05:27:04
Selasih, ini adalah rayuan. Aku pagutkan dirimu kepada sinar matahari awal pagi, agar terbit
kemegahan hidup di sepanjang hari, membuka harapan agar dapat terus mencandramu dalam
kemegahan langit biru dan memastikanmu tetap bersanding sejajar dengan garis edar mega-
mega. Berselimut kabut yang menjalari kaki gunung di membutanya pagi ini, aku menitipkan doa-
doa pada setiap buliran titik embut yang bersemayam di ujung dan pelepah daun, di ranting-
ranting basah, di setiap bentuk sisa mimpi malam tadi agar menguap tinggi sampai tiba tepat di
bawah kaki Tuhan. Bukan sebab aku lelaki dan kamu perempuan rayuan ini dipanjatkan kepada
Tuhan, kita seperti berdiri pada dua kutub yang berbeda dengan orientasi kehidupan yang
berbeda, menuju satu titik pencapaian hidup yang jelas berbeda, jelasnya memang kita berbeda.
Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh kita merupakan keniscayaan untuk saling merayu satu
sama lainnya agar kepentingan-kepentingan hidup masing-masing dapat terpenuhi.
08:06:19
Selasih, ini adalah rayuan. Setangkup lirih masih melekat pekat sepekat kopi dalam gelas
sederhana yang tersaji meruah menemani pagi berkabut sendiriku. Menghirup udara sekeliling
sama halnya dengan meraup megahnya semerbakmu, tidak pernah putus setiap tarikan nafas
untuk bisa menikmati fantasi atas dimensi lengkapmu, selasih. Sebagaimana kuasamu atas setiap
relung mimpi, maka rayuan ini disampaikan sebagai negosiasi, sebab tidak layak kuasa jelita
milikmu terus menerus menyinggahi relung jiwa tanpa henti dan tanpa perlawanan. Kuasamu
yang menyerap melalui pori-pori resah terus saja menantang kuasaku atas kapital yang telah
dimiliki. Kamu punya kuasa, selasih…dan aku punya juga kuasa, kita sanggup mendialogkan ini
untuk tidak bersepakat tentang sesuatu apapun. Kemudian kita dapat memahami bersama
bahwa rayuan-rayuan, bahkan yang seringkali dipanjatkan dalam doa-doa, adalah upaya-upaya
untuk memenuhi dan atau memperkaya kapital-kapital untuk kehidupan masing-masing diri.
Rayuan memang lebih agung daripada seks itu sendiri selasih, kuasa kita atas sesuatu dibangun
atas rayuan-rayuan, negosiasi yang diperlukan untuk meluaskan rayuan-rayuan itu tanpa
berujung dengan kesepakatan-kesepakatan. Selasih, ini rayuan sekaligus kuasa yang aku
hadapkan di hadapan paras ayu kepunyaanmu; kuasa.
12:40:08
Selasih, ini adalah rayuan. Cobalah hentikan doa-doa pagiku yang tampak mulai menguap
menjalari langit biru, doa-doa yang terus mencari ruang hampa untuk disusupi lantas memasuki
ruangan tempat dimana Tuhan bersinggasana. Cobalah untuk menyatakan kepada ruang terbuka
betapa kamu memiliki kekuasaan untuk menyelimuti kejernihan fikirku untuk melihat kenyataan,
kamu membuat aku luruh dalam rayuan untuk kuasamu. Seperti matahari yang meninggikan diri
dari semesta kali ini, demikian juga kamu yang mengawang dalam imagi, bersimbah seluruh
indah milik sang dewi surgawi, benar-benar luruh aku.
04:17:23
Selasih, ini adalah rayuan. Pada bayang-bayang langit senja aku melihat doa doa pagi tadi sudah
bersemayam di atas langit-langit bersiap untuk ikut mewarnai ruang malamku bersama
gemintang gemerlap. Aku terayu oleh bagian terbesar kuasamu. Selasih, pemilik setiap kata yang
tidak pernah tertulis, yang memiliki nama tanpa pernah terucap, sang pemilik dimensi tidak
berbentuk, ejawantahlah aku.
09:32:05
Selasih, ini adalah rayuan. Aku merasakanmu dalam kejernihan embun, aku menikmatimu dalam
kepekatan kopiku, aku menjalarimu pada langit biru dan menemukanmu bertengger di mega-
mega, disetiap bayang-bayang yang terbentuk kala senja disana aku juga menatap
keberadaanmu. Kelak, saat lelapku menderu, rayulah lagi aku.
10:01:00
Selasih, ini adalah rayuan. Aku pertanyakan kamu kepada baudrillard untuk seduksinya…