Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

AUTISEM

Disusun Oleh :
Risky Agviola Putri
2010730094
Pembimbing :
dr. Isa Multazam, Sp. KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT ISLAM JIWA KLENDER
PERIODE JUNI - AGUSTUS 2015
JAKARTA

STATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS
Nama
TTL
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
Suku
Status
No. RMK
Alamat
Tanggal Masuk

: An. A
: Jakarta, 07 Maret 2011
: 4 tahun
: Laki-laki
:: Paud
: Islam
: Jawa
: Belum menikah
:: Tambun
: 12 Juli 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Autoanamnesa
: 12 Juli 2015 (pukul 11.00 WIB)
Alloanamnesa
: 12 Juli 2015 (pukul 11.00 WIB)
A. KELUHAN UTAMA
Pasien tidak dapat berbicara seperti saat usianya.
B. KELUHAN TAMBAHAN
- Pasien bergumam sebelum mengucapkan kata-kata
- Pasien tidak menunjuk atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan
keinannya.
C. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
ibu pasien mengeluh pasien tidak dapat berbicara dengan lancar. Ibu pasien
mengatakan, pasien sering tertawa yang tidak sesuai dan mengulangi sebuah
perbuatan, sering mengurangi percakapab, menunjuk keinginannya dengan tangan
orang dewasa. Keluhan ini dirasakan sejak 2 Tahun
D. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
- Psikiatrik
Pada tahun 2013, perilaku pasien mulai terlihat berubah, seperti bergumam
sebelum mengucapkan kata-kata, tidak menunjukkan atau gerakan tubuh untuk
menyampaikan keinginannya, menolak untuk di peluk, sering mengurung diri di
-

kamar.
Medik
Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan, terjatuh atau terbentur yang
mengakibatkan luka/cedera pada daerah kepala. Ibu Pasien juga mengatakan
tidak pernah mengalami demam tinggi sampai kejang.

Penggunaan Zat
-

E. RIWAYAT HIDUP
1. Masa prenatal dan perinatal
Menurut keterangan ibu pasien kurang memperhatikan dan berhati-hati pada
kondisi kandungannya. Ibu klien bekerja hingga kelelahan. Anak lahir dengan
normal, langsung menangis, dengan berat badan waktu lahir 3 kg. Pasien
merupakan anak yang dikehendaki orangtuanya. Pasien merupakan anak pertama.
Tidak pernah ada sakit kejang demam atau penyakit lainnya yang bermakna.
2. Masa kanak-kanak dini/awal (s/d 3 tahun)
Pasien diasuh oleh neneknya dan tidak diberikan ASI. Tidak ada cacat bawaan
yang ditemukan. Perkembangan fisik pasien cukup baik, pola perkembangan
motorik tidak ada hambatan, seperti kebanyakan anak yang normal. Pasien dapat
berjalan saat berumur kurang lebih dua tahun. Tidak ada kebiasaan buruk pasien,
seperti membenturkan kepala atau menghisap jari. Pasien sangat periang, tidak
mudah marah, tetapi perilaku klien di lingkungan rumah cenderung hyperaktif dan
konsentrasi klien juga masih kurang.

3. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)


4. Masa remaja
5. Masa dewasa
F. RIWAYAT KELUARGA

Keterangan :

Pasien merupakan anak tunggal. Sejak lahir pasien tinggal bersama orang tua
nya. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya, namun saat pasien
menjelang usia 2 tahun pasien tidak dapat berbicara seperti temannya.. Keluarga
pasien tidak ada yang memiliki riwayat gangguan yang serupa.
G. SITUASI KEHIDUPAN SEKARANG
Pasien tinggal dengan keluarganya, tetapi pasien cenderung lebih dekat dengan
eyangnya. Hal ini dikarenakan kedua orang tua klien sibuk bekerja. Sosialisasi klien
pun kurang, karena saat sedang bermain bersama teman-teman sebayanya anak lebih
asik dengan dirinya sendiri ( dengan dunianya sendiri ). Bahasa yang digunakan
dalam keluarga adalah bahasa Indonesia.
III.
STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Laki-laki berusia 4 tahun, penampilan pasien tampak sesuai dengan usianya,
berpakaian cukup rapi, ekspresi tenang, perawatan diri cukup baik, dan warna kulit
sawo matang
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien kooperatif, selama wawancara kontak mata baik, pasien duduk tenang, tidak
ada gerakan involunter, dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan cukup
jelas.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien bersikap kooperatif dan cukup sopan terhadap pemeriksa.
B. KEADAAN AFEKTIF
1. Mood
: Hipotimia
2. Afek
: Menyempit
3. Keserasian : TIdak serasi
C. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi
- Auditorik
: Ada
- Visual
: Tidak ada
- Taktil
: Tidak ada
- Olfaktorik
: Tida ada
- Gustatorik
: Tidak ada
2. Ilusi
: Tidak ada
3. Depersonalisasi
: Tidak ada
3

4. Derealisasi

: Tidak ada

D. GANGGUAN PIKIRAN
1. Proses pikir
a. Kontinuitas
- Blocking
: Tidak ada
- Asosiasi longgar : Tidak ada
- Inkoheren
: TIdak ada
- Flight of idea
: Tidak ada
- Sirkumstansia
: Tidak ada
- Tangensial
: TIdak ada
- Neologisme
: Tidak ada
- Word salad
: Tidak ada
b. Hendaya berbahasa
: Tidak ada
2. Isi pikir
a. Preokupasi
: TIdak ada
b. Waham
Waham bizarre
: Tidak ada
Waham sistematik
: Tidak ada
Waham nihilistic
: Tidak ada
Waham paranoid
: tidak ada
- Waham kebesaran
: Tidak ada
- Waham kejaran
: Tidak ada
- Waham rujukan: tidak Ada
- Waham dikendalikan : tidak ada
o Thought withdrawal : Tidak ada
o Thought insertion
: Ada
o Thought broadcasting : Tidak ada
o Thought control
: Tidak ada
Waham cemburu
: Tidak ada
Erotomania
: Tidak ada
c. Obsesi
: Tidak ada
d. Kompulsif
: Tidak ada
e. Fobia
Fobia spesifik : Tidak ada
Fobia sosial
: Tidak ada
Akrofobia
: Tidak ada
Agoraphobia : Tidak ada
Klaustrofobia : Tidak ada
Aiirufobia
: Tidak ada
Zoofobia
: Tidak ada
Xenophobia : Tidak ada
E. FUNGSI KOGNITIF
1. Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
2. Orientasi

: Baik

a. Waktu baik (pasien benar menyebutkan hari, bulan, tahun saat di


wawancara).
b. Tempat baik (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang berada di
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta, Negara Indonesia, kota jakarta, serta
ruangan perawatannya).
c. Orang baik (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh dokter muda
dan dapat menyebutkan nama pemeriksa dan beberapa pasien).
3. Konsentrasi : Baik
a. Daya ingat.
Daya ingat segera baik (pasien dapat mengingat nama dokter yang
merawatnya saat ini dan juga dapat menyebutkan 3 benda yang pewawancara
ajukan).
Daya ingat yang pendek baik (pasien dapat mengingat menu

sarapan tadi pagi).


Daya ingat sedang baik (pasien mampu mengingat tanggal masuk

ke RSJI-Klender)
Daya ingat jangka panjang baik (pasien dapat mengingat tempat

sekolah pasien ketika SD, SMP, dan SMA)


b. Intelegensia dan Pengetahuan umum : Luas.
1. Pasien dapat menyebutkan tiga kota besar di Indonesia. Jawaban pasien
yaitu : Semarang, Jakarta, dan Bandung
2. Pikiran abstrak : Baik (dapat mengartikan peribahasa buah tangan)
F. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial: baik.
o Pasien dapat menyebutkan beberapa nama-nama pasien selama pasien dirawat.
2. Uji daya nilai : Baik.
o Misalnya, jika pasien menemukan dompet yang akan dilakukan oleh pasien
yaitu mengembalikan kepada pemiliknya.
G. Reality Test Ability (RTA)
Terganggu
H. Tilikan
Tilikan derajat 1
I. Taraf dapat Dipercaya
o Dapat dipercaya.
Pada waktu yang berbeda, pasien memberikan kesimpulan jawaban yang
sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh ibu kandungnya.
5

IV. STATUS FISIK


1. Status generalis
Keadaan umum : Tampak sehat
Kesadaran
: Composmentis (E4M6V5)
Tanda vital
- Tekanan darah
:- Suhu
: 36,5 c
- Nadi
: 80 x/menit
- Pernafasan
: 16 x/menit
Kepala
: Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut

Thorax
Abdomen
Ekstermitas

: Paru : Vesikuler +/+ , Rh-/-, Wh -/Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan

2. Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal : tidak ada
Mata :
Gerakan baik
: Kelumpuhan tidak ada, nistagmus(-)
Persepsi
: Baik
Bentuk Pupil
: Bentuk bulat (+/+), isokor
Rangsang Cahaya : Reaksi cahaya (+/+)
Motorik
o Tonus
: Baik
o Turgor
: Baik
o Kekuatan
: Baik
o Koordinator
: Baik
o Refleksi
: Baik
V.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


1. Riwayat Psikiatri
a. Pasien sering mengurung diri di kamarnya, tidak mau makan, tidak ada
minat untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari, tidak mau diajak
berbicara
b. Mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk tetap di dalam
kamar dan menghindari orang-orang di rumahnya. (halusinasi auditorik)
c. Pasien selalu berpikir bahwa adiknya akan menjelek-jelekannya kepada
semua orang(waham rujukan)
d. Pasien merasa pikirannya dimasuki ide buruk yang bukan miliknya
(thougt insertion)
2. Status mental
O Kesadaran
O Mood
O Afek
O Keserasian

: Compos mentis
: hipotima
: menyempit
: tidak serasi
6

O
O
O
O
O

Gangguan persepsi
:Halusinasi auditorik
Gangguan isi pikir
: waham rujukan
RTA (Reality testing ability): Terganggu
Tilikan
: Derajat 1
Taraf dapat dipercaya
: Dapat dipercaya

VI. FORMULASI DIAGNOSIS


Ditemukannya distressantara lain:
1. Mengamuk tiba-tiba setelah mendengar suara bisikan dan
2. curiga tanpa sebab pasti,
Hal ini disebabkan adanya hendaya yang berat pada jiwa seseorang. Gangguan Isi
pikiran berupa halusinasi dan waham, emosi yang sulit dikontrol dan mudah marah
sehingga mengakibatkan perilaku mengamuk tanpa sebab RTA terganggu. Hal ini
identik dengan gejala Psikotik. Sesuai denganPedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) adanya tanda dan gejala ini masuk ke
dalam Skixofrenia Paranoid.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
1. Axis I

: Gangguan autisme (ASD)

2. Axis II

: Belum ditegakkan kemungkinan RM

3. Axis III

: Tidak ditemukan masalah pada kondisi medik umum

4. Axis IV

: Masalah dengan primary support group ( Keluarga ) dan lingkungan

sosial
5. Axis V

: GAF saat ini 55 ( gejala sedang moderate, disabilitas sedang, GAF 1


tahun terakhir belum dapat dinilai

VIII.

DAFTAR MASALAH
Organobiologik : Tidak diketemukan kelainan organik atau fisik
Psikologik
: Waham rujukan, gangguan persepsi (halusinasi auditorik)
Sosiobudaya
: penarikan diri dari sosiobudaya

IX.

RENCANA TERAPI
a. Farmakoterapi
Risperidon 3x2mg
THP 3x2mg
b. Psikoterapi

Ventilasi : supaya pasien bisa menceritakan masalahnya yang dihadapi


sekarang.
7

Persuasi : tenangkan pasien secara masuk akal tentang gejala-gelaja


penyakitnya yang timbul sebagai akibat cara berpikir, perasaan dan

sikapnya terhadap masalah.


Sugesti : Menanamkan perasaan percaya kepada pasien bahawa gejala-

gejala itu akan hilang.


Reassurance : Meyakinkan kembali kemampuan pasien dengan

menunjukkan hasil pencapaian pasien.


Bimbingan : membimbing dengan cara praktis hubungan antar manusia

serta cara berkomunikasi.


Penyuluhan/konseling : membantu pasien mengerti dirinya sendiri secara
lebih baik, supaya dapat mengatasi permasalahannya dan dapat
menyesuaikan diri, menjelaskan kepada pasien tentang akibat yang terjadi
bila pasien tidak teratur minum obat. Konseling juga diberikan kepada
keluarga pasien mengenai kondisi pasien agar keluarga dapat menerima
dan tidak dijauhi, dan agar dapat mendukung kesembuhan pasien.

Terapi kerja : memafaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau


pekerjaan yang bermanfaat, melibatkan pasien secara aktif dalam
kegiatan terapi aktivitas kelompok di RSJI Klender agar ia dapat

beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya secara normal.


Religi : Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah, seperti shalat,
puasa, dan berdzikir.

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam
: Dubia ad malam
o Faktor yang memperberat :

Onset muda
Prilaku menarik diri atau autistik
Tidak menikah, bercerai atau janda/ duda
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

o Faktor yang memperingan :


Faktor pencetus yang jelas
Riwayat sosial, pekerjaan dan premorbid yang baik
8

Gejala positif

BAB II
9

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Istilah autistic berasal dari kata autos artinya self. Digunakan oleh Bleuler untuk
menjelaskan ciri menarik diri dari penderita skizofrenia.
Autisme pertama kali diteliti oleh Leo Kanner (1943) yang mengamati 11 anak
dengan ciri-ciri khusus. Disimpulkan bahwa 2 ciri penting anak autis adalah extreme
aloness dan keinginan untuk mempertahankan kesamaan.
B. Epidemiologi
Autism ditemukan pada 4-5 per 10.000 anak (penelitian Victor Lotter, di Inggris, 1966).
Pasien autism lebih sering ditemukan paa anak laki-laki dibandingkan anak perempuan
2,6 : 1. Dikatakan bahwa anak laki-laki lebih mudah mendapat gangguan fungsi otak.
Namun anak perempuan penyandang autism biasanya mempunya gejala yang lebih berat
dan pada test intelegensi mempunyai hasil yang lebih rendah dibandingkan pada anak
laki-laki
C. Etiologi
1. Teori psikososial
Pada anak yang disebabkan karena hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang
sebenarnya tidak menghendaki anak ini mengakibatkan gejala penarikan diri pada
anak autism.
2. Teori biologis
Teori ini menjadi berkembang karena beberapa fakta seperti berikut : adanya
hubungan yang erat dengan retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki :
perempuan = 4:1, meningkatnya insidens gangguan kejang (25%) dan adanya
beberapa kondisi medis dan genetic yang mempunyai hubungan dengan gangguan ini.
Sehingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autistic ini merupakan suatu sindrom
perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi siste saraf
pusat. Walaupun sampai saat ini belum diketahui dengan pasti dimana letak
abnormalitasnya, diduga adanya disfungsi dari batang otak dan mesolimbik, namun
dari penelitian terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan dari sebelumya.
3. Teori imunologi
Ditemukannya penurunan respon dari sistem imun pada beberapa anak autistic
meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autism.

10

Ditemukannya antibody beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak mereka yang
autistic, memperkuat dugaan ini karena ternyata antigen lekosit itu juga ditemukan
pada sel-sel otak, sehingga antibody ibu dapat secara langsung merusak jaringan saraf
otak janin, yang menjadi penyebab timbulnya.
4. Infeksi virus
Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguann autism pada anak-anak dengan
congenital rubella, herpes simplex encephalitis, dan cytomegalovirus infection, juga
pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan kemungkinan ibu mereka
menderita influenza musim dingin saat mereka ada didalam rahim, telah membuat
para peneliti menduga infeksi virus ini merupakan salah satu penyebab autism.
D. Tanda dan Gejala
Gangguan ini mempunyai cirri khas :
1. Adanya gangguan yang menetap pada interaksi social, komunikasi yang menimpang
dan pola tingkah laku yang terbatas dan stereotip.
2. Fungsi yang abnormal ini biasanya telah muncul sebelum usia 3 tahun.
3. Lebih dari dua per tiga mempunyai fungsi dibawah rata-rata.
Gangguan perkembangan pervasive (PDD)
:
1. Gangguan autistic
Gangguan dalam interaksi social, komunikasi dan perilaku terbatas dan berulang
(steteotipik), yang muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini dijumpai 3-4 kali lebih
banyak pada anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan.
2. Autisme tak khas (ICD-X)
Dibedakan dari autism dalam usia timbulnya gejala (biasanya timbul setelah berusia
diatas 3 tahun) atau dari tidak terpenuhinya ke tiga criteria diagnortik autism. Autism
tak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental berat, yang sangat
rendah kemampuannya, juga tampak pada individu denga gangguan perkembangan
yang khas dari bahasa reseptif yang berat. Jadi autism tak khas secara bermakna
merupakan kondisi yang terpisah dari autism. Termasuk disini : psikosis masa kanak
tak khas, retardasi mental dengan gambaran autistic.
3. Sindrom rett
Suatu bentuk kelainan progresif yang sejauh ini hanya dilaporkan terjadi pada anak
perempuan. Onset terjadinya gangguan ini pada usia 7-24 bulan, sebelumnya terlihat
perkembangan yang normal, lalu terjadi kemunduran berupa hilangnya kemampuan
gerakan tangan yang bertujuan dan keterampilan motorik yang telah terlatih. Disertai
kehilangan atau hambatan seluruh atau sebagian kemampuan berbahasa, gerakan
seperti mencuci tangan tang stereotipik, dengan fleksi lengan di depan dada atau dagu,
membasahi tangan secara stereotipik denga saliva, hambatan dalam fungsi
mengunyah makanan.
4. Gangguan desintegratif masa kanak lainnya
11

Ditandai adanya periode perkembangan normal sebelum onset penyakit atau minimal
dalam 2 tahun pertama kehidupan, disusul hilangnya keterampian terlatih pada
beberapa bidang perkembangan setelah beberapa bulan gangguan berlangsung. Juga
disertai adanya gangguan yang khas dari fungsi social, komunikasi dan perilaku. Pada
beberapa kasus hilangnya keterampilan terjadi secara progresif dan menetap.
Prognosis biasanya amat sangat buruk, dan sebagian penderita akan mengalami
retardasi mental berat. Terdapat ketidakpastian tentang arah perluasan kondisi ini yang
berbeda dengan keadaan autism.
5. Sindrom asperger
Ditandai oleh abnormalitas yang kualitatif sama seperti pada autism, yaitu hendaya
dalam interaksi social, minat dan aktivitas yang terbatas dan stereotipik. Namun tanpa
disertai keterlambatan perkembangan berbahasa dan kognitif (IQ normal atau diatas
normal).
6. Gangguan perkembangan pervasi lainnya (pervasive developmental disorder-not
otherwise specified = PDD-NOS).
Ditandai dengan tidak terpenuhinya criteria diagnostic yang spesifik, namun terdapat
gangguan berat dan pervatif pada perilakunya. (menurut DSM-IV-TR: Autisme Tak
Khas termasuk dalam criteria diagnostic PDD-NOS).
E. Penatalaksaan
Tujuan dari terapi pada gangguan autistic adalah :
1. Mengurangi masalah perilaku
2. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam pengusaan
bahasa.
3. Mamapu bersosialisasi dan beradaptasi di lingkungan sendiri
Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan
bersifat individual, dimana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan komponen
yang penting.
1. Pendekatan edukatif
Pada yang mempunya inteligensi normal-tinggi sebaiknya tetap dimasukkan ke
sekolah formal umum, sedangkanyang mempunyai inteligensi dibawah rata-rata
normal sebaiknya bersekolah di SLB-C, tentu dengan catatan perilaku dan emosinya
telah terkendali. Bila belum dapat dikendalikan anak autistic seharusnya mendapat
pendidikan khusus. Rencana pendidikan sebaiknya dibuat secara individual sesuai
dengan kebutuhan masing-masing anak, dan juga perlu diperhitungkan tidak hanya
kelemahan anak ini namun juga kekuatan yang mereka punyai, agar guru dapat
mempertimbangkannya dalam memberikan keterlampian baru. Pendekatan ini
tentunya membutuhkan suatu kelas yang perbandingan murid dan gurunya rendah.

12

Contoh : Treatment and Education of Autistic and Related Communication


Handicapped Children (TEACCH)
2. Terapi perilaku
Dalam suatu penelitian dikatakan dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun anakanak yang masih amat muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi
adaptasinya lebih tinggi dibanding dengan kelompok anak yang tidak memperoleh
terapi yang intensif. Pada akhir dari terapi sekitar 42% dapat masuk ke sekolah
umum. Beberapa jenis terapi perilaku yang banyak digunakan :
a. Metode ABA (Applied Behavioral Analysis)
Terapi dilakukan dengan memberikan positive reinforcement bila anak diarahkan
untuk mengubah perilaku yang tidak dinginkan dan menggantikannya dengan
perilaku yang lebih bisa diterima.
b. Metode Option
Lebih child centered, dimana terapis selalu mengikuti perilaku anak. Yang
ditekankan disini adalah acceptance and love. Orang tua justru harus berusaha
untuk masuk kedalam dunia anak tersebut.
c. Metode floor tima
Ini sejenis terapi bermain yang dilakukan pada anak.
3. Terapi khusus
Termasuk terapi wicara, terapi okupasi, sensori integrasi dan fisioterapi. Dari satu
penelitian pada anak autistic didapatkan hasil 9% tidak dapat bicara, dengan
intervensi yang sesuai ada harapan anak autistk dapat belajar bicara.
4. Terapi obat
Pada sekelompok anak autistic dengan gejala-gejala seperti temper tantrums,
agresivitas, melukai diri sendiri, hiperaktivitas, dan stereotipik, pemberian obatobatan yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari program terapi
komprehensif. Juga sering dipakai untuk mengobati kondisi yang terkait seperti
depresi, cemas, perilaku obsesifkompulatif, membantu mencegah selfinjury dan
perilaku lain yang menimbulkan maslah. Obat-obatan yang digunakan adalah :
a. Antipsikotik
: memblok reseptor dopamin
b. SSRI
: merupakan selective serotonin reuptake inhibitor
c. Methylphenidate : menurunkan hiperaktivitas, inatensi
d. Naltexone
: antagonis opioida
e. Clomipramine
:antidepresan
f. Clonide
: menurunkan aktivitas noradrenergik

13

DAFTAR PUSTAKA
1.

Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : PT Nuh

2.

Jaya;2003.p.46-51.
Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi ke-3.Jakarta; Bagian Ilmu

3.

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2007.


Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : PT Nuh

4.
5.

Jaya;2003.p.46-51.
Sinaga BR. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta : FKUI;2007.p.42-51.
Saddock,JB, Saddock AC. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences,

6.

Clinical Psychiatry. Edisi ke 10. 2007. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi ke-3.Jakarta; Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai