Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny.E / Perempuan / 50 tahun
b. Pekerjaan
: IRT
c. Alamat
: RT 03 Ulu Gedong
d. Tanggal Berobat
: 6 Januari 2014
II.

Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan
: Menikah
b. Jumlah anak
: 3 orang
c. Status ekonomi keluarga : Kurang mampu
d. KB
: IUD
e. Kondisi Rumah
: Rumah panggung kayu terdiri dari ruang
tamu, 2 kamar tidur ukuran 4 x 3 m 2, 1 dapur dan 1 kamar mandi dengan
pencahayaan ruangan dan ventilasi baik.
f. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik

III.
IV.

Aspek Psikologis di Keluarga : baik


Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat maag (+)
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (+) --- ibu pasien terkena
rematik.

V.

Keluhan Utama :
Sendi-sendi terasa nyeri sejak 1 hari.
Keluhan tambahan: nyeri ulu hati.

VI.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri-nyeri pada sendi angoota gerak sejak 2 hari


yang lalu. Nyeri dirasakan pada kedua pergelangan kaki, lutut, siku, dan
jari jari tangan. Pasien sering merasa nyeri sendi pada pagi hari dan terasa
kaku. Kaki dan tangan terasa seperti kesemutan. Demam (-), batuk pilek
(-), radang tenggorokan (-). Pasien sebelumnya sering mengalami keluhan
seperti ini, dan pasien sering berobat ke Puskesmas. Pasien sudah
mengalami keluhan ini selama 10 tahun terakhir. Kadang nyeri pada sendi
disertai dengan bengkak, hangat dan kemerahan. Jika keluhan mulai
timbul, pasien sering merasa sulit beraktifitas karena lemas.
VII.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. Suhu
4. Tekanan darah
5. Nadi
6. Pernafasan
- Frekuensi
7. Berat Badan
8. Tinggi Badan

:
: Baik
: Compos mentis
: 36,7C
: 120/70 mmHg
: 76 x/menit
: 16 x/menit
: 48 kg
: 155 cm
: ( BB) / (TB)2

Body Mass Index

: (48) / (1,5)2 = 19,9 (normal)


Patokan BMI :
BMI < 18.5 = berat badan kurang (underweight)
BMI 18.5 - 24 = normal
BMI 25 - 29 = kelebihan berat badan (overweight)
BMI >30 = obesitas
Pemeriksaan Organ
1. Kepala
Bentuk
2. Mata

: normocephal

Conjungtiva

: anemis (-)

Sklera

: ikterik (-)

3. Hidung
4. Telinga
5. Mulut

: tak ada kelainan


: tak ada kelainan
Bibir
: lembab
Bau pernafasan
: normal
: Pembengsaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20,

6. Leher
7. Thorak
Jantung: BJ I/II reguler normal, murmur(-), gallop(-)
Paru : Nafas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
8. Abdomen

: Soepel, nyeri tekan (-), BU(+) normal

9. Ekstermitas sup/inf

: edema (+) dan teraba hangat regio


patella, regio olecranon, ankle join.
hiperemis (+), deformitas (+)

VIII. Diagnosis : Reumatoid Arthritis


IX.

Diagnosis Banding
Artritis gout
Demam reumatik.
Osteoartritis.

X.

Pemeriksaan Anjuran
Rontgen
ASTO
Rheumatoid factor
Cairan sinovial

XI.

Manajemen

a. Promotif :
Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan

pengobatannya.
Menjelaskan kepada pasien untuk rutin berobat ke dokter.

b.

Preventif :
Jika terjadi keluhan, segera berobat ke dokter.
Mengistirahatkan sendi yang sakit untuk meredakan nyeri.
Makan makanan yang banyak mengandung asam lemak omega 3 seperti

minyak ikan.
Menurunkan berat badan (pada orang yang gemuk/obesitas) dengan tujuan

untuk mengurangi beban kerja sendi.


Jangan memijat sendi yang sakit.
c. Kuratif :
Non Farmakologi

Kompres bagian yang nyeri dengan menggunakan handuk yang


sudah dicelupkan ke dalam air hangat atau handuk yang berisi
potongan es selama 10-20 menit.

Farmakologi

Piroxicam 2x10 mg selama 3 hari.


Antasida 3x 200mg selama 3 hari.
Pengobatan tradisional
Bahan:
Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang,
temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1
jari.
Cara membuatnya:
Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian disaring
untuk diminum airnya. Minum 2 kali sehari secara rutin.

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI


PUSKESMAS OLAK KEMANG
DOKTER: RIDHA
SIP:

STR:
Tanggal: 6 Januari 2014

R/ Piroxicam mg 100 no.VI


s 2 d d 1 tab
R/ Antasida mg 200 no. IX
s 3 dd 1 tab

Pro: Ny.E (50 Th)


DINAS KESEHATAN KOTAAlamat:
JAMBIRT 3 Ulu
DINAS
KESEHATAN KOTA JAMBI
Gedong
PUSKESMAS OLAK KEMANG
DOKTER: RIDHA
SIP:

PUSKESMAS OLAK KEMANG

DOKTER: RIDHA
STR:

SIP:
STR:
Tanggal: 6 Januari 2014

R/ Dexametason mg 0,5 no. IX

Tanggal: 6 Januari 2014

R/ Sulfasalazine mg 500 no.

S3dd1 tab

S2dd

R/ Ranitidin mg 150 VI

R/ Sukralfat syr mg 150 no. I

S2dd 1 tab

S2dd I C

R/ Natrium diklofenak krim no.I

R/ Natrium diklofenak krim no.I

S3dd 1 sue

S3dd 1 sue

Pro: Ny.E (50 Th)


Alamat: RT 3 Ulu Gedong

Pro: Ny.E (50 Th)


Alamat: RT 3 Ulu Gedong

Resep
Alternatif

d. Rehabilitatif
Senam rematik dapat membantu memperbaiki kelenturan, kekuatan,
daya tahan, dan kebugaran tubuh.

Terapi penyinaran dengan tujuan untuk meredakan nyeri dan


merelaksasi otot

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi & Fisiologi Tulang Dan Sendi


Sistem

muskoletal

merupakan

penunjang

bentuk

tubuh

dan

bertanggungjawab terhadap pergerakan. Komponen utama system muskoletal


adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka,

tendon, ligament, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan


struktur-struktur ini.

a. Tulang
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu
osteoblas, osteosit dan osteoklas.

Osteoblas membangun tulang denagn

membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan

sebagai

matriks

tulang

atau

jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang
aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan esjumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan
memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam
darah dapat menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.
Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks
dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas kedalam aliran darah.

b. Sendi
Sendi dalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia atau otot. Terdapat tiga tipe sendi yakni:

Sendi

fibrosa

(sinartroidal),

nerupakan

sendi

yang

tidak

dapat

bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki tulang rawan, dan tulang yang satu

dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.


Sendi kartilaginosa (amfiartroidal) merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh rawan hialin, disokong olah ligament dan hanya sedikit

bergerak.
Sendi sinovial (diartroidal), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi
dilapisi rawan hialin.

c. Jaringan Ikat
Jaringan yang ditemukan pada snedi dan daerah sekitarnya terutama
adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua
macam sel yang yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap atau
tidak berkembangnya pada jaringan ikat seperti sel mas, sel plasma, limfosit,
monosit dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memiliki peranan penting
pada reaksi-reaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit
reumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan ikat ini adalah sel-sel yang tetap
berada dalam jaringan seperti fibroblast, kondrosit dan osteoblas. Sel-sel ini
mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan substansi dasar dan
membuat tiap jenis jarinagn ikat memiliki susunan sel tersendiri.

2.2 Definisi Arthritis Rheumatoid

Arthritis Rheumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun, dimana


pelapis sendi mengalami peradangan sebagai bagian dari aktivitas sistem
imun tubuh. Juga merupakan suatu keadaan kronis dan biasanya merupakan
kelainan inflamasi progresif dan etiologi yang belum diketahui yang
dikarakterisasi dengan sendi simetrik poliartikular dan manifestasi sistemik.
Arthritis rheumatoid adalah tipe arthritis yang paling parah dan dapat
menyebabkan cacat, kebanyakan menyerang perempuan hingga tiga sampai empat
kali daripada laki-laki. Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit autoimun
dimana persendian yang biasanya menyerang sendi tangan dan kaki. Secara
simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. rematik
jenis ini memang banyak hinggap pada wanita daripada pria, biasanya
dirasakan pada awal usia 25-50 tahun dan selanjutnya.

2.3 Epidemologi
Prevalensi AR hanya 0,1-0,3% dikelompok orang dewasa dan 1:100 ribu
jiwa dikelompok anak-anak. Total, diperkirakan hanya terdapat 360 ribu pasien di
Indonesia. Penyakit ini lebih sering menyerang perempuan dengan perbandingan
3:1. Kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya umur pada usia 35
hingga 50 tahun. Rheumatoid arthritis diperkirakan memiliki prevalensi 1%
sampai 2% dan tidak memiliki predilections rasial. Hal ini dapat terjadi pada
semua usia, dengan

meningkatnya

prevalensi

sampai

dekade

ketujuh

kehidupan. Penyakit ini tiga kali lebih umum pada wanita. Pada orang berusia 15
sampai 45 tahun, wanita mendominasi dengan rasio 6:1; rasio jenis kelamin
kurang lebih sama antara pasien dalam dekade pertama kehidupan dan pada
mereka lebih dari 60 tahun.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kecenderungan genetik dan
paparan faktor lingkungan diketahui mungkin diperlukan untuk ekspresi dari
penyakit.

Molekul

Mayor

Histokompatibilitas Compleks

(MHC),

yang
9

terletak pada limfosit T, tampaknya memiliki peran penting dalam sebagian


besar pasien dengan rheumatoid arthritis. Molekul-molekul ini dapat dicirikan
dengan

menggunakan

antigen

limfosit

manusia (HLA). Mayoritas pasien

dengan rheumatoid arthritis memiliki HLA-DR4, HLA-DR1, atau keduanya


antigen ditemukan di daerah MHC. Pasien dengan antigen HLA-DR4 adalah
3,5 kali lebih mungkin mengembangkan rheumatoid arthritis

dibandingkan

mereka yang memiliki antigen HLA-DR lainnya. Meskipun wilayah MHC


adalah penting, itu bukan penentu tunggal, karena pasien dapat memiliki
penyakit tanpa jenis HLA.
Rheumatoid arthritis adalah enam kali lebih sering terjadi pada kembar
dizigotik

dan

anak-anak

tidak kembar

dari

orang

tua

dengan faktor

rheumatoid positif - erosif rheumatoid arthritis bila dibandingkan dengan


anak yang orang tuanya tidak memiliki penyakit. Jika salah satu dari
sepasang kembar monozigot dipengaruhi, kembar lainnya memiliki risiko 30
kali lebih besar terkena penyakit.

2.4 Etiologi
Penyebab dari penyakit Artritis reumatoid tidak diketahui, patogenesis
di perantarai oleh imunitas. Namun kemungkinan penyebab Artritis reumatoid
adalah faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan
antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLADR4 dengan Artritis reumatoid seropositif. Pengembangan HLA-DR4 memiliki
resiko relatif 4 :1 untuk menderita penyakit ini Kecenderungan wanita sering
menderita penyakit Artritis reumatoid dan sering di jumpai pada wanita yang
sedang

hamil menimbulkan dugaan adanya faktor keseimbangan hormonal

sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian
karena pemberian

hormon estrogen eksternal

perbaikan sebagaimana yang di harapkan.

tidak pernah menghasilkan

Sedangkan kini belum berhasil

10

dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit


ini.
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga penyebab Artritis reumatoid.
Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Artritis reumatoid juga timbul karena
umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai
oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Penyebab rematik adalah sel-sel
kekebalan tubuh, seperti limfosit, normalnya melindungi tubuh dari serangan
asing. Akan tetapi dalam penyakit rematik, sel ini justru menyerang persendian
dan jaringan yang sehat.
Penyebab pastinya memang belum diketahui, tapi peneliti meyakini
bahwa hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
Seseorang kemungkinan memiliki kecenderungan genetik yang jika diserang
bakteri atau virus tertentu, bisa mengalami rematik. Tapi hingga saat ini,
peneliti belum menemukan infeksi khusus. Rematik dapat menyerang kulit, mata,
paru-paru, jantung, darah atau saraf.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkenanya artritis
reumatoid adalah:

Jenis Kelamin

Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.

Umur

Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun


penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis
reumatoid juvenil)

Riwayat Keluarga

Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid
maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.

11

Radikal bebas

Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang


keluarnya

prostaglandin

sehingga

timbul

rasa

nyeri,

peradangan

dan

pembengkakan.

Faktor genetik dan lingkungan

Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu penderita


mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

2.5 Patofisiologi
Arthritis Rheumatoid merupakan akibat dari disregulasi komponen
humoral yang dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien menghasilkan
antibodi

yang

disebut faktor

rheumatoid;

pasien-pasien

seropositif ini

cenderung untuk lebih memiliki agressive sourse dibandingkan pasien yang


seronegatif. Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang
melipatgandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis, dan
pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang kemudian disajikan kepada
limfosit

T.

Antigen

yang

diproses

dikenali

oleh

protein

major

hiscompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat


pada aktivasi sel T dan sel B.
Tumor nekrosis faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6
(IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam inisiasi dan
kelanjutan inflamasi. Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitotoksin, yang
secara langsung toksis terhadap jaringan, dan sitokin, yang menstimulasi
aktivasi lebih lanjut

proses

inflamasi

dan menarik sel-sel

ke daerah

inflamasi. Makrofag menstimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitotoksin.


Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma, yang membentuk antibodi
dengan

kombinasi

dengan

komplemen,

mengakibatkan

akumulasi

12

polymorphonuclear leukocyte (PMN). PMN melepaskan sitotoksin, radikal


bebas oksigen, dan radikal hidroksil yang mendukung kerusakan selular pada
sinovium dan tulang. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin)
dilepaskan pada daerah
permeabilitas

inflamasi,

meningkatkan

aliran

darah

dan

pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat,

erythema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar
dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi.
Inflamasi
menghasilkan

kronik

proliferasi

pada

jaringan

jaringan

lapisan

(bentuk

sinovial

pannus).

kapsul

Pannus

sendi

menyerang

kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan
menyebabkan destruksi sendi. Hasil akhir mungkin kehilangan ruang sendi,
kehilangan

pergerakan

sendi,

fusi

tulang

(ankilosis),

dislokasi

sendi,

penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda dari AR dapat dilihat sebagai berikut;

Nyeri sendi
Pembengkakan sendi
Nyeri sendi bila disentuh atau di tekan
Tangan kemerahan
Lemas
Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit
Demam
Berat badan turun
Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam

waktu yang sama. Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil
seperti, pergelangan tangan, tangan, pergelangan kaki, dan kaki. Dalam
perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi bahu, siku, lutut,
panggul, rahang dan leher.

13

2.7 Diagnosis
Diagnostik

artritis

reumatoid

dapat menjadi suatu proses

yang

kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada
uji laboratorium yang positif; perubahan pada sendi dapat minor; dan gejala
gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar
pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari
sekelompok tanda dan gejala.
Kriteria diagnostik yang dipakai adalah sebagai berikut:
1) Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam), Kekakuan di pagi
hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat generalisata tetapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi
pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa
2)
3)
4)
5)

menit dan selalu berkurang dari satu jam.


Artritis pada tiga atau lebih sendi
Artritis sendi-sendi jari-jari tangan
Artritis yang simetris
Nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku)
atau di sepanjang permukaan ekstensor

dari lengan; walaupun

demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat


lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
6) Faktor reumatoid dalam serum
7) Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis

artritis

reumatoid

dikatakan

positif

apabila

sekurang-

kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang
disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.
Pemeriksaan penunjang

14

Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat


menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala
pasien.
Pemeriksaan laboratorium
a. Cairan synovial

Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan peningkatan

jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan kronisitas.


Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas

menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.


Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan

inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%).


Glukosa: normal atau rendah.
Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih

berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.


Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya

reaksi imunologis.
Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.
Phagocites neutrophils yang difagosit oleh kompleks immun.

tinggi

adanya

proses

dari

serum,
pada

b. Darah tepi

Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit menurun


bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai Feltys

syndrome.
Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.

c. Pemeriksaan Sero-imunologi

Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada penderita dengan

nodul subkutan.
Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.
Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer yang

lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus Sistemik.


Anti-DNA antibodies negatif.

15

Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah, menggambarkan

aktivitas penyakit.
Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute phase

reactans.
Meningkatnya kadar -gobulin menggambarkan kenaikan/akselerasi dari

katabolisme protein pada penyakit kronis.


Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen
dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular

yang berat seperti vaskulitis.


Adanya circulating immune

comlexes

serta

ditemukan

pada

penyakit dengan manifestasi sistemik.

Pemerikasaan Gambaran Radiologik


Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami
kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena
hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan
densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik
didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang
terkena.

16

Radiogram tangan reumatoid. Perhatikan penurungan jarak sendi (panahhitam),


erosi kaput metakarpal (panah putih kecil) dan tejadi deformitas sendi (panah
putih besar).

Perbandingan sendi yang diserang antara AR dan OA

17

2.8 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus
dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik ini agaknya akan sukar untuk dapat memelihara
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.
a. Terapi nonfarmakologi
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan
yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin
ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. Istirahat.
Rencana penyembuhan termasuk penjadwalan istirahat. Pasien harus
belajar

mendeteksi

tanda-tanda

tubuh,

dan

tahu

kapan

harus

menghentikan atau memperlambat aktivitas, untuk mencegah rasa sakit


karena

aktivitas

berlebihan.

Beberapa

relaksasi, pengurangan stres, dan

pasien

merasakan

teknik

biofeedback sangat membantu.

Beberapa pasien menggunakan tongkat atau bidai untuk melindungi

18

persendian dari tekanan. Bidai atau penahan (braces)

memberikan

dukungan ekstra pada otot yang lemah. Mereka juga menjaga


persendian pada posisi yang benar seelama tidur maupun beraktivitas.
Bidai hanya dipakai untuk masa terbatas sebab otot membutuhkan
latihan untuk mencegah kekakuan dan kelemahan. Terapis atau dokter
dapat membantu menentukan bidai yang tepat.
3. Terapi fisik.
Mengurangi rasa sakit dengan cara non farmakologik. Terapi fisik
dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu menjaga
dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan
kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit
dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan
mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus
dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien
Penderita ada yang melakukan penyembuhan tanpa obat.
Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air

hangat, dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit.


Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat
menghilangkan rasa sakit atau mengebalkan bagian yang
ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi mana yang lebih
cocok bagi pasien. Untuk artritis di lutut, pasien dapat memakai
sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk meratakan
pembagian

tekanan

akibat berat, dengan demikian akan

mengurangi tekanan di lutut.


4. Menurunkan berat badan
5. Kelebihan berat badan meningkatkan beban biomekanik pada sendi
penyangga berat dan ini adalah prediktor tunggal paling baik dari
kebutuhan operasi sendi. Pengurangan berat badan dikaitkan dengan
pengurangan simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 5 lb
(2,5Kg) dapat menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga
beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih masuk
akal, tetapi ini membutuhakan motivasi yang kuat dan program

19

penurunan badan yang terstruktur. Diet yang sehat dan olahraga akan
sangat membantu.
b. Terapi Farmakologi
1. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari,
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan

atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.


Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
NSAIDs.

Obat

anti-infalamasi

nonsteroid

(NSAID)

dapat

mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang


termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen.
Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
2. Kortikosteroid. Golongan kortikosteroid seperti
metilprednisolon

dapat

mengurangi

prednison

peradangan,

nyeri

dan
dan

memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid


memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam
jangka

panjang

efektifitasnya

samping yang serius.


3. DMARD (Disease-Modifying

berkurang

dan

Antirheumatic

memberikan

Drugs):

efek

Methotrexate

(Immunosupresan), Leflunomide, Sulfasalazin, Hydroxychloroquine


4. Agen Biologi (Etanercept, Infliximab, Adalimumab, Anakinra,
Abatacept, Rituximab)
5. Obat remitif (DMARD) lain. Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka
panjang. Oleh karena itu

diberikan pada

stadium awal

untuk

memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan


lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini
adalah auranofin, Azathioprine, Penicillamine, Cyclosporine dan garam
emas.

20

6. Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak


berhasil mencegah dan memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan
dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda yang telah rusak.
yang

dapat

dilakukan

adalah

artroplasti,

Prosedur

perbaikan tendon,

sinovektomi.
c. Pengobatan dengan obat tradisional/bahan alam
Perawatan

dan

pengobatan

terhadap

penyakit

rheumatik

adalah

sebagai berikut.
1) Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat.
2) Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas sendok makan, dan air
rebusan

sirih

untuk

merendam/mengompres

bagian

badan

yang

terserang rheumatik.
3) Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap.
4) Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang,
temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1
jari. Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian
disaring untuk diminum airnya.
5) Dengan obat gosok alami:
Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan

digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit.


Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan

digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.


Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian dicampur
dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada bagian tubuh
yang sakit.
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar

21

Berdasarkan anamnesis dan observasi yang sudah dilakukan, tidak ada


hubungan antara diagnosis penyakit pasien dengan lingkungan rumahnya.
Karena penyakit pasien bukan termasuk penyakit yang berbasis lingkungan,
tetapi autoimun.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Diagnosis penyakit pasien berhubungan dengan hubungan keluarga. Karena
dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa ada riwayat penyakit ataupun
keluhan yang sama dalam keluarga yaitu ibu pasien menderita rematik.
Dimana berdasarkan penelitian, adanya faktor genetik atau keturunan berisiko
yang tinggi untuk kemungkinan terkena rheumatoid arthritis.
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar.
Tidak ada hubungan antara diagnosis dengan perilaku kesehatan pasien.
Karena pada kasus ini diagnosis penyakit berhubungan dengan faktor
keturunan bukan disebabkan oleh perilaku kesehatan pasien ataupun keluarga
dan lingkungan sekitar.
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit
Secara keseluruhan dari anamnesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa penyakit yang diderita oleh pasien ini ada hubungannya dengan faktor
genetik.

e. Analisis untuk mengurangi paparan dengan faktor risiko atau etiologi.


Untuk faktor risiko genetik/ keturunan, tidak bisa diubah. Namun, yang bisa
kita lakukan adalah mencegah ataupun mengurangi mengurangi nyeri akibat
reumatoid artritis. Beberapa usaha yang bisa dilakukan:

Mengistirahatkan sendi yang sakit sampai nyerinya reda.


Senam rematik dapat membantu memperbaiki kelenturan, kekuatan,
daya tahan, dan kebugaran tubuh.

22

Mengompres bagian yang nyeri dengan menggunakan handuk yang


sudah dicelupkan ke dalam air hangat atau handuk yang berisi
potongan es selama 10-20 menit.

Terapi penyinaran dengan tujuan untuk meredakan nyeri dan


merelaksasi otot

BAB IV
LAMPIRAN

23

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi ke-4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2007.
2. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta.
3. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, edisi 6. Penerbit Nuku Kedokteran. EGC
4. Baratawijaya, Karnen. 2005. Imunologi Dasar. Jakarta: Gaya Baru
5. Criteria for the classification arthritis rheumatoid; 2009, Diunduh dari
URL:http//www. American College of Rheumatology.com

25

6. Heredity and Arthritis. 2012. American College of Rheumatology


Available at : www.rheumatology.org

26

Anda mungkin juga menyukai