A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara III. Evaluasi Bilangan Peroksida dan Titik
Asap Minyak Goreng adalah :
1. Menentukan bilangan peroksida pada minyak sawit
2. Menentukan titik asap pada minyak sawit
B. Tinjauan Pustaka
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa
gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng
ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk
akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh dan
akrolein tersebut. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak goreng
tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas.
Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun,
karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan
terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan
pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu
penggorengan adalah 177-2210C. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai
jumlah miliequivalen peroksida dalam setiap 1000 g minyak atau lemak.
Bilangan peroksida >20 menunjukkan kualitas minyak yang sangat buruk,
biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak enak. Bilangan peroksida adalah
nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak.
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
sehingga membentuk peroksida. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan
jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI.
Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform,
menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi
serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan
terjadinya reaksi oksidasi pada minyak (Sartika, 2009).
Pengulangan penggunaan minyak goreng dapat mempengaruhi kualitas
makanan dan menaikkan pembentukan senyawa yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia dan menyebabkan makanan gorengan memiliki masa
simpan agak pendek karena mengalami ketengikan di minyak goreng yang
ada di produk. Setelah proses penggorengan, konsumen juga memperhatikan
tentang kualitas minyak dari aspek warna, titik asap dan derajat ketengikan.
Beberapa parameter dapat digunakan untuk menilai kualitas minyak seperti
asam lemak bebas (FFA), angka peroksida (PV), warna minyak goreng, titik
asap dan komposisi asam lemak (Fan et al, 2012).
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa
oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik maupun non enzimatik. Di antara
kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena
autooksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang
diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan
keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sbagai
angka peroksida atau angka thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji et al, 1989).
Penentuan angka peroksida. Kedalam erlen meyer 30 mL dicampurkan
asam asetat glasial dan kloroform (3:2), kemudian sampel minyak 5g
dimasukkan ke dalam larutan tersebut. Selanjutnya ditambahkan KI jenuh 0,5
mL dan dikocok sampai jernih. Setelah 2 menit dari penambahan KI ditambah
30 mL aquades. Iod yang dibebaskan dititrasi dengan thiosulfat 0,01N.
Pengerjaan blanko dengan cara yang sama hanya tidak menggunakan sampel
minyak (Gunawan et al, 2003).
Minyak akan mengalami kerusakan apabila mengalami pemanasan
berulang kali, kontak dengan air, udara, dan logam. Kerusakan minyak yang
terjadi selama proses penggorengan meliputi oksidasi, polimerasi, dan
hidrolisis. Pada minyak goreng bekas yang telah rusak akan menbentuk
senyawa-senyawa yang tidak diinginkan seperti senyawa polimer, asam
lemak bebas, peroksida dan kotoran lain yang tersuspensi dalam minyak.
pada
dasarnya
adalah
mengukur
kadar
peroksida
dan
asam lemak bebas, komponen polar seperti dimer triacylglyserol, dimers, dan
polimer. peningkatan bilangan peroksida signifikan dengan peningkatan suhu
penyimpanan. Adanya efek sinergis suhu yang tinggi dengan waktu yang
lama terhadap bilangan peroksida Prinsip dari bilangan peroksida adalah
senyawa dalam lemak (minyak) akan dioksidasi oleh Kalium lodida (KI) dan
lod yang dilepaskan dititar dengan tiosulfat. Lemak direkasikan dengan KI
dalam pelarut asam aseta dan kloroform, sehingga minyak mengikat iodine
dari KI atau mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferri. Iodin yang dibebaskan,
dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat 0,1 N. (Aminah dan Isworo,
2010).
Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, panas,
enzim peroksida atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan
Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, korofil dan enzimenzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam
lemak mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Tingginya bilangan peroksida
meningkat,
tetapi
menguap
dan
meninggalkan
sistem
adanya
pemanasan
dan
adanya
paparan
udara,
yang
banyak.
Oksidasi
hidroperoksida
yang
lebih
lanjut
juga
C. Metodologi
1. Alat
a. Beker glass 100 ml
b. Buret
c. Erlenmeyer 250 ml
d. Kompor gas
e. Pipet tetes
f. Pipet ukur 10 ml
g. Pipet ukur 5 ml
h. Pipet ukur 1 ml
i. Propipet
j. Termometer
k. Wajan
l. Alumunium foil
m. Gelas ukur 100 ml
2. Bahan
a. Minyak sawit (Minyak baru, minyak hasil penggorengan tahu 1 kali,
minyak hasil penggorengan tahu 2 kali, minyak hasil penggorengan
b.
c.
d.
e.
3. Cara kerja
a. Penentuan Bilangan Peroksida
5 ml sampel
minyak
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah dilapisi aluminium
foil
30 ml pelarut (60%
Ditambahkan, dikocok sampai sampel minyak larut
as. Asetat glasial +
40% kloroform
Ditambahkan, diamkan selama 2 menit sambil digoyang
0,5 ml KI jenuh
30 ml aquades
Ditambahkan
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
26
200
128
-10
18
10
102
10
436
ROH + K+OH + I2
Na2S4O6
Menurut Mulasari dan Utami (2012), minyak akan mengalami
kerusakan apabila mengalami pemanasan berulang kali, kontak dengan air,
udara, dan logam. Kerusakan minyak yang terjadi selama proses
penggorengan meliputi oksidasi, polimerasi, dan hidrolisis. Pada minyak
goreng bekas yang telah rusak akan menbentuk senyawa-senyawa yang tidak
diinginkan seperti senyawa polimer, asam lemak bebas, peroksida dan
kotoran lain yang tersuspensi dalam minyak. Minyak bekas merupakan
minyak yang sudah tidak layak konsumsi. Mutu minyak bekas sudah sangat
rendah karena adanya kandungan senyawa peroksida dan asam lemak bebas
yang tinggi. Minyak yang telah rusak mempunyai angka peroksida serta asam
lemak bebas yang tinggi. Peningkatan angka peroksida diakibatkan proses
oksidasi pada proses pemasakan/pemanasan minyak goreng. Menurut
Aminah dan Isworo (2010), waktu penggorengan, lama ulangan dalam
penggorengan serta jenis makanan juga menyebabkan minyak goreng
mengalami kerusakan.
Pada sampel minyak baru shift 1, shift 2 dan shift 3 didapatkan bilangan
peroksida sebesar 46 meq/kg, 4 meq/kg, 10 meq/kg. Pada sampel minyak
penggorengan tahu 1x diperoleh bilangan peroksida berturut-turut sebesar 2
protein dan enzim yang masih bekerja didalamnya, sehingga kualitas minyak
lebih mudah turun. Sehingga seharusnya angka peroksida paling kecil adalah
pada sampel minyak baru dan yang paling besar adalah minyak jelantah.
Menurut hasil praktikum pada ketiga shift mengalami penyimpangan.
Pada shift 1 angka peroksida terkecil pada sampel minyak hasil penggorengan
tahu 1x, lalu pada shift 2 angka peroksida paling kecil sudah benar yaitu
sampel minyak baru, namun angka peroksida paling besar terdapat pada
minyak curah baru, dan pada data shift 3 juga mengalami penyimpangan
angka peroksida paling kecil ada 3 sampel yaitu minyak baru, minyak hasil
penggorengan tahu 2x dan minyak curah baru. Penyimpangan yang terjadi
selama praktikum disebabkan karena pengaruh penyimpanan sampel sebelum
diuji, karena kerusakan bukan hanya disebabakan oleh pemanasan saja namun
juga disebabkan intensitas kontak minyak dengan udara. Selain dari
pemanasan minyak yang berulang, penyimpangan juga disebakan oleh
kesalahan praktikan saat melakukan titrasi. Perbedaan standar perubahan
warna tiap praktikan menyebabkan hasilnya juga mengalami perbedaan.
Suhu 0C
124
160
183
120
140
180
220
232
238
243
220
290
160
90
80
180
160
87
Minyak sawit merupakan bahan yang memiliki sifat fisik dan sifat
kimia yang mempengaruhi kualitasnya. Salah satu sifat fisik yang
berpengaruh pada kualitas minyak yaitu smoke point. Bila suatu lemak
dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut
titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan maka akan tercapai flash
point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah
terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini
bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebasnya. Jika asam
lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila
berat molekul rendah, ketiga suhu tersebut akan lebih rendah. Tujuan dari
penentuan titik asap adalah untuk mengetahui mutu atau kualitas dari minyak
goreng. Semakin tinggi titik asap minyak goreng maka semakin bagus
kualitas minyak tersebut, begitu juga sebaliknya (Winarno, 1982).
Pada praktikum ini sampel dipanaskan di atas kompor gas
menggunakan wajan kemudian diamati sampai terbentuk asap kemudian
diukur suhu minyak tersebut dengan menggunakan termometer. Dari hasil
praktikum didapatkan titik asap pada sampel minyak dengan suhu berbedabeda. Pada sampel minyak baru shift 1, shift 2 dan shift 3 didapatkan titik
asap pada suhu sebesar 1240C, 2200C dan 1600C. Pada sampel minyak
penggorengan tahu 1x diperoleh titik asap berturut-turut pada suhu 1600C,
2320C dan 900C. Didapatkan titik asap pada suhu 1830C, 2380C dan 800C
pada sampel minyak penggorengan tahu 2x. Titik asap untuk sampel minyak
penggorengan tempe 1x didapatkan pada suhu 1200C, 2430C dan 1800C. Pada
sampel minyak curah baru didapatkan titik asap pada suhu 1400C, 2200C dan
1600C. Pada sampel minyak jelantah didapatkan nilai titik asap pada suhu
1800C, 2900C dan 870C. Suhu terbesar pada saat terbentuknya asap
didapatkan pada sampel minyak jelantah pada shift 2 yaitu 2900C. Sedangkan
suhu
terkecil
terbentuknya
asap
didapatkan
pada
sampel
minyak
sudah sesuai teori dimana suhu terbentuknya asap pada sampel minyak
penggorengan tahu dan minyak jelantah lebih rendah dibandingkan pada
minyak baru. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu minyak goreng
tersebut. Penyimpangan ini terjadi dimungkinkan penggunaan api yang
berbeda-beda , ada penggunaan api yang terlalu besar sehingga minyak cepat
panas ataupun dikarenakan bahan dari wajan yang berbeda-beda.
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan
dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Penggunaan minyak goreng
berulang kali akan mengakibatkan kerusakan minyak. Berbagai macam reaksi
yang terjadi selama proses penggorengan seperti reaksi oksidasi, hidrolisis,
polimerisasi, dan reaksi dengan logam dapat mengakibatkan minyak menjadi
rusak. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas
(Ketaren, 2008).
Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh
Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini
merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar mutu
minyak goreng seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut ini:
Oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang
mengandung lemak dibiarkan kontak dengan udara. Kecepatan proses
oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Adanya
antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi.
Antioksidan terdapat secara alamiah dalam minyak atau bahan pangan
berlemak, atau kadang-kadang sengaja ditambahkan. Faktor-Faktor yang
menghambat oksidasi :
1.
Pengaruh suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah
dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu.
Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar
tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara
menyimpan lemak dalam ruang dingin
2.
Pengaruh cahaya
Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi tidak jenuh
dalam lemak, untuk menghindarinya gunakan bahan pembungkus
yang dapat mengabsorpsi sinar aktif yang terbuat dari cellophane
berwarna tua yaitu warna biru tua, hijau tua, cokelat tua, atau
merah tua.
3.
Katalis logam
Fungsi logam sebagai katalisator oksidasi dapat dihambat dengan
melepaskan katalis logam dari lemak selama tahap permulaan
proses oksidasi dan menambahkan zat penghambat yang kuat ke
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari Acara III. Evaluasi Bilangan
Peroksida dan Titik Asap Minyak Goreng antara lain :
1. Bilangan peroksida terkecil terdapat pada sampel minyak hasil
penggorengan tahu 1x pada shift 1 sebesar 2 meq/kg dan yang terbesar
terdapat pada sampel minyak jelantah pada shift 3 sebesar 1436 meq/kg.
2. Suhu terbesar pada saat terbentuknya asap didapatkan pada sampel minyak
jelantah pada shift 2 yaitu 2900C. Sedangkan suhu terkecil terbentuknya
asap didapatkan pada sampel minyak penggorengan tahu 2x pada shift 3
yaitu 800C.
3. Faktor yang mempengaruhi kualitas minyak antara lain pemanasan,
penyimpanan minyak, frekuensi penggorengan, jenis bahan yang
digunakan untuk menggoreng.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Siti. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat
Organoleptik Tempe pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan
Gizi Vol.1(1).
Aminah, Siti dan J.T.Isworo. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak
Goreng Sisa pada Rumah Tangga di Kedungmundu Tembalang Semarang.
Prosiding Seminar Nasional Unimus. ISBN:978.979.704.883.9.
Fan, H.Y et al. 2012. Frying Stability of Rice Bran Oil and Palm Olein.
International Food Research Journal Vol. 20(1): 403-407.
Gunawan, et al. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida dan Asam
Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. JSKA
Vol.6(3).
Ketaren. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Moigradena, Diana; M.A.Poiana; I.Gogosa. Quality Characteristics and
Oxidative Stability of Coconut Oil During Storage. Journal of
Agroalimentary Process and Technologies Vol.18(4):272-276.
Muchtadi, Tien R, et al. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bogor.
Mukherjee et al. 2009. Health Effects of Palm Oil. School of Medical Science
and Technology, Indian Institute of Technology Vol.3(26): 197-198.
Mulasari, Surahma Asti dan R.R.Utami. 2012. Kandungan Peroksida pada
Minyak Goreng di Pedagang Makanan Gorengan Sepanjang Jalan Dr.
Soepomo Umbulharjo Yogyakarta. Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Vol.1(2):120-123.
Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Proses Menggoreng
(Deep Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Jurnal Makara,
Sains Vol.13(1): 23-28.
Sudarmadji, Slamet, et al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Wannahari and Nordin. 2012. Reduction of Peroxide Value in Used Palm Cooking
Oil Using Bagasse Adsorbnet. American International Journal of
Contemporary Research Vol.2(1).
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
LAMPIRAN
1. Dokumentasi