Anda di halaman 1dari 9

OPTIMASI PROSES FERMENTASI YEAST PADA PRODUKSI WINE

TOMAT

Tomat adalah tanaman sayuran terbesar di dunia, karena produksinya


tersebar luas dan mempunyai nilai gizi khusus. Tomat merupakan salah satu
sayuran yang paling penting di dunia. Telah dilaporkan oleh Owusu (2014) bahwa
total produksi tomat adalah 145.800.000 ton yang tercatat pada tahun 2010 dan
161.790.000 ton pada tahun 2012. Tomat yang dikenal memiliki gizi khusus dan
memiliki banyak manfaat ternyata juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan
dari tomat antara lain adalah mudah busuk akibat adanya kontak fisik, proses
mikrobiologi, dan proses kimiawi. Menurut Owusu (2014) buah-buahan dan
sayuran termasuk tomat dilaporkan mengalami kerugian pasca panen sekitar 2050%. Tomat sangat mudah sekali mengalami pembusukan akibat kandungan air
didalam tomat sangat tinggi, sehingga mempercepat bakteri pembusuk dalam
melakukan proses pembusukan tomat. Selain itu tomat tidak tahan pada suhu
tinggi, yang nantinya jika terkena suhu tinggi akan mempengaruhi tekstur,
kenampakan, bentuk dan warna tomat sehingga terlihat menjadi tidak segar lagi
(Ichsan, 2011).
Dapat dilihat pada tabel 1 bahwa kandungan utama pada tomat adalah air,
untuk mineralnya didominasi oleh phosphorus (P), sedangkan untuk vitamin
didominasi oleh vitamin A (RAE) dan untuk lemaknya didominasi oleh asam
lemak total (polyunsaturated). Tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C,
selain mengandung mineral seperti zat besi, fosfor dan pigmen seperti lycopene
dan beta-carotene (Many et al ., 2014). Lycopene, salah satu antioksidan alami
yang paling kuat. Dalam beberapa penelitian, lycopene terutama pada tomat yang
dimasak, dapat membantu mencegah kanker prostat. Mathapati (2010)

menyatakan bahwa lycopene juga telah terbukti meningkatkan kemampuan kulit


untuk berlindung dari sinar UV yang berbahaya.
Tabel 1 Kandungan gizi buah tomat
Nutrisi

Satuan

per 100g

1 gelas,
dicincang 158g

1 tomat/
111g

Kurang lebih
Air
g
94,78
149,75
105,21
Energi
kcal
16
25
18
Protein
g
1.16
1.83
1.29
Lemak Total
g
0.19
0.30
0.21
Karbohidrat
g
3.18
5.02
3.53
Total serat pangan
g
0.9
1.4
1.0
Mineral
Kalcium, Ca
mg
5
8
6
Zat besi, Fe
mg
0.47
0.74
0.52
Magnesium, Mg
mg
8
13
9
Fosfor, P
mg
29
46
32
Potasium, K
mg
212
335
235
Sodium, Na
mg
42
66
47
Zinc, Zn
mg
0.14
0.22
0.16
Vitamin
Vitamin C, total asam askorbat mg
16.0
25.3
17,8
Thiamin
mg
0.046
0.073
0.051
Riboflavin
mg
0.034
0.054
0.038
Niasin
mg
0.593
0.937
0.658
Vitamin B-6
mg
0.060
0.095
0.067
Folat, DFE
g
29
46
32
Vitamin B-12
g
0.00
0.00
0.00
Vitamin A, RAE
g
75
118
83
Vitamin A, IU
IU
1496
2364
1661
Vitamin D (D2 + D3)
g
0.0
0.0
0.0
Vitamin D
IU
0
0
0
Lemak
Total asam lemak jenuh
g
0.025
0.040
0.028
Total asam lemak tak jenuh g
0.028
0.044
0.031
(mono)
Total asam lemak tak jenuh g
0.076
0.120
0.084
(poli)
Kolesterol
mg
0
0
0
Sumber: Agricultural Research Service, USDA (United States department of
Agriculture) (2014)
Untuk mempertahankan kualitas tomat maka dilakukan pengawetan. Tomat
umumnya diawetkan dalam bentuk produk seperti kecap, saus, acar, sup, pasta,

bubur dan lain-lain. Selain produk-produk makanan ini, tomat juga digunakan
untuk produk wine karena kemudahan penyediaan dan properti gizinya. Wine
adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah fermentasi yang biasanya
dari anggur (Many et al ., 2014). Wine biasanya dilakukan melalui fermentasi jus
anggur. Namun Owusu (2012) mengatakan bahwa jus dari buah-buahan telah
digunakan untuk membuat wine. Banyak buah-buahan dan sayuran yang dikenal
sebagai sumber yang baik dari vitamin, mineral, serat dan fitokimia. Owusu
(2012) melaporkan bahwa fermentasi jus sebagian besar buah-buahan yang
kemungkinan akan menghasilkan wine dari beragam nutrisi, fitokimia dan kualitas
sensorik kualitas. Many (2014) juga melaporkan bahwa konsumsi wine tomat
memiliki beberapa manfaat kesehatan seperti menurunkan angka kematian akibat
penyakit jantung dan kanker, menunda kepikunan dan mencegah arthritis.
Penelitianpun banyak dilakukan untuk mengoptimalkan produksi wine
tomat tanpa merusak kualitas dan kandungan gizinya. Produksi wine tomat
standar dengan dipelajari pada variabel yang berbeda seperti jenis kultur, ukuran
inokulum, pH jus tomat, waktu fermentasi, penyesuaian brix, suhu inkubasi, efek
kultur teradaptasi (AA) dan tidak teradaptasi (NA) terhadap alkohol. Wine tomat
dianalisis utamanya pada konsentrasi etanol, sehingga didapatkan kondisi optimal
fermentasinya. Penggunaan jenis yeast yang berbeda mempengaruhi wine tomat
yang dihasilkan. Penelitian produksi wine tomat dengan menggunakan yeast
Saccharomyces cerevisiae 3282 dilakukan oleh Mathapati (2010). Proses
pembuatan wine tomat yaitu jus tomat diinokulasi dengan 10 ml kultur starter dan
inkubasi selama 5 hari dalam suhu 26C dengan kondisi anareobik. Diketahui
bahwa pembuatan wine tomat dapat dilakukan pada pH normal dan suhu ruang.
Dari hasil fermentasi didapatkan warna wine yang menarik dan penggunaan tomat
dapat memberikan flavor asam pada wine. Hasil persen alkohol adalah 7,88%.
Penelitian Many (2014) untuk fermentasi jus tomat dilakukan oleh ragi
Saccharomyces cerevisiae (MTCC 180) dengan umur inokulasi 24 jam untuk
mendapatkan konsentrasi akhir 7% dan diinkubasi pada 282C untuk jangka
waktu tertentu. Setelah inkubasi 1-8 hari, didapatkan level kadar ethanol tertinggi
pada hari ke-4 dengan kadar etanol dari 18,71%. Hal ini karena pada tanggal 24

jam ragi memasuki fase eksponensial, sementara pada 36 jam sel ragi mulai
memasuki fase stasioner.
Pada variabel selanjutnya yaitu ukuran inokulum menggunakan tingkat
konsentrasi yang berbeda. Peningkatan lebih lanjut dalam ukuran inokulum tidak
mendukung produksi etanol. Dari penelitian selanjutnya oleh Owusu (2012) yang
menyatakan bahwa strain ragi dan tingkat ragi yang diinokulasi merupakan salah
satu faktor paling penting dalam menentukan kualitas minuman beralkohol yang
diproduksi. Tingkat inokulum merupakan jumlah kultur starter yang ditambahkan
ke dalam sari atau jus untuk memulai fermentasi, diketahui mempengaruhi durasi
fase lag, laju pertumbuhan spesifik, hasil biomassa, dan kualitas produk akhir
industri fermentasi komersial. Owusu (2012) melakukan penelitian tentang efek
penggunaan dua tingkat inokulum (0.01% (w/v) dan 0,02% (w/v)) Saccharomyces
bayanus, BV 818 pada suhu 20 1C untuk menguji laju fermentasi jus tomat.
Hasilnya inokulum 0.02% (w/v) mencapai produksi CO2 maksimum (1,6 g/L/jam)
pada sekitar 30 jam, sementara inokulum 0.01% (w/v) memiliki produksi CO2
maksimum (1,4g/L/jam) pada sekitar 50 jam setelah dimulainya fermentasi.
Produksi asam asetat dilaporkan lebih banyak di inokulum 0.02% (w/v) daripada
inokulum 0.01% (w/v). Dai penelitian ini juga ditemukan bahwa inukulum 0.02%
(w/v) memiliki nilai penurunan kadar alkohol lebih tinggi daripada inokulum
0.01% (w/v). Artinya bahwa konsentrasi inukolum 0.02% (w/v) lebih cepat laju
fermentasinya dibandingkan konsentrasi inokulum 0.01% (w/v). Sedangkan dari
inokulum yang digunakan pada campuran fermentasi hasilnya dilaporkan oleh
Many (2014) bahwa produksi etanol maksimum yaitu kadar etanol 15,50% yang
didapatkan pada ukuran inokulum 5%.
Penyesuaian brix dilaporkan oleh Many (2014) mempengaruhi kadar
ethanol wine tomat. Peningkatan produksi etanol diamati dengan peningkatan total
padatan terlarut 24Brix dengan kadar etanol 11,17%. Many (2014) mengamati
bahwa kadar gula awal (kontrol) sangat mempengaruhi tingkat fermentasi.
Penggunaan substrat gula merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil
etanol yang tinggi selama fermentasi. Tapi, konsentrasi gula yang lebih tinggi
menghambat fermentasi karena stres osmotik. Hasilnya bahwa pada penggunaan

umur kultur (24 jam dan 48 jam) didapatkan bahwa penggunaan kultur ragi 24
jam lebih efektif dengan hasil kadar etanol 14,38.
Faktor pengaturan pH jus tomat juga mempengaruhi kualitas wine tomat.
Hasil penelitian Many (2014) menunjukkan bahwa kandungan alkohol maksimum
dicapai selama pH 3,5 dengan hasil kadar etanol 19,69%. Dengan peningkatan pH
kadar etanol berkurang secara bertahap, karena ragi menghasilkan asam daripada
alkohol dengan peningkatan pH. Owusu (2012) melaporkan bahwa PH jus tomat
yang difermentasi itu diperbaiki dengan sitrat dan asam tartaric, sehingga
peningkatan pH dapat disebabkan oleh kristalisasi tartrat. Owusu (2012) juga
mengatakan bahwa perbedaan pH mungkin telah berkontribusi terhadap
perbedaan aroma dan rasa, bahkan meskipun perbedaan itu tidak signifikan.
Penelitian dilakukan Ma (2012) untuk menilai pengaruh tingkat pH yang
berbeda pada wine yaitu diproduksi dengan tiga tingkat yang berbeda pH 3,20
(wine B), 3,35 (wine A) dan 4.22 (kontrol). Wine yang diproduksi disimpan pada
suhu 5 2oC selama 8 bulan. Perbedaan kadar etanol dari wine mungkin karena
fakta bahwa pH yang digunakan untuk memproduksi wine A (pH 3,35) dan B (pH
3.20) lebih menguntungkan bagi pertumbuhan ragi dan karenanya mendorong
konsumsi gula yang lebih baik di wine A dan B dari perlakuan kontrol. Kadar pH
rendah dikenal untuk meningkatkan hidrolisis disakarida. Kadar etanol dari semua
tiga wine berkurang secara signifikan setelah aging/penuaan. Selain itu, wine A
mencatat kadar etanol lebih tinggi secara signifikan dibandingkan wine B setelah
aging/penuaan, meskipun perbedaan sebelum penuaan tidak signifikan. Pada
evaluasi sensorik panelis memberi nilai terakhir yang lebih baik untuk penerimaan
keseluruhan pada wine B.
Suhu inkubasi positif mempengaruhi laju fermentasi wine. Dengan
meningkatnya suhu laju fermentasi awal yang meningkat karena aktivitas enzim
dari jalur metabolisme. Dan suhu juga lebih tinggi memiliki efek negatif pada
stabilitas enzim atau biomolekul lain dan menurunkan aktivitas enzim. Many
(2014) meneliti bahwa ternyata pada suhu 25C memberikan hasil yang lebih
tinggi alkohol, yaitu dengan kadar etanol 20,9% serta tingkat fermentasi adalah
konstan bila dibandingkan dengan suhu lainnya. Kultur teradaptasi (AA) dan tidak
teradaptasi (NA) terhadap alkohol merupakan faktor yang mempengaruhi laju

fermentasi. Dilaporkan Many (2014) bahwa kultur NA dengan lama inkubasi 5


hari adalah lebih baik, karena kultur yang teradaptasi (AA) belum memberikan
pertumbuhan yang cepat dalam tingkat fermentasi serta produksi alkohol. Hasil
kadar etanol didapatkan 17,42% untuk kultur tidak teradaptasi (NA).
Penelitian Owusu (2014) mengidentifikasi profil kandungan volatil wine
tomat pada 0 dan 90 hari setelah penyimpanan dengan suhu penyimpanan 10oC
dan 15oC. Hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh secara
signifikan terhadap komposisi volatile wine tomat. Sebanyak 75 senyawa volatil
telah diidentifikasi, yaitu 38 ester, 7 karbonil, 1 furan, 4 senyawa yang
mengandung sulfur, 18 alkohol yang lebih tinggi, 6 asam lemak dan 1 terpen. Dua
puluh lima senyawa volatil yang hadir di luar batas bau mereka, tetapi kontributor
utama aroma keseluruhan wine tomat adalah etil octanoate, etil hexanoate dan
asetat isoamil. Etil octanoate mengambil bagian 68,19% dari semua ester. Etil
octanoate dikenal karena manis dan segar. Konsentrasi etil decanoate dengan
flowery dan kesegaran juga dipengaruhi secara signifikan oleh suhu penyimpanan.
Wine yang disimpan pada 10oC mencatat nilai yang lebih tinggi daripada etil
decanoate yang disimpan pada 15o.
Wine yang disimpan pada 15o memberikan nilai yang lebih tinggi daripada
etil hexanoate yang disimpan pada 10o. Ester penting lainnya yang terdeteksi
adalah asetat isoamil, etil asetat, etil 9decenoate, etil butanoate, isoamil
octanoate, dietil butanedioate dan etil 3-methylbutanoate. Penyimpanan suhu
memiliki pengaruh yang signifikan pada konsentrasi isoamil asetat. Selama
penuaan tomat wine yang disimpan di kedua suhu terdapat catatan peningkatan
yang signifikan dalam kadar etil asetat. Konsentrasi etil asetat sebelum dan
sesudah penyimpanan semua kurang dari 150,00mg/L dan kemungkinan akan
membuat aroma wine disukai. Aroma yang mudah menguap majemuk, linalol,
memberikan kontribusi banyak untuk anggur yang disimpan di suhu 15oC
dariyang disimpan pada suhu 10C. Penyimpanan secara signifikan meningkatkan
fruitiness wine tomat (Owusu et al., 2014). Kebanyakan ester ditemukan dalam
pembuatan wine terutama melalui fermentasi yeast dan merupakan penyebab

utama fruitiness dalam wine, sehingga mereka memainkan peran penting dalam
karakter aroma wine tomat.
Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui beberapa cara optimasi
untuk mendapatkan wine tomat dengan mutu yang terbaik. Wine tomat dapat
difermentasi pada 4 hari inkubasi dengan menyesuaikan pH jus di 3,2-3.5. Suhu
optimum untuk fermentasi wine tomat adalah 25C dan suhu penuaan atau
penyimpanan wine tomat optimum pada suhu 15oC. Kultur Saccharomyces tanpa
disesuaikan, umur kultur 24 jam. Hasil ini mengacu pada hasil penelitian yang
menyatakan bahwa maksimum produksi etanol dicapai pada hari ke-4 dari
fermentasi dengan 24Brix. Untuk penggunaan tingkat inokulum, wine tomat
optimum pada tingkat inokulum 0.02%-5%. Dua puluh lima senyawa volatil
ditemukan pada wine tomat, tetapikontributor utama aroma keseluruhan wine
tomat adalah etil octanoate, etil hexanoate dan asetat isoamil. Hasil alkohol yang
didapatkan dengan Saccharomyces cerevisiae (MTCC 180)

adalah 18,71%.

Sedangkan untuk hasil alkohol yang didapatkan dengan Saccharomyces


cerevisiae 3282 adalah 7,88% masih standar yang ditetapkan sehingga dapat
diproduksi secara komersil.

DAFTAR PUSTAKA
Ichsan, Arif Zainury. 2011. Perancangan dan Pembuatan Sistem Visual
Inspection
Sebagai
Seleksi Buah Tomat Berdasarkan Kematangan Berbasis Web Camera.
Universitas Andalas: Jurusan Sistem Komputer FTI.
Ma, Haile. John Owusu, Zhenbin, Wang1, Ronghai, He1. 2012. The Influence of
pH on Quality of Tomato (Lycopersicon Esculentum Mill) Wine.
International Journal of Advanced Biotechnology and Research. Vol 3(3):
625-634.
Many, Josephine Nirmala, B. Radhika and T. Ganesan. 2014. Study on Tomato
Wine Production and Optimization. IOSR Journal of Environmental Science
Toxicology and Food Technology. 8(1): 97-100.
Mathapati PR, Ghasghase NV, Kulkarni MK. 2010. Study of Saccharomyces
Cerevisiae 3282 for The Production of Tomato Wine. International Journal
of Chemical Sciences and Applications. 1(1): 5-15.
Owusu John, Haile Ma, Ernest Ekow Abano, Felix Narku Engmann. 2012.
Influence of Two Inocula Levels of Saccharomyces Bayanus BV 818 on
Fermentation and Physic Chemical Properties of Fermented Tomato
(Lycopersicon esculentum Mill.) Juice. African Journal of Biotechnology
11(33): 8241-8249.
Owusu John, Haile Ma, Ernest Ekow Abano, Felix Narku Engmann. 2014.
Volatile Profiles of Tomato Wine Before and After Ageing. Maejo
International Journal of Science and Technology. 8(02): 129-142.

TEKNOLOGI HOLTIKULTURA

OPTIMASI PROSES FERMENTASI YEAST


PADA PRODUKSI WINE TOMAT

Disusun Oleh :
Agnes Titah Miranti

(H0912004)

Cecilia Retno Ayu M

(H0912028)

Citra Maylindasari

(H0912029)

Deanda Putri Ekapaksi

(H0912033)

Dina Novitasari

(H0912040)

Muhammad Nur B

(H0912080)

PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014

Anda mungkin juga menyukai