selama 40 detik, dan 72 o C selama
30 detik. Pada tahap akhir ditambahkan satu siklus pada suhu 72
C selama 5
39
BAB V
HASIL PENELITIAN
500 bp
1500 bp
1000 bp
3000 bp
500 bp
1500 bp
1000 bp
3000 bp
M K 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
M K 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
M K 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
M K 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Hasil RAPD koloni BAL pada sekum tikus perlakuan, dari 10 koloni BAL yang diambil secara acak pada MRS
agar tidak ditemukan adanya DNA yang menggambarkan koloni L. rhamnosus SKG34 (tidak ditemukan pola band
yang sama dengan pola band pada lajur K
Gambar 5.1. RAPD koloni BAL pada sekum tikus yang diberikan Lactobacillus rhamnosus SKG 34 yang diambil
secara acak pada MRS agar. . M, Marker 100 bp; K, Kontrol positif ( L. rhamnosus SKG34); 1-10, kultur BAL P1;
11-30, kultur BAL P2; 21-30, kultur BAL P6; 31-40, kultur BAL P7; 41-50 kultur BAL P9; dan 51-60 kultur BAL
P10. tanda panah menunjukkan panjang pita (bp)
M K 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
M K 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
500 bp
1500 bp
1000 bp
500 bp
1500 bp
1000 bp
40
Pada sekum tikus perlakuan ditemukan adanya morfologi sel yang menyerupai L.
rhamnosus SKG 34 (panel 7) , yang ditunjukkan oleh tanda panah merah ( )
Gambar 5.2. Cat Gram konsorsium bakteri pada sekum tikus perlakuan yang
ditumbuhkan pada MRS broth. 1-6, tikus perlakuan; 7, Lactobacillus rhamnosus
SKG 34; bar 10 m dengan pembesaran 1000 kali
41
6
5
Pada sekum tikus kontrol tidak ditemukan morfologi sel yang menyerupai
Lactobacillus rhamnosus SKG 34 (panel 7)
Gambar 5.3. Cat Gram konsorsium bakteri pada sekum tikus kontrol yang ditumbuhkan
pada MRS broth. 1-6, tikus kontrol; 7, Lactobacillus rhamnosus SKG 34; bar 10 m
dengan pembesaran 1000 kali
42
43
Berdasarkan data Gambar 5.2 dan 5.3,, selanjutnya dilakukan PCR kultur
sekum tikus putih dengan menggunakan primer spesifik Lactobacillus rhamnosus.
Hasil PCR kultur sekum tikus putih yang diberikan L. rhamnosus SKG34 dan
yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 dapat dilihat pada Gambar 5.4. Hasil
PCR menggunakan primer spesifik L. rhamnosus menunjukkan bahwa dalam
sekum tikus putih yang diberikan L. rhamnosus SKG34 dapat dideteksi adanya
DNA L. rhamnosus yang diduga merupakan koloni L. rhamnosus SKG34,
sedangkan pada sekum tikus putih yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34,
tidak ditemukan adanya DNA L. rhamnosus.
M 1
3 4
6 7 8
9 10 11 12 13
3000 bp
1000 bp
500 bp
110 bp
Gambar 5.4. PCR bakteri sekum perlakuan dan kontrol yang ditumbuhkan pada
MRS agar dengan primer spesifik Lactobacillus rhamnosus. M, Marker 100 bp;
1, Kontrol positif (L. rhamnosus SKG34); 2-7, Tikus perlakuan; 8-13, Tikus
kontrol; Tanda panah menunjukkan panjang pita (bp)
Hasil PCR menggunakan primer spesifik L.rhamnosus, menunjukkan bahwa
pada sekum tikus perlakuan yang diberikan L. rhamnosus SKG34 (2-7) dapat
dideteksi DNA yang diduga merupakan koloni L. rhamnosus SKG34
(ditunjukkan oleh pita yang terbentuk pada lajur 2-7 sama dengan pita yang
terbentuk pada lajur 1), sedangkan pada sekumtikus kontrol (8-12) tidak
terdeteksi adanya DNA L. rhamnosus SKG34 (tidak terbentuk pita sama sekali)
44
5.2 Populasi Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Anaerobpada Sekum Tikus
Putih (R. Norvegicus)
Pemberian Lactobacillus rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/ ml selama
3 (tiga) minggu berpengaruh terhadap populasi BAL dan total bakteri
anaerobyang tumbuh dalam sekum tikus. Populasi BAL pada sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 4,1 x 107 cfu/g, sedangkan populasi
BAL pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 1,1 x
107 cfu /g (Lampiran 2). Populasi bakteri anaerobpada sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 8,3 x 107 cfu /g, sedangkan populasi
bakteri anaerobpada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34
sebanyak 3,7 x 109 cfu /g (Lampiran 3). Pada Gambar 5.5 dapat dilihat pemberian
L. rhamnosus SKG34 mampu mengurangi pertumbuhan bakteri anaerob.
1,E+10
3,7E+09
1,E+09
1,E+08
8,3E+07
4,1E+07
1,1E+07
1,E+07
1,E+06
1,E+05
Bakteri anaerob
1,E+04
BAL
1,E+03
1,E+02
1,E+01
1,E+00
Kontrol
Perlakuan
Gambar 5.5. Grafik populasi BAL dan bakteri anaerobpada sekum tikus yang
tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 (Kontrol) dan yang diberikan
L. rhamnosus SKG34 (Perlakuan)
45
46
0.350
0.325
0.300
absorbansi serum
0.275
P
Mean
St Dev
N
0.250
= 0,147
= 206,50
= 62,069
= 12
0.225
0.200
0.175
0.150
0.125
R Sq Linear = 1
0.100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
Gambar 5.6. Grafik uji kenormalan kadar kolesterol serum darah tikus putih
(Rattus norvegicus)
beda
rataan
(Lampiran 8). Pada uji ini masing-masing menggunakan enam ekor tikus kontrol
dan enam ekor tikus perlakuan. Pemberian L. rhamnosus SKG34 secara in vivo
memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap penurunan kadar kolesterol
serum darah tikus pada keadaan hiperkolesterolemia, sebesar 28,5% dibandingkan
dengan serum darah tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34.
47
300
249,33
250
240,83 a
234,17
200
150
172,17 b
128,50
131,67
Kontrol
Perlakuan
100
50
0
sebelum pemberian
diet hiperkolesterol
setelah pemberian
diet hiperkolesterol
setelah pemberian L.
rhamnosus SKG34
Gambar 5.7. Grafik perubahan kadar kolesterol serum darah tikus yang tidak
diberikan L. rhamnosus SKG34 (Kontrol) dan yang diberikan L.
rhamnosus SKG34 (Perlakuan); huruf a dan huruf b menyatakan
berbeda nyata (P 0,05)
Dari gambar di atas dapat dilihat terjadi penurunan kadar kolesterol serum
darah tikus perlakuan yang signifikan dibandingkan dengan tikus kontrol yang
mengalami peningkatan kadar kolesterol serum darah.
112,4
120
100
97,8
72,0
80
60
53,1
62,6
48,2
Kontrol
Perlakuan
40
20
00
sebelum pemberian
diet hiperkolesterol
setelah pemberian
diet hiperkolesterol
setelah pemberian L.
rhamnosus SKG34
Gambar 5.8. Grafik perubahan berat badan tikus yang tidak diberikan L.
rhamnosus SKG34 (Kontrol) dan yang diberikan L. rhamnosus
SKG34 (Perlakuan)
48
6,66
6,65
6,64
6,62
6,60
Kontrol
6,58
6,56
6,55
Perlakuan
6,54
6,52
6,50
Kontrol
Perlakuan
49
BAB VI
PEMBAHASAN
50
endogen saluran pencernaan, karena memiliki daya adhesi yang rendah pada
enterosit, yang disebabkan karena L. rhamnosus SKG34 tidak memiliki molekul
adhesin yang dapat mendeteksi reseptor pada permukaan enterosit yang
memungkinkan bakteri untuk dapat melekat dan membentuk kolonisasi pada
permukaan enterosit.
Mikroba yang terdapat di dalam saluran pencernaan sangat kompleks dan
merupakan komunitas yang dinamis dan terjadi persaingan hidup di antara
komunitas tersebut. Menurut Rahayu (2008), total mikroba yang terdapat dalam
saluran pencernaan diperkirakan mencapai 1012 sel setiap gram isi perut yang
terdiri atas lebih dari 1000 spesies, atau diperkirakan sekitar 3000-4000 spesies.
Beberapa genus bakteri yang hidup di saluran pencernaan antara lain :
Lactobacillus,
Streptococcus,
Enterococcus,
Bacteroides,
Staphylococcus,
Clostridium,
Viellonella,
Eubacterium,
Enterobacteria,
Peptococci,
51
52
saluran pencernaan akan mengalami peningkatan. Hal ini juga didukung oleh hasil
pengecatan Gram yang dilakukan untuk mengetahui morfologi sel yang tumbuh
pada sekum tikus putih (Gambar 5.2), dimana didominasi oleh pertumbuhan sel
gram positif berbentuk batang. Setelah dilakukan pengujian dengan metode PCR
dengan menggunakan primer spesifik L. rhamnosus untuk memastikan
keberadaan L. rhamnosus SKG34, diperoleh hasil bahwa pada sekum tikus
perlakuan memang terdeteksi adanya DNA L. rhamnosus.
Populasi bakteri anaerob pada sekum tikus yang diberikan L. rhamnosus
SKG34 mengalami penurunan dibandingkan dengan populasi bakteri anaerob
pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34. Populasi bakteri
anaerob pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak
3,7 x 109 cfu/g, sedangkan populasi bakteri anaerob pada sekum tikus yang
diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 8,3 x 107 cfu/g, Hal ini menunjukkan
pemberian L. rhamnosus SKG34 pada tikus perlakuan dapat menurunkan populasi
bakteri anaerob.
Penurunan pupulasi ini disebabkan karena L. rhamnosus SKG34 memiliki
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Menurut Sujaya et
al. (2008b), L. rhamnosus SKG34 memiliki daya hambat yang luas terhadap
pertumbuhan bakteri patogen (Eschericia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella
thypimurium, dan Shigella flexneri) dengan diameter zone hambat sebesar 0,8
1,2 cm. Selain itu penurunan populasi bakteri anaerob pada tikus yang diberikan
L. rhamnosus SKG34, disebabkan oleh terjadinya penurunan pH. Penurunan pH
akan meningkatkan populasi BAL yang dapat menekan pertumbuhan bakteri
53
54
Lactobacillus tidak dapat menurunkan pertambahan berat badan tikus putih wistar
yang diberikan diet tinggi kolesterol.
Pemberian Lactobacillus untuk menurunkan kadar kolesterol dapat
melalui beberapa mekanisme. Menurut Lee, et al. (2009), terdapat beberapa
mekanisme penurunan kolesterol oleh aktivitas BAL. Mekanisme pertama yaitu
produk hasil fermentasi oleh BAL menghambat sintesa kolesterol sehingga
menurunkan produksi kolesterol. Mekanisme kedua adalah melalui pembuangan
garam empedu melalui feses, dimana garam empedu yang terdekonjugasi tidak
diserap oleh usus, dan lebih mudah terbuang dari saluran pencernaan
dibandingkan dengan garam empedu yang terkonjugasi. Hal ini mengakibatkan
semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk mensintesis garam empedu lagi
sehingga akan menurunkan kadar kolesterol.
55
56
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Populasi L. rhamnosus SKG34 dalam saluran pencernaan tikus putih (R.
norvegicus), tidak bisa ditentukan secara pasti, tetapi keberadaannya dapat
diduga dengan PCR spesifik L. rhamnosus, setalah pemberian L. rhamnosus
SKG34 sebanyak 108 sel/ hari selam 3 (tiga) minggu.
2. Pemberian L. rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/ hari selam 3 (tiga) minggu
berpengaruh terhadap populasi BAL dan total bakteri anaerobyang tumbuh
dalam saluran pencernaan tikus putih (R. norvegicus). Populasi BAL pada
sekum tikus yang diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 4,1 x 107 cfu/g,
sedangkan populasi BAL pada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus
SKG34 sebanyak 1,1 x 107 cfu /g. Populasi bakteri anaerobpada sekum tikus
yang diberikan L. rhamnosus SKG34 sebanyak 8,3 x 107 cfu /g, sedangkan
populasi bakteri anaerobpada sekum tikus yang tidak diberikan L. rhamnosus
SKG34 sebanyak 3,7 x 109 cfu /g
3. Pemberian L. rhamnosus SKG34 sebanyak 108 sel/ hari selam 3 (tiga) minggu
berpengaruh terhadap kadar kolesterol serum darah tikus putih (R.
norvegicus), dimana terjadi penurunan kadar kolesterol serum darah yang
signifikan sebesar 28,5%.
57
7.2. Saran
1. untuk meningkatkan jumlah L. rhamnosus SKG34 yang mampu melewati
saluran pencernaan bagian atas dan mampu untuk berkompetisi pada saluran
pencernaan, perlu perlindungan yang lebih baik terhadap L. rhamnosus
SKG34 sebelum diadministrasikan secara oral gavage dengan teknik
mikroenkapsulasi.
2. untyuk pengembangan L. rhamnosus SKG34 sebagai probiotik yang potensial,
perlu dilakukan pengujian secara in vivo tentang efek fungsional pemberian L.
rhamnosus SKG34 untuk mencegah alergi, mencegah konstipasi, dan
meningkatkan sisten imun.
58
DAFTAR PUSTAKA
59
Bourlioux, P., B. Koletzko, P. Guarner, and V. Braesco. 2003. The intestine and
its microflora are partners for the protection of the host. Am. J. Clin.
Nutr. 78(4): 675-683
Brady, L.J., D.D. Gallaher and F.F. Busta. 2000. The Role of Probiotic Cultures in
the Prevention of Colon Cancer. J. Nutr. 130 : 410-414.
Claesson, M. J., D. V. Sinderen, and P. W. O'Toole. 2007. The genus
Lactobacillus a genomic basis for understanding its diversity. FEMS
Microbiol. Lett. 269: 22-28
Collado, M. C., E. Isolauri, S. Salmien, and Y. Sanz. 2009. The impact of
probiotic on gut health. Curr Drug Metab. 10(1):68-78.
Dommels, Y.E.M., R.A. Kemperman, Y.E.M.P. Zebregs, and R.B. Draaisma.
2009. Survival of Lactobacillus reuteri DSM 17938 and Lactobacilus
rhamnosus GG in the Human gastrointestinal Tract with Daily
Consumption of a Low-Fat Probiotic Spread. Appl. Environ. Microbiol.
75 (19) : 6198-204.
FAO/WHO. 2001. Joint FAO/WHO Expert Consultation on Evaluation of Health
and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk
with Live Lactic Acid Bacteria. Amerian Crdoba Park Hotel, Crdoba,
Argentina.
FAO/WHO. 2002. Joint FAO/WHO Working Group Report on Drafting
Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food. London.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fifiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran. EGC.
Granato, D., G. F. Branco, A. G. Cruz, J. D. A. F. Faria, and N. P. Shah. 2010.
Probiotic Dairy Products as Functional Foods. Comprehensive Reviews
in Food Science and Food Safety 9: 455470.
Gropper, S.S., J. L. Smith, and J. L. Groff. 2005. Advenced Nutrition and Human
Metabolism. 4th ed. Wadsworth. USA
Hardiningsih, R. dan N. Nurhidayat. 2006. Pengaruh Pemberian Pakan
Hiperkolesterolemia terhadap Bobot Badan Tikus Putih Wistar yang
Diberi Bakteri Asam Laktat. Biodiversitas. 7(2): 127-130
Hirakawa, B. 2005. Cholesterol. Encyclopedia of Toxicology (Second Edition),
Pages 586-587, Elsevier Inc, USA
60
61
Liong, M. T. and N. P. Shah. 2005. Bile salt deconjugation and BSH activity of
five bifidobacterial strains and their cholesterol co-precipitating
properties. Food Res. Int. 38: 135-142.
Liong, M.T. 2008. Roles of Probiotics and Prebiotics in Colon Cancer Prevention:
Postulated Mechanisms and In-vivo Evidence. Int. J. Mol. Sci. 9(5) : 854863.
Liu, M., F. H. J. v. Enckevort, and R. J. Siezen. 2005. Genome update: lactic acid
bacteria genome sequencing is booming. MicrobioL. 151: 3811-3814
Lye, H.S., G. R. R. Ali, and M. T. Liong. 2010. Mechanisms of cholesterol
removal by lactobacilli under conditions that mimic the human
gastrointestinal tract. Int. Dairy J. 20: 169-175
Lyra, A., L. K. Krogius, J. Nikkil, E. Malinen, K. Kajander,K. Kurikka, R.
Korpela, and A. Palva. 2010. Effect of a multispecies probiotic
supplement on quantity of irritable bowel syndrome-related intestinal
microbial phylotypes. BMC Gastroenterol. 10:1-10
Makarova, K., A. Slesarev, Y. Wolf, A. Sorokin, B. Mirkin, E. Koonin, A.
Pavlov, N. Pavlova, V. Karamychev, N. Polouchine, V. Shakhova, I.
Grigoriev, Y. Lou, D. Rohksar, S. Lucas, K. Huang, D. M. Goodstein, T.
Hawkins, V. Plengvidhya, D. Welker, J. Hughes, Y. Goh, A. Benson, K.
Baldwin, J.-H. Lee, I. Daz-Muiz, B. Dosti, V. Smeianov, W. Wechter,
R. Barabote, G. Lorca, E. Altermann, R. Barrangou, B. Ganesan, Y. Xie,
H. Rawsthorne, D. Tamir, C. Parker, F. Breidt, J. Broadbent, R. Hutkins,
D. O'Sullivan, J. Steele, G. Unlu, M. Saier, T. Klaenhammer, P.
Richardson, S. Kozyavkin, B. Weimer, and D. Mills. 2006. Comparative
genomics of the lactic acid bacteria. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A.
103(42): 1561115616.
Malinen, E., L. K. Krogius, A. Lyra, J. Nikkil, A. Jskelinen, T. Rinttil, T. S.
Vilpponen, A.J. von Wright, and A. Palva. 2010. Association of
symptoms with gastrointestinal microbiota in irritable bowel syndrome.
World J. Gastroenterol. 16(36):4532-4540
Murray, R. K., D. K. Granner, P. A. Mayes, and V. W. Rodwell. 2003. Biokimia
Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Ed.25
Noriega, L., I. Cuevas, A. Margolles, and C. G. de los Reyes-Gaviln. 2006.
Deconjugation and bile salts hydrolase activity by Bifidobacterium
strains with acquired resistance to bile. Int. Dairy J. 16: 850-855.
62
63
64
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Penerjemah Bambang Sumantri. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sujaya, I N., N.M.U. Dwipayanti, N.L.P. Suariani, N.P. Widarini, K.A. Nocianitri
dan N.W. Nursini. 2008a. Potensi Lactobacillus spp. Isolat Susu Kuda
Sumbawa sebagai Probiotik. J. Vet. 9 (1) : 33 40.
Sujaya, I N., Y. Ramona, N.P. Widarini, N.P. Suariani, N.M.U. Dwipayanti, K.A.
Nocianitri dan N.W. Nursini. 2008b. Isolasi dan Karakteristik Bakteri
Asam Laktat dari Susu Kuda Sumbawa. J. Vet. 9 (2) : 52 59.
Sujaya, I N., Y. Ramona, N.S. Antara, dan N.W. Nursini. 2005. Manual kerja
teknik dasar biologi molekuler. UPT Laboratorium Terpadu Biosain dan
Bioteknologi. Universitas Udayana.
Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (YAPMMI). Jakarta.
Suryadarma, A.K. 2008. Uji Adhesi Lactobacillus spp. Pada Enterosit Mencit
(Mus musculus L.) secara In Vitro untuk Pengembangan Probiotik.
Skripsi S1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Udayana. Tidak dipublikasikan.
Tabbers, M.M. and
M.A. Benninga. 2007. Administration of Probiotic
Lactobacilli to Children With Gastrointestinal Problems : There is Still
Little Evidence. Ned. Tijdschr. Geneeskd. 151 (40) : 2198 2202
Toma, M.M. and J. Pokrotnieks. 2006. Probiotics as Functional Food :
Microbiological and Medical Aspects. Acta Universitatis Latviensis. 710:
117 129.
Torii, S., A. Torii, K. Itoh, A. Urisu, A.Terada, T. Fujisawa, K. Yamada, H.
Suzuki, Y. Ishida, F. Nakamura, H. Kanzato, D. Sawada, A. Nonaka, M.
Hatanaka, and S. Fujiwara. 2010. Effects of Oral Administration of
Lactobacillus acidophilus L-92 on the Symptoms and Serum Markers of
Atopic Dermatitis in Children. Int. Arch. Allergy Immunol. 154(3):
236-245.
Usman and A. Hosono. 1999. Bile Tolerance, Taurocholate Deconjugation, and
Binding of Cholesterol by Lactobacillus gasseri Strains. J. Dairy Sci. 82
(2): 243-248.
Vanderhoof, J.A. 2008. Probiotics in Allergy Management. J. Ped. Gastroenterol.
Nutr. 47:38-40
65
66
Lampiran 1. Perubahan Berat Badan Tikus Kontrol (K) dan Tikus Perlakuan (P) (dalam gram)
KODE
Pemeliharaan
hari ke K1
K2
K6
K7
K8
K10
P1
P2
P6
P7
P9
P10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
3/26/11
3/27/11
3/28/11
3/29/11
3/30/11
3/31/11
4/1/11
4/2/11
4/3/11
4/4/11
4/5/11
4/6/11
4/7/11
4/8/11
4/9/11
4/10/11
4/11/11
4/12/11
4/13/11
66.7
66.9
70.8
72.6
72.2
76.5
78.9
80.8
83.3
84.5
84.1
88.4
86.9
88.0
85.2
88.1
85.9
87.7
87.9
49.5
48.1
49.6
49.6
49.6
51.1
53.3
53.7
55.7
57.0
57.5
58.3
59.1
60.2
59.6
61.4
64.6
63.2
64.7
72.5
71.8
72.6
72.2
75.3
80.2
80.8
80.1
85.2
84.6
84.2
85.4
87.5
89.7
87.8
91.7
91.9
90.5
90.1
4/14/11 88.6
4/15/11 88.1
4/16/11 93.7
4/17/11 94.8
4/18/11 99.7
4/19/11 102.9
4/20/11 103.0
4/21/11 108.6
4/22/11 112.2
4/23/11 115.2
4/24/11 118.3
4/25/11 120.6
4/26/11 124.3
4/27/11 126.0
4/28/11 131.4
4/29/11 137.3
4/30/11 135.4
5/1/11 137.8
5/2/11 139.7
5/3/11 139.9
5/4/11 143.4
5/5/11 143.1
65.9
64.3
69.2
71.8
72.5
76.6
78.0
81.4
84.6
85.9
87.1
91.2
92.4
94.7
97.0
99.3
99.8
103.5
105.8
106.9
110.9
111.2
92.0
96.3
98.4
100.6
102.5
106.4
107.0
112.1
115.5
118.4
122.9
124.0
120.6
123.9
128.2
129.7
129.5
131.4
133.5
133.3
132.1
131.2
rata-rata
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
48.4
47.4
48.9
44.0
45.9
48.2
50.5
50.6
51.8
54.8
54.8
54.1
55.3
57.0
56.6
57.5
59
60.2
60.7
43.9
44.0
43.8
44.8
45.9
48.0
50.7
51.3
52.4
52.6
54.1
54.4
56.7
55.5
54.3
56.4
58
57.0
57.5
47.2
46.5
45.2
50.0
50.7
52.7
57.6
57.4
60.7
60.8
62.4
63.6
66.0
66.6
66.3
67.6
68.8
70.8
70.8
53.5
54.7
56.9
56.7
57.5
59.1
57.1
60.4
59.5
61.0
62.3
63.3
63.8
64.4
64.1
63.6
65
66.8
66.1
42.8
41.2
43.7
46.6
44.3
48.1
47.1
50.1
51.4
52.4
54.2
55.5
57.8
58.4
55.2
56.4
57
57.1
58.7
62.9
61.4
61.4
61.5
64.4
65.6
66.9
68.2
69.1
69.5
70.1
72.8
73.3
72.2
69.6
70.6
70.8
71.4
72.0
58.3
59.0
60.0
62.1
66.3
67.6
67.2
69.6
69.5
72.4
73.2
71.2
69.4
72.9
74.5
80.5
76.8
77.1
79.1
79.0
79.7
81.5
71.6
74.8
76.5
77.5
79.2
82.4
85.0
88.4
92.9
94.8
99.6
103.2
104.0
108.1
112.2
111.9
112.4
114.9
117.7
120.2
119.7
119.7
66.1
68.3
70.5
67.2
70.6
73.0
74.7
74.7
76.6
78.4
81.0
84.3
86.2
86.4
89.1
90.2
92.3
89.6
89.8
90.6
93.9
88.8
59.9
60.8
65.6
65.0
67.5
70.5
73.2
72.2
74.8
75.1
78.8
81.2
85.3
82.5
86.2
85.4
85.8
86.8
87.4
86.8
87.4
87.7
77.6
74.1
83.0
88.0
93.8
96.6
99.8
102.3
104.1
106.7
107.5
108.7
110.9
110.0
111.3
111.1
112.1
114.1
110.6
113.7
114.7
114.7
72,0
61.2
63.2
68.7
68.4
73.8
77.7
74.4
77.0
82.6
85.4
86.7
90.1
89.7
92.0
95.0
95.5
93.6
92.2
93.1
91.0
89.9
87.4
46.0
44.4
43.5
42.0
43.3
43.5
47.5
48.0
50.5
51.8
52.0
53.3
55.5
55.6
56.8
58.1
59
59.5
61.5
40.4
41.2
42.9
43.2
45.1
46.2
47.6
48.5
48.8
50.9
50.6
51.8
54.8
52.6
51.8
53.4
53.9
55.3
56.1
51.7
50.8
50.4
50.5
51.9
52.1
54.4
56.7
57.1
58.4
58.4
60.3
61.7
61.9
60.4
61.5
61.3
62.5
61.3
54.8
57.7
60.6
64.0
67.5
70.5
71.7
74.2
81.3
83.7
85.9
88.7
91.5
92.8
95.5
99.3
100.9
105.4
104.1
107.1
106.8
104.8
64.6
66.0
72.6
76.1
79.9
83.1
84.9
87.3
89.8
93.3
95.6
97.1
98.3
97.2
99.2
100.7
99.5
100.6
99.8
100.4
100.1
100.7
62,6
61.1
63.0
66.6
68.5
71.7
74.9
78.0
78.9
75.9
78.8
80.4
82.5
84.4
84.4
85.5
87.1
87.9
89.9
84.6
90.0
87.5
90.1
rata-rata
112,4
97,8
Hari ke-1 -19 pemberian diet hiperkolesterol; hari ke-20 41 pemberian diet hiperkolesterol dan
Lactobacillus rhamnosus SKG34
67
Lampiran 2. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) pada Tikus Kontrol (K) danTikus
Perlakuan (P)
Jumlah Koloni
Berat Sekum
Sampel
pH
Total BAL (cfu/g)
(g)
10-3
10-4
10-5
K1
2.3
6.64
328
136
19
1,36 x 107
K2
1.8
6.65
TBUD
124
64
1,24 x 107
K6
1.9
6.70
400
168
22
1,68x 107
K7
1.8
6.68
208
15
10
2,08 x 106
K8
1.9
6.59
TBUD
TBUD
19
(1,9 x 107)
K10
1.6
6.62
296
65
2,96 x 106
rata-rata
1,11 x 107
6.65
P1
1.1
6.47
608
118
23
1,18 x 107
P2
1.6
6.63
TBUD
394
18
3,94 x 107
P6
2.2
6.58
1592
768
146
1,46 x 108
P7
0.8
6.69
736
165
31
2,375 x 107
P9
1.3
6.54
1248
108
50
1,08 x 107
P10
1.3
6.41
154
111
51
1,11 x 107
rata-rata
6.55
4,05 x 107
68
Lampiran 3. Total Bakteri Anaerob pada Tikus Kontrol (K) dan Tikus
Perlakuan (P)
Sampel
Berat
Sekum
(g)
pH
K1
2.3
K2
Jumlah Koloni
10
10
10
10
Total Bakteri
Anaerob (cfu/g)
6.64
TBUD
187
66
1,87 x 109
1.8
6.65
1072
TBUD
24
(2,4 x 109)
K6
1.9
6.70
TBUD
1664
56
5,6 x 109
K7
1.8
6.68
228
372
2288
3,72 x 109
K8
1.9
6.59
1040
TBUD
71
7,1 x 109
K10
1.6
6.62
1128
150
TBUD
1,5 x 109
rata-rata
-4
-5
-6
-7
3,70 x 109
6.65
P1
1.1
6.47
272
28
149
2,72 x 107
P2
1.6
6.63
182
TBUD
253
1,82 x 107
P6
2.2
6.58
872
140
113
1,4 x 108
P7
0.8
6.69
166
57
52
1,66 x 107
P9
1.3
6.54 TBUD
221
112
2,21 x 108
P10
1.3
6.41
76
34
7,6 x 107
rata-rata
6.55
368
8,32 x 107
69
Regression
Variables Entered/Removed(b)
Variables Entered
Variables Removed
standar(a)
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: absorbansi
Model
1
Model Summary
R
R Square
Adjusted R Square
.989(a)
.978
.977
a Predictors: (Constant), standar
Model
1
Coefficients(a)
Unstandardized
Standardized
Model
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
1. (Constant) standar
.005
.008
.001
.000
.989
a Dependent Variable: absorbansi
Method
.
Enter
Sig.
.609
24.241
.553
.000
Correlations
standar
standar
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
absorban
1
15
.995(**)
.000
15
absorban
.995(**)
.000
15
1
0.350
0.300
absorbansi
0.250
0.200
0.150
0.100
0.050
R Sq Linear = 0.978
0.000
50
100
standar
150
200
15
70
Lampiran 5. Contoh Cara Perhitungan Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus Putih
Rumus:
Y=a+bX
Keterangan:
Y adalah nilai taksiran untuk variabel tak bebas (absorbansi)
X adalah nilai variabel bebas
a dan b adalah koefisien regresi
Diketahui :
Y = 0,196
a = 0,005
b = 0,001
Y=a+bX
0,196 = 0,005 + 0,001 X
0,196 0,005 = 0,001 X
0,191 = 0,001 X
X = 191
Jadi kadar kolesterol serum darah tikus putih adalah 191 mg/dL
71
72
absorbansi serum
0.275
P
Mean
St Dev
N
0.250
0.225
= 0,147
= 206,50
= 62,069
= 12
0.200
0.175
0.150
0.125
R Sq Linear = 1
0.100
125
150
175
200
225
250
275
300
325
(mg/dl)
N
Normal Parameters(a,b)
Most Extreme
Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
kadar
kolesterol
awal
12
130.0833
24.01310
.215
.215
-.121
.745
.635
kadar
kolesterol
tengah
12
241.7500
61.51441
.186
.186
-.150
.643
.802
kadar
kolesterol
akhir
12
206.5000
62.06229
.330
.330
-.158
1.142
.147
73
kontrol perlakuan
kadar kolesterol awal
kadar kolesterol
tengah
kadar kolesterol akhir
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Mean
1.00
2.00
1.00
6
6
131.6667
128.5000
25.21640
25.03398
10.29455
10.22008
234.1667
78.20848
31.92848
2.00
1.00
2.00
6
6
6
249.3333
240.8333
172.1667
45.50018
71.87327
21.88531
18.57537
29.34214
8.93464
Sig.
df
kadar
Equal
kolesterol variances
.159 .698 .218
10
awal
assumed
Equal
variances
.218 9.999
not
assumed
kadar
Equal
kolesterol variances
.852 .378 -.411
10
tengah
assumed
Equal
variances
-.411 8.037
not
assumed
kadar
Equal
kolesterol variances 30.361 .000 2.239
10
akhir
assumed
Equal
variances
2.239 5.919
not
assumed
Sig.
(2tailed)
Mean
Differe
nce
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
.832
3.166
14.50613
-29.155
35.488
.832
3.166
14.50613
-29.155
35.488
.690
-15.166
36.93876
-97.471
67.138
.692
-15.166
36.93876
-100.279
69.946
.049
68.666
30.67228
.32456
137.008
.067
68.666
30.67228
-6.634
143.967
74
75
76
77
78
5. Larutan TAE 1 X
Diambil 1 ml larutan TAE 50 X, kemudian ditambahkan 49 ml aquades
steril, dihomogenkan dan disimpan di kulkas sebelum digunakan
6. Media Agarose 1,5 %
Ditimbang 1,5 gram agarose, dilarutkan dengan 100 ml larutan TAE 1X
dan dihomogenkan. Selanjutnya dipanaskan pada microwave sampai
agarose terlarut sempurna (warna larutan jernih), kemudian didinginkan
sampai suhu 50o C, selanjunya dituang ke cetakan yang sudah berisi
comb untuk membuat sumur dan dibiarkan memadat.
7. Larutan Ethidium Bromide (EtBr)
Diambil 5 ml EtBr, kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades steril dan
dihomogenkan
8. Pengencer Anaerob
Ditimbang 1,8 g KH2PO4, 2,4 g K2HPO4, 0,5 g L-cystein, 0,2 g Tween
80, dan 0,4 g agar, kemudian dilarutkan dengan 400 ml aquades dan
dihomogenkan.