TOMAT
Satuan
per 100g
1 gelas,
dicincang 158g
1 tomat/
111g
Kurang lebih
Air
g
94,78
149,75
105,21
Energi
kcal
16
25
18
Protein
g
1.16
1.83
1.29
Lemak Total
g
0.19
0.30
0.21
Karbohidrat
g
3.18
5.02
3.53
Total serat pangan
g
0.9
1.4
1.0
Mineral
Kalcium, Ca
mg
5
8
6
Zat besi, Fe
mg
0.47
0.74
0.52
Magnesium, Mg
mg
8
13
9
Fosfor, P
mg
29
46
32
Potasium, K
mg
212
335
235
Sodium, Na
mg
42
66
47
Zinc, Zn
mg
0.14
0.22
0.16
Vitamin
Vitamin C, total asam askorbat mg
16.0
25.3
17,8
Thiamin
mg
0.046
0.073
0.051
Riboflavin
mg
0.034
0.054
0.038
Niasin
mg
0.593
0.937
0.658
Vitamin B-6
mg
0.060
0.095
0.067
Folat, DFE
g
29
46
32
Vitamin B-12
g
0.00
0.00
0.00
Vitamin A, RAE
g
75
118
83
Vitamin A, IU
IU
1496
2364
1661
Vitamin D (D2 + D3)
g
0.0
0.0
0.0
Vitamin D
IU
0
0
0
Lemak
Total asam lemak jenuh
g
0.025
0.040
0.028
Total asam lemak tak jenuh g
0.028
0.044
0.031
(mono)
Total asam lemak tak jenuh g
0.076
0.120
0.084
(poli)
Kolesterol
mg
0
0
0
Sumber: Agricultural Research Service, USDA (United States department of
Agriculture) (2014)
Untuk mempertahankan kualitas tomat maka dilakukan pengawetan. Tomat
umumnya diawetkan dalam bentuk produk seperti kecap, saus, acar, sup, pasta,
bubur dan lain-lain. Selain produk-produk makanan ini, tomat juga digunakan
untuk produk wine karena kemudahan penyediaan dan properti gizinya. Wine
adalah minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah fermentasi yang biasanya
dari anggur (Many et al ., 2014). Wine biasanya dilakukan melalui fermentasi jus
anggur. Namun Owusu (2012) mengatakan bahwa jus dari buah-buahan telah
digunakan untuk membuat wine. Banyak buah-buahan dan sayuran yang dikenal
sebagai sumber yang baik dari vitamin, mineral, serat dan fitokimia. Owusu
(2012) melaporkan bahwa fermentasi jus sebagian besar buah-buahan yang
kemungkinan akan menghasilkan wine dari beragam nutrisi, fitokimia dan kualitas
sensorik kualitas. Many (2014) juga melaporkan bahwa konsumsi wine tomat
memiliki beberapa manfaat kesehatan seperti menurunkan angka kematian akibat
penyakit jantung dan kanker, menunda kepikunan dan mencegah arthritis.
Penelitianpun banyak dilakukan untuk mengoptimalkan produksi wine
tomat tanpa merusak kualitas dan kandungan gizinya. Produksi wine tomat
standar dengan dipelajari pada variabel yang berbeda seperti jenis kultur, ukuran
inokulum, pH jus tomat, waktu fermentasi, penyesuaian brix, suhu inkubasi, efek
kultur teradaptasi (AA) dan tidak teradaptasi (NA) terhadap alkohol. Wine tomat
dianalisis utamanya pada konsentrasi etanol, sehingga didapatkan kondisi optimal
fermentasinya. Penggunaan jenis yeast yang berbeda mempengaruhi wine tomat
yang dihasilkan. Penelitian produksi wine tomat dengan menggunakan yeast
Saccharomyces cerevisiae 3282 dilakukan oleh Mathapati (2010). Proses
pembuatan wine tomat yaitu jus tomat diinokulasi dengan 10 ml kultur starter dan
inkubasi selama 5 hari dalam suhu 26C dengan kondisi anareobik. Diketahui
bahwa pembuatan wine tomat dapat dilakukan pada pH normal dan suhu ruang.
Dari hasil fermentasi didapatkan warna wine yang menarik dan penggunaan tomat
dapat memberikan flavor asam pada wine. Hasil persen alkohol adalah 7,88%.
Penelitian Many (2014) untuk fermentasi jus tomat dilakukan oleh ragi
Saccharomyces cerevisiae (MTCC 180) dengan umur inokulasi 24 jam untuk
mendapatkan konsentrasi akhir 7% dan diinkubasi pada 282C untuk jangka
waktu tertentu. Setelah inkubasi 1-8 hari, didapatkan level kadar ethanol tertinggi
pada hari ke-4 dengan kadar etanol dari 18,71%. Hal ini karena pada tanggal 24
jam ragi memasuki fase eksponensial, sementara pada 36 jam sel ragi mulai
memasuki fase stasioner.
Pada variabel selanjutnya yaitu ukuran inokulum menggunakan tingkat
konsentrasi yang berbeda. Peningkatan lebih lanjut dalam ukuran inokulum tidak
mendukung produksi etanol. Dari penelitian selanjutnya oleh Owusu (2012) yang
menyatakan bahwa strain ragi dan tingkat ragi yang diinokulasi merupakan salah
satu faktor paling penting dalam menentukan kualitas minuman beralkohol yang
diproduksi. Tingkat inokulum merupakan jumlah kultur starter yang ditambahkan
ke dalam sari atau jus untuk memulai fermentasi, diketahui mempengaruhi durasi
fase lag, laju pertumbuhan spesifik, hasil biomassa, dan kualitas produk akhir
industri fermentasi komersial. Owusu (2012) melakukan penelitian tentang efek
penggunaan dua tingkat inokulum (0.01% (w/v) dan 0,02% (w/v)) Saccharomyces
bayanus, BV 818 pada suhu 20 1C untuk menguji laju fermentasi jus tomat.
Hasilnya inokulum 0.02% (w/v) mencapai produksi CO2 maksimum (1,6 g/L/jam)
pada sekitar 30 jam, sementara inokulum 0.01% (w/v) memiliki produksi CO2
maksimum (1,4g/L/jam) pada sekitar 50 jam setelah dimulainya fermentasi.
Produksi asam asetat dilaporkan lebih banyak di inokulum 0.02% (w/v) daripada
inokulum 0.01% (w/v). Dai penelitian ini juga ditemukan bahwa inukulum 0.02%
(w/v) memiliki nilai penurunan kadar alkohol lebih tinggi daripada inokulum
0.01% (w/v). Artinya bahwa konsentrasi inukolum 0.02% (w/v) lebih cepat laju
fermentasinya dibandingkan konsentrasi inokulum 0.01% (w/v). Sedangkan dari
inokulum yang digunakan pada campuran fermentasi hasilnya dilaporkan oleh
Many (2014) bahwa produksi etanol maksimum yaitu kadar etanol 15,50% yang
didapatkan pada ukuran inokulum 5%.
Penyesuaian brix dilaporkan oleh Many (2014) mempengaruhi kadar
ethanol wine tomat. Peningkatan produksi etanol diamati dengan peningkatan total
padatan terlarut 24Brix dengan kadar etanol 11,17%. Many (2014) mengamati
bahwa kadar gula awal (kontrol) sangat mempengaruhi tingkat fermentasi.
Penggunaan substrat gula merupakan salah satu cara untuk mendapatkan hasil
etanol yang tinggi selama fermentasi. Tapi, konsentrasi gula yang lebih tinggi
menghambat fermentasi karena stres osmotik. Hasilnya bahwa pada penggunaan
umur kultur (24 jam dan 48 jam) didapatkan bahwa penggunaan kultur ragi 24
jam lebih efektif dengan hasil kadar etanol 14,38.
Faktor pengaturan pH jus tomat juga mempengaruhi kualitas wine tomat.
Hasil penelitian Many (2014) menunjukkan bahwa kandungan alkohol maksimum
dicapai selama pH 3,5 dengan hasil kadar etanol 19,69%. Dengan peningkatan pH
kadar etanol berkurang secara bertahap, karena ragi menghasilkan asam daripada
alkohol dengan peningkatan pH. Owusu (2012) melaporkan bahwa PH jus tomat
yang difermentasi itu diperbaiki dengan sitrat dan asam tartaric, sehingga
peningkatan pH dapat disebabkan oleh kristalisasi tartrat. Owusu (2012) juga
mengatakan bahwa perbedaan pH mungkin telah berkontribusi terhadap
perbedaan aroma dan rasa, bahkan meskipun perbedaan itu tidak signifikan.
Penelitian dilakukan Ma (2012) untuk menilai pengaruh tingkat pH yang
berbeda pada wine yaitu diproduksi dengan tiga tingkat yang berbeda pH 3,20
(wine B), 3,35 (wine A) dan 4.22 (kontrol). Wine yang diproduksi disimpan pada
suhu 5 2oC selama 8 bulan. Perbedaan kadar etanol dari wine mungkin karena
fakta bahwa pH yang digunakan untuk memproduksi wine A (pH 3,35) dan B (pH
3.20) lebih menguntungkan bagi pertumbuhan ragi dan karenanya mendorong
konsumsi gula yang lebih baik di wine A dan B dari perlakuan kontrol. Kadar pH
rendah dikenal untuk meningkatkan hidrolisis disakarida. Kadar etanol dari semua
tiga wine berkurang secara signifikan setelah aging/penuaan. Selain itu, wine A
mencatat kadar etanol lebih tinggi secara signifikan dibandingkan wine B setelah
aging/penuaan, meskipun perbedaan sebelum penuaan tidak signifikan. Pada
evaluasi sensorik panelis memberi nilai terakhir yang lebih baik untuk penerimaan
keseluruhan pada wine B.
Suhu inkubasi positif mempengaruhi laju fermentasi wine. Dengan
meningkatnya suhu laju fermentasi awal yang meningkat karena aktivitas enzim
dari jalur metabolisme. Dan suhu juga lebih tinggi memiliki efek negatif pada
stabilitas enzim atau biomolekul lain dan menurunkan aktivitas enzim. Many
(2014) meneliti bahwa ternyata pada suhu 25C memberikan hasil yang lebih
tinggi alkohol, yaitu dengan kadar etanol 20,9% serta tingkat fermentasi adalah
konstan bila dibandingkan dengan suhu lainnya. Kultur teradaptasi (AA) dan tidak
teradaptasi (NA) terhadap alkohol merupakan faktor yang mempengaruhi laju
utama fruitiness dalam wine, sehingga mereka memainkan peran penting dalam
karakter aroma wine tomat.
Dari beberapa penelitian diatas dapat diketahui beberapa cara optimasi
untuk mendapatkan wine tomat dengan mutu yang terbaik. Wine tomat dapat
difermentasi pada 4 hari inkubasi dengan menyesuaikan pH jus di 3,2-3.5. Suhu
optimum untuk fermentasi wine tomat adalah 25C dan suhu penuaan atau
penyimpanan wine tomat optimum pada suhu 15oC. Kultur Saccharomyces tanpa
disesuaikan, umur kultur 24 jam. Hasil ini mengacu pada hasil penelitian yang
menyatakan bahwa maksimum produksi etanol dicapai pada hari ke-4 dari
fermentasi dengan 24Brix. Untuk penggunaan tingkat inokulum, wine tomat
optimum pada tingkat inokulum 0.02%-5%. Dua puluh lima senyawa volatil
ditemukan pada wine tomat, tetapikontributor utama aroma keseluruhan wine
tomat adalah etil octanoate, etil hexanoate dan asetat isoamil. Hasil alkohol yang
didapatkan dengan Saccharomyces cerevisiae (MTCC 180)
adalah 18,71%.
DAFTAR PUSTAKA
Ichsan, Arif Zainury. 2011. Perancangan dan Pembuatan Sistem Visual
Inspection
Sebagai
Seleksi Buah Tomat Berdasarkan Kematangan Berbasis Web Camera.
Universitas Andalas: Jurusan Sistem Komputer FTI.
Ma, Haile. John Owusu, Zhenbin, Wang1, Ronghai, He1. 2012. The Influence of
pH on Quality of Tomato (Lycopersicon Esculentum Mill) Wine.
International Journal of Advanced Biotechnology and Research. Vol 3(3):
625-634.
Many, Josephine Nirmala, B. Radhika and T. Ganesan. 2014. Study on Tomato
Wine Production and Optimization. IOSR Journal of Environmental Science
Toxicology and Food Technology. 8(1): 97-100.
Mathapati PR, Ghasghase NV, Kulkarni MK. 2010. Study of Saccharomyces
Cerevisiae 3282 for The Production of Tomato Wine. International Journal
of Chemical Sciences and Applications. 1(1): 5-15.
Owusu John, Haile Ma, Ernest Ekow Abano, Felix Narku Engmann. 2012.
Influence of Two Inocula Levels of Saccharomyces Bayanus BV 818 on
Fermentation and Physic Chemical Properties of Fermented Tomato
(Lycopersicon esculentum Mill.) Juice. African Journal of Biotechnology
11(33): 8241-8249.
Owusu John, Haile Ma, Ernest Ekow Abano, Felix Narku Engmann. 2014.
Volatile Profiles of Tomato Wine Before and After Ageing. Maejo
International Journal of Science and Technology. 8(02): 129-142.
TEKNOLOGI HOLTIKULTURA
Disusun Oleh :
Agnes Titah Miranti
(H0912004)
(H0912028)
Citra Maylindasari
(H0912029)
(H0912033)
Dina Novitasari
(H0912040)
Muhammad Nur B
(H0912080)