Anda di halaman 1dari 40

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia, seperti yang telah dinyatakan
dalam konstitusi World Health Organization (WHO), "the enjoyment of the
highest attainable standard of health is one of the fundamental rights of every
human being." Menurut WHO, kesehatan adalah keadaan fisik, mental dan
kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan hanya sekedar tidak menderita
penyakit atau kelemahan. Sehubungan dengan konstitusi ini maka setiap
negara di dunia wajib mengusahakan kesehatan untuk setiap rakyatnya (WHO,
2010).

Untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Kesehatan pada tahun


2014 serta memperhatikan pencapaian Prioritas Nasional Bidang Kesehatan,
maka dalam periode 2010-2014 akan dilaksanakan strategi dengan fokus pada
Prioritas Nasional Bidang Kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program
dan kegiatan Kementerian Kesehatan 2010-2014. Salah satu fokusnya adalah
meningkatkan upaya promosi kesehatan kepada masyarakat dalam Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terutama pada pemberian ASI eksklusif,
perilaku tidak merokok, dan sanitasi (Kemenkes RI, 2010).

Meningkatnya perjuangan hak-hak asasi wanita dalam meniti karir


untuk bekerja di luar rumah sampai pada titik kritis dengan meninggalkan
tugas utamanya untuk memberikan air susu ibu (ASI) dan menggantinya
dengan susu botol (formula). Kecenderungan demikian telah mencapai titik 1
yang

rawan

sehingga

pemerintah

mengambil

sikap

untuk

dapat

mengembalikan fungsi hakiki wanita untuk dapat memberikan ASI. Ketetapan


tersebut diikuti upaya mengembailkan fungsi wanita untuk dapat memberikan
ASI tanpa menghalangi kesempatan sebagai wanita karir (Manuaba, 1998).

Air susu ibu (ASI) bukanlah minuman. Namun, ASI merupakan satusatunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia enam
bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain
itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ
pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Di lain pihak,
sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna
makanan. Oleh karena itu, bayi hanya diberi ASI hingga usia enam bulan,
tanpa makanan atau minuman apapun. Kandungan zat gizi ASI yang sempurna
membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi. Tentu saja, makanan
ibu harus bergizi guna mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI (Arif,
2009).

Pemberian ASI bergantung pada beberapa hal. Seperti perlindungan


dari bendungan dan perawatan pada puting. Puting harus dijaga sesering dan
sebersih mungkin. Ibu harus mandi setiap hari dan berbaju bersih. Jika puting

menjadi luka, pengobatan satu-satunya adalah puting yang luka harus diurut
pelan-pelan dengan lanolin. Bila sangat sakit menyusui pada susu yang sakit
dihentikan, tapi ASI tetap diberikan dengan memeras air susu dari payudara.
Bagi ibu-ibu di pedesaan, hal yang penting diajarkan pada mereka adalah
memelihara dirinya sendiri, bajunya dan kebersihan bayinya. Konsumsi
makanan bergizi juga penting, karena jumlah ASI berkurang bila ibu sakit atau
kurang gizi karena terlalu sering punya bayi atau diet yang sangat sedikit
(Jelliffe, 2006).

Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007,


pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan mengalami penurunan, dari
39,4% pada tahun 2003 menjadi 32% pada tahun 2007 dari target 80%.
Pemberian ASI eksklusif yang menurun disebabkan baik oleh perilaku
maupun besarnya pengaruh dari luar, seperti pemberian susu formula gratis
pada saat ibu melahirkan (Kemenkes RI, 2010). Sedangkan data terbaru tahun
2008 menunjukan peningkatan menjadi 39,5% (Depkes RI, 2009).

Data terbaru yang di publiksikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi


Sulawesi Tengah (2009) menunjukan jumlah pemberian ASI esklusif sebesar
40,05%. Di Kabupaten Donggala sendiri memperlihatkan jumlah pemberian
ASI ekslusif hanya sebesar 28,75%. Sedangkan pemberian ASI di wilayah
kerja Puskesmas Toaya sebesar 25%, hal ini sesuai dengan observasi yang
dilakukan oleh peneliti bahwa banyak ibu-ibu yang memberikan makanan

kepada bayi sebelmum umur 6 bulan, sehingga jumlah pemberian ASI ekslusif
sangat kecil.

Pengetahuan tentang ASI merupakan hal yang sangat penting bagi ibu
yang menyusui, agar ibu dapat memberikan ASI Ekslusif kepada bayi. Masih
ada ibu di Puskesmas Toaya yang masih memberikan makanan selain ASI
kepada bayi yang masih berumur kurang dari 6 bulan. Akan tetapi belum ada
penelitian yang dilakukan untuk melihat bagaimana pengetahuan para ibu
tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu tentang
pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Toaya Kec. Sindue.
B.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
pengetahuan ibu tentang pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Toaya Kec.
Sindue?"

C.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya gambaran pengetahuan ibu
tentang pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Toaya Kec. Sindue.

D.

Manfaat Penelitian
1. Manfaat Institusi
Bagi institusi diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi
pengetahuan dan sebagai bahan perbandingan dengan peneliti lain.
2. Manfaat Profesi.

Profesi keperawatan merupakan salah satu ujung tombak dari


upaya mewujudkan Indonesia yang lebih sehat. Hasil penelitian ini
merupakan sumber informasi penting bagi profesi keperawatan khususnya
di puskesmas tentang gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian ASI
ekslusif di wilayah kerjanya.
3. Manfaat Peneliti
Bagi peneliti merupakan sumber untuk menambah khazanah
pengetahuan serta wawasan agar dapat menjadi seorang perawat
profesional.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.

Tinjauan Umum Tentang Menyusui


1.

Anatomi Mamae
Payudara adalah pelengkap organ reproduksi pada wanita dan
mengeluarkan air susu. Buah dada terletak dalam fasia superfisialis di
daerah antara sternum dan aksila, melebar dari iga kedua sampai iga
ketujuh. Bagian tengah terdapat puting susu yang dikelilingi oleh areola
mamae yang berwarna cokelat. Dekat dasar puting terdapat kelenjar
montgomeri yang mengeluarkan zat lemak supaya puting tetap lemas.
Puting mempunyai lubang 1,5-2 mm untuk tempat saluran kelenjar susu.
Buah dada terdiri dari bahan-bahan kelenjar susu (jaringan
alveolar) tersusun atas lobus-lobus yang saling terpisah oleh jaringan ikat
dan jaringan lemak, setiap lobus bermuara ke dalam duktus laktiferus
(saluran air susu). Saluran limfe sebagai pleksus halus dalam ruang
interlobuler jaringan kelenjar bergabung membentuk saluran yang lebih
besar.

Kelenjar mamae menyebar di sekitar aerola mamae dan


mempunyai luas antara 1,5-2,4 mm. Tiap lobus berbentuk piramid dengan
puncak mengarah ke areola mamae. Masing-masing lobus dibatasi oleh
septum yang terdiri dari jaringan fibrosa yang padat, serat jaringan fibrosa
yang terbentang dari kulit ke fasia pektoralis yang menyebar di antara
jaringan kelenjar. Tiap lobus kelenjar mamae mempunyai saluran keluar 6
yang disebut ductus lactiverus yang bermuara ke papila mamae, pada
daerah aerola mamae ductus lactiverus melebar disebut sinus laktiverus. Di
daerah terminalis lumen sinus ini mengecil dan bercabang-cabang ke
alveoli. Di antara jaringan kelenjar dan jaringan fibrosa ruangannya diisi
oleh jaringan lemak yang membentuk postur dari mamae sehingga
permukaan mamae terlihat rata. Bagian dalam kelenjar mamae dapat
dipisahkan dengan mudah dari fasia dan kedudukan mamae bergeser
(Syaifudin,2006).
Gambar 2.1
Anatomi Mamae

2.

Perkembangan Mamae
Pada perempuan, perubahan dan perkembangan buah dada terjadi
setelah masa remaja atau pubertas (11-12 tahun) karena terdapat
penambahan jaringan kelenjar. Seorang wanita mulai menstruasi pertama
terjadi sedikit pembesaran buah dada disebabkan pengaruh hormon
esterogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium, lama kelamaan buah
dada

berkembang

penuh

dan

penimbunan

lemak

menimbulkan

pembesaran yang tetap. Pada masa menopause, lama kelamaan ovarium


berhenti berfungsi dan jaringan buah dada mengkerut.
Perkembangan

payudara

distimulasi

oleh

esterogen

yang

merangsang pertumbuhan kelenjar mamarea ditambah dengan deposit


lemak untuk memberikan massa pada kelenjar payudara. Pertumbuhan
jauh lebih besar terjadi selama masa kehamilan dan jaringan kelenjar
hanya berkembang sempurna untuk pembentukan air susu. Selama
kehamilan esterogen disekresikan oleh plasenta sehingga duktus payudara
tumbuh dan berkembang, hormon prolaktin, glukokortikoid adrenal dan
insulin berperan dalam metabolisme protein dalam perkembangan
payudara (Syaifudin,2006).

B.

Tinjauan Umum Tentang ASI .


1. Pengertian
ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna
bagi bayi hinnga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi
yang dibutuhkan bayi. Selain itu ASI secara alamiah dibekali enzim
pernerna susu sehinggaorgan pencernaan bayi mudah mencerna dan
menyerap gizi ASI. Hal ini dikarenakan bayi belum memiliki cukup enzim
pencerna makanan (Arif, 2009).
2. Fisiologi Menyusui
Perkembangan payudara terjadi pada waktu remaja dan selama
hamil. Selama remaja terjadi perkembangan pada puting susu dan saluran
kelenjar susu. Dan selama hamil terjadi perkembangan kelenjar-kelenjar
susu. Keluarnya air susu dirangsang oleh perubahan homon ibu setelah
melahirkan dan oleh isapan bayi (Jelliffe, 2006).
Segera setelah terjadi kehamilan maka korpus luteum berkembang
terus dan mengeluarkan esterogen dan progesteron, untuk mempersiapkan
payudara, agar pada waktunya dapat memberikan ASI. Esterogen akan
mempersiapkan kelenjar dan saluran ASI dalam bentuk proliferasi, deposit
lemak, air dan elektrolit, jaringan ikat semakin banyak dan mioepitel
disekitar kelenjar mamae semakin membesar. Sedangkan progesteron
meningkatkan kematangan kelenjar mamae beserta dengan hormon
lainnya (Manuaba, 1998).

10

Hormon prolakitn yang sangat penting dalam pembentukan dan


penambahan

pengeluaran

ASI,

tetapi

fungsinya

belum

mampu

mengeluarkan ASI karena dihalangi oleh hormon esterogen, progesteron,


dan human placental lactogen hormone. Oksitoksin meningkat dari
hipofisis posterior, tetapi belum juga berfungsi mengeluarkan ASI karena
dihalangi oleh hormon esterogen dan progesteron (Manuaba, 1998).
Bersamaan dengan membesarnya kehamilan, perkembangan dan
persiapan untuk memberikan ASI makin tampak. Payudara makin besar,
puting susu makin menonjol, pembuluh darah makin tampak, aerola
mamae semakin menghitam (Manuaba, 1998).
Segera setelah persalinan hormon-hormon yang dikeluarkan
plasenta berkurang yang berfungsi menghalangi prolaktin dan oksitoksin.
Untuk mempercepat pengeluaran ASI, segera setelah persalinan, bayi
langsung diisapkan pada puting susu ibunya sehingga terjadi refleks
pengeluaran prolaktin dan oksitoksin. Isapan bayi sangat menguntungkan
karena dapat mempercepat pengeluaran plasenta, serta perdarahan
postpartum dapat dihindari (Manuaba, 1998).

3. Kelangsungan Produksi ASI


Kelangsungan produksi ASI bergantung pada:
a. Rangsangan dari puting susu (diisap), pengeluaran hormon produksi
susu dari hipotalamus (hormon prolaktin).
b. Pengosongan payudara (mengisap dan memeras air susunya).

11

Pengeluaran susu dari payudara (diisap) atau memeras susu ke luar


sehingga mengalir dengan lancar. Ini disebut refleks pengeluaran dan
disebabkan sekresi dari hormon Oxytocin. Refleks ini dapat terhambat bila
ibu dalam keadaan stress atau gelisah (Jelliffe, 2006).

4. Pengeluaran ASI
Pengeluaran ASI dapat dibedakan atas :
a. Kolostrum. Berwarna kuning jernih dengan protein berkadar tinggi.
Mengandung imunoglobulin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe),
vitamin (A, E, K dan D), lemak dan rendah laktosa. Pengeluaran
kolostrum berlangsung sekitar dua atau tiga hari dan diikuti oleh ASI
yang berwarna putih. Kolostrum merupakan cairan lengket yang keluar
selama beberapa minggu terakhir kehamilan dan pada hari pertama atau
kedua setelah kelahiran. Colostrum tidak merugikan bahkan harus
diterima oleh bayi (Jelliffe, 2006).
b. ASI transisi. Mulai berwarna putih bening dengan susunan yang
disesuaikan kebutuhan bayi, dan kemampuan mencerna susu bayi.
c. ASI sempurna. Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan perkembangan
usus bayi, sehingga dapat menerima susunan ASI sempurna (Manuaba,
1998).

12

5. Komposisi ASI
ASI bersifat khas untuk bayi karena susunan kimianya, mempunyai
nilai biologis tertentu, dan mempunyai substansia yang spesifik. Ketiga
sifat itulah yang membedakan ASI dengan susu formula (Manuaba, 1998).
ASI mudah dicerna karena selain mengandung gizi yang sesuai,
juga mengandung enzim-enzim untuk mencerna zat-zat gizi yang terdapat
dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang
berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi (Arif,
2009).
Selain

mengandung

protein

yang

tinggi,

ASI

memiliki

perbandingan antara Whei dan Casin yang sesuai untuk bayi. ASI
mengandung Whei lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan
protein ASI lebih mudah diserap, sedangkan susu sapi mempunyai
perbandingan Whei dan Casin sebesar 20:80, sehingga tidak mudah
diserap (Arif, 2009).
Selain itu ASI mengandung komposisi sebagai berikut:
a. Taurin, DHA dan AA. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang
terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan
berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Decosahexanoic
Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh
rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dsalam

13

ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan


anak. Di samping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk
/disintesa dan substansi pembentuknya (precursor), yaitu masingmasing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).
b. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih, dan bebas kontaminasi.
Immunoglobulin A (IgA) dalam kolesterum atau ASI kadarnya cukup
tinggi. Sekretori IgA tidak diserap, tetapi dapat melumpuhkan baktori
parogen E. Coli dan berbagai virus dalam saluran pencernaan.
Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. Coli dan
Salmonela) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih
banyak daripada susu sapi. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu
pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri atas 3 macam, yaitu
Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernapasan,
Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernapasan,
Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan
payudara ibu.
c. Lactobacillus bifidus merupakan spesies bakteri yang mempunyai
tingkat pertumbuhan yang cepat di dalam usus bayi yang
mendapatkan ASI, karena ASI mengandung bifidus faktor yang
konsentrasinya tinggi dalam kolostrum. Lingkungan yang kondusif
untuk mendukung pertumbuhan bakteri ini ialah tersedianya faktorfaktor bifidus serta pH (derajat keasaman) yang rendah (suasana
asam) pada usus. Lactobacillus bifidus membentuk enzim pencernaan

14

(laktase) yang mampu memecah senyawa laktosa menjadi asam laktat


dan asam asetat. Produk dari pemecahan laktosa, yang berupa asam
pada usus, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganismemikroorganisme patogen misalnya; E. Coli patogen, Staphylococcus
aureus, shigela dan protozoa tertentu. Faktor bifidus ini hanya
terkandung pada produk susu hewani yang lain, misalnya susu sapi.
d. Laktoferin. Laktoferin adalah protein yang terikat dengan zat besi
(Fe). Keberadaan laktoferin di dalam ASI menghambat aktifitas
mikroorganisme-mikroorganisme

patogen

merupakan

kofaktor

(berupa zat besi) ketika memasuki saluran pencernaan bayi.


Laktoferin juga menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
e. Hormon. ASI mengandung beberapa macam hormohn antara lain:
Epedermal Growth Factor (EFG). Berfungsi untuk meningkatkan
regenerasi (pergantian) sel-sel epitel pada saluran pencernaan setelah
terjadinya diare. Memacu pertumbuhan tulang dan otot. Biasa dikenal
dengan hormon pertumbuhan. Adrenokotikotropin Hormone (ACTH),
menghasilkan hormon-hormon yang mengatur pencernaan kerbohidrat
(dalam ASI berupa laktosa) , serta mengatur keseimbangan cairan
tubuh. Thyroid Stimulating Hormone (TSH) merangsang pembentukan
hormon thyroid, yang berfungsi dalam proses klasifikasi tulang, serta
pembentukan sel-sel darah merah di dalam sum-sum tulang.
Kortikosteroid

berperan

dalam

produksi

ASI.

Prolaktin,

mempengaruhi kelenjar susu dalam mempersiapkan, memulai, dan

15

mempertahankan laktasi. Prostaglandin merupakan bahan makanan


yang sesuai untuk bayi.
f. Vitamin. ASI mengandung beberapa jenis vitamin yaitu antara lain;
vitamin A, Karoten, Vitamin D, Vitamin E, Vitamin K, Vitamin C
(asam askorbat), biotin, kolin asam folat, inositol, niasin, Vitamin B3
(asam panthotenat), Vitamin B2 (pridoksin), Vitamin B2 (ribovlavin),
Vitamin B1 (thiamin), dan Vitamin B12 (Sianokobalamin) (Arif,
2009).
6. Keuntungan ASI
Keuntungan pemberian ASI bagi ibu adalah sebagai berikut.
a. Memberikan ASI sesuai dengan tugas seorang ibu, sehingga dapat
meningkatkan martabat wanita dan sekaligus meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.
b. Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai keuntungan:
1) Terjadi metode laktasi amenorea (MAL), dapat bertindak sebagai
metode KB dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan.
2) Mempercepat terjadinya involusi uterus.
3) Pemberian ASI mengurangi kejadian karsinoma mamae.
4) Melalui pemberian ASI kasih sayang ibu terhadap bayi lebih baik
sehingga

menumbuhkan

(Manuaba, 1998).

hubungan

batin

lebih

sempurna

16

c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: Ikatan kasih sayang ibu-bayi


terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin
contact). Pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi dapat
berkembang. Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan
kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang dikenal
sejak bayi masih ada di dalam rahim.
d. Dengan menyusui secara ekslusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk makanan bayi sampai berumur 6 bulan (Arif, 2009).
Keuntungan pemberian ASI bagi bayi adalah sebagai berikut.
a. ASI mempunyai kelebihan dalam susunan kimia, komposisi biologis
dan mempunyai substansia spesifik untuk bayi.
b. ASI siap setiap saat untuk diberikan pada bayi dengan sterilitas yang
terjamin.
c. ASI dapat disimpan selama 8 jam tanpa perubahan apa pun, sedangkan
susu botol hanya cukup 4 jam.
d. Karena bersifat spesifik, maka pertumbuhan bayi baik dan terhindar
dari dari beberapa penyakit tertentu.
e. ASI telah disiapkan sejak mulai kehamilan sehingga sesuai dengan
tumbuh kembang bayi.
f. Bayi mengukur sendiri rasa laparnya sehingga metode pemberian ASI
dengan call feeding (Manuaba, 1998).

17

g. Meningkatkan kecerdasan bayi dan koordinasi syaraf menelan,


menghisap dan bernafas. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi
yang diberi ASI memiliki IQ point 4,3 lebih tinggi pada usia 18 bulan,
4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada
usia 8,5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI (Arif,
2009).
7.

Cara Menyusui Bayi


a. Waktu menyusui.
Menyusui sebaliknya dilakukan setelah kelahiran bayi dan
setiap kali bayi ingin menyusui.
b. Langkah-langkah menyusui.
Ketika menyusui, duduklah dengan nyaman pada kursi yang
mempunyai sandaran punggung. Gunakanlah bantalan sebagai alas bayi
supaya dekat dengan payudara ibu.
c. Memprioritaskan payudara yang lebih penuh.
Alangkah baiknya apabila memulai menyusui dengan payudara
kanan. Letakan kepala bayi pada siku bagian dalam lengan kanan ibu.
Sementara badannya menghadap badan ibu. Letakan lengan kiri bayi
diseputar pinggang ibu dan tangan kanan ibu memegang pantat atau
paha kanan bayi.
Ibu hendaknya menyangga payudara kanan dengan keempat jari
tangan kiri di bawahnya dan ibu jari di atasnya, seperti huruf C, tetapi

18

tidak di atas bagian puting. Sentuhlah mulut bayi dengan puting susu.
Tunggu sampai bayi membuka mulutnya lebar-lebar.
Kemudian, tengadahkan sedikit kepala bayi dan masukan
secepatnya seluruh puting susu sebanyak mungkin daerah yang
berwarna kehitaman ke dalam mulut bayi, sehingga terletak di antara
lidah dan langit-langit mulutnya.
Gambar 2.2
Posisi dalam Menyusui

d. Indikator terpenuhinya kebutuhan bayi.


Mungkin yang timbul keraguan di benak para ibu ialah cukup
tidaknya produksi air susunya untuk kebutuhan bayi. Acap kali persepsi
dan komentar negatif yang masuk membuat seorang ibu merasa tidak
mampu menghasilkan ASI dengan cukup. Seorang ibu harus memiliki

19

optimisme, bahwa mayoritas ibu bisa menghasilkan ASI yang memadai


bagi bayinya. Jumlah ASI yang diproduksi tergantung pada kebutuhan
bayi. Semakin banyak ASI yang dibutuhkan oleh bayi, maka payudara
ibu akan menghasilkan lebih banyak ASI. Bahkan seandainya kesehatan
ibu agak terganggu, lemah atau kurang gizi, seorang ibu masih tetap
bisa menghasilkan ASI yang cukup baginya.
Seorang bayi dianggap cukup mendapatkan ASI jika terdapat
penambahan berat badan yang signifikan, bayi merasa puas dan
kenyang setelah menetek, kemudian tidur selama 2-4 jam, serta buang
air kecil atau besar dengan frekuensi minimal enam kali dalam seharisemalam.
e. Makanan ibu menyusui.
Pada prinsipnya, makanan yang diberikan kepada ibu yang
sedang menyusui, harus cukup mengandung kalori (energi) untuk dapat
mengganti energi yang dikeluarkan maupun yang dibutuhkan untuk
menghasilkan air susu. Komposisi bahan makanan yang terkandung
dalam diet diusahakan seimbang dan dapat memenuhi kebutuhan
nutrien untuk menjaga stamina dan berat badan ibu selama penyusuan.
Hendaknya ibu yang sedang menyusui mengkonsumsi lebih banyak
makanan yang mengandung zat besi, zat kapur dan vitamin A. Zat besi
terdapat pada hati, kacangan-kacangan (tahu dan tempe), dan sayuran
yang berwarna hijau tua. Zat kapur terdapat pada ikan teri, hati, susu,
kacang-kacangan dan sayuran. Vitamin A banyak terdapat pada telur,

20

hati, ikan teri, susu, minyak goreng, sayuran yang berwarna hijau dan
buah-buahan yang berwarna kuning dan orange.
Ibu yang sedang berada pada fase menyusui, sebaiknya
mengurangi konsumsi kopi dan teh, karena dapat mengganggu
penyerapan zat besi. Kalsium juga dapat menghalangi penyerapan zat
besi, waktu minum susu juga perlu diperhatikan. Dianjurkan tidak
minum susu atau sumber kalsium lain, setelah mengkonsumsi makanan
yang mengandung zat besi. Jarak waktu minimal antara pengsumsian
zat besi dengan kalsium adalah 1,5-2 jam.
f. Pemberian susu formula.
Susu untuk bayi dan anak sering berlebihan. Pemberian susu
formula seharusnya diberikan menjelang penyapihan, yaitu menjelang
penyapihan, yaitu menjelang umur 2 tahun. Susu formula bukan
pengganti makanan, melainkan hanya melengkapi. Jadi, tidak benar
anggapan bahwa cukup dengan memberi susu formula, kecukupan gizi
bayi terpenuhi.
Fenomena yang sering kita lihat, susu formula diberikan sejak
awal. Bahkan bersama-sama ketika bayi masih menyusui. Ini harus
dihindari. Sebaiknya ketika masih menyusui dengan ASI, bayi tidak
perlu diberikan susu formula sebelum menjelang penyapihan. Selain
itu, beban pengeluaran rumah tangga akan bertambah per bulannya
kalau membeli susu formula.

21

g. Pemberian makanan tambahan.


Setelah bayi berusia 6 bulan, bayi mulai diberi makanan
tambahan. Makanan tambahan ini berupa sari buah atau buah-buahan
segar, makanan lumat, dan yang terakhir makanan lembek. Tujuan
pemberian makanan tambahan ini adalah mengembangkan kemampuan
bayi untuk menerima berbagai macam makanan yang berbeda rasa dan
tekstur. Selain itu melengkapi zat-zat gizi dalam ASI walaupun dalam
jumlah terbatas, mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah
dan menelan, serta melakukan adaptasi (penyesuaian diri) terhadap
makanan yang mengandung kadar energi tinggi (Arif, 2009).
8.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI


Sekalipun upaya untuk memberikan ASI digalakan tetapi pada
beberapa kasus pemberian ASI perlu dipertimbangkan.
a. Faktor dari ibu.
1) Ibu dengan penyakit jantung yang berat, akan menambah beratnya
penyakit ibu.
2) Ibu dengan pre-eklampsia dan eklampsia, karena banyaknya obatobatan yang diberikan, sehingga dapat mempengaruhi bayinya.
3) Karsinoma mamae mungkin dapat menimbulkan metastasis.
4) Ibu dengan psikosis, dengan pertimbangan kesadaran ibu sulit
diperkirakan sehingga dapat membahayakan bayi.

22

5) Ibu dengan infeksi virus.


6) Ibu dengan TBC atau lepra.
b. Faktor dari bayi.
1) Bayi dalam keadaan kejang-kejang, yang dapat menimbulkan
bahaya aspirasi ASI.
2) Bayi yang menderita sakit berat, dengan pertimbangan dokter anak
tidak dibenarkan untuk mendapatkan ASI.
3) Bayi dengan berat badan lahir rendah, karena refleks menelannya
sulit sehingga bahaya aspirasi mengancam.
4) Bayi dengan cacat bawaan yang tidak mungkin menelan (labioksis,
palatognatokisis, labiognatopalatokisis).
5) Bayi yang tidak menerima ASI, panyakit metabolisme seperti
alergi ASI.
Pada kasus tersebut di atas untuk memberikan ASI
sebaiknya dipertimbangkan dengan dokter anak.
c. Keadaan patologis pada payudara
Terdapat

beberapa

keadaan

patologis

payudara

yang

memerlukan konsultasi dokter sehingga tidak merugikan ibu dan


bayinya. Keadaan patologis yang memerlukan konsultasi adalah:
1) Infeksi payudara.
2) Terdapat abses yang memerlukan insisi.

23

3) Terdapat benjolan payudara yang membesar saat hamil dan


menyusui.
4) ASI yang bercampur darah.
C.

Tinjauan Umum Tentang ASI ekslusif


1. Pengertian
ASI ekslusif berarti memberikan hanya ASI saja kepada bayi
(tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air putih,
air teh; maupun makanan lain, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur
nasi, tim dan lain-lain) hingga usia 6 bulan. Dengan manajemen laktasi
yang baik, produksi ASI dinyatakan cukup sebagai makanan tunggal untuk
pertumbuhan bayi yang normal sampai usia 6 bulan. Itu sebabnya, World
Health Organization (WHO) menganjurkan agar ASI ekslusif diberikan
hingga bayi berusia 6 bulan (Arif, 2009).
ASI ekslusif harus diberikan hingga usia 6 bulan karena di bawah
usia tersebut bayi belum mampu mencerna makanan lain selain ASI. ASI
juga mengandung enzim pencernaan yang belum dapat diproduksi oleh
bayi baru lahir. Dalam jangka panjang pemberian ASI mencegah anak
kelak menderita kegemukan dan diabetes mellitus (Arif, 2009).
2. Kendala ASI Ekslusif
Kendala umum yang dijumpai di kota besar ialah para ibu yang
bekerja. Namun, dengan tekad dan tetap dapat memberikan ASI ekslusif.
Caranya, simpanlah ASI di dalam wadah yang steril dan tertutup rapat.

24

Saat ini diberbagai toko peralatan bayi, telah tersedia kantung plastik
khusus untuk menyimpan ASI (Arif, 2009).
3. ASI Ekslusif Dibandingkan Dengan Susu Formula
Walaupun di negara-negara maju angka kesakitan dan kematian
bayi yang minum ASI tidak banyak berbeda dengan yang minum susu
formula, tetapi menurut Grant (1996) yang dikutip oleh Soetjiningsih
(1997) beberapa penyakit seperti: Enterokolitis nekrotikans, alergi
terhadap protein susu sapi (CMPS), otitis media, bronchitis, obesitas dan
lain-lain, jauh lebih sering pada bayi yang minum susu formula.
Angka kejadian dan kematian akibat diare pada anak-anak di
negara berkembang ternyata masih tinggi. Lebih-lebih pada anak yang
mendapat susu formula, angka tersebut lebih tinggi secara bermakna
dibandingkan dengan anak-anak yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan
karena nilai gizi ASI yang tinggi, adanya antibodi pada ASI, sel-sel lekosit,
enzim, hormon, dan lain-lain yang melindungi bayi terhadap berbagai
infeksi (Soetjiningsih, 1997).
D.

Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


1. Pengertian Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal
dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah melihat, mengalami.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari
pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui

25

media komunikasi, seperti; radio, televisi, majalah, atau surat kabar


(Poerwadarminta, 1976).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah


orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmojo,
2010). Sedangkan menurut Talbot (1995), yang dikutip oleh Potter dan
Perry (2005) pengetahuan adalah informasi, dan penemuan adalah proses
kreatif untuk mempertahankan pengetahuan baru.
2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Benjamin Bloom (1908), pengetahuan dibagi menjadi
beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom.
Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know), memahami
(comprehension),

aplikasi

(application),

analisis

(analysis),

sintesis

(synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoadmojo, 2008).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif terdiri dari


enam tingkatan sebagai berikut:
a.

Tahu (Know)
Mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
atau mengingat kembali (recoll) terhadap sesuatu spesifik dari seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b.

Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

26

secara

benar

tentang

objek

yang

diketahui

dan

dapat

kemampuan

untuk

menginterprestasikan materi tersebut secara benar.


c.

Aplikasi (Application)
Aplikasi

diartikan

sebagai

suatu

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi


yang sebenarnya. Misalnya dapat melaksanakan atau menggunakan
prinsipprinsip pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang ada.
d.

Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau objek ke dalam komponenkomponen tetapi masih ada kaitannya.
Misalkan dapat membedakan tanda persalinan normal atau tidak
normal.

e.

Sintesis (Synthesis)
Sintesis

menunjukan

kepada

suatu

kemampuan

untuk

meletakan atau menghubungkan bagianbagian dalam suatu bentuk


yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasiformulasi yang ada.
f.

Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan
penilaian tetap terhadap suatu materi objek. Penilaianpenilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang
telah ada misalnya dapat membandingkan kehamilan atau persalinan

27

normal dengan kehamilan atau persalinan tidak normal (pathologi).


Pengukuran

pengetahuan

dapat

dilakukan

dengan

wawancara,

menanyakan materimateri yang akan diukur dari responden ke dalam


pengetahuan yang kita ketahui (Notoadmojo, 2008).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Pendidikan
Menurut Koentjaraningrat (1997) dalam Nursalam (2000),
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah untuk
menerima informasi sehingga dengan informasi yang banyak, maikn
banyak pula pengetahuan yang akan di dapat. Demikian pula
sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
b. Umur
Huclok berpendapat bahwa meskipun cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja dalam segi kepercayaan masyarakat. Hal ini sebagai
akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Muchsin, 1996).
c. Herediter
Kemampuan seseorang untuk menerima informasi sangat
dipengaruhi oleh aktifitas sistem saraf. Penelitian terakhir menunjukan
bahwa ada pengaruh antara struktur genom dengan kepandaian
manusia (Muchsin, 1996).

28

BAB III
KERANGKA KONSEP
A.

Dasar Pemikiran Variabel


Konsep merupakan abtraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari halhal yang khusus. Konsep baru dapat diamati atau diukur melalui variabel yang
membentuknya. Variabel adalah lambang atau simbol yang menunjukan nilai
dari konsep dan merupakan sesuatu yang bervariasi (Saryono, 2008).
Menurut Notoadmojo (1993) yang dikutip oleh Wasis (2008) bahwa
kerangka konsep adalah kerangka antara konsep yang ingin diamati atau
diukur malalui penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, penulis
ingin menggambarkan pengetahuan ibu menyusui tentang pemberian ASI
Ekslusif. Dengan demikian dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Pengetahuan Pemberian
ASI Ekslusif

Ibu Menyusui

B.

28

29

C. Definisi Oprasional
1.

Variabel Independen
Pengetahuan

pemberian

ASI

Ekslusif

adalah

pemahaman

responden tentang pemberian ASI Ekslusif yang termaksud didalamnya


adalah pengertian pemberian ASI ekslusif, komposisi ASI, keuntungan
ASI, cara pemberian ASI, dan faktor-faktor yang mempengarui pemberian
ASI.
Alat Ukur

: Kuisioner

Cara Ukur

: Pengisian Kuisioner

Skala Ukur

: Ordinal, dengan hasil ukur:


0 = Kurang, bila skor jumlah yang benar < median.
1 = Baik, bila skor jumlah yang benar median.

2.

Variabel Dependen
Ibu menyusui adalah wanita yang sedang dalam periode laktasi
saat berlangsungnya penelitian.

30

BAB IV
METODE PENELITIAN
A.

Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian
yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan ibu tentang
pemberian ASI ekslusif di Puskesmas Toaya Kec. Sindue.

B.

Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Toaya Kec. Sindue, pada tanggal
1 s/d 14 September 2010.

C.

Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi didefinisikan sebagai seperangkat unit analisis yang
lengkap yang sedang diteliti (Sarwono, 2006). Populasi atau disebut juga
universe adalah sekelompok individu atau objek yang memiliki
karakteristik yang sama (Chandra, 2009). Populasi pada penelitian ini
adalah semua ibu yang sedang menyusui yang datang berkunjung di
Puskesmas Toaya Kec. Sindue menurut data terakhir (bulan Juni)
sebanyak 61 orang.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian kecil dari populasi atau objek yang
memiliki karakteristik yang sama (Chandra, 2009). Menurut data

30

31

terakhir dari Puskesmas Toaya, jumlah ibu menyusui di Desa Toaya


sebanyak 12 orang dan Desa Lero sebanyak 15 orang. Sehingga jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 27 (dua puluh tujuh) orang responden
(ibu menyusui).
D.

Pengumpulan Data
Data-data yang diperoleh dan dirumuskan dalam penelitian ini
adalah:
1. Data Primer
Data primer adalah kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh
si peneliti pada saat berlangsungnya suatu penelitan (Chandra, 2009). Data
primer yang diambil oleh peneliti berasal dari pengisian kuesioner oleh
responden di Puskesmas Toaya Kec. Sindue.
Kuesioner penelitian berisikan 15 pernyataan tentang pengetahuan,
terdiri dari 7 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif. Dengan alternatif
jawaban benar dan salah, kemudian sistem scoring untuk pernyataan
positif; bila memilih jawaban benar mendapatkan nilai 1, dan jika jawaban
salah mendapat nilai 0. Sedangkan untuk pernyataan negatif; bila memilih
jawaban benar mendapatkan nilai 0, dan jika jawaban salah mendapatkan
nilai 1.
2. Data Sekunder
Selain itu peneliti juga mengambil data sekunder internal dari

32

Puskesmas Toaya. Data sekunder tersebut berupa jumlah kunjungan ibu


menyusui di Puskesmas Toaya.
E.

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
1.

Editing Data, yaitu memeriksa adanya kesalahan atau kekurangan


data yang diperoleh dari tempat penelitian.

2.

Coding Data, yaitu memberikan kode untuk memudahkan peneliti


dalam menganalisa data.

3.

Cleaning Data, yaitu melakukan pengecekan kembali, bila ada


kesalahan yang dihitung.

4.

Tabulating Data, yaitu menghitung dan mentabulasi data secara


manual.

5.

Describing Data, yaitu menggambarkan dan menjelaskan data


yang sudah ada (Machfoedz, 2009).

F.

Analisa Data
Analisa data menggunakan analisis univariat untuk menentukan
distribusi frekuensi variabel dari pengetahuan ibu menyusui.
Univariat adalah analisis frekuensi tunggal, yaitu hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel.
Univariat menggunakan rumus:
f
P=

x 100%

Dimana : P = Presentase

33

f = Frekuensi
n = Jumlah
2002)
Penelitian ini menggunakan median
sebagaisampel
ukuran(Sudjana,
pemusatan
data.
Median menunjukan letak angka paling tengah pada suatu deretan angka
observasi. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Jika sampel genap: n
2
Jika sampel ganjil: n +1
2
G.

Keterangan:
n

: sampel

Penyajian Data
Teknik penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tekstual yang berupa tulisan atau narasi, dan semi-tabulasi yang berupa
tabulasi sederhana dengan jumlah data yang kecil serta memerlukan
kesimpulan yang sederhana (Chandra, 2009).

34

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Gambaran Lokasi Penelitian


1. Keadaan Geografis
Puskesmas Toaya terletak di Jalan Bunta Desa Toaya, Kecamatan
Sindue, Kabupaten Donggala. Puskesmas ini menempati lahan seluas
5.000 m2 dengan luas bangunan hingga saat ini seluas 1.700 m 2. Dengan
lokasi yang strategis dan dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi,
sosial, dan budaya seperti pasar dan kantor camat, sehingga sangat
potensial untuk pengembangan kecamatan di masa mendatang.
Puskesmas Toaya merupakan puskesmas induk bagi seluruh fasilitas
kesehatan di Kecamatan Sindue, baik Puskesmas Pembantu (Pustu),
Polindes, maupun Poskesdes. Secara administratif Kecamtan Sindue
adalah kecamatan yang terdiri dari 12 desa, dengan Desa Toaya sebagai
ibu kota kecamatannya.
2. Keadaan Pelayanan Hasil Kesehatan
Menurut data dari Puskesmas Toaya, di Wilayah Kerja Puskesmas
Toaya cakupan pemberian ASI di seluruh wilayah kerja Puskesmas Toaya
sebesar 25%. Tidak aktifnya beberapa posyandu yang merupakan tempat
pemantauan dan penyuluhan tentang ASI Ekslusif, merupakan kendala
utama kurangnya pemberian ASI Ekslusif oleh para ibu menyusui.

34

35

B.

Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan 14 September
2010. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 27 (dua puluh tujuh) orang
responden (ibu menyusui). Melalui para responden ini dikumpulkan data-data
melalui pengisian kuisioner yang berisikan 15 (lima belas) pertanyaan tentang
pengetahuan.
Data-data primer dari sampel tersebut kemudian di analisis univariat
(lampiran 3). Analisa ini diaplikasikan untuk melihat distribusi responden dari
variabel yang diteliti. Sesuai dengan hasil penelitian diperoleh distribusi
responden menurut pengetahuan ibu, sebagai berikut.
Tabel 5.1.
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian
ASI Ekslusif di Puskesmas Toaya
Pengetahuan Ibu

Kurang Baik

13

48,15

Baik

14

51,85

27

100,0

Jumlah
Sumber: Data primer.

Dari tabel 5.1 didapatkan h71asil bahwa banyak responden yang


memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 14 (empat belas) orang dengan
proporsi 51,85% (lima puluh satu koma delapan lima persen).
C.

Pembahasan
Dari tabe l 5.1 dapat kita lihat bahwa dari 27 responden paling
banyak berpengetahuan baik dengan jumlah 14 responden (51,85%). Akan

36

tetapi masih ada juga ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang
ASI Ekslusif (48,15%).
Asumsi peneliti, para ibu memiliki pengetahuan baik karena
adanya penyuluhan-penyuluhan tentang ASI Ekslusif yang diberikan oleh
para petugas kesehatan yang dibantu oleh kader. Penyuluhan dan
pendidikan kesehatan yang diberikan kepada para ibu, dilakukan di
posyandu yang tersebar di desa-desa di wilayah kerja Puskesmas Toaya.
Penyuluhan tersebut dilakukan 1 kali sebulan di posyandu-posyandu
tersebut, dimana penyuluhan tentang ASI Ekslusif biasanya diberikan
bersama-sama dengan penyuluhan tentang gizi dan tumbuh kembang anak.
Akan tetapi, karena tidak aktifnya beberapa posyandu di Desa Toaya
(sebesar 25%) dan Desa Lero (sebesar 30%) menyebabakan belum
meratanya pengetahuan ibu tentang ASI Ekslusif. Selain itu faktor
kunjungan ibu yang tidak kontinyu di Posyandu, menjadi kendala lain
terhadap keikutsertaan mereka dalam penyuluhan tentang ASI Ekslusif.
Inilah yang menyebabkan masih adanya ibu yang memiliki pengetahuan
kurang tentang ASI Ekslusif.
Penyuluhan yang tidak merata kepada setiap ibu, menyebabkan ada
ibu yang tidak mengetahui bahwa bayi tidak boleh diberikan makanan lain
selain ASI saat mereka masih berumur kurang dari 6 bulan, atau ibu
menyusui kadang hanya mengetahui bahwa dia harus menyusui anaknya
tanpa memperhatikan cara dan posisi yang benar dalam pemberian ASI.
Dikarenakan kurangnya pengetahuan tersebut, para ibu tersebut juga tidak

37

mengetahui keuntungan ASI sehingga mereka lebih mengutamakan susu


formula atau susu kaleng dari pada ASI. Selain itu ibu yang
mengutamakan penampilan biasanya menganggap bahwa menyusui dapat
merusak payudara, sehingga semakin membuat mereka tidak perduli
terhadap pemberian ASI Ekslusif.
Menurut Notoadmojo (2008), penyuluhan kesehatan merupakan
intervensi penting untuk mengatasi kurangnya pengetahuan. Pendidikan
kesehatan adalah upaya persuasif atau pembelajaran kepada masyarakat
(pasien) agar mereka mau melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi
masalah-masalah, memelihara, dan meningkatkan kesehatannya, misalnya
pemberian ASI Ekslusif. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan

ini

didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses


pembelajaran.

38

BAB VI
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Ekslusif paling banyak
berpengetahuan baik yaitu 51,85%.

B.

Saran
1. Untuk institusi pendidikan, diharapkan agar mengarahkan mahasiswa yang
turun praktek atau dinas di poliklinik anak untuk memberikan penyuluhan
tentang pentingnya pemberian ASI Ekslusif.
2. Untuk Puskesmas Toaya, agar memberikan health education tentang
pentingnya ASI Ekslusif secara merata di wilayah kerjanya.
3. Untuk peneliti lain, agar mengembangkan penelitian ini dengan
menambahkan variabel-variabel lain.

38

39

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Nurhaeni. 2009. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Media Presindo:
Yogyakarta.
BPS.

2010.

Glossary.

http://www.datastatistik-indonesia.com/component/

option,com_glossary/func,view/catid,45/term,Paritas/ Tgl, 5 Juni 2010.


Chandra, Budiman. 2009. Pengantar Statistika Keperawatan. EGC: Jakarta.
Cuningham. 1995. Obsitetri. EGC: Jakarta.
Handoyo, Hidayat. 1997. Globalisasi Pendidikan Tenaga Kesehatan. CV Jaya
Kelana Abadi: Jakarta.
Jellife, B, D. 2006. Kesehatan Anak Di Daerah Tropis. Bumi Aksara: Jakarta.
Kemenkes RI. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan RI 2010-2014.
http://www.depkes.go.id/downloads/renstra/RENSTRA_2010-2014.pdf.

Tgl,

4 Juni 2010.
Machfoedz, Ircham. 2009. Metode Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan,
Kebidanan, Kedokteran. Fitra Maya: Yogyakarta.
Manuaba, I. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC: Jakarta.
Notoadmojo, S. 2008. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta:
Jakarta.
Notoadmojo, S. 2010. Ilmu Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.

40

Nursalam. 2000. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. CV Sagung


Seto: Jakarta.
Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional edisi 2. Salemba Medika: Jakarta.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4. EGC:
Jakarta.
Poerwadarminta, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Syaifudin, H. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC:


Jakarta.
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia: Yogyakarta.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Soetjiningsih. 1998. Faktor Gizi. Bhatara Karya Aksara: Jakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika edisi 6. Tarsito: Bandung.
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. EGC: Jakarta.
Weler. 2005. Kamus Saku Perawat Edisi 22. EGC: Jakarta.
WHO. 2010 . WHO definition of Health. Http://www.who.int/about/definition
/en/print.html. Tgl, 5 Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai